Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kemampuan Lahan

58 d4. Dengan pemanfaatan teknologi, lahan tersebut dapat didrainasekan sehingga drainasenya menjadi baik, dan oleh karenanya kelas kemampuan lahannya pun meningkat. Dalam hal ini kelasnya berubah menjadi kelas III atau II. Kondisi ini membuat pencocokan atau evaluasi penggunaan lahan menjadi sesuatu yang kompleks. Pertimbangan penggunaanpenutupan diletakkan pada kelas tertentu membutuhkan pertimbangan yang seksama. Untuk keperluan praktis, sebelum dilakukan proses pencocokan penggunaan lahan dengan kemamppuan lahan, maka perlu disusun matriks kecocokan seperti disajikan dalam Tabel 16. Dalam penelitian ini, evaluasi kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kemampuan lahan hanya dilakukan pada penggunaan lahan sawah, rumput padang penggembalaan, tambak, dan pertanian lahan kering, karena keempat penggunaan lahan inilah yang menghasilkan nilai produksi terkait dengan penentuan daya dukung lahan berbasis produktivitas. Dalam hal ini terdapat empat kategori kesesuaian penggunaan lahan yaitu: Sesuai, Sesuai Bersyarat, Tidak Sesuai, dan Tidak Dinilai. Yang dimaksud Sesuai Bersyarat adalah bahwa lahan tersebut dapat digunakan untuk tipe penggunaan lahan tertentu setelah dilakukan perbaikan terhadap salah satu atau beberapa faktor penghambat, misalnya perbaikan kelerengan dan bahaya erosi dengan melakukan terasering atau membuat guludan. Penentuan keputusan Sesuai atau Tidak Sesuai setiap tipe penggunaan lahan dilakukan dengan melihat beberapa faktor pembatas, yaitu erosi, lereng, tekstur, kedalaman efektif, dan drainase. Untuk penggunaan lahan sawah, misalnya, lahan harus memiliki kemiringan lereng 5, sehingga pada lahan pada kelas kemampuan II dengan faktor pembatas lereng dinyatakan sesuai bersyarat bagi penggunaan lahan sawah Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007. Namun demikian, pada lahan kelas II dengan faktor pembatas yang lebih banyak, yaitu kedalaman efektif dan tekstur, dinilai sesuai untuk penggunaan lahan sawah. Hal ini kembali kepada atribut tekstur, drainase, dan kedalaman. Pada lahan kelas II t, d, drainase tanahnya agak buruk dan tekstur liat berdebu. Karakteristik ini sesuai untuk sawah. Untuk lebih jelasnya, kriteria kesesuaian lahan untuk sawah, tambak, padang penggembalaan, perkebunan, dan tanaman pangan lahan kering disertakan dalam lampiran. 59 Tabel 16 Matriks keputusan kesesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan tingkat sub kelas Sub Kelas Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan Yang Dinilai Yang menghasilkan nilai produksi Keterangan Sawah Tambak Pertanian Lahan Kering Padang Rumput Penggembalaan II e S S S S Faktor Pembatas: II l SB S S S e = erosi II t, l, k SB S S S l = lereng II t, d S S S S t = tekstur II t, l SB S S S k = kedalaman II t, l, d SB S S S d = drainase III k SB S S S III l, e SB TS S S Kesesuaian: III l, k, e SB TS S S S = Sesuai III t, d S S S S SB = Sesuai Bersyarat IV l, e TS TS S SB TS = Tidak Sesuai VI l, e TS TS SB TS VII l TS TS TS TS VIII l TS TS TS TS Dari hasil overlay peta penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 dengan peta kemampuan lahan, dengan mengacu kepada matriks keputusan tersebut di atas, diperoleh hasil seperti disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemampuan lahan Keterangan Tahun 2005 Tahun 2010 Luas ha Persentase Luas ha Persentase Sesuai 2.221 10 4.884 22 Sesuai Bersyarat 4.974 23 1.324 6 Tidak Sesuai 810 4 1.621 7 Tidak Dinilai 13.856 63 14.034 64 Jumlah 21.861 100 21.862 100 Pada tahun 2005, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan adalah sebesar 810 hektar 4. Namun pada tahun 2010 luasan ini meningkat menjadi 1.621 hektar 7. Peningkatan luasan hampir mencapai 100. Secara spasial, penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan terletak di bagian timur wilayah Kota Bima, pada area yang memiliki kelas lereng 30. Area ini 60 sebelumnya merupakan hutan, namun pada tahun 2010 telah beralih fungsi menjadi pertanian lahan kering dan tanah terbukakosong. Mempertimbangkan lahan permukiman Kota Bima yang terletak di daerah hilir, maka kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Rusak atau berkurangnya daerah tangkapan air di kawasan hulu mulai dirasakan dampak buruknya, antara lain dengan kejadian banjir yang terjadi setiap tahun. Tabel 18 Perubahan status kesesuaian terhadap kemampuan lahan Perubahan kesesuaian penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan Kemampuan lahan Luas ha Kesesuaian tetap Umumnya jenis penggunaan tetap 21.342 Dari Sesuai menjadi Sesuai Bersyarat Pertanian lahan kering menjadi sawah II dan III 415 Dari Sesuai menjadi Tidak Sesuai Pertanian lahan kering menjadi sawah IV 9 Dari Sesuai Bersyarat menjadi Sesuai Sawah menjadi pertanian lahan kering III 77 Dari Sesuai Bersyarat menjadi Tidak Sesuai Pertanian lahan kering menjadi sawah VI 3 Dari Tidak Sesuai menjadi Sesuai Sawah menjadi pertanian lahan kering IV 3 Dari Tidak Sesuai menjadi Sesuai Bersyarat Rumput menjadi pertanian lahan kering VI 13 Jumlah 21.862 Sebaran spasial dari perubahan status kesesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. 61 Gambar 22 Kesesuaian penggunaan lahan tahun 2005 berbasis kemampuan lahan Gambar 23 Kesesuaian penggunaan lahan tahun 2010 berbasis kemampuan lahan 62

4.4 Daya Dukung Lahan Berbasis Produktivitas

Data produksi yang dihitung untuk mendapatkan status daya dukung lahan adalah semua komoditas yang mempunyai nilai produksi, mencakup 50 komoditas mulai dari padiberas, sayur-mayur, buah-buahan, perkebunan, daging, telur, dan perikanan darat, dan budidaya keramba. Hasil perhitungan nilai produksi, ketersediaan lahan, kebutuhan lahan dan status daya dukung lahan disajikan dalam Tabel 19. Untuk lingkup Kota Bima, status daya dukung selama 5 tahun terakhir mengalami perubahan. Pada tahun 2005 status daya dukung adalah defisit, karena ketersediaan lahan belum mampu memenuhi kebutuhan lahan dalam hal pemenuhan produksi hayati biohayati. Pada tahun 2010 status daya dukung lahan berubah menjadi surplus. Hal ini terkait perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama periode tahun 2005 – 2010. Lahan di Kota Bima yang mengalami pengalihfungsian selama kurun waktu 2005 hingga 2010 adalah seluas 6.692 hektar atau 30,61 luas wilayah. Luas pertanian lahan kering meningkat dari 32,12 menjadi 35,83, sehingga mengakibatkan peningkatan nilai produksi hayati dan oleh karenanya status daya dukung lahan berbasis produktivitas berubah dari defisit menjadi surplus. Namun demikian, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan juga bertambah luasannya dari 3,70 menjadi 7,42. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan jika tidak disertai penerapan teknologi yang tepat, akan menyebabkan lingkungan tersebut terdegradasi. Pengembangan wilayah yang berorientasi pada peningkatan nilai produksi tanpa memperhatikan kemampuan lahan akan menyebabkan lahan tersebut mengalami penurunan hingga kehilangan kemampuan produksinya dalam jangka panjang. Hal yang juga menarik untuk dicermati adalah status daya dukung untuk masing-masing kecamatan. Untuk tahun 2010, dimana status daya dukung lahan untuk Kota Bima secara keseluruhan adalah surplus, Kecamatan Mpunda memiliki status daya dukung defisit. Terkait dengan pembahasan pada analisis LQ, hal ini dipengaruhi oleh laju pertambahan jumlah penduduk yang paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain, sementara disisi lain aktifitas perubahan penggunaan lahan juga semakin meningkat, dari penggunaan lahan budidaya menjadi lahan terbangun. Tabel 19 Daya dukung lahan berbasis produktivitas pada tahun 2005 dan 2010 Tabel 20 Nilai produksi per penggunaan lahan Penggunaan Lahan Nilai Produksi Rp Tahun 2005 Tahun 2010 Sawah 54.735.500.000 181.377.700.000 Pertanian lahan kering 101.714.823.000 459.915.015.000 Perikanan 2.527.930.000 63.850.000.000 Padang penggembalaan dan Permukiman 42.662.730.000 52.548.630.000 Budidaya keramba 8.014.900.000 250.793.250.000 Jumlah 209.655.883.000 1.008.484.595.000 Kecamatan Total Nilai Produksi Rp Ketersediaan Lahan ha Kebutuhan Lahan ha Status Daya Dukung ha Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2005 Tahun 2010 Mpunda - 17.286.316.915 - 3.675,33 - 5.594,38 - Defisit Raba - 59.752.844.854 - 11.026,00 - 8.517,62 - Surplus Rasanae Barat 36.199.872.000 229.414.675.000 10.513,45 8.085,73 20.560,90 6.246,26 Defisit Surplus Rasanae Timur 152.564.776.000 519.507.508.231 7.359,41 10.290,93 14.392,63 7.949,78 Surplus Surplus Asakota 20.891.235.000 182.523.250.000 3.154,03 3.675,33 6.168,27 2.839,21 Defisit Surplus Kota Bima 209.655.883.000 1.008.484.595.000 21.026,89 36.753,33 41.121,81 31.147,26 Defisit Surplus