Penentuan Arahan Penggunaan Lahan Sesuai Kemampuan Lahan

65 hijau privat antara lain adalah kebun atau halaman rumahgedung milik masyarakatswasta yang ditanami tumbuhan. Berdasarkan peta arahan penggunaan lahan Kota Bima dalam penelitian ini, proporsi ruang tebuka hijau dari kawasan lindung dan hutan produksi telah mencakup 25,2 dari luas wilayah. Proporsi 30 yang disyaratkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang dapat dipenuhi dengan melakukan sosialisasi pada masyarakat untuk mengalokasikan sebagian dari lahan pekarangannya untuk ditanami tumbuhan. Peta arahan peruntukan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan disajikan pada Gambar 24. Gambar 24 Peta arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan Kota Bima Untuk menganalisis kemungkinan penerapannya, peta arahan tersebut kemudian di-overlay dengan peta penggunaan lahan aktual. Terdapat beberapa penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peta arahan. Penggunaan lahan yang sesuai adalah 19.461 hektar 89,02, sementara yang tidak sesuai seluas 2.401 hektar 10,98. Keterangan penggunaan lahan yang tidak sesuai ini disajikan dalam Tabel 21, sementara sebaran spasialnya disajikan dalam Gambar 25. 66 Tabel 21 Peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan penggunaan lahan aktual Peruntukan dalam peta arahan Penggunaan aktual Luas ha Hutan Produksi Permukiman 20 Pertanian Lahan Kering 1.285 Rumput Savanna 3 Sawah 1 SemakBelukar 647 Kawasan Lindung Permukiman 4 Pertanian Lahan Kering 216 Rumput Savanna 3 SemakBelukar 221 Jumlah 2.401 Gambar 25 Peta peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan penggunaan lahan aktual Menghadapi permasalahan semacam ini, perlu ada pengendalian pemanfaatan ruang. Pemerintah selaku pelaku utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang, mempunyai berbagai instrumen atau alat pengendalian. Sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, instrumen tersebut adalah peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. 67 1 Peraturan zonasi Di Indonesia, peraturan zonasi merupakan instrumen yang baru ada sejak diundangkannya Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Sesuai UU ini, peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Selanjutnya peraturan zonasi ditetapkan dengan: a peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; b peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan c peraturan daerah kabupatenkota untuk peraturan zonasi. 2 Perizinan Instrumen perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 juga mengatur hal-hal sebagai berikut: a izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan danatau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum; c izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya; d terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat e, dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin; f izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak; g setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan h ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan pemerintah. 68 3 Insentif dan Disinsentif Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; b pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c kemudahan prosedur perizinan; danatau d pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta danatau pemerintah daerah. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; danatau b pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. Selanjutnya, insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: a Pemerintah kepada pemerintah daerah; b pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan c pemerintah kepada masyarakat. 4 Pengenaan Sanksi Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana kewajiban diatas, dikenai sanksi administratif dapat berupa: a peringatan tertulis; b penghentian sementara kegiatan; c penghentian sementara pelayanan umum; d penutupan lokasi; e pencabutan izin; f pembatalan izin; g pembongkaran bangunan; h pemulihan fungsi ruang; danatau i denda administratif. 69 Dalam kasus Kota Bima, pada lahan yang berdasarkan kemampuan lahan seharusnya dijadikan kawasan lindung terdapat penggunaan lahan berupa permukiman, pertanian lahan kering, rumput, dan semakbelukar. Salah satu alternatif solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan penyesuaian fungsi lahan, dimana penggunaan lahan tetap dengan kondisi aktual namun fungsinya diupayakan menjadi fungsi lindung, misalnya dengan penanaman pohon keras dengan tidak mengganggu fungsi penggunaan aktualnya sebagai permukiman, pertanian lahan kering, dan padang penggembalaan rumput.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil identifikasi diketahui bahwa di Kota Bima tidak terdapat lahan kelas I. Kelas kemampuan lahan terdiri atas 6 kelas, yaitu kelas II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Selanjutnya masing-masing kelas kemampuan lahan tersebut dibagi lagi berdasarkan faktor penghambat sehingga menghasilkan 14 sub kelas kemampuan lahan. Luas yang terbesar adalah sub kelas IV l, e, dengan luasan 6.223 hektar atau 28,5 dari total wilayah, dan secara spasial tersebar di bagian utara, timur, dan tenggara Kota Bima. 2. Selama periode tahun 2005-2010 terjadi perubahan penggunaan lahan seluas 6.692 hektar atau 30,6 dari luas wilayah Kota Bima, sementara yang tidak mengalami perubahan adalah seluas 15.171 hektar atau 69,4 dari luas wilayah Kota Bima. Hutan primer yang pada tahun 2005 masih terdapat seluas 283 hektar, pada tahun 2010 telah hilang sama sekali berubah menjadi pertanian lahan kering, padang rumput penggembalaan ternak, sawah dan semak belukar. 3. Dari segi luasan, perubahan penggunaan lahan yang paling besar terjadi di Kecamatan Raba. Namun pemusatan aktifitas perubahan penggunaan lahan terjadi di Kecamatan Mpunda. Hal ini terkait dengan luas wilayah Kecamatan Mpunda yang lebih kecil, sehingga persentase luasan perubahan penggunaan lahan terhadap luas wilayah kecamatan menjadi lebih besar. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan adalah kemampuan lahan dan jarak dari pusat kota. 4. Pada tahun 2005, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan adalah sebesar 810 hektar 3,7. Pada tahun 2010 luasan ini meningkat menjadi 1.621 hektar 7,4. Peningkatan luasan mencapai 100. Secara spasial, penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan terletak di bagian timur wilayah Kota Bima, pada area yang memiliki kelas lereng 72 30. Area ini sebelumnya merupakan hutan, namun pada tahun 2010 telah berubah menjadi pertanian lahan kering dan tanah terbukakosong. Mempertimbangkan lahan permukiman Kota Bima yang terletak di daerah hilir, maka kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Rusak atau berkurangnya daerah tangkapan air di kawasan hulu mulai dirasakan dampak buruknya, antara lain dengan kejadian banjir yang terjadi setiap tahun. 5. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan yang terjadi adalah hutan menjadi lahan budidaya serta lahan budidaya menjadi permukiman. Luasan lahan budidaya mengalami peningkatan secara signifikan, yang berpengaruh pada meningkatnya nilai produksi. Hal ini menyebabkan berubahnya status daya dukung lahan berbasis produktivitas, dimana pada tahun 2005 status daya dukung lahan adalah defisit, namun pada tahun 2010 status daya dukung lahan menjadi surplus. 6. Berdasarkan kemampuan lahan, terdapat 16.342 hektar atau 74,8 dari wilayah Kota Bima yang dapat dijadikan sebagai lahan budidaya berupa pertanian intensif, 2.752 hektar 12,5 sebagai hutan produksi, dan 2.768 hektar 12,7 yang perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung.

5.2 Saran

Salah satu kelemahan dari metode penghitungan daya dukung lahan ini adalah karena hanya berbasis nilai produksi, tanpa memperhatikan fungsi kawasan konservasi dan penyangga. Dalam perspektif daya dukung lahan berbasis produktivitas, konversi lahan hutan menjadi lahan budidaya dianggap memberikan keuntungan karena meningkatkan nilai produksi. Namun berdasarkan hasil penelitian ini, peningkatan status daya dukung lahan tersebut diikuti oleh peningkatan luasan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Hal ini merupakan salah satu indikasi adanya perencanaan dan pengembangan wilayah yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan. Penggunaan suatu lahan seharusnya sesuai dengan kemampuan atau sesuai daya dukung. Untuk memanfaatkan lahan yang baik, maka diperlukan suatu perencanaan yang baik. Perencanaan ruang biasanya diletakkan dalam peta RTRW, yang di dalamnya terdapat ruang yang direncanakan untuk penggunaan