KARAKTERISTIK BAHAN BAKU HASIL DAN PEMBAHASAN

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU

Karakteristik bahan baku yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis proksimat. Analisis proksimat pada pati garut meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar lemak, kadar protein, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin. Hasil analisis sifat kimia disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis proksimat pati garut Parameter Hasil Pengujian Laboratorium Erianti, 2004 Hasil Pengujian Lab Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Kadar Air 7,78 4,06 3,65 3,85 Kadar Serat 1,96 0,82 1,24 1,03 Kadar Abu 0,44 0,15 0,32 0,24 Kadar Lemak 0,24 1,40 0,97 1,19 Kadar Protein 0,50 0,85 1,10 0,98 Kadar Pati 81,15 84,41 79,76 82,09 Kadar Amilosa 24,07 22,45 20,83 21,64 Kadar Amilopektin 74,70 76,64 77,86 77,25 Dari hasil analisis didapatkan kadar air pati garut sebesar 3,85 persen. Hasil ini tergolong rendah dan berada pada kisaran nilai yang telah ditentukan sebelumnya oleh SNI ISSN 1693-184X yakni kadar air yang diperbolehkan untuk pati garut komersial harus berada dibawah 16 . Menurut Winarno 1997 kadar air minimum untuk mikroba dapat tumbuh adalah 14-15. Hasil analisis kadar air pati garut yang digunakan untuk penelitian tergolong sangat kering. Kadar air ini nantinya akan berkorelasi terhadap umur simpan dari pati garut itu sendiri. Semakin rendah kadar air yang terkandung dalam pati garut maka umur simpan dari pati garut itu akan semakin lama. Kadar abu suatu bahan merupakan unsur-unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Dari Tabel dapat dilihat kadar abu dari pati garut adalah 0,24 persen tidak jauh berbeda dari penelitian Erianti 2004 yaitu 0,44 persen. Hasil yang diperoleh ini masih memenuhi standar mutu pati garut komersial berdasarkan SII, yaitu kadar abu yang diperbolehkan sebesar 2 persen. Kadar serat yang terkandung dalam pati garut berdasarkan penelitian sebesar 1,03 persen sedangkan pada penelitian sebelumnya sebesar 1,96 persen. Kadar serat yang terkandung pada pati garut ini tergolong besar jika dibandingkan dengan penelitian Richana et al, 1998 yaitu 0,13 dan Satyo 2005 yaitu 0,96 persen. Menurut Satyo 2005 besarnya kadar serat yang terkandung pada pati garut disebabkan pencucian yang kurang sempurna pada proses ekstraksi pati sehingga serat terbawa pada endapan pati. Namun kadar serat yang terkandung pada pati garut masih memenuhi standar mutu pati yang telah ditetapkan SII yaitu kurang dari 3 persen. Villamajor dan Jurkema 1996 menjelaskan bahwa pada saat umbi garut berumur kurang lebih 12 bulan kadar pati yang terkandung akan maksimal dan umbi menjadi lebih berserat. Pengamatan terhadap kadar lemak dan kadar protein menunjukkan bahwa pati garut memiliki kandungan lemak dan protein yang cukup tinggi. Nilai kadar protein dan kadar lemak berturut-turut adalah 0,98 persen dan 1,19 persen. Hasil ini tergolong cukup tinggi apabila dibandingkan dengan 28 penelitian Erianti 2004 yaitu sebesar 0,50 persen untuk kadar protein dan 0,24 persen untuk kadar lemak. Erianti 2004 mengatakan bahwa kandungan lemak dalam pati dapat menganggu proses gelatinisasi karena lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Pati juga diharapkan memiliki kandungan protein yang rendah karena protein yang terkandung dapat menyebabkan viskositas pati menurun. Pati garut sebagai bahan baku pembuatan siklodekstrin memiliki kandungan pati sebesar 82,09 persen. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Erianti 2004 yaitu sebesar 81,15 persen. Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Rahardian 2003 sebesar 90,13 persen dan Murdiyati 2000 sebesar 83,19 persen. Hasil kandungan pati yang berbeda-beda ini disebabkan karena cara pengolahan umbi dengan menggunakan metode ekstraksi. Hasil analisa kandungan amilosa pati garut yaitu sebesar 21,64 persen sedangkan untuk kandungan amilopektin sebesar 77,25 persen. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Erianti 2004 yaitu 24,07 persen untuk kandungan amilosa dan 74,70 persen untuk kandungan amilopektin. Namun hasil ini hampir sama dengan perolehan kadar amilosa pati garut Satin 2001 yaitu sebesar 21 persen, Villamajor dan Jurkema 1996 sebesar 20 persen. Kandungan amilosa merupakan kandungan yang paling mempengaruhi rendemen siklodekstrin nantinya, karena amilosa merupakan bahan dasar reaksi enzimatis. Selain itu, menurut Lee dan Kim 1991 siklodekstrin akan lebih banyak dihasilkan jika pati yang digunakan lebih banyak mengandung fraksi amilosa daripada fraksi amilopektin karena amilosa memiliki rantai lurus yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik dengan percabangan yang lebih sedikit.

B. PRODUKSI SIKLODEKSTRIN SKALA 5 LITER