itu diperlukan adanya upaya pengawasan dalam pengelolaan parkir TKP. Sehingga berbagai tingkat kebocoran dapat diminimalisasi.
Jika dilihat dari sisi biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelenggaraan parkir TKP tersebut maka akan terdapat sejumlah biaya-biaya yang harus
dikeluarkan oleh pengelola diantaranya adalah gaji tenaga kerja. Pada penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP swakelola cenderung tidak efisien
dari sisi jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, sehingga beban pengelola menjadi besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh di RSUD Cibinong,
besarnya gaji tenaga kerja yang terdiri dari koordinator lapangan, wakil koordinator lapangan, kasir dan para juru parkir yang keseluruhan bejumlah
sepuluh orang per bulan adalah sekitar Rp 7.100.000 sehingga dalam setahun untuk operasional perparkiran TKP di RSUD Cibinong mengeluarkan biaya
tenaga kerja sebesar Rp 85.200.000. Selain itu terdapat pengeluaran-pengeluaran lain yang tidak terduga oleh pengelola setiap bulannya. Hal ini merupakan salah
satu menyebab rendahnya penerimaan pemerintah dari pengelolaan parkir secara swakelola. Di sisi lain, hal ini tetap menunjukkan masih terdapatnya potensi yang
besar dalam penyelenggaran parkir TKP di RSUD Cibinong.
6.2.2. Potensi Retribusi pada Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP oleh Swasta
Perhitungan potensi retribusi pada penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP swasta dilakukan dengan melihat kondisi perparkiran saat ini pada
TKP RSUD Ciawi Wilayah Tengah Kabupaten Bogor. Sama halnya dengan perhitungan potensi retribusi parkir TKP pada bentuk penyelenggaraan swakelola,
yaitu perhitungan potensi retribusi parkir TKP pada bentuk penyelenggaraan
swasta juga disajikan dengan dua alternatif, yaitu a potensi retribusi parkir TKP dengan menggunakan tarif sesuai Perda No 12 Tahun 2003. b potensi retribusi
parkir TKP dengan menggunakan tarif yang berlaku di lapangan, yaitu di RSUD Ciawi. Besanya potensi retribusi parkir TKP pada bentuk penyelenggaraan dan
pengelolaan parkir TKP swasta berdasarkan tarif pada Peraturan Daerah yang
berlaku dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 23. Potensi Retribusi Tempat Khusus ParkirTKP oleh Swasta
Berdasarkan Tarif pada Perda No 12 Tahun 2003 di RSUD
Ciawi
No Durasi
Jam Jumlah
Mobil unit
Tarif Rp
Taksiran pendapatan
Per hari Rp
Jumlah Motor
unit Tarif
Rp Taksiran
pendapatan Per hari
Rp Taksiran
pendapatan Per tahun
Rp
1 1 45 1.000 40.500
30 500 13.500 19.710.000 2 1-2 52 1.000 46.800
28 500 12.600 21.681.000 3 2-3 34 1.500 45.900
24 700 15.120 22.272.300 4 3-4 25 2.000 45.000
15 900 12.150 20.859.750 5 4-5 14 2.500 31.500
11 1.100 10.890 15.472.350 6 5-6 10 3.000 27.000
8 1.300 9.360 13.271.400 7 6-7
8 3.500 25.200 3 1.500 4.050 10.676.250
8 7-8 9 4.000 32.400
7 1.700 10.710 15.735.150 9 8-9
6 4.000 21.600 15 2.000 27.000 17.739.000
10 9
4 4.000 14.400 4 2.000 7.200 7.884.000
330.300 122.580 165.301.200
Sumber: Data primer Diolah
Tabel 23 menunjukkan potensi retribusi parkir TKP pada bentuk penyelenggaraan swasta dengan menggunakan tarif sesuai dengan Perda No 12
Tahun 2003 akan menghasilkan besarnya penerimaan pungutan retribusi sebesar Rp 165.301.200. Jika dilihat besarnya realisasi parkir TKP Kabupaten Bogor
tahun 2007 yang hanya sebesar Rp 123.611.350, maka potensi yang ada di lapangan menjadi lebih besar. Berdasarkan hasil perhitungan potensi yang
diperoleh antara dua bentuk pengelolaaan yaitu swakelola dan swasta dengan
menggunakan tarif berdasarkan Perda No 13 Tahun 2003, maka pengelolaan oleh swasta memiliki potensi yang lebih besar dari pada pengelolaaan oleh swakelola.
Pola selanjutnya adalah melihat potensi retribusi parkirTKP oleh swasta dengan menggunakan tarif yang berlaku di lapangan. Sebagaimanadiketahui
bahwa tarif retribusi parkir TKP yang berlaku di lapangan lebih tinggi dari pada tarif yang tercatum pada Perda No 12 Tahun 2003. Lebih rinci mengenai potensi
retribusi parkir TKP dengan menggunakan tarif yang berlaku di lapangan dapat dilihat pada Tabel 24.
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa besarnya potensi retribusi parkir pada penyelenggaraan oleh swasta dengan menggunakan tarif yang berlaku di
lapangan menghasilkan potensi yang jauh lebih besar dari pada saat penggunaan tarif berdasarkan Perda No 12 Tahun 2003 yaitu sebesar Rp 253.273.500, bahkan
juga lebih besar jika dibandingkan dengan potensi retribusi pengelolaan parkir oleh swakelola.
Tabel 24. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir TKP pada Bentuk Penyelenggaraan oleh Swasta sesuai Tarif di RSUD Ciawi
No Durasi
Jam Jumlah
Mobil unit
Tarif Rp
Taksiran pendapatan
Per hari Rp
Jumlah Motor
unit Tarif
Rp Taksiran
pendapatan Per hari
Rp Taksiran
pendapatan Per tahun
Rp
1 1 45 2.000
81.000 30 1.000 27.000 39.420.000
2 1-2 52 2.000 93.600 28 1.000
25.200 43.362.000 3 2-3 34 2.500
76.500 24 1.500 32.400 39.748.500
4 3-4 25 3.000 67.500 15 2.000
27.000 34.492.500 5 4-5 14 3.500
44.100 11 2.000 19.800 23.323.500
6 5-6 10 4.000 36.000
8 2.000 14.400 18.396.000
7 6-7 8 4.000 28.800
3 2.000 5.400 12.483.000 8 7-8 9 4.000
32.400 7 2.000
12.600 16.425.000 9 8-9 6 4.000
21.600 15 2.000 27.000 17.739.000
10 9
4 4.000 14.400 4 2.000 7.200 7.884.000
495.900 198.000
253.273.500 Sumber: Sumber: Data primer diolah
Pada bentuk pengelolaan retribusi parkir oleh swasta ini terdapat aturan mengenai pembagian hasil retribusi oleh swasata yaitu pemerintah daerah
memperoleh sebesar 55 persen dari penerimaan retribusi parkir perbulan. Sedangkan 45 persen menjadi hak pihak swasta selaku pengelola di lapangan.
Dari besarnya potensi yang ada pada bentuk penyelenggaraan parkir TKP oleh swasta terdapat sejumlah dana yang harus dikeluarkan untuk menutupi biaya-
biaya operasional. Biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelenggaraan parkir TKP oleh swasta antara lain: gaji pegawai dan iuran listrik. Pada penyelenggaraan
dan pengelolaan parkir TKP oleh swasta cenderung lebih efisien dari sisi jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, sehingga beban pengelola relatif lebih ringan.
Biaya iuran listrik yang harus dikeluarkan penggunaan sistem komputerisasi. Meskipun demikian penerimaan yang diperoleh pengelola lebih besar karena
sistem komputerisasi mampu meminimalisasi kebocoran yang ada di lapangan. Sehingga penerimaan retribusi parkir TKP dengan pengelolaan oleh swasta lebih
besar dari pada sistem swakelola. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa jumlah
kendaraan yang ada pada bentuk pengelolaan swasta cenderung lebih besar pada jenis kendaraan mobil daripada pengelolaan oleh swakelola, sedangkan untuk
jenis kendaran motor cenderung lebih sedikit. Hal ini dikarenakan luas lahan yang cukup besar menyebabkan besarnya daya tampung terhadap jenis kendaraan
mobil. Pada pengelolaan oleh swakelola luas lahan relatif kecil sehingga daya tampung terhadap jenis kendaraan mobil relatif rendah. Hal ini juga dapat menjadi
salah satu rendahnya potensi retribusi parkir TKP pada bentuk swakelola.
Berdasarkan uraian di atas juga diketahui bahwa dengan melihat kondisi riil di lapangan penyelenggaraan parkir TKP dengan swasta memiliki potensi
penerimaan retribusi parkir yang lebih besar dari pada bentuk penyelenggaraan retribusi parkir TKP oleh swakelola. Hal ini akan menyebabkan besarnya setoran
retribusi parkir dari penyelenggaraan oleh swasta ke Pemerintah Daerah cenderung lebih besar dari pada penyelenggaraan parkir TKP swakelola. Hal ini
dapat dijadikan masukan bagi Pemerintah Daerah untuk lebih mengarahkan kebijakan parkir TKP Kabupaten Bogor pada bentuk penyelenggaraan dan
pengelolaan parkir TKP oleh pihak swasta. Namun hal tersebut harus tetap memperhatikan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi pihak swasta sebagai
pengelola parkir TKP.
VII. STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR TKP