Terminologi Parkir Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor

jumlah pembayar retribusi, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. b. Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM. c. Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pungutan. d. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan. Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi melalui penyederhanaan admnistrasi retribusi, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

2.6. Terminologi Parkir

Parkir merupakan sumber pendapatan yang potensial untuk digali pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah PAD. Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 yang dimaksud dengan parkir adalah suatu kegiatan menempatkan atau memberhentikan kendaraan bermotor di tepi jalan umum atau pada tempat parkir yang bersifat sementarajangka waktu tertentu, atau tidak dilarang dengan rambu yang tidak mengikat. Sedangkan yang dimaksud dengan fasilitas parkir menurut Waldiono dalam Darmanto 2006 adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada kurun waktu tertetu. Kekurangan fasilitas parkir yang tersedia sesuai dengan permintaan dapat menyebabkan kemacetan. Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan fasilitas parkir dapat mengusahakannya sendiri dengan membentu UPTD ataupun dengan diserahkan kepada pihak ketiga atau swastanisasi. Saat ini beberapa kota besar untuk penyelenggaraan parkir di kawasan-kawasan yang dimiliki oleh pengembang sering di serahkan kepada pengelola parkir yang profesional seperti Security Parking. Penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah dapat dikelompokkan yaitu : 1. Parkir di badan jalan on street parking atau biasa disebut Parkir Tepi Jalan Umum TJU 2. Parkir diluar badan jalan off street parking atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir TKP Parkir di badan jalan On street parking yaitu kegiatan parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan sebagian lebar jalan yang layak. Aktivitas pakir dan pengadaan fasilitas parkir di badan jalan yang sesuai dengan pola pengaturan untuk masing-masing ruas jalan yang diperbolehkan biasanya dilakukan oleh pihak pemerintah daerah, dalam hal ini DLLAJ atau Dinas Perhubungan. Pengadaan fasilitas parkir di luar badan jalan off street parking dapat dilakukan oleh Pemeritah Daerah, swasta, atau Pemerintah Daerah bekerja sama dengan swasta. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003, yang dimaksud dengan pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan pelayaan parkir di tepi jalan umum yang ditetukan oleh pemerintah daerah. Sedangkan parkir di luar badan jalan off street parking atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir TKP merupakan kegiatan parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan ruang tertentu di luar badan jalan, dapat berupa gedung ataupun pelataran. Terwujudnya pengelolaan perparkiran secara efektif dan efisien selayaknya menjadi visi bagi Pemerintah Daerah. Sedangkan dalam upaya mewujudkan visi tersebut, diperlukan misi yang harus dicapai seperti yang dikembangkan oleh Unit Pengelolaan Perparkiran UPP Bandung dalam Zaifani 2006, antara lain : 1. Menata dan mengembangkan lahan perparkiran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan di seluruh kota; 2. Menata sistem perparkiran yang berorientasi kepada kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jasa perparkiran; 3. Mendayagunakan aparatur pengelola perparkiran dalam melaksanakan pelayanan perparkiran kepada pengguna jasa perparkiran; 4. Menata dan mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan perparkiran. Guna menapai Visi dan misi tersebut, maka diperlukan suatu parameter yang harus dituju, dengan demikian tujuan yang hendak dicapai antara lain : 1. Meningkatkan sarana dan prasarana fasilitas parkir yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah; 2. Meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa perparkiran; 3. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan sumberdaya aparatur di bidang perparkiran; 4. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pegelolaan perparkiran dalam rangka penegakkan aturan bidang perparkiran. 2.7. Swakelola dan Swastanisasi dalam Perparkiran Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998 pengelolaan perparkiran dapat dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dan dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan perparkiran dapat mengusahakannya sendiri, inilah yang selanjutnya disebut sebagai swakelola. Anonim 2007 menyatakan swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri danatau tenaga dari luar baik tenaga ahli maupun tenaga upah borongan. Tenaga ahli dari luar tidak boleh melebihi 50 persen dari tenaga sendiri. Swakelola dalam pengelolaan perparkiran mengandung pengertian bahwa pengelolaan parkir dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri, mulai dari perencanaan, pengerjaaan pengaturan dan pengendalian dan pengawasan di lapangan, yaitu dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis daerah UPTD perparkian. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998 menyatakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan tanggung jawab pengelolaan dan pengedalian parkir berada di bawah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan DLLAJ tingkat II, dan untuk operasionalnya dibentuk UPTD. Namun belum semua daerah melaksanakannya seperti yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku, sebab ada beberapa daerah yang pelaksanaannya dilakukan di bawah kendali Dinas Pendapatan Daerah dan ada juga yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Bahkan ada yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan tersendiri ataupun oleh Dinas Perparkiran. Menurut Savas dalam Silalahi 1996 yang dimaksud dengan swastanisasi adalah suatu proses pengurangan campur tangan pemerintah dalam menjalankan perekonomian, karena kepemilikan aset-aset dialihkan dari tangan pemerintah ke pihak swasta. Proses pendelegasian tersebut ditujukan untuk mengefisienkan dan mengefektifkan suatu kegiatan yang menjadi wewenang pemerintah oleh pemerintah. Dalam hal perparkiran, swastanisasi dapat diartikan adanya pendelegasian penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran dari pemerintah kepada pihak swasta. Hal tersebut juga dilakukan dalam rangka meningkatakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran. Penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran tidak dapat mengabaikan kedudukan parkir itu sendirisebagai sub-sistem lalu lintas. Oleh karena itu, hal yang menjadi sasaran dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor yaitu terwujudnya kelancaran lau lintas. Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998 swastanisasi merupakan suatu alternatif pengelolaan parkir. Sistem ini biasanya lebih efisien dan manfaat yang diterima pemerintah daerah lebih besar. Sebelum diswastanisasikan, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menghitung besarnya potensi pendapatan yang dapat diterima dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaran parkir. Besarnya pendapatan ini dihitung berdasarkan jumlah ruang parkir yang tersedia, tingkat penggunaan, lamanya parkir dilakukan dan besarnya tarif. Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan dasar dari pendapatan parkir sebelum dikontrakkan kepada pihak ketiga. Sejalan konsep swastanisasi, pelayanan jasa parkir yang dilakukan di badan atau parkir Tepi Jalan Umum TJU tidak dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak swasta. harus dibangun gedung parkir atau pelataran parkir, sehingga akhirnya aset tersebut dapat dialihkan ke pihak swasta.

2.8. Hasil Kajian Terdahulu