II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan Asli Daerah
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dibentuklah daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten
dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pengertian Daerah Otonom menurut
Undang-Undang tersebut yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 mendorong Pemerintah Daerah untuk memacu peningkatan PAD. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah dalam mengatur sumber keuangannya. Dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sumber-sumber pendapatan daerah terdiri
atas : a. Pendapatan Asli Daerah yaitu :
1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
b. Dana Perimbangan c. Pinjaman daerah
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tersebut mengalami perubahan komposisi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sumber pendapatan daerah yang menjadi terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1 Hasil pajak daerah;
2 Hasil retribusi daerah; 3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4 Lain-lain PAD yang sah; b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar
Pendapatan Asli Daerah, karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah non PAD sifatnya
lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam
penyelenggaraan urusan daerah. Di sisi lain meningkatnya tugas, kewajiban, tanggung jawab, hak dan
wewenang Daerah kotakota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien tanpa didukung sumber pembiayaan
yang memadai. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu menjalankannya,
menggali, dan mendayagunakan potensi pendapatan daerah secara efektif dan efisien untuk pencapaian target Pendapatan Asli Daerah.
Menurut Arsyad 1999, hasil riset tentang penggalian potensi PAD selama ini menunjukkan, daerah masih mempunyai banyak keterbatasan dalam
peningkatan PAD, sehingga tidak seluruh potensi dapat dioptimalkan. Hal ini disebabkan PemkotPemkab dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya
keterbatasan SDM yang profesional, kesadaran wajib pajakretribusi yang masih rendah, belum tersedianya data base sumber-sumber PAD secara lengkap,
penentuan target PAD yang belum menggunakan pola perhitungan baku, pengelolaan PerusdaBUMD yang belum efisien, manajemen pelayanan dan
pengawasan yang belum optimal, belum diberdayakannya kecamatan dan desakelurahan dalam pengelolaan PAD serta banyaknya perda yang sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial untuk
dikembangkan diantaranya adalah retribusi daerah. Oleh karen itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan pengelolaan retribusi daerah sebagai salah satu
sumber pendapatan daerah.
2.2. Retribusi Daerah