Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor

(1)

HASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI KAJIAN DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa kajian Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir kajian ini.

Bogor, Mei 2008

Hastuti


(3)

ABSTRACT

HASTUTI. Strategy to Raise Revenue from Parking Special Place (TKP) Parking Retribution. Under direction of RINA OKTAVIANI and MA’MUN SARMA

The increasing of social-economic activities in Kabupaten Bogor encourages people using more and more vehicles. As the consequence, it increases the demand for parking areas, raises parking retribution, then in turn increases Kabupaten Bogor regional income. But, till now, Parking Special Place (TKP) parking retribution contributes too low the regional income. Based on Bupati Bogor Regulation 24/2006 article 3, parking points can be managed by government (self-managed) which in this case is represented by Transportation Agency. In implementation, cooperation with private party parking is allowed by the regulation. In the middle of 2007, Transportation Agency launched a new management system by involving private party in managing Ciawi general hospital parking area. This research applied Descriptive Analysis, Performance Analysis, Potential Analysis, and Process Hierarchy Analysis. The results suggest, that parking retribution management by private party is more efficient, having higher potential, and more important compare to self management (by the government). Priority of alternative strategies to increase TKP parking retribution in Kabupaten Bogor are (in sequence) : evaluation of tariff policy, the organizer’s human resource efficiency, TKP management monitoring, computerization and wage system improvement.

Keyword : Retribution, Regional Income, Parking, Strategy, Analysis Hierarchy Process (AHP)


(4)

RINGKASAN

HASTUTI. Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan MA'MUN SARMA.

Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan PAD adalah retribusi daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup besar sebagai sumber PAD. Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah adalah retribusi parkir. Seiring dengan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah mengakibatkan peningkatan pada jumlah kendaraan yang digunakan masyarakat. Hal ini tentunya akan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan lahan-lahan parkir, dan akhirnya mampu meningkatkan PAD Kabupaten Bogor. Namun kontribusi retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor terhadap PAD saat ini masih rendahnya.

Penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah dapat dikelompokkan yaitu (1) parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut Parkir Tepi Jalan Umum (TJU) dan (2) parkir diluar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP). Pada parkir TKP dapat dilihat dengan jelas adanya bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dalam perparkiran baik dalam bentuk penyedian lahan parkir maupun ketersediaan petugas pengelola. Potensi penerimaan reribusi parkir di Tempat Khusus Parkir (TKP) dapat dilihat dari banyaknya kendaraan yang menggunakan jasa parkir di titik parkir TKP tersebut.

Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3, pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh pemerintah atau bentuk swakelola dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya relatif dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada pertengahan tahun 2007 Dinas Perhubungan bersama dengan UPTD wilayah Tengah Kabupaten Bogor melakukan suatu perubahan dalam sistem penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu dengan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan parkir TKP di titik parkir Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD ) Ciawi.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi penyelenggaran dan pengelolaan parkir TKP dengan bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor, (2) menganalisis kinerja dan potensi retribusi parkir TKP terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor, (3) merumuskan strategi peningkatan retribusi parkir TKP yang tepat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis deskriptif,


(5)

analisis kineja, analisis potensi retribusi Parkir TKP dan Analisis Hirarki Proses (AHP).

Berdasarkan indentifikasi penyelenggaraan dan pengelolaan Tempat Khusus Parkir (TKP) pada bentuk swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor diketahui bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan oleh swasta lebih efisien dari pada penyelenggaran dan pengelolaan secara swakelola. Hal ini dapat dilihat berdasarkan analisis deskriptif terhadap beberapa aspek yaitu sistem penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP, tarif retribusi parkir TKP, dan sumberdaya pengelola parkir TKP.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kinerja retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor pada tahun 2004-2006 meningkat. Sedangkan pada tahun 2007 besarnya tingkat pertumbuhan bernilai negatif, hal ini menunjukkan adanya penurunan kinerja retribusi parkir TKP. Tingkat efektivitas penerimaan retribusi TKP Kabupaten Bogor pada tahun 2003-2007 masih kurang efektif. Hal ini ditunjukkan oleh persentase rasio efektivitas retribusi parkir TKP yang berada pada range I yaitu dengan nilai efektivitas kurang dari 75 persen. Sedangkan tingkat kontribusi retribusi TKP terhadap PAD maupun terhadap retrbusi daerah cenderung sangat kecil. Berdasarkan hasil perhitungan potensi retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor diketahui bahwa potensi penyelenggaran dan pengelolaan retribusi parkir oleh pihak swasta lebih tinggi daripada penyelenggaran dan pengelolaan secara swakelola.

Strategi peningkatan retribusi parkir TKP berdasarkan hasil AHP pada bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir TKP oleh pihak swasta merupakan bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir TKP yang paling penting daripada bentuk penyelenggara pengelolaan retribusi parkir TKP swakelola. Hal ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya yaitu dari sisi penyelenggaraan, kinerja dan juga potensi retribusi parkr TKP.

Saat parkir TKP Kabupaten Bogor ditangani secara swakelola maka terdapat prioritas strategi peningkatan retribusi utama berupa efisiensi dan efektivitas SDM pengelola, sedangkan jika ditangani pihak swasta prioritas strategi peningkatan retribusi utama yaitu evaluasi kebijakan. Prioritas alternatif strategi dalam peningkatan retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor keseluruhan baik ditangani oleh swakelola maupun swasta secara berurutan yaitu evaluasi kebijakan tarif, efisiensi dan efektivitas SDM pengelola, pengawasan pengelolaan TKP, komputerisasi, dan perbaikan sistem penggajian.


(6)

STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI

TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR

HASTUTI

Tugas Akhir

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Profesional Pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(7)

© Hak Cipta milik IPB Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

Judul : Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor

Nama : Hastuti

NRP : A153040195

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir Rina Oktaviani, MS Dr. Ir. Ma'mun Sarma, MS. MEc

Ketua Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan kajian yang berjudul “Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor”. Kajian ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada Program Pascasarjana pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan kajian ini Penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan serta pengetahuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian kajian ini.

Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat Penulis harapkan. Besar harapan Penulis agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Desember 1983. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Abdul Rozak dan Syamsiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Kebon Baru Tebet Jakarta Selatan tahun 1996, Madrasah Tsanawiyah Tarbiatul Muta’alimin Tebet Jakarta Selatan pada tahun 1998, dan SMUN 26 Tebet Jakarta Selatan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah menjabat staf Departemen Kesejahteraan Sosial BEM Fakultas Pertanian IPB 2003-2004, Staf

marketing pada Student Company IPB 2005-2006. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ekonomi Umum pada Program S-1 dan Program Ekstensi Agribisnis tahun 2006-2007 dan Program Ekstensi Manajemen IPB tahun 2007-2008. Koordinator mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada semester ganjil Pada tahun 2006, Penulis mendapatkan Beasiswa Penuh dari Magister Manajemen Pembangunan Daerah, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada bulan April 2008. Hingga saat ini penulis masih menjalankan aktivitas mengajar di kampus, dan telah menjadi bagian dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Kajian ... 10

1.4. Manfaat Kajian ... 10

1.5. Batasan Kajian ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Pendapatan Asli Daerah ... 12

2.2. Retribusi Daerah ... 14

2.3. Perbedaan Retribusi dan Pajak Daerah ... 17

2.4. Reribusi Parkir dan Pajak Parkir ... 18

2.4.1. Retribusi Parkir ... 18

2.4.2. Pajak Parkir ... 20

2.5. Strategi Optimalisasi Retribusi ... 21

2.6. Terminologi Parkir ... 22

2.7. Swakelola dan Swastanisasi ... 25

2.8. Hasil Kajian Terdahulu ... 27

2.9. Kerangka Pemikiran ... 30

III METODOLOGI KAJIAN ... 33

3.1. Waktu dan Tempat Kajian ... 33

3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.3. Metode Pemilihan Responden... 34

3.4. Analisis Data ... 34

3.4.1. Analisis Kinerja (Angka Pertumbuhan, Efektivitas, serta Kontribusi) TKP Kabupaten Bogor... 35

3.4.1.1. Pertumbuhan Penerimaan Retribusi ... 35

3.4.1.2. Efektivitas Penerimaan ... 36

3.4.1.3. Kontribusi Terhadap PAD ... 37

3.4.2. Analisis Potensi Parkir ... 38


(12)

IV GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN ... 54

4.1. Letak Geografis ... 54

4.2. Kondisi Penduduk ... 56

4.3. Kondisi Ekonomi ... 58

4.4. Kondisi Transportasi Kabupaten Bogor ... 60

V PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP)... 65

5.1. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swakelola ... 68

5.1.1. Sistem Perparkiran ... 68

5.1.2. Retrbusi Parkir ... 70

5.1.2.1. Tarif Retribusi Parkir TKP ... 70

5.1.2.2. Penentuan Target Retribusi Parkir TKP ... 71

5.1.2.3. Mekanisme Pungutan Tarif Retribusi Parkir TKP ... 73

5.1.3. Sumberdaya Manusia ... 76

5.2. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swasta ... 77

5.2.1. Sistem Perparkiran ... 78

5.2.2. Retribusi Parkir ... 80

5.2.3. Sumberdaya Manusia ... 84

VI KINERJA DAN POTENSI RETRIBUSI PARKIR TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR ... 86

6.1. Realisasi Kinerja Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor (Rasio Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi) ... 86

6.2. Potensi Retribusi Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor ... 90

6.2.1. Potensi Retribusi pada Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP oleh Swakelola ... 92

6.2.2. Potensi Retribusi pada Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP oleh Swasta ... 96

VII STRATEGI OPTIMALISASI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) ... 101

7.1. Prioritas Bentuk Penyelenggara Pengelolaan Retribusi Parkir TKP ... 101

7.2. Prioritas Alternatif Strategi dalam Optimalisasi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor ... 102

7.3. Strategi Optimalisasi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swakelola ... 104

7.3.1 Prioritas Aspek Penyelenggaraan Parkir TKP ... 104


(13)

7.3.2.1. Aspek Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan

Parkir TKP ... 105

7.3.2.2. Aspek Tarif Retribusi Parkir TKP... 106

7.3.2.3. Aspek Sumberdaya Pengelola Parkir TKP ... 108

7.3.3 Prioritas Alternatif Strategi dalam Optimalisasi Retribusi Parkir TKP ... 108

7.4. Strategi Optimalisasi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swasta ... 111

7.4.1. Prioritas Aspek Penyelenggaraan Parkir TKP ... 111

7.4.2. Prioritas Kriteria Penyelenggaraan Parkir TKP ... 113

7.4.2.1. Aspek Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP ... 113

7.4.2.2. Aspek Tarif Retribusi Parkir TKP ... 114

7.4 2.3. Aspek Sumberdaya Pengelola Parkir TKP ... 115

7.4.3. Prioritas Alternatif Strategi dalam Optimalisasi Retribusi Parkir TKP ... 116

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

8.1. Kesimpulan ... 119

8.2. Saran ... 120


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Realisasi PAD Kabupaten Bogor Tahun 2000-2006 ... . 2

2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada APBD Tahun Anggaran 2006 ... . 2

3. Target dan Realisasi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor Tahun 2003-2006 ... 4

4. Kontribusi Retribusi Parkir Terhadap Retribusi Daerah Tahun 2003-2006 ... 6

5. Rata-Rata Penerimaan dan Laju Pertumbuhan Retribusi Parkir RSUD Ciawi Tahun 2005-2007 ... 8

6. Nilai Skala Banding Berpasangan ... 43

7. Matriks Pendapat Individu ... 44

8. Matriks Pendapat Gabungan ... 44

9. Daftar Nilai Random Indeks ... 47

10. Realisasi Indikator Demografi Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006 ... 57

11. Realisasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006 ... 58

12. Realisasi Indikator Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006 ... 60

13. Data Kondisi Jalan Kabupaten Berdasarkan Fungsi Jalan ... 61

14. Target Retribusi Parkir 2007 ... 66

15. Perubahan Target Retribusi Parkir Mulai 1 Mei 2007 dan Potensi Riil Retribusi Parkir ... 67

16. Titik Lokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor... 67


(15)

18. Pertumbuhan Realisasi Retribusi TKP Kabupaten Bogor Tahun

2003-2007 ... 86 19. Rasio Efektifitas Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP)

Kabupaten Bogor ... 87 20. Kontribusi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten

Bogor Tahun 2005-2007 ... 89 21. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Swakelola

Berdasarkan Tarif pada Perda No. 12 Tahun 2003 ... 93 22. Potensi Retribusi Parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Swakelola

Sesuai Tarif Di RSUD Cibinong ... 95 23. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir(TKP) oleh Swasta

Berdasarkan Tarif pada Perda No 12 Tahun 2003 di

RSUD Ciawi ... 97 24. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swasta sesuai

Tarif di RSUD Ciawi ... 98 25. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi

Parkir TKP Kabupaten Bogor ... 103 26. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi

Parkir TKP oleh Swakelola di Kabupaten Bogor ... 109 27. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 32 2. Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor ... 53 3. Peta Kabupaten Bogor Tahun 2006 ... 54 4. Penggunaan Sistem Manual pada Bentuk Penyelenggaraan Parkir

TKP oleh Swakelola ... 69 5. Mekanisme Penentuan Target Retribusi TKP Kabupaten Bogor ... 72 6. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swakelola Kabupaten

Bogor ... 74 7. Penggunaan Sistem Komputerisasi pada Bentuk Penyelenggaraan

Parkir TKP oleh Swasta ... 79 8. Besaran Tarif Retribusi Parkir TKP RSUD Ciawi pada Bentuk

Pengelolaan Parkir oleh Swasta ... 81 9. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swasta di Kabupaten

Bogor ... 82 10. Sarana dan Prasarana Bentuk Parkir TKP Swasta ... 83


(17)

DAFTAR LAPIRAN

Halaman

1. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP Kabupaten

Bogor ... ... 125 2. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP oleh

Swakelola Kabupaten Bogor ... 126 3. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP oleh Swasta


(18)

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah harus lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerah, yaitu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004. Pemerintah Daerah harus mampu mengelola sumber-sumber penerimaan daerah yang salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kemampuan keuangan daerah. Besarnya kontribusi penerimaan PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencerminkan kemampuan manajerial Pemerintah Daerah dalam mengelolah berbagai sumber penerimaan daerah, sekaligus mencerminkan potensi perekonomian daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi PAD yang besar, hal ini dapat dilihat dari penerimaan PAD Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan nilainya mampu melebihi target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2001 besarnya realisasi PAD mencapai sekitar 100 Miliar Rupiah atau pencapaiannya sebesar 115,84 persen dari target yang telah ditetapkan. Besarnya PAD Kabupaten Bogor terus meningkat hingga tahun 2006 jumlah realisasinya menjadi sekitar 230 Miliar Rupiah, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.


(19)

Tabel 1. Realisasi PAD Kabupaten Bogor Tahun 2000-2006

Tahun Target PAD (Rp 000) Realisasi PAD (Rp 000) Persentase

2001 86.914.622 100.680.636 115,84

2002 114.750.762 123.310.169 107,46

2003 142.756.041 148.921.782 104,32

2004 155.818.029 166.260.113 106,70

2005 193.644.904 199.424.944 102,72 2006 222.372.952 230.103.979 104,23 Sumber : Dispenda Kabupaten Bogor Tahun 2007

Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan PAD adalah retribusi daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup besar sebagai sumber PAD. Jika dirinci besarnya proporsi penyusun PAD sebagai sumber penerimaan Kabupaten Bogor untuk pendapatan asli daerah, maka pada tahun 2006 share

retribusi daerah sebesar 35,15 persen. Sedangkan share pajak daerah sekitar 52 persen dari PAD. Besarya penerimaan PAD dari retribusi dan sumber lain pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada APBD Tahun Anggaran 2006 (Rp 000)

No Uraian Jumlah Anggaran Jumlah Realisasi

1 Pajak Daerah 115.855.150 120.021.444 2 Retribusi Daerah 79.193.740 80.870.056

3 Laba BUMD 6.831.973 6.878.684

4 Lain-Lain PAD yang Sah 20.492.089 22.333.794

Jumlah 222.372.952 230.103.979

Sumber : Dispenda Kabupaten Bogor Tahun 2007

Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah adalah retribusi parkir. Retribusi parkir dicirikan oleh adanya pelayanan pemerintah kepada masyarakat terkait dengan perparkiran. Pelayanan dalam


(20)

bentuk penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah terdiri dari parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut parkir Tepi Jalan Umum (TJU) dan Parkir di luar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP).

Dalam pengelolaan parkir di Kabupaten Bogor terdapat tiga lembaga yang terlibat diantaranya Dinas Perhubungan (Dishub) yang mengelolah retribusi parkir baik pada parkir TKP maupun parkir TJU; PD Pasar mengelolah retribusi parkir TKP pasar yaitu di lingkungan pasar Kabupaten Bogor; dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) mengelolah pajak parkir, yaitu pungutan atas parkir kepada badan usaha yang dikelolah oleh swasta, misalnya parkir pada mall, toko, ruko dan bentuk usaha lainnya.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah mengakibatkan peningkatan pada jumlah kendaraan yang digunakan masyarakat. Hal ini tentunya akan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan lahan-lahan parkir.

Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, tahun 2005 jumlah kendaran pribadi roda dua sekitar 5000 unit, sedangkan kendaraan roda empat sekitar 4000 unit. Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi sekitar 7.813 unit kendaraan roda dua dan 6.250 unit kendaraan roda empat. Hal ini secara otomatis meningkatkan jumlah kendaraan yang menggunakan area parkir khususnya di luar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP).

Pada parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut parkir Tepi Jalan Umum (TJU) pencapaian potensi retribusi yang ada akan berbenturan


(21)

dengan kelancaran dan ketertiban lalu lintas, karena jenis perparkiran TJU mengambil badan jalan dalam pelaksanaan perparkirannya. Selain itu pada parkir TJU bentuk pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat relatif minim. Sedangkan pada parkir TKP dapat dilihat dengan jelas adanya bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dalam perparkiran baik dalam bentuk penyedian lahan parkir maupun ketersediaan petugas pengelola. Potensi penerimaan reribusi parkir di Tempat Khusus Parkir (TKP) dapat dilihat dari banyaknya kendaraan yang menggunakan jasa parkir di titik parkir TKP tersebut.

Berdasarkan fenomena tersebut potensi penerimaan dari retribusi parkir TKP akan semakin besar. Namun kondisi ini tidak sejalan dengan kondisi realisasi penerimaan retribusi parkir TKP di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, hasil retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor pada beberapa tahun terakhir tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2007 relisasi retribusi parkirTKP Kabupaten Bogor hanya mencapai 44,88 persen dari target yang ditetapkan. Lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Target dan Realisasi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor Tahun 2003-2006 (Rp 000)

Tahun TKP

Target Realisasi

2003 166.795.200 107.541.784

2004 187.200.000 120.034.675

2005 208.000.000 132.635.000

2006 268.200.000 144.275.000

2007 275.400.000 123.611.350

Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor Tahun 2007

Kondisi pencapaian PAD yang selalu mencapai target, dan kondisi share

retribusi daerah yang cukup besar terhadap pencapaian PAD tersebut ternyata tidak diimbangi dengan realisasi pencapaian retribusi parkir TKP sebagaimana


(22)

yang telah dijelaskan. Dimana pencapaian retribusi parkir TKP dalam beberapa tahun tidak mampu mencapai target yang telah ditentukan. Hal ini mengindikasikan perlu adanya perbaikan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran dalam rangka meningkatkan kontribusi retribusi parkir terhadap PAD Kabupaten Bogor.

Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3, pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh pemerintah atau bentuk swakelola dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya relatif dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam pengelolaan TJU umumnya hanya dikelolah oleh pihak pemerintah saja.

Berdasarkan hal tersebut, pada pertengahan tahun 2007 Dinas Perhubungan bersama dengan UPTD wilayah tengah Kabupaten Bogor melakukan suatu perubahan dalam sistem penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor. Titik parkir yang menjadi obyek awal perubahan sistem penyelenggaraan perparkiran tersebut adalah perparkiran Rumah Sakit Daerah (RSUD ) Ciawi.

Pada dasarnya retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Setiap retribusi atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen dalam hal ini adalah mengguna layanan maupun produsen dalam hal ini adalah penyedia layanan. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan retribusi perparkiran


(23)

Kabupaten Bogor, pemerintah harus memperhatikan berbagai faktor internal maupun eksternal dalam pelaksaananya sehingga retribusi tersebut tidak menimbulkan beban tambahan (extra burden) yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight loss) serta mampu meningkatkan kontribusi retribusi parkir terhadap PAD Kabupaten Bogor. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kajian mengenai bagaimana strategi optimalisasi retribusi parkir Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam upaya penggalian sumber-sumber retribusi daerah Pemerintah Daerah, seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan. Retribusi parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) sebagai salah satu sumber retribusi daerah di Kabupaten Bogor memiliki permasalahan diantaranya dalam hal masih rendahnya kontribusi retribusi parkir TKP terhadap retribusi daerah, lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kontribusi Retribusi Parkir TKP terhadap Retribusi Daerah Tahun 2003-2007

Tahun

Anggaran Retribusi Daerah

Retribusi parkir TKP

Kontibusi Retribusi Parkir Terhadap Retribusi daerah

2003 73.589.102.696 107.541.784 0,146

2004 56.922.287.683 120.034.675 0,211

2005 73.589.102.696 132.635.000 0,180

2006 80.870.055.890 144.275.000 0,178

2007 94.078.620.000 123.611.350 0,131

Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa kontribusi retribusi parkir TKP terhadap retribusi daerah cenderung berfluktuatif. Rata-rata kontribusi retribusi parkir TKP terhadap retribusi daerah dalam lima tahun terakhir adalah sebesar


(24)

0,169 persen. Kontribusi retribusi parkir TKP yang relatif kecil terhadap retribusi daerah dengan kondisi kondisi retribusi daerah yang terus mengalami peningkatan mengindikasikan adanya komponen-komponen retribusi daerah yang pertumbuhannnya lebih cepat dari pada pertumbuhan retribusi parkir TKP. Hal ini disebabkan belum adanya keterpaduan dalam pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor.

Kondisi geografis Kabupaten Bogor yang bukan perkotaan menyebabkan Kabupaten Bogor lebih potensial untuk mengembangkan parkir TKP daripada parkir TJU di wilayah Kabupaten Bogor. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa sejak pertengahan tahun 2007, Kabupaten Bogor mulai melakukan perubahan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran, yaitu dengan melibatkan pihak swasta dalam penyelenggaraan parkir Tempat Khusus Parkir (TKP), yaitu pada titik parkir RSUD Ciawi wilayah Tengah Kabupaten Bogor.

Suatu perparkiran yang dikelolah oleh pihak swasta cenderung bersifat komersial, sehingga tarif yang dikenakan cenderung tinggi dan hal ini akan merugikan pengguna jasa parkir. Selain itu pada perparkiran yang dikelolah oleh pihak swasta umumnya lebih efisien dari sisi tenaga kerja, sehingga menimbulkan peningkatan jumlah pengangguran di masyarakat. Di sisi lain pengelolaan oleh pihak swasta yaitu dengan pengelolaan parkir oleh pihak swasta mampu meningkatkan pencapaian retribusi parkir, sehingga menguntungkan bagi Pemerintah Daerah, sebagaiman yang telah diuraikan pada Tabel 5, yaitu mengenai pencapaian RSUD Ciawi setelah pengelolaannya atas kerjasama pemerintah dengan pihak swasta. Untuk memberikan gambaran mengenai


(25)

penyelenggaraaan pengelolaan parkir TKP Kabupaten Bogor baik dalam bentuk swakelola maupun swasta, maka hal yang menjadi fokus awal kajian adalah

bagaimana pola penyelenggaran dan pengelolaan Tempat Khusus Parkir (TKP) dengan swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor ?

Sejak pertengahan tahun 2007, titik parkir RSUD Ciawi wilayah Tengah Kabupaten Bogor pengelolaannya ditangani oleh pihak swasta yaitu oleh PT. Reims Nusantara. Sejak itu penerimaan retribusi TKP RSUD Ciawi mengalami peningkatan yang cukup besar, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-Rata Penerimaan dan Laju Pertumbuhan Retribusi Parkir RSUD Ciawi Tahun 2005-2007

Tahun Rata-Rata Penerimaan Retribusi (Rp)

Laju pertumbuhan Retribusi Parkir

2005 700.000

-2006 750.000 7,14

2007 (Semester I) 1.300.000 73,33

2007 (Semester II) 4.000.000 207,69

Sumber : UPTD Wilayah Tengah Kabupaten Bogor Tahun 2007

Pada Tabel 5 terlihat bahwa besarnya penerimaan RSUD Ciawi pada saat dikelolah oleh pemerintah sendiri atau swakelola dan pada saat dikelolah atas dasar kerjasama pemerintah dengan pihak swasta (yaitu sejak 2007 semester II). Penerimaan retribusi parkir RSUD Ciawi mengalami peningkatan laju peneriman retribusi yang sangat signifikan yaitu sebesar 207,69 persen dari periode sebelumnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan parkir dengan melibatkan pihak swasta memiliki potensi yang cukup besar dalam meningkatkan penerimaan dari sisi retribusi parkir. Berdasarkan fenomena tersebut hal yang menjadi fokus kajian ini selanjutnya adalah


(26)

terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir oleh swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor?

Besarnya potensi retribusi parkir yang ada menjadi dasar semakin diperlukanya pengelolaan parkir yang baik di Kabupaten Bogor. Dalam upaya peningkatan share retribusi parkir terhadap PAD Kabupaten Bogor, dibutuhkan adanya upaya peningkatan manajemen pengelolaan yang tepat. Upaya peningkatan manajemen pegelolaan perparkiran dipandang sebagai suatu tindakan yang secara agregat mampu menggali potensi retribusi daerah. Manajemen pengelolaan perparkiran harus dilakukan secara tepat, agar penerimaan pemerintah dari retribusi tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan juga pihak-pihak lain yang terkait.

Pada bentuk pengelolaan retribusi parkir TKP oleh swakelola cenderung bersifat not profit oriented seperti pada bentuk pengelolaan parkir TKP oleh swasta, Meskipun demikian, dalam peningkatan PAD dibutuhkan adanya upaya peningkatan penerimaan retribusi dari kedua bentuk pengelolaan parkir TKP tersebut berdasarkan potensi yang ada. Maka dalam kajian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana strategi peningkatan penerimaan retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP), yang tepat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir oleh Pemerintah (swakelola) dan swasta di Kabupaten Bogor?


(27)

1.3. Tujuan Kajian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari kajian ini yaitu: 1. Mengidentifikasi penyelenggaran dan pengelolaan Tempat Khusus Parkir

(TKP) dengan bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis kinerja dan potensi retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP), terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor.

3. Merumuskan strategi peningkatan penerimaan retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) yang tepat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor.

1. 4. Manfaat kajian

1. Bagi Pemerintah, hasil kajian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan (pedoman) dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan dan pengelolaaan retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil kajian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi yang memperkaya wawasan dan pengetahuan, khususnya yang terkait dengan perparkiran di suatu wilayah.

1.5. Batasan Kajian

1. Dalam kajian ini akan dilakukan pengambilan sampel kondisi perparkiran di Tempat Khusus Parkir (TKP) yang dikelolah secara swakelola pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong untuk melihat perparkiran saat


(28)

dikelola secara swakelola dan RSUD Ciawi ntuk melihat perparkiran saat dikelola oleh swasta.

2. Secara khusus kajian ini hanya membahas penyelenggaraan parkir yang dipungut retribusi Tempat khusus Parkir (TKP) oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor. Kajian ini tidak menitikberatkan pada (1) penyelenggaraan retribusi parkir Tepi Jalan Umum (TJU) (2) parkir yang dipungut pajak yaitu yang diselenggarakan oleh pihak swasta, yang pemungutannya terkait dengan Dispenda (3) penyelenggaraan retribusi Tempat khusus parkir (TKP) oleh PD Pasar yaitu penyelenggaraan parkir di lingkungan pasar wilayah Kabupaten Bogor.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendapatan Asli Daerah

Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dibentuklah daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pengertian "Daerah Otonom" menurut Undang-Undang tersebut yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mendorong Pemerintah Daerah untuk memacu peningkatan PAD. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengatur sumber keuangannya. Dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas :

a. Pendapatan Asli Daerah yaitu : 1. Hasil pajak daerah

2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

b. Dana Perimbangan c. Pinjaman daerah


(30)

d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut mengalami perubahan komposisi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sumber pendapatan daerah yang menjadi terdiri atas:

a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) Hasil pajak daerah;

2) Hasil retribusi daerah;

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah;

b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar Pendapatan Asli Daerah, karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah.

Di sisi lain meningkatnya tugas, kewajiban, tanggung jawab, hak dan wewenang Daerah kota/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien tanpa didukung sumber pembiayaan yang memadai. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu menjalankannya,


(31)

menggali, dan mendayagunakan potensi pendapatan daerah secara efektif dan efisien untuk pencapaian target Pendapatan Asli Daerah.

Menurut Arsyad (1999), hasil riset tentang penggalian potensi PAD selama ini menunjukkan, daerah masih mempunyai banyak keterbatasan dalam peningkatan PAD, sehingga tidak seluruh potensi dapat dioptimalkan. Hal ini disebabkan Pemkot/Pemkab dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya keterbatasan SDM yang profesional, kesadaran wajib pajak/retribusi yang masih rendah, belum tersedianya data base sumber-sumber PAD secara lengkap, penentuan target PAD yang belum menggunakan pola perhitungan baku, pengelolaan Perusda/BUMD yang belum efisien, manajemen pelayanan dan pengawasan yang belum optimal, belum diberdayakannya kecamatan dan desa/kelurahan dalam pengelolaan PAD serta banyaknya perda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan.

Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial untuk dikembangkan diantaranya adalah retribusi daerah. Oleh karen itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan pengelolaan retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

2.2. Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor. 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa retribusi daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Beberapa karakteristik retribusi daerah yang diterapkan di Indonesia antara lain (Siahaan, 2006):


(32)

a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.

b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.

c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah

daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.

e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Retribusi daerah sebagai salah satu komponen sumber PAD dimaksudkan untuk dapat memasukkan dana bebas daerah sebanyak-banyaknya guna membiayai pengeluaran pembangunan sehingga kestabilan ekonomi yang mantap dapat tercapai karena laju pertumbuhan ekonomi yang layak dipertahankan (Suparmoko, 2002). Sebagai instrumen kebijakan fiskal, retribusi daerah mempunyai beberapa kemampuan strategi yang mencerminkan manfaat dari retribusi itu sendiri dalam membantu meningkatkan pembangunan daerah, manfaat tersebut adalah: retribusi daerah dapat meningkatkan kemampuan penerimaan PAD, dan mendorong laju perumbuhan ekonomi daerah.

Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 dan PP No. 66 Tahun 2001 objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan


(33)

sosial-ekonomi layak dijadikan objek retribusi. Jenis retribusi berdasarkan objek retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Retribusi jasa umum, yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi jasa usaha, yaitu pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan pengelompokan tersebut dapat dilihat bahwa retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) merupakan jenis retribusi yang ternasuk dalam jenis retribusi jasa usaha. Sedangkan retribusi pada Tepi Jalan Umum (TJU) merupakan jenis retribusi jasa umum. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa parkir TJU lebih mengarah pada pelayanan publik (publik service) kepada masyarakat sehingga dikelompokkan ke dalam retribusi jasa umum. Sedangkan pada pelaksanaan pengelolaan parkir TKP bersifat jasa usaha sehingga dimasukkan ke dalam retribusi jasa usaha. Meskipun demikian, kedua jenis retribusi parkir tersebut tetap merupakan bagian dari retribusi daerah yang harus ditingkatkan kontribusinya dalam rangka meningkatkan PAD secara keseluruhan.


(34)

2.3. Perbedaan Retribusi dan Pajak Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat bersumber dari pajak dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, pajak dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah.

Di masyarakat pajak daerah sering kali disamakan dengan retribusi daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya merupakan pembayaran kepada pemerintah. Pandangan ini tidak benar karena pada dasarnya terdapat perbedaan yang besar antara pajak dan retribusi. Menurut Siahaan (2006) perbedaan antara pajak dan retribusi adalah:

1. Kontra prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung dan secara individu dan golongan tertentu sedangkan pada pajak kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung.

2. Balas jasa pemerintah. Hal ini dikaitkan dengan tujuan pembayaran, yaitu pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum, seluruh rakyat menikmati balas jasa, baik yang membayar pajak maupun yang bebaskan dari pajak. Sebaliknya, pada retribusi balas jasa negara/pemerintah beraku khusus, hanya dinikmati oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi.

3. Sifat pemungutannya. Pajak bersifat umum, artinya berlaku untuk setiap orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara itu retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk.

4. Sifat pelaksanaanya. Pemungutan retribusi didasarkan atas peraturan yang berlaku umum dan dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan, yaitu setiap orang


(35)

5. Lembaga atau badan hukumnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah.

2.4. Reribusi Parkir dan Pajak Parkir 2.4.1. Retribusi Parkir

Retribusi parkir berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 Tahun 2002 adalah retribusi yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan oleh pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Penerapan kebijakan retribusi parkir dibeberapa daerah di Indonesia pada umumnya cederung berorientasi pada peningkatan PAD dan belum menjadi instrumen pengendalian lalu lintas. Selain itu kegiatan perparkiran sering berbenturan dengan undang-undang lalu lintas. Pada dasarnya penggunaan badan jalan tidak proporsional jika digunakan sebagai ruang parkir. Selain bertentangan dengan undang-undang lalu lintas juga menjadi potensi kemacetan. Dengan demikian penetapan lokasi parkir harus tidak menimbulkan gangguan terhadap aksesibilitas lalu lintas dan gangguan lainnya. Pengelolaan perparkiran


(36)

akan mempengaruhi besarnya PAD yang akan diperoleh dari kebijakan penyediaan fasilitas, sistem pengelolaan, besaran tarif parkir, atau pungutan retribusi parkir dan persentase retribusi parkir kepada pengelola swasta.

Kabupaten Bogor memiliki dua perundang-undangan terkait dengan retribusi parkir, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003 tentang parkir Tempat Khusus Parkir (TKP). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, retribusi pelayanan parkir TJU selanjutnya dinamakan retribusi, yaitu pungutan daerah atas pelayanan parkir di tepi jalan umum yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut juga ditetapkan bahwa parkir di Tepi Jalan Umum (TJU) merupakan retribusi jasa umum. Retribusi jasa umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Retribusi parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor menurut Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003, yaitu pembayaran atas pelayanan tempat khusus parkir. Tempat Khusus Parkir diartikan sebagai tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh badan dan pihak swasta.

Perparkiran yang disediakan dan dikelola oleh badan dan pihak swasta akan dikenakan suatu iuran dengan nama pajak parkir dan selanjutnya akan


(37)

dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Lebih lanjut yang dimaksud dengan pajak parkir.

2.4.2. Pajak Parkir

Menurut Siahaan (2006) yang dimaksud dengan pajak daerah secara umum adalah pembayaran wajib pajak yang dikenakan bedasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan pajak parkir menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 tahun 2002 adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan oleh pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir yang dikelolah oleh swasta. Besaran tarif pajak dihitung berdasarkan persentase, yaitu 20 persen dari jumlah kendaraan yang parkir total per bulan. Objek pajak parkir yang tidak terpungut sebagai berikut :

b. Penyelenggaraan tempat parkir oleh bPemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

c. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara;


(38)

2.5. Strategi Peningkatan Retribusi

Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang berkaitan dengan keunggulan strategi. Keunggulan strategi dirancang sesuai dengan tantangan lingkungan sehingga tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh daerah (Glueck dan Janch, 1996). Dalam upaya meningkatkan kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Pemerintah Daerah harus mampu merumuskan perencanaan strategis terkait dengan peningkatan penerimaan retribusi daerah.

Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah daerah memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya serta meminimalisasi ketergantungan kepada bantuan Pusat. Sehingga PAD khususnya retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Berkaitan dengan hal tersebut, peningkatan sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Menurut Sidik (2002) secara umum, upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui strategi peningkatan pemungutan atau retribusi daerah adalah:

a. Memperluas basis penerimaan

Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar retribusi baru/potensial dan


(39)

jumlah pembayar retribusi, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. b. Memperkuat proses pemungutan

Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.

c. Meningkatkan pengawasan

Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pungutan.

d. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan.

Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi melalui penyederhanaan admnistrasi retribusi, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi

terkait di daerah.

2.6. Terminologi Parkir

Parkir merupakan sumber pendapatan yang potensial untuk digali pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 yang dimaksud dengan parkir adalah suatu kegiatan menempatkan atau memberhentikan kendaraan bermotor di tepi jalan umum atau pada tempat parkir yang bersifat


(40)

sementara/jangka waktu tertentu, atau tidak dilarang dengan rambu yang tidak mengikat.

Sedangkan yang dimaksud dengan fasilitas parkir menurut Waldiono dalam Darmanto (2006) adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada kurun waktu tertetu. Kekurangan fasilitas parkir yang tersedia sesuai dengan permintaan dapat menyebabkan kemacetan.

Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan fasilitas parkir dapat mengusahakannya sendiri dengan membentu UPTD ataupun dengan diserahkan kepada pihak ketiga atau swastanisasi. Saat ini beberapa kota besar untuk penyelenggaraan parkir di kawasan-kawasan yang dimiliki oleh pengembang sering di serahkan kepada pengelola parkir yang profesional seperti Security Parking.

Penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah dapat dikelompokkan yaitu : 1. Parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut Parkir Tepi Jalan

Umum (TJU)

2. Parkir diluar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP)

Parkir di badan jalan (On street parking) yaitu kegiatan parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan sebagian lebar jalan yang layak. Aktivitas pakir dan pengadaan fasilitas parkir di badan jalan yang sesuai dengan pola pengaturan untuk masing-masing ruas jalan yang diperbolehkan biasanya dilakukan oleh pihak pemerintah daerah, dalam hal ini DLLAJ atau Dinas Perhubungan. Pengadaan fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking) dapat dilakukan


(41)

oleh Pemeritah Daerah, swasta, atau Pemerintah Daerah bekerja sama dengan swasta. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003, yang dimaksud dengan pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan pelayaan parkir di tepi jalan umum yang ditetukan oleh pemerintah daerah. Sedangkan parkir di luar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP) merupakan kegiatan parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan ruang tertentu di luar badan jalan, dapat berupa gedung ataupun pelataran.

Terwujudnya pengelolaan perparkiran secara efektif dan efisien selayaknya menjadi visi bagi Pemerintah Daerah. Sedangkan dalam upaya mewujudkan visi tersebut, diperlukan misi yang harus dicapai seperti yang dikembangkan oleh Unit Pengelolaan Perparkiran (UPP) Bandung dalam Zaifani (2006), antara lain :

1. Menata dan mengembangkan lahan perparkiran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan di seluruh kota;

2. Menata sistem perparkiran yang berorientasi kepada kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jasa perparkiran;

3. Mendayagunakan aparatur pengelola perparkiran dalam melaksanakan pelayanan perparkiran kepada pengguna jasa perparkiran;

4. Menata dan mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan perparkiran.

Guna menapai Visi dan misi tersebut, maka diperlukan suatu parameter yang harus dituju, dengan demikian tujuan yang hendak dicapai antara lain :


(42)

1. Meningkatkan sarana dan prasarana (fasilitas) parkir yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah;

2. Meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa perparkiran;

3. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan sumberdaya aparatur di bidang perparkiran;

4. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pegelolaan perparkiran dalam rangka penegakkan aturan bidang perparkiran.

2.7. Swakelola dan Swastanisasi dalam Perparkiran

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) pengelolaan perparkiran dapat dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dan dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan perparkiran dapat mengusahakannya sendiri, inilah yang selanjutnya disebut sebagai swakelola.

Anonim (2007) menyatakan swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan/atau tenaga dari luar baik tenaga ahli maupun tenaga upah borongan. Tenaga ahli dari luar tidak boleh melebihi 50 persen dari tenaga sendiri.

Swakelola dalam pengelolaan perparkiran mengandung pengertian bahwa pengelolaan parkir dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri, mulai dari perencanaan, pengerjaaan (pengaturan dan pengendalian) dan pengawasan di lapangan, yaitu dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis daerah (UPTD) perparkian.


(43)

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) menyatakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan tanggung jawab pengelolaan dan pengedalian parkir berada di bawah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) tingkat II, dan untuk operasionalnya dibentuk UPTD. Namun belum semua daerah melaksanakannya seperti yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku, sebab ada beberapa daerah yang pelaksanaannya dilakukan di bawah kendali Dinas Pendapatan Daerah dan ada juga yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Bahkan ada yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan tersendiri ataupun oleh Dinas Perparkiran.

Menurut Savas dalam Silalahi (1996) yang dimaksud dengan swastanisasi adalah suatu proses pengurangan campur tangan pemerintah dalam menjalankan perekonomian, karena kepemilikan aset-aset dialihkan dari tangan pemerintah ke pihak swasta. Proses pendelegasian tersebut ditujukan untuk mengefisienkan dan mengefektifkan suatu kegiatan yang menjadi wewenang pemerintah oleh pemerintah.

Dalam hal perparkiran, swastanisasi dapat diartikan adanya pendelegasian penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran dari pemerintah kepada pihak swasta. Hal tersebut juga dilakukan dalam rangka meningkatakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran. Penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran tidak dapat mengabaikan kedudukan parkir itu sendirisebagai sub-sistem lalu lintas. Oleh karena itu, hal yang menjadi sasaran dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor yaitu terwujudnya kelancaran lau lintas.


(44)

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) swastanisasi merupakan suatu alternatif pengelolaan parkir. Sistem ini biasanya lebih efisien dan manfaat yang diterima pemerintah daerah lebih besar. Sebelum diswastanisasikan, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menghitung besarnya potensi pendapatan yang dapat diterima dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaran parkir. Besarnya pendapatan ini dihitung berdasarkan jumlah ruang parkir yang tersedia, tingkat penggunaan, lamanya parkir dilakukan dan besarnya tarif. Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan dasar dari pendapatan parkir sebelum dikontrakkan kepada pihak ketiga.

Sejalan konsep swastanisasi, pelayanan jasa parkir yang dilakukan di badan atau parkir Tepi Jalan Umum (TJU) tidak dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak swasta. harus dibangun gedung parkir atau pelataran parkir, sehingga akhirnya aset tersebut dapat dialihkan ke pihak swasta.

2.8. Hasil Kajian Terdahulu

Kajian mengenai pengelolaan perparkiran pernah dilakukan oleh Silalahi (1996) melakukan kajian mengenai "Pengelolaan Parkir di Wilayah DKI Jakarta (Suatu analisis untuk mencari Model pengelolaan parkir yang lebih Efisien dan Efektif)", menyatakan bahwa pengelolaan perparkiran di DKI Jakarta belum efisien dan efektif. Hal ini disebabkan kondisi organisasi dan suasana persaingan yang belum sehat, sehingga pelayanan jasa parkir belum menunjang pada ketertiban lalu lintas dan perolehan retribusi daerah (melalui retribusi parkir). Kajian dilakukan dengan metode analisis deskriptif, dan dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Berdasarkan kajian disarakan beberapa hal diantaranya agar pengelolaan parkir efisien dan efektif, maka perlu dibangun


(45)

kondisi organsasi dan suasana kompetisi yang sehat; agar tujuan pengelolaan perparkiran tercapai, maka sasaran atau fungsi pelayanan jasa parkir dapat diserahka kepada swasta. Swastanisasi pelayanan jasa parkir tidak cukup, harus didukung dengan dominasi pemegang saham yang kuat dan berpengalaman, dan juga diperlukan dukungan peraturan perundang-undangan. Dalam kajian tersebut sudah melihat pengelolaan parkir oleh pihak swasta, namun objek utama yang menjadi fokus dalam kajian ini adalah Badan Pengelola (BP) Parkir DKI Jakarta.

Susdiyono (2003) melakukan kajian yang berjudul "Kajian Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta Melalui Retribusi Parkir (Menuju Pelaksanaan retribusi Parkir)". Dalam kajian tersebut dipaparkan mengenai kondisi aktual penyelenggaraan perparkiran di Propinsi DKI Jakarta berkaitan dengan proses menuju pelaksanaan retribusi parkir. Selain itu juga mengkaji tentang berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam mengoptimalkan pendapatan daerahnya dari perparkiran. Metode analisis yang digunakan dalam kajiannya adalah metode deskriptif eksplanatoris (explanatory-decriptive). Dalam kajian tersebut mengungkapkan fenomena perparkiran di wilayah DKI Jakarta dengan masih sangat sederhana dan makro. Kajian ini juga tidak menyajikan bentuk mengujian secara kuantitatif terhadap kajian yang dilakukan.

Dedyanto (2003) melakukan kajian mengenai "Analisis Efektivitas Pendapatan Retribusi Parkir Propinsi DKI Jakarta". Kajian tersebut memfokuskan obyek kajiannya pada pengelolaan perparkiran oleh Badan Pengelola Perparkiran (BPP) Propinsi DKI Jakarta, serta membandingkan pengelolaan parkir yang dilakukan di Kota Bandung dan Kota Surabaya. Berdasarkan kajian dapat disimpulkan bahwa (1) pendapatan retribusi parkir oleh Badan Pengelola


(46)

Perparkiran (BPP) Propinsi DKI Jakarta belum berjalan efektif, dimana realisasi pendapatan parkir masih jauh di bawah penerimaan parkir yang sebenarnya. (2) premanisme merupakan faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas pendapatan retribusi parkir di Propinsi DKI Jakarta (3) pola pengendalian pungutan dilakukan dengan menggunakn sistem Setoran Wajib Minimum (SWM) dirasa tiak efektif, parajuru parkir bak resmi maupun tidak hanya membayar kewajiban minimum, tanpa memperhitungkan hasil yang mereka peroleh. Dalam hanya memfokuskan pada penyelenggaraan perparkiran oleh Badan Pengelola (BP) Perparkiran Propinsi DKI Jakarta. Selain itu kajian tersebut juga hanya digunakan metode deskriptif analisis.

Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah pertama kajian ini fokus kepada bentuk parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) dengan wilayah kajian di Kabupaten Bogor. Kedua, kajian ini melihat alternatif strategi dari peningkatan penerimaan retribusi parkir TKP oleh pihak pemerintah (swakelola) dan swasta di Kabupaten Bogor. Sehingga dapat dilihat bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran secara swakelola atau swasta yang mampu meningkatkan retribusi perparkiran dalam rangka meningkatkan kontribusi retribusi parkir TKP terhadap PAD Kabupaten Bogor.

Ketiga, kajian ini juga telah menggunakan alat analisis AHP (Analisis Hirarki Proses), dimana AHP merupakan alat analisis kuantitatif yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka yang nantinya akan dijelaskan dalam bentuk tulisan. Keempat, dalam kajian ini telah dianalisis besarnya potensi pada titik parkir TKP.


(47)

2.9. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah Daerah harus mampu mengelolah sumber-sumber penerimaan daerah yang salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD dapat dijadikan salah satu indikator kemampuan keuangan daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi PAD yang besar. Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan PAD adalah retribusi daerah. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup besar sebagai sumber PAD.

Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah adalah retribusi parkir. Pengelolan retribusi parkir terdiri dari dua jenis yaitu (1) retribusi Parkir Tepi jalan Umum (TJU) (2) Retribusi Tempat Khusus parkir (TKP). Dalam kajian ini akan memfokuskan kajian pada retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP).

Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3, pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan TJU dan TKP dapat dilakukan secara swakelola dan swasta. Untuk TJU umumnya hanya dapat dikelolah secara swakelola. Dalam kajian ini memfokuskan kajian pada parkir TKP.


(48)

Untuk memberikan gambaran pengelolaan parkir TKP pada bentuk pengelolaan oleh swakelola dan swasta digunakan analisis deskriptif. Selanjutnya dalam kajian ini akan dilakukan analisis kinerja yaitu melakukan perhitungan pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi retribusi parkir Kabupaten Bogor terhadap PAD, analisis potensi parkir yaitu dalam rangka melihat besarnya potensi pada dua bentuk pengelolaan retribusi parkir di Kabupaten Bogor (yaitu swakelola dan swasta), dan Analytical Hierarchi Process (AHP) dari penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor. Sehingga akan diperoleh suatu strategi pengelolaan retribusi perparkiran Kabupaten Bogor. Secara bagan dapat dilihat pada Gambar 1.


(49)

Strategi Pengelolaan Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor

Retribusi Parkir Kinerja Otonomi Daerah

Retribusi Merupakan Salah Satu Unsur Penting dari PAD Kabupaten Bogor

Retribusi Tepi jalan Umum ( TJU)

Retribusi Tempat Khusus parkir (TKP)

Swakelola Swasta

Penyelenggaraan Retribusi Parkir TKP

Kinerja Retribusi Parkir TKP

Strategi Optimalisasi Retribusi TKP

Analisis Deskriptif

Analisis Kinerja (Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi Retribusi

Parkir TKP)

Analytical Hierarchi Process (AHP) Potensi Retribusi

Parkir TKP Analisis Potensi

Retribusi Parkir TKP

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: hal yang menjadi fokus kajian


(50)

III. METODE KAJIAN

3.1. Waktu dan Tempat Kajian

Kajian dilaksanakan mulai pada bulan November 2007 hingga Maret 2008. Lokasi kajian dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)dengan mengambil sample pada titik parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong dan RSUD Ciawi wilayah Tengah Kabupaten Bogor. Pemilihan wilayah kajian tersebut didasarkan pada kondisi dimana RSUD Cibinong saat ini merupakan titik parkir TKP yang memiliki potensi besar dari bentuk pengelolaan parkir secara swakelola. Sedangkan RSUD Ciawi merupakan wilayah yang memiliki potensi retribusi parkir yang besar dan saat ini merupakan satu-satunya bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir wilayah Kabupaten Bogor dengan sistem kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta.

3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam kajian ini untuk memperoleh data primer peneliti melakukan teknik wawancara dan observasi terhadap sumber informasi yang telah ditentukan, sehingga dapat memberikan informasi/keterangan terkait dengan retribusi parkir Kabupaten Bogor, kemudian informasi tersebut dilakukan pencocokan dengan sumber data lain yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang informasi tersebut sebagai langkah koreksi untuk menjamin reabilitas dan validitas data tersebut.


(51)

Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan sesuai dengan fokus kajian. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai referensi, baik berupa laporan-laporan hasil penelitian, maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perparkiran Kabupaten Bogor. Data yang digunakan berasal dari Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Bappeda, Samsat dan UPTD perparkiran Kabupaten Bogor.

3.3. Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden untuk Analytical Hierarchi Process(AHP) dilakukan dengan metode Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden tidak secara acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu atau lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang terjadi dan memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan baik langsung maupun tidak langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan yaitu: Staf atau Pejabat Dinas Perhubungan, UPTD Perparkiran, Koordinator parkir TKP RSUD Ciawi dan anggota DPRD Kabupaten Bogor Komisi Keuangan dan Investasi Daerah.

3.4. Analisis Data

Analisis data disajikan dengan dua metode analisis yaitu metode analisis kualitatif (deskripif) dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif dimaksudkan untuk memaparkan seluruh data dan informasi baik primer maupun sekunder yang berhubungan dengan obyek kajian dalam bentuk persentase, kontribusi dan deskriptif terkait dengan penyelenggaraan dan pengelolaan parkir pada TKP


(52)

secara umum di wilayah Kabupaten Bogor dalam beberapa tahun. Analisis deskripif lebih rinci terkait dengan kajian yaitu mengenai sistem penyelanggaraan, retribusi dan sumberdaya pengelola TKP RSUD Ciawi pada saat dikelolah secara swakelola dan saat pengelolaan pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta. Metode analisis kuantitatif dimaksudkan untuk memaparkan data dan informasi hasil perhitungan dan olahan data observasi yang berkaitan dengan obyek kajian.

3.4.1. Analisis Kinerja (Angka Pertumbuhan, Efektivitas, serta Kontribusi) TKP Kabupaten Bogor

Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan (BP4) Kota Bogor (2007) angka pertumbuhan, efektivitas, serta kontribusi dapat menunjukkan peningkatan atau penurunan dari suatu aktifitas pengelolaan keuangan daerah. Pada analisis angka pertumbuhan, efektivitas, serta kontribusi retribusi dapat dilihat tingkat keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan pada kurun waktu tertentu, sehingga mampu menggambarkan kinerja retribusi suatu daerah.

3.4.1.1. Pertumbuhan Penerimaan Retribusi

Tingkat pertumbuhan retribusi akan dilihat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukan kenaikan/penurunan penerimaan retribusi. Tingkat pertumbuhan yang positif menunjukan kinerja retribusi yang terus meningkat dan sebaliknya jika tingkat pertumbuhan bernilai negatif, maka kinerja retribusi menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Penilaian kinerja penerimaan retribusi seperti ini hanya menunjukan peningkatan/penurunan kinerja yang bersifat indikatif, karena tanpa membandigkan dengan potensi yang sebenarnya. Analisis tingkat pertumbuhan ini akan dilakukan dengan metode statistik deskriptif,


(53)

dengan melihat tingkat (persentase) kenaikan/penurunan. Rumus umum untuk melihat pertumbuhan penerimaan retribusi parkir adalah sebagai berikut :

Rasio Pertumbuhan = P n – P n-1 P n-1

100 %

dimana,

P n = Realisasi pada n

P n-1 = Realisasi ada n -1

n = Tahun anggaran

3.4.1.2. Efektivitas Penerimaan

Analisis rasio efektivitas membandigkan antara realisasi dan target penerimaan retribusi pada tahun tertentu. Gap yang terjadi antara target yang ada dan realisasi akan dilakukan penilaia melalui data-data primer yang diperoleh (observasi dan wawancara/kuesioner). Secara umum efektivitas diukur dengan rumus sebagai berikut :

Realisasi

Target 100 % Rasio Efektifitas =

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, dapat dilihat lebih lanjut mengenai tingkat efektivitas penerimaan dari penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP Kabupaten Bogor. Kondisi efektivitas penerimaan tersebut dapat dijelaskan dengan ketentuan sebagai berikut :

Range I Range II Range III

Keterangan :

1.26 0.74 1.00


(54)

Range I : Jika angka rasio perbandingan berada di range I yaitu berkisar antara 0 sampai 0,74 meunjukkan bahwa :

ƒ Potensi retribusi yang ada belum tergali secara optimal

ƒ Kemungkinan adanya kebocoran dana baik dari tenaga pelaksana

lapangan ataupun pada institusi yang terkait

ƒ Pelanggaran prinsip ekonomis atu biaya pugutan lebih tinggi ari

penerimaan.

Range II : Adalah rasio perbandingan yang berkisar antara 0,75 sampai dengan 1,25 diasumsikan bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir telah dilaksanakan secara efektif.

Range III : Jika angka rasio perbandinga berada di kuadran I yaitu berkisar antara 1,26 ke atas, maka dapat dikatakan bahwa adanya pelanggaran asumsi kelayakan dimana kebijakan retribusi memberatkan masyarakat sehigga aka menimbulkan ketidaksenangan masyarakat terhadap pelayanan ataupun untuk membayar retribusi tersebut.

3.4.1.3. Kontribusi Terhadap PAD

Tingkat kontribusi retrbusi terhadap PAD merupakan ratio penerimaan bidang retribusi terhadap PAD keseluruhan. Tingkat kontribusi ini dibagi ke dalam kontribusi retribusi rill terhadap PAD rill, dan Kontribusi retribusi potensial terhadap PAD. Kontribusi retribusi rill terhadap PAD rill merupakan ratio retribusi rill terhadap PAD rill,dengan kata lain ratio ini merupakan ratio eksisting dalam beberapa tahun belakangan. Kontribusi retribusi potensial merupakan ratio retribusi potensial terhadap PAD setelah memperhitugkan retribusi potensial.


(55)

Retribusi sendiri merupakan bagian dari PAD, dimana secara keseluruhan PAD mencakup unsur-unsur sebagai berikut :

2. Hasil pajak daerah 3. Hasil retribusi daerah

4. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayan daerah dan, 5. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Kotribusi retribusi parkir terhadap PAD secara umum dapat di rumuskan sebagai berikut :

3.4.2. Analisis Potensi Parkir

Menurut Poda dan Sullivan dalam Sutarso (2004) potensi adalah kemampuan yang terdiri dari ability (kecakapan, bakat an kemampuan), capability

(kesanggupan), competence (kecakapan, kemampuan dan weweang), skill

(kepandaian), dan talent (bakat, pembawaan). Sedangkan menurut Triatmoko dalam Sutarso (2004) secara umum potensi dapat dikatakan sebagai kesanggupan suatu organisasi atau badan dalam upaya mengusahakan atau menghasilkan sesuatu. Dalam kajian ini daat dilihat perhitungan potensi ada jenis retribusi Parkir Tepi Jalan Umum (TJU) dan Tempat Khusus Parkir (TKP).

Menurut Direktorat Bina Sistem lalu Lintas Angkutan Kota-Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, potensi retribusi parkir dalam hal ini baik retribusi parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) dalam satu hari dapat dirumuskan sebagai berikut :

Kontribusi = Realisasi Retribusi Parkir


(56)

PP

hr

= JKP x Fp x Tp

Sedangkan potensi retribusi parkir dalam hal ini baik retribusi parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) dalam satu tahun dapat dirumuskan sebagai berikut :

PP

thn

= JKP x 365 x Fp x Tp

PP

hr

= JKP

i

x Fp x Tp

i

PP

thn

= JKP

i

x 365 x Fp x Tp

i

Dalam perparkiran tarif parkir dipengaruhi oleh waktu, sehingga diperlukan informasi mengenai durasi parkir, maka dipergunakan rumus sebagai berikut :

dimana :

PPthn = Pendapatan parkir dalam satu tahun

JKP = Jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan/pelataran/gedung parkir dalam satu hari

Fp = Faktor penggunaan yaitu 0,8 untuk kawasan perkantoran atau kegiatan yang hari sabtu-minggu tutup dan 0,9 untuk pertokoan

TP = Tarif parkir

Berdasarkan rumusan tersebut, dalam perhitungan potensi dibutuhkan data mengenai jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan/pelataran/gedung parkir dalam satu hari, tarif parkir dan faktor penggunaan yaitu sebesar 0,9 (hal ini berdasarkan asumsi bahwa titik parkir yang dikaji yaitu RSUD Cibinong dan RSUD Ciawi merupakan kawasan yang tetap beroperasi pada hari sabtu dan minggu). Dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan data-data


(57)

tersebut dapat diperoleh dan disajikan dalam bentuk besarnya perkiraan potensi retribusi pertahun.

3.4.3. Analytical Hierarchi Process (AHP)

Analytical Hierarchi Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif. Melalui proses pengekspresian masalah dalam kerangka berpikir yang terorganisir, memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode yang dikembangkan pada tahun 1970-an ini dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan secara rasional (judgement) agar dapat memilih prioritas alternatif kebijakan dan sasaran.

Analisis dilakukan dengan menganalisa strategi pemerintah dengan menyebarkan kuesioner AHP kepada expert dan merekapitulasi hasil penilaian

expert tersebut serta menentukan strategi yang tepat dalam upaya peningkatan retribusi parkir TKP. Alternatif strategi pada hirarki diperoleh melalui justifikasi alternatif-alternatif dari studi kepustakaan dan observasi yang berkaitan dengan obyek penelitian. Metode ini memiliki keunggulan tertentu karena membantu menyederhanakan persoalan yang komplek menjadi persoalan yang berstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait.

Menurut Saaty (1993) prinsip kerja AHP terdiri dari delapan langkah utama sebagai berikut :

(a) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah


(58)

(b) Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Struktur hierarki ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategis, pilihan atau skenario. Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat di bawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya.

(c) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hierarki yang merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar elemen yang terkait yang ada di bawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada di puncak hierarki. Menurut perjanjian, suatu elemen


(59)

yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks.

(d) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah tiga. Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan : ”Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hierarki, dibandingkan dengan kolom ke-i?”. Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah: ”Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di puncak hierarki?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.

(e) Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan sepanjang diagonal utama. Angka satu sampai sembilan digunakan bila F, lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hierarki (X) dibandingkan dengan Fj. Sedangkan bila F, kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh: bila elemen F24 memiliki nilai tujuh, maka nilai elemen F42 adalah 1/7.


(60)

Tabel 6. Nilai Skala Banding Berpasangan Intensitas Pentingnya Definisi Penjelasan 1 3 5 7 9 2,4,6,8

Kedua elemen sama pentingnya.

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya.

Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya. Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya.

Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan.

Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya.

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek. Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan.

Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka (x) jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka memiliki nilai kebalikannya (1/x).

Sumber: Saaty, 1993

(f) Melaksanakan langkah tiga, empat dan lima, untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, terkait dengan kriteria elemen di atasnya. Pada metode AHP terdapat matriks pembandingan yang dibedakan menjadi : (1) Matriks Pendapat Individu (MPI) dan (2) Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan a, yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu dapat dilihat pada Tabel 7.


(61)

Tabel 7. Matriks Pendapat Individu

X A1 A2 Aj ... An

A1 A2 Ai ... An a11 a21 a31 ... an1 a12 a22 ai2 ... an2 a1j a2j aij ... anj ... ... ... ... ... a1n a2n ain ... Ann Sumber: Saaty, 1993

Keterangan:

X : kriteria sebagai dasar pembanding. Ai, Aj : elemen-elemen pembanding.

ai, aj : angka pembanding elemen baris ke-i terhadap elemen kolom ke-j yang diperoleh dengan menggunakan skala berbanding berpasangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan Matriks Pendapat Gabungan (MPG) adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik

pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan sepuluh persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Persyaratan MPG yang bebas dari konflik adalah :

(1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi dengan nilai yang terendah.

(2) Tidak terdapat angka kebalikan (resiprokal) pada baris dan kolom yang sama. MPG dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Matriks Pendapat Gabungan

X A1 A2 Aj ... An

G1 G2 Gi ... Gn g11 g21 g31 ... gn1 g12 g22 gi2 ... gn2 g1j g2j gij ... gnj ... ... ... ... ... g1n g2n gin ... gnn Sumber: Saaty, 1993

Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik

adalah: m m

k ij

ij a k

g 1 ) ( = = π


(1)

Lampiran 1. Bagan

Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor

Peningkatan penerimaan Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor

Kriteria Penyenggar an Parkir TKP

Bentuk Penyelenggara Pengelolaan Retribusi Parkir TKP Tujuan Aspek penyelenggaraan Parkir TK Alternatif Strategi P a Tarif Retribusi Parkir TKP (0,410) Sumberdaya Pengelola TKP (0,260) Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan TKP (0,330)

ƒ Mekanisme Pungutan Tarif (0,217)

ƒ Transparansi Pungutan Tarif Retribusi(0,198)

ƒ Penetapan Target Retribusi (0,585)

ƒ Sarana dan Prasarana (0,343)

ƒ Tingkat Modal Penyelenggaraan Perparkiran (0,657)

ƒ Kuantitas SDM Pengelola (0,060)

ƒ Kualitas SDM Pengelola (0,597)

ƒ Sistem Penggajian atau upah (0,343) Swastanisasi (0.631) Tarif Retribusi Parkir TKP (0,206) Sumberdaya Pengelola TKP (0, 313) Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan TKP (0,481)

ƒ Mekanisme Pungutan Tarif (0, 299)

ƒ Transparansi Pungutan Tarif Retribusi (0,515)

ƒ Penetapan Target Retribusi (0,186)

ƒ Sarana dan Prasarana (0,675)

ƒ Tingkat Modal Penyelenggaraan Perparkiran (0,235)

ƒ Kuantitas SDM Pengelola (0,075)

ƒ Kualitas SDM Pengelola (0,679)

ƒ Sistem Penggajian atau upah (0,246) Swakelola

(0,369)

Evaluasi Kebijakan Tarif Parkir TKP (baik

Mekanisme maupun Besarnya tarif)

(0,256)

Pengawasan Pengelolaan Parkir TKP

(0,204)

Efisiensi dan Efektivitas SDM Pengelola Parkir

TKP (0,248) Komputerisasi Sistem

Pengelolaan Parkir TKP (0,180)

Perbaikan Sistem Penggajian


(2)

Lampiran 2. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP oleh Swakelola Kabupaten Bogor

Kriteria Penyenggaraan Parkir TKP Tujuan

Aspek penyelenggaraan Parkir TKP

Alternatif Strategi

Peningkatan Penerimaan Retribusi Parkir

TKP Kabupaten Bogor oleh Swakelola

Efisiensi dan Efektivitas SDM Pengelola Parkir TKP (0,257) Perbaikan Sistem Penggajian (0,095) Evaluasi Kebijakan Tarif Parkir TKP (0,253)

Tarif Retribusi Parkir TKP (0,206)

Sumberdaya Pengelola TKP (0,313) Sistem Penyelenggaraan

dan Pengelolaan TKP (0,481)

Komputerisasi Sistem Pengelolaan

Parkir TKP (0,160)

Pengawasan Pengelolaan Parkir

TKP (0,235)

ƒMekanisme Pungutan

Tarif (0,299)

ƒTransparansi Pungutan Tarif Retribusi (0,515)

ƒPenetapan Target Retribusi (0,186)

ƒ Kuantitas SDM Pengelola (0,075)

ƒ Kualitas SDM Pengelola (0,679)

ƒ Sistem Penggajian atau upah (0,246)

ƒSarana dan Prasarana (0,675)

ƒTingkat Modal Penyelenggaraan Perparkiran (0,325)


(3)

Lampiran 3. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP oleh Swasta Kabupaten Bogor

Kriteria

Penyenggaraan Parkir TKP

Tujuan

Aspek p Parkir TKP

enyelenggaraan

ƒSarana dan Prasarana

ƒTingkat Modal (0,343)

ƒPenyelenggaraan Perparkiran (0,657) Pengawasan Pengelolaan Parkir TKP (0,117) Komputerisasi Sistem Pengelolaan Parkir TKP (0,149) Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan TKP (0,330)

Tarif Retribusi Parkir TKP (0,410)

Sumberdaya Pengelola TKP (0,260)

ƒMekanisme Pungutan Tarif (0,217)

ƒTransparansi Pungutan Tarif Retribusi (0,198)

ƒPenetapan Target Retribusi (0,585)

ƒKuantitas SDM Pengelola (0,060)

ƒKualitas SDM Pengelola (0,597)

ƒSistem Penggajian atau upah (0,343)

Evaluasi Kebijakan Tarif Parkir TKP (0,388) Efisiensi dan Efektivitas SDM Pengelola Parkir TKP (0,245) Perbaikan Sistem Penggajian (0,101)

Peningkatan Penerimaan Retribusi Parkir

TKP Kabupaten Bogor oleh Swasta

Alternatif Strategi


(4)

(5)

(6)