Pembuatan Mentega Rendemen Mentega Association of Official Analytical Chemist 1995

n n n x i j ij ii i 2 2           Keterangan : x i = frekuensi alel, n ii = jumlah genotipe dari alel ke-i, dan n ij = jumlah alel ke-i terpaut alel ke-j j ≠i. Frekuensi genotipe dapat diperkirakan dengan menghitung perbandingan jumlah genotipe pada populasi. Menggunakan asumsi sebelumnya, maka frekuensi genotipe A i A i Χ ii dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Χ ii= n ii n Keterangan: Χ ii = frekuensi genotipe n ii = individu yang bergenotipe A i A i n = jumlah total sampel Kualitas Susu dan Mentega Analisis perbedaan kualitas susu dan mentega antar genotipe gen GH menggunakan metode analisis General Linear Model GLM dengan bantuan software SAS 9.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Peternakan Kambing Perah Pengambilan sampel darah dan susu kambing perah berlokasi di dua peternakan yaitu peternakan PT Elang 45 dan PT Fajar Taurus Dairy Farm. PT Elang 45 terletak di desa Sukajaya, kecamatan Taman Sari, kabupaten Bogor dengan letak geografis berada pada ketinggian 15- 2500 meter di atas permukaan laut dpl dengan suhu udara antara 20 o -30 o C dengan curah hujan rata-rata pertahun antara 2500 mm sampai lebih dari 5000 mmtahun. PT Fajar Taurus Dairy Farm yang terletak di jalan Raya Bogor-Sukabumi km 10 jalan Tenjo Ayu, desa Benda, kecamatan Cicurug, kabupaten Sukabumi, secara geografis terletak pada ketinggian 500-550 dpl dengan suhu udara 19-28 o C dan curah hujan 3.200 mmtahun. Letak geografis dari PT Elang 45 dan PT Fajar Taurus Dairy Farm sangat mendukung usaha peternakan, dengan akses pemasaran yang cukup luas karena berada di wilayah Jabodetabek. PT Elang 45 menempati area seluas 10 ha yang terbagi atas lahan hijauan, perkandangan, tempat pengolahan pakan dan bangunan yang berupa fasilitas perusahaan. Pemeliharaan kambing perah PE dilakukan secara intensif dengan bentuk kandang panggung tipe koloni, sedangkan pejantan mendapat kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri atas a hijauan : rumput gajah, hijauan pohon, silase, sisa hasil perkebunan dan leguminosa turi, gamal, lamtoro dan b konsentrat: dedak, bungkil sawit, bungkil kedele, polard, dan jagung yang diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi. Pemerahan susu dilakukan sebanyak 3 kali sehari : pagi hari 06.00 WIB, sore hari 14.00 WIB dan malam hari 20.00 WIB. PT Fajar Taurus menempati area seluas 50 ha dengan luas bangunan 10 ha, luas hijauan 32 ha dan luas palawija 8 ha. Pemeliharaan ternak kambing perah Saanen dilakukan secara intensif dengan bentuk kandang panggung tipe koloni dengan kandang pejantan merupakan kandang individu. Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput gajah, leguminosa dan konsentrat polard, bungkil kelapa, dan jagung. Pemerahan susu dilakukan sebanyak 2 kali sehari: pukul 04.00 WIB dan pukul 16.00 WIB. Studi Polimorfisme pada Gen GH Amplifikasi Gen GH Amplifikasi ruas gen GH terhadap sampel darah kambing Saanen dan Peranakan Etawah PE menggunakan mesin thermal cycler dengan suhu denaturasi 95º C, suhu annealing 60º C dan suhu ekstensi 72º C. Panjang produk hasil amplifikasi fragmen gen GH exon 4 adalah 200 bp dengan nomor akses GenBank D00476 Kioka et al. 1989. Panjang produk PCR dari gen GH yang dihasilkan sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mousavizadeh et al. 2009. Hasil amplifikasi fragmen gen GH kambing Saanen dan PE dirgtf visualisasikan pada gel agarose 1.5, seperti ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 Produk PCR gen GH exon 4 200 bp Identifikasi Gen GH pada Kambing Perah Saanen dan Peranakan Etawah dengan Pendekatan PCR-SSCP Metode Single Strand Conformation Polymorphism SSCP digunakan untuk identifikasi genotipe atau genotyping gen GH dari kambing Saanen dan PE. Hasil PCR-SSCP dari gen GH kambing perah menunjukkan sifat yang polymorphic beragam, karena ditemukan lima pita DNA dengan pola migrasi yang berbeda, yaitu tipe gen CE, BC, BB, CD dan CC. Keragaman ruas gen GH pada kambing perah Saanen dan PE disajikan dalam Gambar 3. Tipe gen CE, BC dan BB merupakan tipe yang ditemukan pada kedua bangsa kambing Saanen dan PE. Tipe gen CD tidak ditemukan pada populasi kambing Saanen dan tipe gen CC tidak ditemukan pada populasi kambing PE. Adanya polimorfisme gen GH pada kambing Saanen dan PE mengkonfirmasi keberadaan situs polimorfik kambing 100bp 200bp perah dari hasil penelitian Mousavizadeh et al. 2009, Marques et al. 2003 dan Malveiro et al. 2001. CE BC CD BB CC Gambar 3 Hasil visualisasi produk PCR-SSCP gen GH Frekuensi Alel dan Genotipe Gen GH Keragaman genetik dapat dihitung secara kuantitatif berdasarkan nilai frekuensi alel. Frekuensi alel adalah proporsi jumlah suatu alel terhadap jumlah total alel dalam suatu populasi pada lokus yang sama Nei Kumar 2000. Frekuensi dari masing-masing genotipe pada populasi total dapat diketahui dengan membagi jumlah sampel yang memiliki tipe genotipe tertentu dengan jumlah sampel total. Hasil analisis frekuensi genotipe dan alel gen GH kambing Saanen dan PE dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Frekuensi genotipe dan alel gen GH kambing Saanen dan PE Kambing Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel BC BB CC CD B C E D Saanen 0.25 0.25 0.25 0.25 0.40 0.30 0.20 25 25 25 25 40 30 20 PE 0.40 0.30 0.10 0.20 0.25 0.45 0.20 0.10 40 30 10 20 25 45 20 10 Keterangan : n= Jumlah individu ekor Penelitian mengenai polimorfisme gen GH juga telah dilakukan Mousavizadeh et al. 2009, Marques et al. 2003 dan Malveiro et al. 2001, yang melaporkan bahwa polimorfisme gen GH juga terjadi pada ekson 4. Berdasarkan hasil penelitian Malveiro et al. 2001 didapatkan bahwa pada bangsa kambing Algarvia ditemukan 6 genotipe yaitu genotipe AA, BB, CC, DD, EE dan FF. Genotipe CC memiliki frekuensi tertinggi sebesar 35.2 diikuti genotipe BB sebesar 27.8. Pada bangsa kambing Saanen didapatkan frekuensi untuk keempat genotip CE, BC, BB, CD dan CC adalah sama yaitu sebesar 25. Pengaruh Keragaman Gen GH terhadap Kualitas Susu Segar Kambing Saanen dan PE Kualitas susu kambing Saanen bergenotipe CE, BC, BB dan CC Tabel 5 yang meliputi BJ, lemak, protein, BK dan BKTL pada masing-masing tipe gen menunjukkan hasil yang tidak berbeda P0.05, demikian pula dengan kualitas susu kambing PE bergenotipe CE, BC, CD dan BB Tabel 6. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Boutinaud et al. 2003 yang menyatakan bahwa keragaman gen GH pada kambing perah berhubungan dengan produksi, kandungan lemak dan protein susu. Tabel 5 Kualitas susu kambing Saanen berdasarkan tipe gen Tipe gen N Lemak Protein BK BKTL BJ --------------------------------------------------------------- CE 11 3.27±1.0 4.45±0.4 11.95±1.4 8.68±0.5 1.030±0.0015 BC 6 3.40±0.4 4.38±0.3 11.87±0.6 8.34±0.1 1.028±0.0040 BB 11 3.21±0.6 4.57±0.3 11.76±0.8 8.48±0.3 1.029±0.0015 CC 7 3.22±0.6 4.53±0.2 11.50±0.8 8.23±0.2 1.028±0.0050 Keterangan : n= Jumlah individu ekor Tabel 6 Kualitas susu kambing PE berdasarkan tipe gen Tipe gen N Lemak Protein BK BKTL BJ ----------------------------------------------------------- CE 19 4.38±0.9 4.98±0.2 13.40±1.2 9.00±0.4 1.030±0.0017 BC 15 4.12±0.8 4.84±0.2 13.05±1.2 8.92±0.5 1.030±0.0014 CD 1 3.25±0.0 5.23±0.0 11.67±0.0 8.72±0.0 1.031±0 BB 11 3.70±1.2 4.60±0.4 12.32±1.5 8.64±0.4 1.029±0.0011 Keterangan : n = Jumlah individu ekor Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain disebabkan oleh berbagai faktor antara lain lingkungan meliputi manajemen pemeliharaan, pakan, daerah atau lokasi dan iklim. Bangsa kambing perah, bagian gen GH yang dianalisa exon, daerah 3’, daerah 5’ dsb, metode yang digunakan RFLP, SSCP dsb serta jumlah sampel yang dianalisis. Menurut Noor 2002, ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan yang optimal jika tidak didukung oleh faktor lingkungan yang baik pula. Sebaliknya, ternak yang memiliki mutu genetik rendah meski didukung oleh lingkungan yang baik juga tidak akan menunjukkan produksi yang tinggi. Tabel 7 Komposisi asam lemak susu kambing Saanen Parameter Rumus Kimia CC CE BC BB --------------------------------- Asam lemak tidak jenuh tunggal MUFA Myristoleic acid C14:1 0.1 0.04 0.07 0.05 Palmitoleic acid C16:1 0.8 0.69 0.63 0.61 Oleic acid C18:1 14.95 11.13 11.26 10 Lemak tidak jenuh jamak PUFA Linoleic acid C18:2 1.31 1.05 1.26 1.24 V-Linolenic Acid C18:3 0.02 Cis-11-Eicosedienoic acid C20:1 0.03 0.05 0.03 0.04 Aracchidonic acid C20:4 0.19 0.1 0.2 0.11 Cis-5,8,11,14,17- Eicosapentaenoic acid EPA C20:5 0.04 0.05 0.10 0.06 Cis-4,7,10,13,16,19- Docosahexaenoic acid DHA C22:6 0.03 0.05 0.03 Asam Lemak Jenuh Caproic acid C6:0 5.66 6.12 4.31 5.36 Caprilic acid C8:0 2.44 2.59 2.1 2.45 Capric acid C10:0 6.56 6.81 7.11 6.76 Lauric acid CI2:0 2.71 2.42 3.43 2.71 Myristic acid C14:0 6.34 4.65 6.19 5.8 Palmitic acid C16:0 14.92 15.14 15.43 14.2 Heptadecanoic acid C17:0 0.59 0.46 0.51 0.47 Stearic acid C18:0 4.85 6.74 5.41 7.82 Lemak merupakan komponen utama dalam pembuatan mentega susu kambing. Kandungan lemak susu dari kambing-kambing Saanen yang bergenotipe CE, BC, BB dan CC tidak memiliki perbedaan P 0.05, demikian juga dengan kadar lemak susu kambing PE yang bergenotipe CE, BC, BB dan CD tidak memiliki perbedaan P 0.05. Kadar lemak susu kambing Saanen dan PE telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, menurut SNI 01-3141-1998, dengan nilai minimal 2.8 . Berdasarkan standar kualitas susu kambing di negara Thailand lemak susu kambing Saanen yang bergenotipe tipe gen CE, BC, BB dan CC termasuk kategori “standar” dengan kadar lemak antara 3.2 – 3.4 sedangkan susu kambing peranakan Etawah masuk kedalam kategori ‘baik’ hingga ‘premium’. Berdasarkan hasil analisis asam lemak pada susu kambing Saanen terhadap genotipe CE, BC, BB dan CC, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah perbedaan komposisi asam lemak susu pada masing-masing tipe gen. Asam lemak nervonik hanya dijumpai pada susu kambing Saanen dengan gen GH bergenotipe CE, selain itu pada genotipe CE tidak dijumpai asam lemak tak jenuh V-linolenik dan dokosaheksaenoik yang tidak terdapat pada salah satu genotipe CE tetapi dijumpai pada genotipe lainnya. Komposisi asam lemak susu kambing Saanen menurut genotipe berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Secara umum, jumlah kandungan asam lemak tidak jenuh jamak PUFA pada susu kambing Saanen bergenotipe BC lebih besar dari susu kambing Saanen bergenotipe CC, CE dan BB Tabel 7. Jumlah tersebut lebih rendah dari total asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam susu sapi dan lebih tinggi dari total asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam ASI. Rendahnya kandungan asam lemak rantai pendek yang terukur dapat disebabkan asam lemak butirat yang tidak ikut dihitung. Hal ini disebabkan kromatogram untuk asam lemak tersebut berhimpit dengan fase gerak yang digunakan sehingga mempersulit pembacaan dan perhitungan jumlah asam lemak butirat Rozali 2010. DHA adalah komponen terbesar dari long-chain polyunsaturated fatty acids LC-PUFA. LC-PUFA harus ditambahkan pada makanan. DHA dalam komponen LC-PUFA penting untuk pembentukan jaringan saraf pusat dan sinap, sedangkan AA arachidonic acid berperan sebagai neurotransmitter sebagai suatu bentuk asam lemak yang essensial Crawford 2000. Asam lemak esensiel terdiri atas asam linoleat AL atau linoleic acid LA, asam linolenat ALN atau a-linolenic acid ALA serta asam arachidonic atau arachidonic acid AA. Asam lemak ini tidak bisa dibuat oleh tubuh baik dari asam lemak lain maupun dari karbohidrat ataupun asam amino. Asam arachidonat dapat dibuat dari asam linolenat seri n-6, karenanya yang dianggap sebagai asam lemak esensiel hanyalah asam lemak linolenat dan asam lemak linoleat Innis 2000. Lemak mempunyai pengaruh penting terhadap rasa lezat, khususnya terhadap aroma dan mouthfeel suatu makanan. Jumlah dan kualitas lemak pada asupan makanan berhubungan dengan kesehatan manusia. Asam lemak jenuh ALJ yang direkomendasikan dalam asupan makanan adalah tidak lebih dari 10 dari total energi, karena asupan ALJ yang lebih dari 15 dari total energi berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol darah dan sedikitnya jumlah aktivitas reseptor LDL yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner Herdmann et al. 2010. Kualitas Susu Kambing Perah Definisi susu segar menurut SNI 01-1341-1998 adalah cairan yang berasal dari ambing yang sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami proses penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan Dewan Standarisasi Nasional 1998. Kualitas susu dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu bangsa, pakan, waktu pemerahan, penyakit, genetik, umur, tingkat laktasi dan keadaan iklim. Berdasarkan hasil analisis General Linear Model GLM terhadap kambing Saanen, tidak terdapat perbedaan P0 . 05 antara umur laktasi terhadap semua parameter lemak, protein, BK, BKTL dan berat jenis Tabel 8. Tabel 8 Rataan kualitas susu kambing Saanen berdasarkan laktasi Laktasi N Lemak Protein BK BKTL BJ ----------------------------------------------------------------------- 2 17 3.32 ±0.75 4.62±0.3 11.83 b ±0.92 8.45±0.3 1.029±0.0015 3 6 3.40 ±1.10 4.82±0.3 11.79 a ±1.66 8.57±0.6 1.029±0.0016 4 6 3.11 ±0.21 4.22±0.3 11.41 b ±0.42 8.25±0.1 1.028±0.0005 5 4 3.40 ±0.35 4.25±0.4 12.38 a ±0.82 8.80±0.4 1.030±0.0015 7 2 3.32 ±0.53 4.60±0.04 10.64 b ±0.14 8.32±0.4 1.029±0.0016 Keterangan: angka dengan huruf berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata P0.05. n= jumlah individu ,BK= Berat kering, BKTL= Berat kering tanpa lemak Puncak laktasi terdapat pada laktasi ke empat dan umumnya produksi susu cenderung meningkat dengan bertambahnya jumlah laktasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Atabany 2001 bahwa produksi susu kambing akan mencapai puncak pada laktasi ketiga hingga lima, atau umur 5 sampai 7 tahun. Menurut Hale et al. 2002 puncak laktasi seekor ternak dipengaruhi tingkat perkembangan kelenjar ambing serta kelengkapan perangkat sintesisnya pada awal laktasi. Faktor lain pendukung produksi susu adalah tersedianya prekursor untuk sintesis susu baik yang berasal dari bahan makanan maupun dari mobilisasi cadangan tubuh. Hasil analisis General Linear Model GLM terhadap kambing PE menunjukan hasil yang tidak berbeda P0 . 05 terhadap semua parameter. Rataan kualitas susu kambing Peranakan Etawah berdasarkan laktasi ke 2 dan 3 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Rataan kualitas kambing Peranakan Etawah berdasarkan laktasi Laktasi N Lemak Protein BK BKTL BJ ------------------------------------------------------------- 2 19 4.1±0.90 4.85±0.39 12.90±1.51 8.88±0.56 1.030±0.0015 3 27 4.1±1.03 4.85±0.35 12.99±1.28 8.88±0.43 1.030±0.0015 Berat Jenis Berat jenis susu lebih berat dari air karena selain air 85-86 terdapat kandungan bahan kering berupa protein, lemak, mineral dan vitamin sekitar 13- 14. Rataan berat jenis susu kambing Saanen yaitu 1.028-1.030. Sementara rataan berat jenis susu kambing Peranakan Etawah yaitu 1.030. Nilai berat jenis susu kambing Saanen serta Peranakan Etawah pada penelitian ini telah memenuhi standar nilai berat minimum yang ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional DSNI dalam SNI susu segar yaitu 1.028. Berat jenis susu kambing dipengaruhi oleh bahan kering dan bahan kering tanpa lemak. Berat jenis susu kambing Saanen pada laktasi ke 5 lebih tinggi dibanding laktasi ke 2, 3, 4 dan 7. Menurut Rahman et al. 1992 berat jenis susu dipengaruhi oleh kandungan bahan kering didalam susu, sehingga kenaikan bahan kering akan menaikkan berat jenis susu. Protein Hasil rataan kadar protein susu kambing Saanen 4.22-4.82 maupun PE 4.85 menunjukkan nilai yang lebih besar dari ketentuan SNI 01-1341-1998 yaitu minimal 2.70 dan Thai Agricultural Standar 200801-1341-1998 sebesar 3.70. Kadar protein susu pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah berdasarkan umur laktasi tidak terdapat perbedaan P0.05. Jenis pakan dapat mempengaruhi kadar protein susu, pada penelitian ini pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Berdasarkan hasil penelitian Sukarini 2006 kadar protein susu dari induk kambing yang mendapat tambahan konsentrat cenderung lebih tinggi dari pada kontrol. Hal ini dimungkinkan karena dengan tambahan konsentrat, energi yang tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino yang berasal dari protein mikroba rumen. Kualitas pakan yang baik akan mempengaruhi kandungan solid non fat dalam susu, protein adalah salah satu komponen solid non fat Rahman et al. 1992. Lemak Berdasarkan hasil analisis General Linear Model GLM, kadar lemak pada produksi susu kambing Saanen laktasi ke-3 dan 5 berbeda nyata dengan kadar lemak susu laktasi ke-2, 4, dan 7, sedangkan untuk parameter lainnya protein, BK, BKTL dan produksi susu menunjukkan hasil yang tidak berbeda P0,05. Hasil analisis General Linear Model GLM kadar lemak susu kambing Peranakan Etawah terhadap umur laktasi ke 2 dan 3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda P0,05. Menurut Sukarini 2004 kadar lemak susu merupakan komponen paling mudah berubah dan sangat bergantung pada serat kasar makanan. Serat kasar yang rendah akan menghasilkan asam asetat yang rendah, sehingga lemak susu yang dihasilkan juga rendah, karena asetat merupakan bahan utama pembentukan lemak susu McDonald et al. 2002. Hasil rataan kadar lemak susu kambing Saanen 3.32-3.40 dan Peranakan Etawah 4.10 menunjukkan nilai yang lebih besar dari ketentuan SNI 01-1341- 1998 yaitu minimal 3 . Berdasarkan Thai Agricultural Standar 2008 01-1341- 1998 maka komposisi lemak kambing Saanen termasuk kedalam kategori ‘standar’ sedangkan komposisi lemak kambing Peranakan Etawah termasuk kategori ‘premium’. Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak Kandungan bahan kering laktasi ke 3 dan 5 pada susu kambing Saanen lebih tinggi P 0.05 sedangkan kandungan bahan kering tanpa lemak susu kambing Saanen pada berbagai tingkat laktasi menunjukkan tidak berbeda P0.05. Kandungan bahan kering yang tinggi pada laktasi ke 3 dan 5 dipengaruhi oleh kadar lemak. Kandungan bahan kering susu kambing Peranakan Etawah laktasi ke 2 dan 3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda P0.05 . Kandungan bahan kering dan bahan kering tanpa lemak pada susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah menunjukkan nilai yang lebih besar dari ketentuan dalam SNI 01-3141-1998 yaitu bahan kering minimal 11, sedangkan kadar bahan kering tanpa lemak minimal 8.0. Hasil analisis kualitas susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah telah memenuhi standar susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998. Berdasarkan Thai Agricultural Standar 2008, hasil analisis kualitas susu kambing Saanen memasuki kategori ‘standar’ hingga ‘baik’ sedangkan kualitas susu kambing Peranakan Etawah termasuk dalam kategori ‘baik’. Mentega Susu Kambing Saanen dan PE Secara umum, kandungan masing-masing asam lemak mentega kambing PE lebih besar dari mentega kambing Saanen Tabel 10. Perbedaan kadar lemak yang dikandung kedua jenis susu tersebut adalah 84.05 pada susu kambing PE dan 62. 83 pada susu kambing Saanen. Jumlah total asam lemak rantai pendek pada kedua mentega susu kambing adalah 24.78 pada PE dan 14.98 pada Saanen. Jumlah ini belum termasuk kandungan asam butirat yang tidak ikut dihitung. Tabel 10 Komposisi Asam Lemak Mentega Susu Kambing Saanen dan PE Parameter Rumus Kimia Saanen PE Asam lemak tidak jenuh tunggal MUFA Myristoleic Acid C:14 n.d 0.1 Palmitoleic acid C16:1 0.28 0.39 Oleic acid C18:1 16.48 16.6 Asam lemak tidak jenuh jamak PUFA Linoleic acid C18:2 3.48 1.4 Aracchidonic acid C20:4 0.11 n.d Asam lemak jenuh Caproic acid C6:0 1.69 1.78 Caprilic acid C8:0 1.83 2.34 Capric acid C10:0 5.16 7.77 Lauric acid CI2:0 1.76 3.68 Myristic acid C14:0 4.54 9.11 Myristoleic acid C14:1 n.d 0.1 Pentadecanoic acid C15:0 0.51 0.6 Palmitic acid C16:0 0.28 0.39 Heptadecanoic acid C17:0 0.46 0.49 Arachidic acid C20:0 0.2 0.17 Keterangan : Jumlah g100 g lemak susu Karakteristik mentega dari susu kambing yang berbeda yaitu kambing Saanen dan PE yang diamati meliputi rendemen dan kandungan asam lemak. Rendemen memiliki nilai ekonomis yang penting dalam pembuatan mentega. Pada mentega kambing Saanen di peroleh rendemen sebesar 5, sedangkan pada mentega kambing PE diperoleh rendemen sebesar 25. Kadar lemak susu merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi jumlah rendemen mentega. Kadar lemak susu kambing PE berdasarkan analisis asam lemak yaitu sebesar 84.05 sedangkan kadar lemak kambing Saanen sebesar 62.83. Lemak susu terdiri dari komponen asam-asam lemak. Komposisi asam lemak mentega berdasarkan bangsa kambing disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan analisis asam lemak mentega, terdapat perbedaan komposisi antara mentega yang berasal dari susu kambing PE dan Saanen. Kadar asam lemak tak jenuh linoleic acid mentega kambing Saanen lebih tinggi dibandingkan kambing PE. Linoleic acid merupakan asam lemak esensial yang berperan dalam metabolisme dan mengontrol berbagai proses fisiologis dan biokimia pada manusia Mc Donagh et al 1999. Kadar asam lemak tak jenuh jamak PUFA banyak berperan terhadap kesehatan diantaranya berfungsi sebagai antikarsinogenik, antimutagenik, hipokolesterolemik dan antietherosklerotik. Asam miristat dalam mentega menguntungkan bagi kesehatan, karena tidak mempunyai efek negatif terhadap penyakit aterosklerosis Rozali 2010. Asam lemak caproic acid, caprilic acid, capric acid, lauric acid, myrisic acid, palmitic acid, palmitoleic acid dan heptadecanoic acid dalam mentega dari kambing PE lebih tinggi dibandingkan mentega dari kambing Saanen. Beberapa asam lemak seperti caproic acid C6:0, caprilic acid C:8 dan capric acid C:10 berkontribusi terhadap timbulnya flavor prengus. Selain itu asam lemak rantai pendek berfungsi sebagai sumber energi cepat bagi manusia. Adanya perbedaan komposisi pada kedua bangsa kambing ini dapat disebabkan oleh perbedaan polimerisasi asetat yang dihasilkan oleh mikroba dalam rumen kambing dan yang disekresikan kedalam kelenjar susu Park 2006. Asam lemak susu berasal dari aktivitas mikrobiologi dalam rumen lambung ruminansia atau dari sintesis dalam sel sekretori. Asam lemak disusun dari rantai hidrokarbon dan golongan karboksil. Lemak susu dikeluarkan dari sel epitel ambing dalam bentuk butiran fat globule globula lemak. Butiran lemak tersusun atas butiran trigliserida yang dikelilingi membran tipis yang dikenal dengan Fat Globule Membran FGM atau membran butiran lemak susu. Komponen utama dalam FGM adalah protein dan fosfolipid. FGM salah satunya berfungsi sebagai stabilisator butiran-butiran lemak susu dalam emulsi dengan kondisi aqueous encer. Lemak susu mengandung beberapa komponen bioaktif yang sanggup mencegah kanker anticancer potential, termasuk asam linoleat konjugasi, sphingomyelin, asam butirat, ether lipids lipid eter, β-karoten, vitamin A dan vitamin D. Meskipun susu mengandung saturated fatty acids asam lemak jenuh dan trans fatty acids yang dihubungkan dengan atherosklerosis dan penyakit jantung, namun susu juga mengandung oleic acid asam oleat yang memiliki korelasi negatif dengan penyakit tersebut. Lemak susu mengandung asam lemak esensial, linoleic acid asam linoleat dan linolenat linolenic acid yang memiliki bermacam-macam fungsi dalam metabolisme dan mengontrol berbagai proses fisiologis dan biokimia pada manusia Mc Donagh et al 1999. Karakteristik Mentega Susu Kambing Saanen Mentega yang dibuat pada penelitian ini termasuk kedalam kategori sweet butter, yaitu mentega yang dibuat dari krim susu tanpa proses pengasaman dan tanpa penambahan garam. Karakteristik mentega yang dibuat dari susu kambing Saanen dengan genotipe gen GH yang berbeda yaitu CE, BC, BB dan CC secara deskriptif disajikan pada Tabel 11. Sifat fisik mentega yang diamati meliputi rendemen, nilai pH, sedangkan sifat kimia mentega susu kambing Saanen ditentukan berdasarkan bilangan peroksida, kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu. Tabel 11 Karakteristik mentega susu kambing Saanen dengan genotipe berbeda Peubah Genotipe CE BC BB CC Sifat fisik rendemen 42.50 26.00 39.00 40.00 pH 6.60 6.50 6.50 6.40 Sifat kimia bil. peroksida mEg 1x 10 -3 9 x 10 -4 9x 10 -4 2x 10 -3 kadar lemak 68.44 66.05 60.00 69.25 kadar protein 0.90 0.90 0.91 0.94 kadar air 18.40 17.64 16.00 17.60 kadar abu 0.21 0.29 0.33 1.03 Rendemen Rendemen merupakan persentase banyaknya mentega yang dihasilkan dari sejumlah susu yang dijadikan bahan baku. Rendemen memiliki nilai ekonomis yang penting dalam pembuatan mentega. Secara deskriptif dapat dinyatakan bahwa rendemen mentega yang dihasilkan dari susu kambing Saanen bergenotipe CE lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen mentega yang berasal dari genotipe gen GH kambing Saanen lainnya. Tabel 12 Rendemen mentega susu kambing Saanen berdasarkan genotipe gen GH Genotipe Rendemen Krim g Mentega g Butter milk g CE 42.5 1060 425 635 BC 26 910 260 650 BB 39 1144 398 746 CC 40 1300 400 900 Banyaknya rendemen dipengaruhi oleh proses pemisahan krim atau separasi, kecepatan pengadukan, suhu pada saat proses churning serta kandungan lemak dan asam lemak yang terdapat dalam susu. Apabila suhu 5-10 o C dan kecepatan pengadukan pada saat proses churning dapat dipertahankan secara konstan maka bodybutter yang terbentuk akan semakin kompak. Nilai pH Pengukuran pH bertujuan mengetahui keasaman mentega yang disebabkan adanya ion hidrogen. Nilai pH mentega yang dibuat dari susu kambing Saanen dari masing-masing genotipe memiliki rataan yang sama yaitu 6.5. Nilai pH mentega susu kambing Saanen dari masing- masing genotipe tidak berbeda dengan nilai pH dari susu segar maupun krim dari masing-masing genotipe, yaitu mempunyai rataan sebesar 6.5 pada suhu 27 o C. Bilangan Peroksida Rataan bilangan peroksida yang diperoleh genotipe BC dan BB memiliki nilai yang sama yaitu 9 x 10 -4 , sedangkan rataan nilai bilangan peroksida genotipe CE dan CC berturut –turut 1 x 10 -3 dan 2 x 10 -3 . Berdasarkan SNI 01-3555-1998 mengenai bilangan peroksida bahan pangan, maka jumlah rataan bilangan peroksida yang berasal dari mentega masing-masing genotipe menunjukkan angka yang masih dibawah batas minimum yaitu 10 mEqkg. Kerusakan lemak bahan pangan yang utama adalah timbulnya rasa dan bau tengik yang disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi yaitu rekasi-reaksi kimia yang menyebabkan ransiditas oksidatif lemak dan menghasilkan aldehida, asam-asam lemak bebas dan keton yang selanjutnya menyebabkan bau. Terjadinya otooksidasi lemak tergantung pada ada tidaknya oksigen dan kontak dengan oksigen Ketaren 1986. Hasil oksidasi lemak dalam bahan makanan bukan hanya menimbulkan bau dan rasa tengik, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin terutama tokoferol serta asam lemak esensial dalam lemak Ketaren 1986. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator dan peringatan bahwa produk pangan akan berbau tengik. Kadar Air Berdasarkan standar SNI 01 ‐3744‐1995 mengenai syarat mutu mentega, kadar air maksimal yaitu 16 . Hasil analisis terhadap kadar air mentega dari susu kambing Saanen menunjukkan nilai rataan mentega kambing Saanen dengan genotipe BB, CC, CE dan BC berturut-turut 17.64, 16.00, 17.63 dan 18.40, sehingga hanya mentega susu kambing CC yang telah memenuhi syarat mutu SNI mentega berdasarkan kadar air. Kadar air tergantung proses kneading atau pembuangan butter milk, penambahan garam dan lipolisis yang menyebabkan air terkonversi menjadi bahan kering Hunziker 2008. Kadar Abu Hasil analisis ragam pada mentega yang dibuat dari susu kambing Saanen menunjukkan bahwa mentega susu kambing Saanen dengan genotipe CC memiliki kadar abu tertinggi yaitu sebesar 1.03, sedangkan nilai kadar abu dari mentega susu kambing Saanen bergenotipe BC, BB dan CE berturut-turut adalah 0.29, 0.33, dan 0.21. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. SNI 01 ‐3744‐1995 tidak mempersyaratkan kadar abu. Penentuan kadar abu berkaitan dengan kandungan mineral suatu bahan dan berhubungan dengan kemurnian serta kebersihan suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri atas dua jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat dan nitrat. Tingginya kadar abu pada mentega susu kambing Saanen didasarkan atas berat kering dan kandungan proteinnya, karena protein merupakan bahan kering terbesar didalam bahan pangan hewani yang mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen juga mengandung sulfur dan fosfor Ketaren 1986. Kadar Protein Mentega merupakan salah satu bahan pangan yang kaya gizi dan memiliki energi tinggi. Selain kaya akan lemak, mentega juga mengandung sejumlah protein. SNI 01 ‐3744‐1995 DS5N, 1995 mengenai syarat mutu mentega tidak mempersyaratkan kadar protein. Berdasarkan hasil analisis terhadap kadar protein mentega yang dibuat dari susu kambing Saanen yang terdiri atas genotipe BC, BB, CC dan CE berturut-turut diperoleh rataan 0.90, 0.91, 0.94 dan 0.90. Jumlah protein dalam pangan ditentukan oleh kandungan nitrogen bahan pakan melalui metode Kjeldhal yang kemudian dikali dengan faktor protein yaitu sebesar 6.25. Kadar Lemak Komponen terbesar dari mentega susu kambing adalah lemak. Hasil analisis terhadap komposisi lemak mentega kambing Saanen berdasarkan genotipe BC, BB, CC dan CE diperoleh nilai berturut-turut 69.26, 68.44, 66.05, 60.00. Berdasarkan SNI 01 ‐3744‐1995 DSN, 1995 mengenai syarat mutu lemak mentega, yaitu maksimal 80 , sehingga mentega susu kambing Saanen yang berasal dari ke empat tipe gen GH telah memenuhi syarat mutu lemak mentega berdasarkan ketentuan SNI. Lemak tersusun dari komponen-komponen asam lemak yang terbagi menjadi asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Kandungan asam lemak mentega kambing Saanen berdasarkan genotipe gen GH yang disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan hasil analisis asam lemak mentega susu kambing Saanen pada ke empat genotipe gen GH, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah asam lemak yang tidak ditemukan kembali atau tidak terkandung pada produk mentega, selain itu terdapat juga sejumlah asam lemak yang kadarnya berkurang jika dibandingkan dengan kadar asam lemak susu segar. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini selama proses pembuatan mentega. Asam-asam lemak merupakan asam lemah dan dapat terdisosiasi sebagian dalam air contohnya caproic acid dan caprilic acid. Proses churning maupun kneading juga dapat menghilangkan sejumlah asam-asam lemak karena pada proses ini terjadi pemecahan membrane-membran globula lemak, sehingga asam-asam lemak yang terdapat pada membran dan sejumlah kecil asam-asam lemak pada lemak inti larut bersama butter milk yang menyebabkan berkurangnya kadar beberapa jenis asam lemak dan bahkan hilang pada produk mentega yang dihasilkan. Buttermilk adalah fasecair yang diperoleh dari pemisahan krim pada proses pembuatan mentega. Buttermilk sebagian besar terdiri atas air. Selain itu terdapat juga sejumlah lemak, protein susu, laktosa, mineral dan beberapa jenis asam lemak sebagai bagian dari fragmen membrane globula lemak susu MFGM Walstra et al. 2006. Tabel 13 Komposisi asam lemak mentega susu kambing Saanen Parameter Rumus Kimia CC CE BC BB Asam lemak tidak jenuh tunggal MUFA Myristoleic acid C14:1 0.11 0.1 0.11 0.09 Palmitoleic acid C16:1 0.9 0.82 0.83 0.71 Oleic acid C18:1 0.24 0.17 0.14 0.12 Lemak tidak jenuh jamak PUFA Linoleic acid C18:2 1.32 1.38 1.33 1.05 V-Linolenic Acid C:18:3 0.01 0.02 Cis-11-Eicosedienoic acid C20:1 0.03 0.02 0.04 0.03 Aracchidonic acid C20:4 0.11 0.1 0.12 0.08 Cis-5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic acid EPA C20:5 0.04 0.04 0.04 0.03 Cis-4,7,10,13,16,19-Docosahexaenoic acid DHA C22:6 0.02 0 0.02 Asam lemak jenuh Caproic acid C6:0 1.55 1.54 1.46 1.49 Caprilic acid C8:0 2.03 1.89 1.96 1.85 Capric acid C10:0 7.17 6.59 7.63 7.01 Lauric acid CI2:0 3.7 3.34 4.16 3.27 Myristic acid C14:0 7.92 7.73 7.69 6.63 Palmitic acid C16:0 20.28 22.13 22.08 16.85 Heptadecanoic acid C17:0 0.57 0.54 0.5 0.46 Stearic acid C18:0 6.94 6.94 5.42 6.04 Sejumlah asam lemak seperti capric acid, lauric acid, myristic acid, pentadecanoic acid, oleic acid, arachidic acid, meningkat jumlahnya jika dibandingkan dengan kadar asam lemak susu segar. Selama proses pembuatan mentega maka terjadi penggabungan seluruh komponen lemak susu, sehingga akan meningkatkan kadar lemak maupun sejumlah asam lemak. KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK Aroma Berdasarkan uji organoleptik, mentega susu kambing Saanen yang terdiri atas mentega dengan genotipe BB, CC, CE dan BC memiliki aroma yang segar, khas mentega dan tidak tengik. Mentega susu kambing Saanen dari genotipe BB, CC, CE dan BC telah memenuhi standar syarat mutu mentega berdasarkan SNI 01 ‐3744‐1995 yaitu beraroma normal atau khas mentega. Aroma mentega terbentuk dari berbagai senyawa kimia seperti diasetil, lakton, butirat dan laktat. Mentega yang baik harus bebas dari bau rasa tengik, pahit dan asam serta beraroma segar, kuat dan khas mentega Hunziker 2008. Oksidasi terhadap lemak mentega menyebabkan mentega berbau rasa tengik Hettinga 2005 yang tidak dijumpai pada mentega yang dihasilkan pada penelitian ini. Warna Warna merupakan parameter kesan pertama yang didapat dari bahan makanan. Warna dapat pula menentukan diterima atau tidaknya suatu produk oleh konsumen. Warna memegang peranan penting dalam penerimaan suatu makanan karena warna dapat memberikan petunjuk perubahan fisik dan kimia dalam makanan, komposisi spektrum dari sumber cahaya yang menyelimuti objek, dan sensitifitas spektrum mata panelis Ross 2009. Warna mentega sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel yang terdapat di dalam susu sebagai bahan baku pembuatan mentega. Adanya karoten dan riboflavin dalam globula lemak mempengaruhi warna susu sehingga tidak terlalu putih Ross 2009. Berbeda dengan susu sapi, susu kambing berwarna lebih putih karena ketiadaan β-karoten Shhehan 2009. Mentega susu kambing Saanen dari genotipe BB, CC, CE dan BC berwarna putih. Warna mentega susu kambing berbeda dengan warna mentega yang berasal dari susu sapi. Menurut Fehr Sauvant 1980 susu kambing dan produknya termasuk mentega memiliki warna putih karena semua β-karoten yang berwarna kuning telah dikonversi semua menjadi vitamin A murni yang tidak berwarna. Rasa Rasa merupakan komponen penting yang timbul pada perasaan seseorang setelah mencicipi suatu makanan. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra pencicip lidah dan merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma dan tekstur baik, namun jika rasa kurang disukai maka konsumen akan menolak makanan tersebut. Rasa juga merupakan salah satu atribut terpenting pada mentega. Mentega yang dihasilkan dari susu kambing Saanen adalah mentega manis dan tanpa penambahan garam. Mentega susu kambing Saanen dari genotipe BB, CC, CE dan BC memiliki rasa yang telah memenuhi standar syarat mutu mentega berdasarkan SNI 01 ‐3744‐1995 yaitu rasa khas mentega atau normal dan tidak memiliki asam atau penyimpangan seperti tengik. Cita rasa tengik dapat ditimbulkan oleh oksidasi asam-asam lemak yang merupakan komponen utama mentega. Oksidasi pada mentega dapat dihambat dengan penambahan garam dan antioksidan. Salah satu antioksidan yang dapat ditambahkan ke dalam mentega untuk menghambat oksidasi adalah vitamin E. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Polimorfisme dijumpai pada gen GH dari kambing Saanen maupun PE. Berdasarkan hasil SSCP gen GH dalam penelitian ini ditemukan lima pita DNA yang menunjukkan pola migrasi yang berbeda, yaitu tipe gen CE, BC, CD, BB dan CC, namun keragaman ini tidak berpengaruh terhadap kualitas susu kedua bangsa kambing Saanen dan PE, sehingga belum dapat dijadikan penanda bagi parameter kualitas susu terutama kadar lemak. Mentega susu kambing PE memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan mentega susu kambing Saanen. Mentega susu kambing dari genotipe BB, CC, CE dan BC tidak menunjukan karakteristik organoleptik aroma, warna dan rasa yang berbeda. Saran Perlu dilakukan kajian mengenai penanda genetik lainnya sebagai pengontrol sifat kualitas, lemak dan asam lemak susu. Manajemen pemeliharaan yang sama sangat ditekankan dalam pengambilan sampel pada bangsa kambing yang berbeda untuk membandingkan kualitas dari masing-masing bangsa. DAFTAR PUSTAKA Adiati UK, Sutama IK, Mathius IW, Yulistiani D. 2000. Produktivitas kambing PE pada sistem pemeliharaan yang berbeda. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan. Bogor: Balitnak. Departemen Pertanian. hlm 64-73. Atabany A. 2001. Studi kasus produksi kambing PE dan kambing Saanen pada peternakan kambing perah Barokah dan Taurus Dairy Farm [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Akers RM. 2002. Lactation and The Mammary Gland. Iowa: A Blackwell Publishing Company. Akers RM. 2006. Major advances associated with hormone and growth factor regulation of mammary growth and lactation in dairy cows. J Dairy Sci 89: 1222-1234. Ardiyanti A, et al. 2009. Effects of GH gene polymorphism and sex on carcass traits and fatty acid compotitions in Japanese Black cattle. Anim Sci J. 80: 62-69. Association of Official Chemist. 1995. Official Method of Analysis. 16 th Ed. Washington: Association of Official Analytical Chemist, Inc. Ayuk J, Sheppard MC. 2006. Growth hormone and its disorders. Postgraduate Med J 82: 24-30. Aliaga IL. 2003. Study of nutritive utilization of protein and magnesium in rats with resection of the distal small intestine beneficial effect of goat milk. J Dairy Sci 86:2958-2966. Andreas E. 2010. Telaah kualitas daging serta identifikasi keragaman gen GH dan GHR pada kerbau [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [Balitnak] Balai Penelitian Ternak. 2004. Kambing Peranakan Etawah: Kambing Perah Indonesia. Bogor: Puslitbang Deptan. [Terhubung berkala] http:www.peternakan.litbang.deptan.go.id [30 Desember 2010]. Barroso AS, Dunner, Canon J. 1999. Technical Note: Use of PCR-Single-Strand Conformation Polymorphism analysis for detection of Bovine β-casein variant A1, A2,A3, and B. J Anim Sci 77:2629-2632 . Bastos E, Cravador A, Azevedo J, Guedes-Pinto H. 2001 Single-Strand Conformation Polymorphism SSCP detection in six gene in portuguese indigenous sheep Churra da Terra Quente. Biotech Agro Soc Environ 5:7-15. Beauchemin VR, Thomas MG, Franke DE, Silver GA. 2006. Evaluation of DNA polymorphisms involving growth hormone relative to growth and carcass characteristics in Brahman steers. Genet Mol Res 5:438-447. Blakely J, Bade DH. 1992. The Science of Animal Husbandry. 4 th Ed. New Jersey: Prentice Hall Career Technology . Blott et al. 2003. Molecular dissection of a quantitative trait locus: a phenylalanine-to-tyrosina substitution in the transmembrane domain of the bovine growth hormone receptor is associated with a major effect on milk yield and composition. Genetics 163: 253-266. Boutinaud M, Rousseau C, Keisler DH, James H. 2003. Growth hormone and milking frequency act differently on goat mammary gland in late lactation. J Dairy Sci 85: 509-520. Budi U. 2002. Pengaruh interval pemerahan terhadap produksi susu dan aktivitas seksual setelah beranak pada kambing Peranakan Etawah [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bylund G. 1995. Handbook of Dairy Processing. USA: Tettra Pack Processing System . Bremel RD. 2008. Biology of lactation. London: WH. Freeman and co.http:www.classes.ansci.uiuc. edu [ 25 Maret 2010] Ciappesoni CG, Pribyl J, Milerski M, Mares V. 2004. Factors affecting milk yield and composition. Institute of Tropical and Subtropical Agriculture. Crech J Anim Sci 465-473. Collomb M, Buhler T, Sieber UR, Jeangros B, Bosset JO. 2002. Composition of fatty acids in cow’s milk fat produced in the lowlands, mountains and highlands of Switzerland using high-resolution gas chromatography. Intl Dairy J 8: 649-659. Crawford MA. 2000. Placental delivery of arachidonic and docosahexaenoic acids: implications for the lipid nutrition of preterm infants. Am J Clin Nutr 275-284. Cronje P. 2003. Ruminant Physiology: Digestion, Metabolism, Growth and Reproduction. New York: CABI Publishing. Davendra C, Burn M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerjemah: Putra H. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. De Laval. 2008. Milking technology. Di dalam: De Laval Editor. The Lactating Dairy Cow. USA: De Laval Publishing . Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Dewan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3744-1995. Syarat Mutu Mentega. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Dewan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141-1998. Susu Segar. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Etherton TD, Bauman DE . 1998. Biology of somatotropin in growth and lactation of domestic animals. Physiol Rev 78: 745-761. Ensminger ME. 2002. Sheep and Goat Science. 6 th Ed. Illoins: Interstate Printers and Publisher Inc. Fehr PM, Sauvant D. 1980. Composition and yield of goat milk as affected by nutritional manipulation. J Dairy Sci 63: 1671-1680. Fodor M, Kordon C, Epelbaum J. 2006. Anatomy of the hypophysiotropic somatostatinergic and growth hormone-releasing hormone system. Neurochem Res 31: 137-143. Fox PF, McSweeney PLH. 1998. Dairy Chemistry and Biochemistry. London: Blackie Academic and Profesional. Frago LM, Chowen JA. 2005. Basic physiology of the growth hormoneinsulinlike growth factor axis. Di dalam: Varela-Nieto I, Chowen JA, editor. The Growth HormoneInsulin-like Growth Factor Axis During Development. USA: Springer. hlm 1-25. Hale SA, Capuco AP, Erdman RA. 2002. Milk yield and mammary growth effects due to increased milking frequency during early lactation. J Dairy Sci 86: 2061-2071. Hayasi, K. 1999. Recent enhancements in SSCP. Genet Anim 14: 193-196. Herdmann A, Martin J, Nuernberg G, Wegner J, Dannenberger D, Nueenberg K. 2010. How do n-3 fatty acid short-time restricted vs un restricted and n-6 fatty acidenriched diets affect the fatty acid profile in different tissues of German Simmental bulls. J Meat Sci. [doi: 10.1016j. meatsci 201006010]. Herlina. 2006. Tinjauan fisiologis ternak kambing perah Saanen sesudah pemerahan pagi dan sore di PT Taurus Dairy Farm[Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor Hettinga D. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 6 th Ed. New York: John Wiley Sons. Hunziker OF. 2008. The Butter Industry. 10 th Ed. Illinois: Giniger Press. Hurley WL. 2007. Lactation Biology. Urbana: Departement of Animal Science University of Illiois . Innis SM. 2000. Essential fatty acids in infant nutrition: lessons and limitations from animal studies in relation to studies on infant fatty acid requirements. Am J Clin Nutr 238-244 Ge W, Davis ME, Hines HC, Irvin KM. 2003. Association of single nucleotide polymorphisms in the growth hormone and growth hormone receptor genes with blood serum insulin-like growth factor I concentration and growth traits in Angus cattle. J Anim Sci 81: 641-648. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : UI-Press. Kioka et al. 1989. Cloning and squencing of goat growth hormone gene. Agric Biol Chem 53: 1583-1592. Malveiro et al. 2001 Polymorphisms at the five exons of the growth hormone gene in the Algarvia goat: possible association with milk traits. Small Rum Res 41: 163-170. Marques PX et al. 2003. Association of milk trait with SSCP polymorphisms at the growth hormone gene in the Serrana goat. Small Rum Res 73: 177- 185 . Mateljan G. 2008. Milk goat. USA: The GM Foundation. http:www.dairygoat.com [6 Januari 2011]. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6 th Ed. London:Prentice Hall. Moeljanto RD, Wirjanta BTW. 2002. Khasiat dan manfaat susu kambing susu terbaik dari hewan ruminansia. Depok: PT. Agro Media Pustaka. Mousavizadeh et al. 2009. Genetic polymorphism at the growth hormone locus in Iraniantali goats by PCR-SSCP. Iran J Biotech 7:51-53 Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirahusada Muda dan USESE Foundatioan. Mulyono S. 2008. Penggemukan Kambing Potong. Jakarta: Penebar Swadaya. Nataraj AJ, Olivos-glander I, Kusukawa N, Highsmith WE. 1999 Single- strand conformation polymorphism and heteroduplex analysis for gel-based mutation detection. Electrophoresis 20:1177–1185. Nei, M. Kumar. 2000. Molecular Evolutionery Genetics and Phylogenetics. New York: Oxford University Press. Noor RR. 2000. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya. Ohlsson C, Bengtsson BA, Isaksson OG, Andreassen TT. 1998. Growth hormone and bone. Endocrinol Rev 19: 55-79. Park YW. 2007. Rheological characteristics of goat and sheep milk. Small Rum Res 68 : 73-87 Pfaffle RW, Kim C, Blankenstein O, Kentrup H. 1999. GH transcription factors. J Pediatr Endocrinol Metab 12 : 311-317 . Pulina G, Nudda A. 2004. Milk Production. Wallingford: CABI . Ross CF. 2009. Physiology of Sensory Perception. Di dalam: Clark S, Costello M, Drake MA, Bodyfelt F, editor. The Sensory Evaluation of Dairy Products. 2 nd Ed. New York: Springer Science. Rozali ZF. 2010. Karakteristik nutrisi dan sifat fungsional susu pasteurisasi dari campuran susu kambing Peranakan Etawah dan Saanen serta diversifikasi rasanya dengan ekstrak rempah [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ruhimat A. 2003. Produktivitas kambing persilangan Peranakan Etawah betina dengan kambing Saanen jantan PESA di PT Fajar Taurus Dairy Farm [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Rumetor SD. 2008. Suplementasi daun bangun-bangun dan zinc-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan produksi susu kambing peranakan etawah [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning. A Laboratory Manual . 2 nd ed. USA: Cold Spring Harbor Laboratory Press. Scott TW, Ashes JR. 1993. Dietary lipid for ruminant: protection, utilization and effects remodeling of skeletal muscle phospholipids. Aust J Agric Res 44:495-508 . Shaldolm TM, Saarela M. 2003. Functional Dairy Products. England: CRC Press. Shhean JJ, Fahmy GE. 2009. Effect of partial or total substitution of bovine for caprine milk on the compositional, volatile, non volatile and sensory characteristics of semi-hard cheeses. Intl Dairy J 19 :498-509 Sofyan LA, Sigit N. 1993. Evaluasi nutrisi dan efek biologis bungkil biji kapuk Ceiba petendra terhadap produksi dan komposisi susu kambing perah. Bogor: Laporan Penelitian. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor . Sukarini.I. A. M. 2004. Produksi dan komposisi air susu kambing Peranakan Etawah yang diberi tambahan konsentrat pada awal laktasi. Laporan Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana. Sulandari S, Zein MSA. 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA. Jakarta: Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. A Mixa, penerjemah. New York: Marcel Dekker Inc. Standard Nasional Indonesia. 1992. Cara uji susu segar. Pusat Standardisasi Industri. Departemen Prindustrian. Tamime AY. 2009. Milk Processing and Quality Management. New Delhi: India: Blackwell Publishing Ltd. Tegelastorm, H. 1992. Mitocondrial DNA in natural population: an improved routine for screening of genetic variation based on sensitive silver stainning. Electrophoresis 7:226-229. Thai Agriculturtural Standard. 2008. Raw Goat Milk. Thailand: National Bureau of Agricultural Comodity and Food Standars. Ministry of Agriculture and Coperatives. Tomadzewska MW, Mastika IM, Djajanegara A, Gardiner S, Wiradarya TR. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University Press Vignal A, Milan D, San CM. 2002. A review of SNP and other types of molecular markers and their use in animal genetics. Genet Sel Evol 34:275– 305. Warwick EJ, Astuti M, Hardjosubroto W. 1995. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Walstra P, Wouters JTM, Geurts TJ . 2006. Dairy Science and Technology Handbook. 2 nd Ed. USA: Taylor and Francis Group. Walstra P et al. 1999. Dairy Technology. New York: Marcal Dekker Inc. Weinsten M. 2005. Contribution of Wild and Domestic Large Mammals over Time on the Great Hungarian Plain: ”introduced” sheep and goat, ”local” domesticated cattle and pigs, and large wild animals aurochs, wild pigs, red deer by cultural period. Ohio: Ohio State University. [terhubung berkala]. http:www.jyi.orgresearch [25 April 2010] Williams JL. 2005. The use of marker-assisted selection in animal breeding and biotechnology. Repro Vet Sci Tech 24:379-391. Winarno FG, Fernandez IE. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Jakarta: Mbrio Press. Yardibi H et al. 2009. Association of growth hormone gene polymorphism with milk production traits in south Anatolian and east Anatolian red cattle. J Anim Vet 8: 1040-1044. Ye F et al. 2001. Fluorescent microsphere based readout technology for multiplexed human single nucleotide polymorphism analysis and bacterial identification. Human Mutation 17: 305-316. Zhou G et al. 2005. Association of genetic polymorphism in GH gene with milk production traits in Beijing Holtein cows. J Biosci. 30: 595-598. ABSTRACT DINA TRI MARYA . Diversity of milk quality and butter based on the genotype of GH gene from Saanen and Etawah Grade goats. Supervised by RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI and CECE SUMANTRI. The Growth hormone GH secreted by the pituitary gland plays an important role in lactation. The objectives of this study were to observe the quality of raw milk fat, protein, density, and dry matter and characteristics of butter from Saanen and Etawah-Grade EG goat and to analyse the effect of GH gene type in milk quality. The DNA of 89 goats Saanen and EG was evaluated. Single-strand conformation polymorphisms SSCP was utilized to identify goat growth hormone gGH gene. The results showed that there were exist five types of GH gene in exon 4 consist of type CE, BC, CD, BB and CC. The CE, BC and BB types were found in all population Saanen and EG. The CD and CC type only found in Saanen and EG goats respectively, but this diversity did not affect milk quality of the raw milk of Saanen and EG goats. Diversity of genotypes of GH gene also did not affect the characteristics of goats milk butter. Keywords: Goat milk, quality, butter, GH gene, Saanen, Etawah- Grade PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternak adalah kambing. Ternak kambing mempunyai peran strategis bagi masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Ternak kambing selain sebagai sumber pendapatan, juga memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi kesehatan dan gizi manusia. Kelebihan lain yang dimiliki kambing adalah ternak ini sangat efisien dalam mengubah hijauan pakan menjadi energi, modal usaha yang diperlukan relatif kecil dan cukup adaptif terhadap berbagai kondisi lingkungan. Ternak kambing disamping sebagai penghasil daging ada juga yang menghasilkan susu atau dikenal dengan kambing perah. Kambing Saanen dan Peranakan Etawah adalah bangsa kambing perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Susu kambing memiliki kelebihan dibandingkan dengan susu sapi karena memiliki daya cerna yang tinggi, mempunyai ukuran butiran lemak susu yang lebih kecil dibandingkan dengan susu sapi dan baik dikonsumsi bagi penderita lactose intolerance karena mempunyai kandungan laktosa yang rendah. Kualitas susu kambing sangat dipengaruhi oleh kadar lemak. Lemak susu baik dalam bentuk susu cair, krim maupun mentega memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu gen yang berperan dalam mengontrol kadar lemak maupun produksi susu adalah gen GH. Penyebab kesenjangan antara produksi susu dan pemenuhan produk olahan asal susu adalah rendahnya populasi dan potensi genetik ternak perah. Kondisi manajemen pemeliharaan yang belum maksimal juga berpengaruh terhadap kualitas susu maupun produk olahan yang dihasilkan. Usaha kambing perah di Indonesia pada umumnya masih bersifat subsistem yaitu masih berskala kecil. Pengetahuan serta keterampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit juga masih rendah. Perbaikan mutu genetik kambing perah melalui seleksi pada umumnya banyak dilakukan secara konvensional berdasarkan morfologi dan produksi susu. Sistem konvensional memerlukan waktu yang lama. Kemajuan teknologi pada bidang molekular saat ini dapat membantu mempercepat seleksi dalam program pembibitan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan gen-gen penciri yang berpengaruh pada sifat-sifat kualitatif yang bernilai ekonomis. Pada studi gen kandidat terhadap sifat-sifat produksi ternak, gen hormon pertumbuhan atau growth hormone GH banyak diteliti untuk digunakan sebagai marker penciri dalam seleksi ternak. Hal ini dikarenakan hormon tersebut merupakan hormon regulator pertumbuhan, perkembangan tubuh ternak dan produksi susu. Penelitian ini diharapkan dapat membantu melakukan seleksi terhadap kambing-kambing perah yang memiliki sifat dan kualitas produksi yang diharapkan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kualitas susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah. 2. Mengidentifikasi polimorfisme gen GH pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah. 3. Mengkaji hubungan antara keragaman gen GH pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah dengan kualitas susu. 4. Mengkaji karakteristik mentega yang dihasilkan dari kambing Saanen dan Peranakan Etawah. Manfaat Penelitian 1. Diperoleh data tentang gen GH pada kambing perah Saanen dan Peranakan Etawah. 2. Didapatkan informasi genetik calon tetua kambing perah Saanen dan Peranakan Etawah sebagai penghasil susu untuk tujuan pengolahan mentega. Hipotesis Penelitian 1. Adanya polimorfisme gen GH pada kambing perah Saanen dan Peranakan Etawah. 2. Terdapat korelasi antara variasi genotipe GH dengan kualitas susu dan mentega yang dihasilkan pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah. TINJAUAN PUSTAKA Kambing Perah Kambing diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, filum Chordata, sub- filum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, sub-ordo Ruminantia, famili Bovidae, genus Capra dan spesies Capra hircus Ensminger 2002. Pemeliharaan kambing memberikan pengaruh besar terhadap sistem pertanian pedesaan, karena kambing telah beradaptasi dengan baik di sebagian besar wilayah Indonesia. Produksi susu kambing telah memberikan kontribusi sebesar 35 terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan cukup berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 Weinsten 2005. Kambing Saanen Kambing Saanen berasal dari lembah Saanen di Swiss Barat. Kambing ini berwarna putih, krem atau coklat muda dengan bulu yang panjang atau pendek, telinga tegak, serta memiliki temperamen yang tenang dan jinak Blakely Bade 1992. Kambing Saanen mempunyai produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa kambing perah lainnya, oleh karena itu bangsa kambing ini disebarluaskan ke banyak negara. Rata-rata produksi susu kambing Saanen di daerah tropis adalah 1-3 kg per hari, sedangkan di daerah subtropik dapat mencapai 5 kg per hari. Jenis kambing Saanen banyak dipelihara sebagai penghasil susu. Kambing Saanen terkenal sebagai penghasil susu berkualitas dengan kandungan lemak rendah Winarno Fernandez 2007. Produksi susu dengan kandungan lemak antara 3-4 per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari Davendra Burn 1994. Kambing jenis Saanen dapat dibedakan dari kambing lainnya yaitu dengan ciri-ciri utama telinga dengan cuping kearah atas. Telinga kecil, pendek, tegak ke arah depan dan samping. Kepala kecil dan berbentuk lancip. Selain itu warna bulu biasanya putih atau krem, ambing serta puting besar dan lunak, induk betina sering melahirkan anak kembar Mulyono 2008. Kambing Peranakan Etawah Peranakan Ettawa PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India dengan kambing kacang yang penampilannya mirip Ettawa tetapi lebih kecil dengan proporsi genotipe yang tidak jelas Balitnak 2004. Ciri khas kambing PE yaitu bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, di bawah leher terdapat gelambir yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang, menggantung dan ujungnya agak melipat, tanduk berdiri tegak mengarah kebelakang dengan ujung tanduk melingkar, tinggi tubuh gumba 70-90 cm, tubuh besar, pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak kebelakang, bulu tubuh tampak panjang di bagian leher, pundak, punggung, dan paha, bulu paha panjang dan tebal, warna bulu putih, hitam hingga cokelat Mulyono 2008. Kambing PE digolongkan sebagai kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu Adiati et al. 2000. Kambing PE memiliki ambing yang besar, putingnya panjang. Produksi susunya berkisar 1.0-1.5 literekorhari sepanjang masa laktasi antara 5-6 bulan, dengan masa kering 2-3 bulan Balitnak 2004. Susu Kambing Susu menurut SNI01-3141-1998, susu adalah cairan yang berasal dari ambing sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya DSN 1998. Pemerintah untuk melindungi konsumen, menetapkan standar khusus untuk suatu produk. Indonesia saat ini baru mempunyai standar untuk susu sapi segar yang tercantum dalam SNI 01-1341- 1998 Tabel 1 dan belum mempunyai standar susu kambing segar. Susu kambing memiliki nilai gizi yang serupa dengan susu sapi. Susu kambing terkenal karena kandungan atau nilai nutrisi dan dipercaya mempunyai nilai medis sejak zaman dahulu. Karakteristik susu kambing dibandingkan dengan susu sapi adalah 1 warna susu lebih putih 2 globula lemak susu lebih kecil dengan diameter 0.73- 0.58 µm 3 mengandung mineral kalsium, fosfor, vitamin A, E dan B kompleks yang tinggi 4 dapat diminum oleh orang-orang yang alergi susu sapi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan 5 dari segi produktivitas, produksi susu kambing lebih cepat diperoleh karena kambing telah dapat berproduksi pada umur 1.5 tahun, sedangkan sapi baru dapat berproduksi pada umur 3-4 tahun, tergantung ras Saleh 2004. Tabel 1. Syarat mutu susu sapi segar berdasarkan SNI 01-3141-1998 No Parameter Syarat 1.

2. SUSUNAN SUSU

Berat Jenis BJ pada suhu 27,5 o C Kadar lemak Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak BKTL atau Solid Non Fat SNF Kadar protein Cemaran logam berbahaya - Timbal Pb - Seng Zn - Merkuri Hg - Arsen As KEADAAN SUSU Organoleptik : warna, bau, rasa dan kekentalan Kotoran dan benda asing Cemaran mikroba - Total mikroba - Salmonella - Escherichia coli patogen - Coliform - Streptococcus group B - Staphylococcus aureus Jumlah sel radang Uji Katalase Uji Reduktase Residu antibiotic, pestisida dan insektisida Uji Alkohol 70 Derajat Asam Uji Pemalsuan Titik Beku Uji Peroksidase Minimal 1,0280 Minimal 3,0 Minimal 8,0 Minimal 2,7 Maksimum 0,3 ppm Maksimum 0,5 ppm Maksimum 0,5 ppm Maksimum 0,5 ppm Tidak ada perubahan Negatif Maksimum 1.000.000 CFUml Negatif Negatif 20 CFUml Negatif 100 CFUml Maksimum 40.000ml Maksimum 3 cc 2-5 jam Sesuai dengan peraturan yang berlaku Negatif 6-7 o SH Negatif -0,520 sd -0,560 o C Positif Sumber: DSN 1998 Ketersediaan magnesium di dalam susu kambing, menurut Aliaga 2003 lebih besar dibandingkan susu sapi dan mengandung jumlah vitamin D yang lebih banyak. Magnesium memiliki arti penting, karena berhubungan dengan metabolisme. Mineral magnesium dikenali sebagai kofaktor di dalam lebih dari 300 reaksi enzimatik yang mempengaruhi kegiatan metabolisme dan sintesa protein dan asam nukleat. Susu kambing adalah sumber Ca dan asam amino triptofan dan zat gizi lain yang sangat baik. Susu kambing tidak mengandung protein yang menyebabkan alergi seperti yang terdapat pada susu sapi serta mengandung olisakarida yang berperan sebagai anti-inflamasi Mateljan 2008. Menurut Thai Agricultural Standard 2008 susu kambing segar adalah susu segar yang diperoleh dari induk kambing Capra spp. tidak kurang dari 3 hari setelah kelahiran. Susu harus tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen lain. Tidak boleh mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Susu harus tidak mengandung kolostrum. Klasifikasi susu kambing berdasarkan mutu digolongkan berdasarkan total mikroba, jumlah sel somatik ambing, kandungan lemak dan bahan kering, dengan ketentuan parameter tersebut digunakan sebagai kriteria untuk pemasaran susu kambing segar. Penggolongan mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi mutu susu kambing segar berdasarkan karakteristiknya Karakteristik Kelas Premium Baik Standar 1. Total Mikroba cfuml 5 x 10 4 5 x 10 4 - 10 5 10 5 - 2 x 10 5 2. Sel Somatik selml 7 x 10 5 7 x 10 5 - 10 6 10 6 - 1,5 x 10 6 3. Protein 3.7 3.4 – 3.7 3.1 – 3.4 4. Lemak 4 3.5 – 4 3.25 – 3.5 5. Total Solid 13 12 – 13 11.7 - 12 Thai Agricultural Standard 2008 menetapkan beberapa syarat untuk susu kambing segar, yaitu syarat secara umum dan pengelompokan berdasarkan mutu. Syarat umum yaitu: normal, bersih dan berwarna putih atau krem, flavor normal tanpa bahan asing dan pencampuran, ketika diuji dengan uji alkohol untuk mengamati reaksi antara susu kambing segar dengan etil alkohol, endapan atau gumpalan harus hanya sedikit dan berukuran kecil, pH harus diantara 6.5 – 6.8, berat kering tanpa lemak tidak boleh kurang dari 8.25 , titik beku tidak boleh di atas – 0.530 o C, berat jenis harus tidak kurang dari 1.028 pada suhu 20 o C, perubahan warna metilen blue harus lebih dari 4 jam, perubahan warna resazurin pada satu jam pertama tidak kurang dari skala 4.5. Mentega Mentega berdasarkan SNI01-3744-1995 DSN, 1995 adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya dengan atau tanpa penambahan garam NaCl atau bahan lain yang diizinkan dan maksimal mengandung 80 lemak susu. Spreer 1998 menyatakan, mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18 air terdispersi didalam 80 lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi emulsifier. Mentega merupakan lemak makanan dengan flavor dan cita rasa yang enak dan khas. Ciri khas ini pada dasarnya merupakan komposisi alami dari lemak susu yang dihasilkan melalui proses biokimia. Mentega mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh 90 karena kemampuan mentega mencair yang mendekati temperatur tubuh. Mentega mengandung vitamin yang dapat larut dalam lemak, terutama vitamin A. Apabila ditinjau dari segi kesehatan maka kandungan kolesterol yang terdapat pada mentega sering menjadi perhatian utama, namun berdasarkan teori lipid belum ada bukti yang nyata dari hubungan antara kolesterol makanan dan kolesterol serum dibentuk pada tubuh saat mencapai 1000mghari. Proses pembuatan mentega melalui tahapan utama separasi krim, churning dan kneading. Mentega diperoleh dari krim melalui proses agitasi yang disebut churning. Krim diaduk dan dikocok sehingga menghancurkan membran yang menyelubungi butir-butir lemak. Gumpalan-gumpalan lemak susu dipisahkan dari bagian lain dan dicuci dengan air dingin beberapa kali untuk menghilangkan buttermilk hasil ikutannya. Working atau kneading dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan air yang tersisa dalam lemak butter fat susu. Mentega biasanya diberi garam dengan jumlah sekitar dua setengah persen untuk meningkatkan citarasa dan sebagai pengawet Winarno Fernande 2007. Menurut Hettinga 2005, mentega adalah salah satu bentuk pengawetan komponen lemak susu. Karakteristik tekstur mentega secara signifikan tergantung pada komposisi lemak susu dan metode pembuatannya. Jika komposisi kimia dari lemak mentega diketahui, maka akan memudahkan untuk memilih parameter teknologi yang tepat pada pembuatan mentega guna memperbaiki teksturnya. Hal ini penting dilakukan pada industri pembuatan mentega guna menghasilkan produk mentega dengan karakteristik yang konstan dan mengendalikan parameter pembuatan mentega. Lemak susu memiliki komposisi asam lemak yang cukup komplek. Trigliserida merupakan komponen yang paling banyak mendominasi lemak susu yaitu sebesar 98 dengan sejumlah kecil digliserida, monogliserida dan asam lemak bebas. Komponen lainnya yang terdapat dalam lemak susu yaitu fosfolipid, sterol kolesterol serta sejumlah kecil vitamin yang larut dalam lemak terutama A, D dan E, antioksidan tokoferol, pigmen karoten dan komponen rasa lakton, aldehid dan keton. Asam lemak adalah asam monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di alam sebagai ester di dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap yang terdapat dalam lemak dapat berada dalam dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami biasanya berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Stuktur asam lemak pada mentega belum dipahami dengan jelas, diperkirakan terdapat 400 jenis asam lemak yang ditemukan didalam lemak susu dengan jumlah atom karbon C 2 hingga C 28 , termasuk asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil, jenuh, tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda, cis dan trans, linear dan bercabang, dan berbagai keto-dan asam lemak hidroksi Collomb et al. 2002. Sekitar 20 asam lemak merupakan komponen utama dalam pembentukan lemak susu dan sisanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, sedangkan pada mentega hanya sekitar 15 asam lemak utama yang dipertimbangkan Hettinga 2005. Gen Growth Hormon GH Hormon pertumbuhan atau growth hormone GH merupakan hormon anabolik yang disintesis dan disekresikan oleh sel somatotrof pada lobus anterior pituitari Ayuk Stephard 2006. Protein GH terdiri atas 191 asam amino, dengan berat molekul 22 kDa Frago Chowen 2005. Sintesis dan sekresi protein tersebut dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin Ardiyanti et al. 2009. Protein ini memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan longitudinal pascanatal, pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, metabolism lipid a , protein dan karbohidrat. Pada ternak ruminansia, GH berperan dalam pengaturan perkembangan kelenjar mamae Akers 2002. Protein GH disandikan oleh gen GH yang terletak pada kromosom 18 dengan panjang sekitar 200 bp yang tersusun atas lima ekson dan empat intron. Gen GH telah digunakan secara luas sebagai penanda pada beberapa spesies ternak seperti sapi Bos taurus dan Bos indicus Zhou et al. 2005 dan kambing Capra hircus Boutinaud et al. 2003. Keragaman gen GH pada kambing Algarvia Portugis yang diidentifikasikan dengan metode single strand conformation polymorphism SSCP berhubungan dengan sifat produksi, lemak dan protein susu Boutinaud et al. 2003. Mekanisme Kerja Growth Hormone GH Growth hormone yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari pertama-tama mengalir melalui pembuluh darah menuju ke organ hati. GH di dalam hati diubah menjadi IGF-1 Insulinlike Growth Factor 1, melalui peredaran darah bersama aliran nutrien, IGF-1 dialirkan ke seluruh organ-organ yang ada di tubuh ternak. IGF-1 inilah yang bertanggung jawab untuk memelihara seluruh organ-organ di dalam tubuh manusia. Gen GH penting untuk pertumbuhan setelah kelahiran dan metabolisme normal karbohidrat, lemak, nitrogen serta mineral. Growth hormone tidak bekerja secara langsung dalam mempengaruhi pertumbuhan, tetapi melalui perantaraan suatu peptida yang disebut somatomedin IGF I dan IGF II yang produksinya diinduksi oleh growth hormone. Somatomedin yang produksi utamanya di hati ini dipengaruhi juga oleh usia dan keadaan nutrisi ternak. Somatomedin inilah yang akan berikatan dengan reseptor-reseptor dalam sel tubuh guna merangsang pertumbuhan melalui:

1. Sintesis protein. Hormon pertumbuhan akan meningkatkan produksi

protein dan transportasinya ke sel-sel otot sehingga merangsang pertumbuhan otot dan jaringan pada umumnya.

2. Metabolisme karbohidrat. Hormon pertumbuhan memiliki efek

antagonis terhadap insulin , sehingga meningkatkan kadar gula dalam