48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. TEPUNG UBI GARUT, UBI JALAR, SPF DAN COOKIES
Tepung  ubi  garut  yang  dihasilkan  berwarna  putih  dengan  rendemen  rata- rata  sebesar  22.62  Lampiran  5.  Tepung  ubi  jalar  yang  dihasilkan  berwarna
putih  dengan  rendemen  rata-rata  sebesar  29.71  Lampiran  6  dan  kadar  air 4.98.  Hasil  analisa  proksimat  tepung  ubi  garut  dapat  dilihat  pada  Tabel  6.
Komposisi kimia tepung SPF yang diperoleh dari Seafast Center SPF dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Komposisi kimia tepung ubi garut
Komposisi Protein
8.50 Lemak
4.04 Serat
3.18 Air
7.13 Mineral
3.19 Karbohidrat
73.96
Tabel 7 Komposisi kimia tepung SPF
Komposisi Protein
10.08 Lemak
5.66 Serat
8.52 Air
2.84 Mineral
2.84 Karbohidrat
78.58
Dari 280 g tepung ubi garutubi jalar, 180 g mentega Blue Band
TM
, 80 g sukrosa dan 2 butir kuning telur, berat cookies ubi garut yang diperoleh sebanyak
510  g,  sedangkan  berat  cookies  ubi  jalar  sebanyak  518  g.  Meskipun  formulasi cookies
yang  digunakan  sama  namun  rendemen  cookies  ubi  garut  lebih  kecil dibandingkan  dengan  cookies  ubi  jalar.  Hal ini  dikarenakan  kadar  air  tepung  ubi
garut  7.13  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  kadar  air  tepung  ubi  jalar 4.98.
49
B.  POTENSI PREBIOTIK COOKIES UBI GARUT SECARA IN VITRO 1.
Pertumbuhan BAL dalam Media yang Mengandung Ekstrak Cookies Ubi Ubi Garut
Jenis  BAL  yang  digunakan  dalam  pengujian  ini  adalah  L.casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1, B. bifidum dan
B.  longum. Dari  hasil  uji  pertumbuhan  BAL  dalam  media  yang  mengandung
ekstrak  ubi  garut  dan  cookies  ubi  garut  dapat  dilihat  bahwa  keenam  jenis  BAL yang  digunakan  dapat  memanfaatkan  ekstrak  ubi  garut  dan  cookies  ubi  garut
sebagai  sumber  gula  Gambar  12.  Dengan  kromatografi  kertas  terhadap  ekstrak ubi  garut,  Krisnayudha  2007  berhasil  mengidentifikasi  rafinosa,  oligofruktosa,
sukrosa,  glukosa  dan  fruktosa.  Disamping  itu  ditunjukkan  pula  bahwa  dalam media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut,  L.  casei  Rhamnosus  dapat  tumbuh
lebih  baik,  daripada  Lactobacillus  G3,  F1,  B.  bifidum  dan  B.longum.  Penelitian yang  dilakukan  oleh  Suryadjaja  2005,  menunjukkan  bahwa  pertumbuhan  BAL
L.  casei  Rhamnosus,  L.  casei  Shirota,  Lactobacillus  F1  dan  G3  dalam  media yang  mengandung  glukosa  atau  fruktosa  lebih  baik  dibandingkan  dengan  media
yang  mengandung  sukrosa,  rafinosa  dan  maltosa.  Glukosa  dan  fruktosa merupakan  golongan  gula  sederhana  yang  tidak  berikatan  dengan  gugus  lainnya
dan  tidak  memiliki  ikatan  glikosidik  sehingga  BAL  tidak  menemukan  kesulitan dalam menggunakan glukosa sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya.
Gambar  12  menunjukkan  bahwa  pertumbuhan  BAL  uji  yang  digunakan lebih baik dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dibandingkan dalam
media yang mengandung ekstrak cookies ubi garut. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian  Krisnayudha  2007,  yang  menunjukkan  bahwa  pertumbuhan
Lactobacillus G3  pada  ekstrak  ubi  garut  hasil  olahan  pengukusan  dan
pemanggangan  tepung  ubi  garut  lebih  baik  dibandingkan  dalam  ekstrak  tepung ubi  garut  non  olahan.  Perbedaan  tersebut  kemungkinan  dikarenakan  dalam
pembuatan  cookies  ubi  garut  ditambahkan  sukrosa  sebanyak  30  dari  berat adonan.    Adanya  gula  yang  relatif  tinggi,  protein  yang  berasal  dari  telur  dan
dilakukan  proses  pemanggangan  pada  suhu  150 C  terhadap  cookies  ubi  garut
dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard pada sebagian gula, sehingga gula sederhana  yang  sudah  mengalami  reaksi  Maillard  tidak  dapat  digunakan  oleh
50
BAL.  Menurut  Winarno  1989,  reaksi  Maillard  adalah  reaksi-reaksi  karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Menurut Belitz dan
7.2 7.2
7.3 7.1
9.7 8.2
9.0 7.9
2.6 1.0
1.7 0.8
2 4
6 8
10 12
Ubi garut  Cookies  Glukosa  Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
a
7.8 7.7
7.8 7.8
9.3 8.9
8.9 8.2
1.5 1.2
1.1 0.5
2 4
6 8
10 12
Ubi garut  Cookies  Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
b
7.9 7.9
7.9 7.7
9.5 9.2
9.1 8.6
1.6 1.3
1.3 0.9
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies  Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
c
8.2 8.1
8.2 8.1
9.9 9.0
9.2 8.8
1.7 0.9
1.0 0.7
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies
Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
d
8.1 7.6
7.4 7.1
8.9 8.4
9.1 8.0
0.8 0.8
1.7 1.0
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies
Glukosa Kontrol
Jenis gula J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
Kenaikan
e
7.7 7.8
8.1 7.7
8.9 8.9
8.4 8.6
1.1 0.4
0.9 1.2
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies
Glukosa Kontrol
Jenis gula J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
Kenaikan
f
Gambar  12  Pertumbuhan  BAL  dalam  ekstrak  ubi  garut  segar  dan  cookies ubi  garut:  a  L.  casei  Rhamnosus,  b  L.  casei  Shirota,
c  Lactobacillus  F1,  d  Lactobacillus  G3,  e  B.  longum, f B. bifidum.
51
Grosch  1987  menyatakan  bahwa  hasil  reaksi  Maillard  menghasilkan  pigmen berwarna  coklat,  yang  dikenal  sebagai  melanoidin.  Dalam  reaksi  Maillard  akan
dihasilkan  beberapa  komponen,  yaitu  :  1  4-hydroxy-5-methyl-2,3-dihidrofuran, 2  methylene  reductonic  acid  dan  dihydro- -pyrone,  3  maltol  dari  disakarida
dan dihydropyranone dari monosakarida. Kenaikan  jumlah  BAL  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut
berturut-turut  adalah  2.6  log  cfuml  L.  casei  Rhamnosus,  1.7  log  cfuml Lactobacillus  G3,  1.6  log  cfuml  Lactobacillus  F1,  1.5  log  cfuml  L.  casei
Shirota,  1.2  log  cfuml    B.  bifidum,  0.8  log  cfuml  B.  longum.  Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pertumbuhan genus Lactobacillus lebih baik daripada
pertumbuhan genus Bifidobacterium sp  didalam media yang mengandung ekstrak ubi  garut.  Hal  ini  disebabkan  genus  Lactobacillus  sp  cenderung  lebih  mudah
menggunakan gula-gula sederhana yang terdapat dalam ekstrak ubi garut daripada genus  Bifidobacterium  sp.  Adanya    gula-gula  sederhana  dan  kandungan
oligosakarida  yang  relatif  sedikit  dalam  ekstrak  ubi  garut,  maka  Lactobacillus akan lebih mudah menggunakan gula-gula sederhana dibandingkan oligosakarida
untuk  mendukung  pertumbuhannya.  Batt  1999
b
mengemukakan  bahwa  bakteri dari  genus  Lactobacillus  dapat  tumbuh  dengan  baik  pada  media  yang  kaya  akan
molekul  kompleks  dengan  nutrisi  berupa  gula-gula  sederhana  seperti  xylose  dan ribose  karena  Lactobacillus  dapat  langsung  menggunakannya  sebagai  sumber
karbon.
Kelompok  Bifidobacterium  yang  digunakan  menunjukkan  tingkat pertumbuhan  yang  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  kelompok  Lactobacillus,
hal  ini  dikarenakan  beberapa  genus  Bifidobacterium  dikategorikan  slow  grower, yaitu  genus  bakteri  dengan  laju  pertumbuhan  yang  lambat  bila  dibandingkan
dengan bakteri-bakteri
lainnya. Dallas
1999, menyatakan
bahwa Bifidobacterium
di dalam  usus  besar  berkembang  tidak  secepat  bakteri  lain  pada umumnya. Pertumbuhan B. bifidum dalam media yang mengandung glukosa lebih
rendah  dibandingkan  dengan  B.  longum.  Menurut  Petuely  1930  dan  Gyorgy 1953  diacu  dalam  Ballongue  2004,  B.  bifidum  kurang  baik  dalam
memanfaatkan glukosa sebagai sumber gula. B. bifidum akan tumbuh dengan baik ketika terdapat gula-gula yang menyerupai gula-gula yang terdapat dalam susu ibu
52
ASI. ASI mengandung laktoferin, laktulosa dan kandungan laktose yang tinggi. Jumlah  BAL  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  dan  cookies  ubi
garut dapat dilihat pada Lampiran 8.
Berdasarkan  hasil  pengujian terhadap  pertumbuhan  BAL  uji  pada ekstrak ubi  garut  menunjukkan  bahwa  L.  casei  Rhamnosus  tumbuh  paling  baik  dalam
media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut,  oleh  karena  itu  jenis  BAL  yang digunakan  dalam  pengujian  potensi  prebiotik  ekstrak  ubi  garut  secara  in  vivo
adalah L. casei Rhamnosus.
2.  Kompetisi Bakteri Patogen dengan BAL dalam Media yang Mengandung Ekstrak Ubi Garut
Pengujian  kompetisi  bakteri  patogen  dengan  BAL  bertujuan  untuk  melihat kemampuan BAL L. casei Rhamnosus dalam menghambat pertumbuhan bakteri
patogen  dengan  memanfaatkan  ekstrak  ubi  garut  sebagai  sumber  gula.  Bakteri patogen  yang  digunakan  adalah  E.  coli,  B.  cereus    dan  Salmonella  sp.  Jumlah
E.coli pada  uji  kompetisi  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam  media  yang
mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil uji kompetisi antara bakteri E. coli dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung
ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah E. coli
sampai 1.5 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam dan 1.9 log cfuml setelah  diinkubasi  48  jam.  Sedangkan  pada  kontrol  pertumbuhan  E.coli  dalam
media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  meningkatkan  jumlah  E.coli  sampai 4.9  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama  24  jam  dan  0,3  log  cfuml  setelah
inkubasi    48  jam.  Hal  ini  menunjukkan  ekstrak  ubi  garut  dapat  pula  mendukung pertumbuhan  E.  coli    karena    bakteri  tersebut  dapat  memanfaatkan  ekstrak  ubi
garut sebagai sumber gula. Pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa gula-gula Tabel  8  Kenaikan  atau  penurunan  jumlah  E.  coli  pada  uji  kompetisi  dengan
L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
Perlakuan Jumlah E. coli log cfuml
Pada inkubasi hari ke- Kenaikan penurunan
E. coli log cfuml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak garut + E. coli 4.0
8.9 9.2
4.9 0.3
Kompetisi Ekstrak garut+ E. coli +L.caseiRhamnosus
4.0 8.0
0.7 4.0
-3.2
53
sederhana  glukosa, fruktosa  dan  sukrosa  yang terdapat  dalam  ekstrak  ubi  garut lebih    mudah  dimanfaatkan  oleh  L.  casei  Rhamnosus  maupun  E.  coli.  Tabel  8
menunjukkan  kenaikan  atau  penurunan  E.  coli  setelah  dikompetisikan  dengan L.casei
Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut.  Hasil lengkap  pengamatan  jumlah  E.  coli  pada  uji  kompetisi  bakteri  patogen  dengan
BAL  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  dapat  dilihat  pada Lampiran 9.
4.0 4.0
8.9 8.0
9.2
0.7 2
4 6
8 10
12
Kontrol + E. coli Kompetisi+E.coli+
L.casei Rhamnosus
Perlakuan
J u
m la
h k
o lo
n i
l o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar 13 Jumlah E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
Gambar  14  menunjukkan  jumlah  B.  cereus  pada  uji  kompetisi  dengan L.casei
Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut.  Pada  uji kompetisi antara bakteri B. cereus dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang
mengandung  ekstrak  ubi  garut  menunjukkan  bahwa  L.  casei  Rhamnosus  dapat menekan jumlah B. cereus sampai 1.5 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam
dan  1.9  log  cfuml  setelah  diinkubasi  48  jam.  Sedangkan  pada  kontrol pertumbuhan B.cereus  dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut jumlah
B.cereus meningkat  sampai  3.6  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama  24  jam
maupun  48  jam.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  ekstrak  ubi  garut  dapat  pula mendukung pertumbuhan B. cereus karena  bakteri tersebut dapat memanfaatkan
ekstrak ubi garut sebagai sumber gula. Kenaikan atau penurunan jumlah B. cereus pada  uji  kompetisi  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung
ekstrak  ubi  garut  dapat  dilihat  pada  Tabel  9.  Hasil  lengkap  pengamatan  jumlah
54
B.cereus pada  uji  kompetisi  bakteri  patogen  dengan  BAL  dalam  media  yang
mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 10.
3.4 3.4
7.1
1.9 7.1
1.5 2
4 6
8 10
12
Kontrol+B.cereus Kompetisi + B.cereus +
L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar14 Jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
Tabel  9  Kenaikan  atau  penurunan  jumlah  B.  cereus  pada  uji  kompetisi  dengan L.casei
Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
Perlakuan Jumlah B. cereus log cfuml
Pada inkubasi hari ke- Kenaikan penurunan
B. cereus log cfuml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak garut +B.cereus 3.4
7.1 7.1
3.7 3.6
Kompetisi Ekstrak garut+B.cereus+L.casei Rhamnosus
3.4 1.9
1.5 -1.5
-1.9
Gambar  15  menunjukkan  jumlah  Salmonella  pada  uji  kompetisi  dengan L.casei
Rhamnosus    dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut.  Pada  uji tersebut  menunjukkan  bahwa  L.  casei  Rhamnosus  dapat  menekan  jumlah
Salmonella  sp sampai  3.5  log  cfuml.  Sedangkan  pada  kontrol  pertumbuhan
Salmonella  sp dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  jumlah
Salmonella  sp meningkat  sampai  1.8  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama  24
jam  dan  4.0  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama  48  jam.  Hal  ini  menunjukkan bahwa  Salmonella  sp    mampu  memanfaatkan  ekstrak  ubi  garut  sebagai  sumber
gula.  Hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Vuyst  2005,  menunjukkan  bahwa secara in vitro, beberapa Lactobacillus mampu menghambat  Salmonella enterica
serovar  Typimurium  dan  bakteri  gram  negatif  lainnya  yang  dapat  menyebabkan gastroenteritis
.  Kenaikan  atau  penurunan  jumlah  Salmonella  pada  uji  kompetisi
55
dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut dapat  dilihat  pada  Tabel  10.  Hasil  pengamatan  jumlah  Salmonella  sp  pada  uji
kompetisi  bakteri  patogen  dengan  BAL  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.9 9.0
2.5 9.1
0.4 4.0
2 4
6 8
10 12
Kontrol + Salmonella Kompetisi+Salmonella+
L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar15 Jumlah Salmonella sp yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
Tabel  10  Kenaikan  atau  penurunan  jumlah  Salmonella  sp  pada  uji  kompetisi dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak
ubi garut
Perlakuan Jumlah Salmonella sp
log cfuml Pada inkubasi hari ke-
Kenaikan penurunan Salmonella sp
log cfuml H0
0 jam H1
24 jam H2
48 jam Setelah
24 jam Setelah
48jam Kontrol Ekstrak
garut+Salmonella 4.0
9.0 9.1
4.9 5.0
Kompetisi Ekstrak garut+Salmonella+rhamnosus
3.9 2.5
0.4 -1.4
-3.5
Pertumbuhan  L.  casei  Rhamnosus  yang  dikompetisikan  dengan  bakteri patogen  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  dapat  dilihat  pada
Gambar 16. Pada uji kompetisi antara bakteri E. coli  dengan L. casei Rhamnosus dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  menunjukkan  bahwa  jumlah
BAL  setelah  diinkubasi  24  jam  naik  0.4  log  cfuml dan  tidak  terjadi  kenaikan
setelah  diinkubasi  48  jam.  Hasil  uji  kompetisi  antara  bakteri  Salmonella  sp dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
56
8.3 8.2
8.4 8.6
8.2 8.2
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.casei Rhamnosus
Kompetisi+E.coli+L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
a
8.3 8.4
8.4 8.4
8.2 8.2
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.casei Rhamnosus
Kompetisi+Salmonella +L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
b
8.3 8.3
8.4 8.3
8.2 8.0
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.cas ei Rhamnosus
Kompetisi+B.cereus +L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
c Gambar 16 Pertumbuhan L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri
patogen: E. coli, b Salmonella sp, c B. cereus pada media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
menunjukkan  jumlah  BAL  setelah  inkubasi  24  jam  tidak  terjadi  kenaikan  dan setelah  inkubasi  48  jam  terjadi  penurunan  0.2  log  cfuml.  Hal  yang  sama  terjadi
pula pada hasil uji kompetisi antara bakteri B. cereus  dengan L. casei Rhamnosus dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  ubi  garut  menunjukkan  bahwa  jumlah
BAL setelah inkubasi 24 jam juga tidak terjadi kenaikan dan setelah inkubasi 48 jam  terjadi  penurunan  0.3  log  cfuml.  Hasil  pengamatan  jumlah  BAL  pada  uji
57
kompetisi  bakteri  patogen  dengan  BAL  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 12.
Penurunan  jumlah  patogen  E.  coli,  B.  cereus  dan  Salmonella  yang dikompetisikan  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dikarenakan  L.  casei  Rhamnosus
mampu  berkompetisi  dengan  patogen  untuk  mengambil  substrat  dan menghasilkan  asam  laktat.    Hal  ini  juga  didukung  oleh  beberapa  penelitian  yang
menunjukkan bahwa BAL mampu menghasilkan asam-asam organik sebagai hasil fermentasi  gula  seperti  asam  asetat  dan  laktat  Scheinbach  1998,  Makinen  dan
Bigret 2004, asam propionat, diasetil, reuterin Ouwehand dan Vesterlund 2004. Asam laktat dan asetat dapat menghambat bakteri lain patogen sedangkan asam
propionat lebih baik dalam menghambat pertumbuhan yeast dan kapang. Senyawa penghambat  lainnya  yang  dihasilkan  BAL  dalam  jumlah  kecil    adalah  hidrogen
peroksida  Scheinbach  1998,  Ouwehand  dan  Vesterlund  2004,  diasetil  dan reuterin  Ouwehand  dan  Vesterlund  2004,  bakteriosin  Ouwehand  dan
Vesterlund  2004,  Scheinbach  1998,  Makinen  dan  Bigret  2004.  Proses penghambatan yang dilakukan oleh bakteri-bakteri baik terhadap bakteri patogen
dengan  melakukan    kompetisi  untuk  mengambil  substrat  atau  sumber  nutrisi Scheinbach  1998  dan  alterasi  pH  Makinen  dan  Bigret  2004.  Kelompok
Lactobacilli dapat  mengurangi  konstipasi  dan  diare,  membantu  meningkatkan
pertahanan terhadap serangan Salmonella, mencegah diare bawaan atau traveller’s diarrhea Manning et al. 2004.
Berdasarkan hasil uji kompetisi menunjukkan  bahwa L. casei Rhamnosus mampu berkompetisi dengan patogen Salmonella sp, E. coli dan B. cereus untuk
mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat merupakan salah satu  asam  lemah  dan  sebagai    asam  organik  yang  merupakan  hasil  fermentasi
gula. Asam laktat memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, hal  ini  dibuktikan  dengan  terjadinya  penurunan  jumlah  patogen  Salmonella  sp,
E.coli dan B. cereus. Mekanisme penghambatan pertumbuhan patogen oleh asam
lemah  dikarenakan  terjadinya  akumulasi  anion  dalam  sel  akan  menghambat pertumbuhan mikroba karena kecepatan sintesa makromolekul  menurun Eklund
1980,  1985  dan  Russell  1992  diacu  dalam  Ouwehand  dan  Vesterlund  2004. Asam  lemah  yang  tidak  terdissosiasi  bersifat  lebih  toksik  dibandingkan  dalam
58
bentuk  terdissosiasi  sehingga  dapat  menghambat  pertumbuhan  mikroba.  Asam lemah  yang  tidak  terdissosiasi  mampu  menembus  dinding  sel  mikroba  karena
asam tersebut larut dalam lemak. Di dalam sel mikroba yang memiliki pH netral,
maka  asam  organik  terdissosiasiterurai  menjadi  RCOO
-
dan  H
+
Padan  et  al. 1981 dan Slonczewski et al. 1981 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004.
Lepasnya proton dalam sitoplasma menyebabkan pH di dalam sel turun sehingga terjadi  pH  gradien  akibatnya  pertumbuhan  mikroba  terhambat.  Menurut  Eklund
1985  diacu  dalam  Ouwehand  dan  Vesterlund  2004,  menyatakan  bahwa penghambatan  pertumbuhan  mikroba  bukan  karena  adanya  pelepasan  proton
melainkan terjadinya akumulasi anion dalam sel.
Dari  ketiga  jenis  patogen  yang  digunakan  dalam  uji  kompetisi  dengan L.  casei
Rhamnosus  menunjukkan  bahwa  penurunan  jumlah  B.cereus  paling rendah  dibandingkan  dengan  penurunan  jumlah  E.  coli  dan  Salmonella.  Hal  ini
dikarenakan    B.cereus  merupakan  bakteri  yang  membentuk  spora  sehingga  lebih tahan  dibandingkan  E.  coli  dan  Salmonella.  Todar  2005  menyatakan  bahwa
B.cereus merupakan  spesies  yang  membentuk  spora  ellipsoid.  Pada  saat
kandungan  nutrisi  dalam  media  berkurang  maka  bakteri  ini  akan  membentuk endospora  yang  lebih  tahan  terhadap  bahan  kimia.  Sedangkan  pertumbuhan
L.casei Rhamnosus  yang  dikompetisikan  dengan  patogen  menunjukkan  bahwa
L.casei Rhamnosus masih dapat tumbuh dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa
L.  casei Rhamnosus  mampu  bersaing  dengan  patogen  untuk  mengambil  substrat
atau sumber nutrisi.
C.  POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI GARUT SECARA IN VIVO
Dalam  pengujian  potensi  prebiotik  ekstrak  ubi  garut  secara  in  vivo, digunakan  L.  casei  Rhamnosus  sebagai  probiotik,  dan  kombinasi  pemberian
ekstrak ubi garut dengan  L. casei Rhamnosus sebagai sinbiotik. Jumlah L. casei Rhamnosus  yang  diberikan  sebesar  10
10
sel.  Pemilihan  L.  casei  Rhamnosus sebagai probiotik karena bakteri ini dapat tumbuh paling baik dalam media  yang
mengandung  ekstrak  ubi  garut  Gambar  12.  Jumlah  ekstrak  ubi  garut  yang diberikan sebanyak 0.26 mltikushari dengan konsentrasi ekstrak  20.34  TPT.
Jumlah    ransum  yang  dikonsumsihariekor  tikus  sebesar  15  g.  Perhitungan
59
komposisi  ransum  standar  yang  diberikan  dapat  dilihat  pada  Lampiran  1.  Data pengamatan  dan  perhitungan  jumlah  L.  casei  Rhamnosus  yang  diberikan  dapat
dilihat pada Lampiran 13. Perhitungan jumlah ekstrak ubi garut untuk sonde pada pengujian  potensi  prebiotik  ekstrak  ubi  garut  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dapat
dilihat  pada  Lampiran  14.  Berat  badan  tikus  ditimbang  setiap  dua  hari  sekali
Lampiran 15. Keadaan Tikus Selama Penelitian. Sebanyak dua puluh empat ekor tikus
dibagi  ke  dalam  empat  kelompok,  sehingga  setiap  kelompok  terdiri  dari  enam ekor  tikus.  Grafik  peningkatan  berat  badan  tikus  tersebut  dapat  dilihat  pada
Gambar  17.  Selama  penelitian  baik  kontrol,  perlakuan  prebiotik,  probiotik maupun  sinbiotik  secara  umum  menunjukkan  berat  badan  tikus  mengalami
kenaikan.  Total  peningkatan  berat  badan  masing-masing  kelompok  diukur  dari selisih antara rata-rata berat badan tikus pada akhir masa penelitian  dengan awal
penelitian.  Kelompok  kontrol  mengalami  peningkatan  sebesar  40.8  g,  kelompok prebiotik  garut  mengalami  peningkatan  sebanyak  43.7  g,  kelompok  probiotik
meningkat  berat  badannya  sebanyak  50  g  dan  kelompok  sinbiotik  meningkat sebanyak  52.8  g.  Peningkatan  berat  badan  tertinggi  terjadi  pada  kelompok
sinbiotik,  sedangkan  peningkatan  terendah  terjadi  pada  kelompok  kontrol. Peningkatan  berat  badan  tikus  menunjukkan  bahwa  tikus  dalam  kondisi  sehat
selama penelitian. Berdasarkan  peningkatan  berat  badan  tikus
selama  penelitian, menunjukkan  bahwa  pemberian  perlakuan  dapat  meningkatkan  berat  badan  tikus
secara  nyata  dibandingkan  dengan  kontrol.  Kenaikan  berat  badan  tikus  pada perlakuan prebiotik ekstrak ubi garut tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
kontrol. Sedangkan kenaikan berat badan tikus pada perlakuan probiotik suspensi L. casei
Rhamnosus maupun sinbiotik campuran ekstrak ubi garut dan suspensi L.  casei
Rhamnosus  mengalami  kenaikan  secara  nyata  dibandingkan  dengan kontrol.  Kenaikan  berat  badan  tikus  untuk  perlakuan  prebiotik  dibandingkan
dengan  perlakuan  probiotik  tidak  berbeda  nyata,  akan  tetapi  berbeda  nyata  bila dibandingkan  dengan  perlakuan  sinbiotik.  Kenaikan  berat  badan  tikus  untuk
perlakuan probiotik dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata. Analisis  ragam  peningkatan  berat  badan  tikus  pada  pengujian  potensi  prebiotik
60
ekstrak  ubi  garut  secara  in  vivo  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dituangkan  dalam Lampiran 16.
150 200
250
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
21 23
25 27
29 31
Pemeliharaan hari ke- B
er a
t b
a d
a n
t ik
u s
g ra
m
Rata2 Kontrol Rata2 Prebiotik garut
Rata2 Probiotik Rata2 Sinbiotik garut
Gambar 17 Peningkatan berat badan tikus ekstrak ubi garut dengan
L. casei Rhamnosus.
Pengaruh  Perlakuan  Terhadap  Jumlah  Total  Mikroba  Feses  Tikus.
Dibandingkan  dengan  kontrol,  jumlah  total  mikroba  feses  pada  kelompok probiotik  dan  sinbiotik  selama  dilakukan  penelitian  mengalami  kenaikan  secara
nyata  sampai  H1  pasca  perlakuan  kemudian  mengalami  penurunan  jumlah  total mikroba  feses  secara  nyata  ketika  pemberian  perlakuan  dihentikan.  Begitu  pula
pada perlakuan prebiotik, pola perubahan jumlah total mikroba feses sama dengan perlakuan  probiotik  dan  sinbiotik,  meskipun  bila  dibandingkan  dengan  kontrol
perubahan  jumlah  total  mikroba  feses  tidak  berbeda  nyata.  Sedangkan  pada perlakuan  kontrol  perubahan  jumlah  total  mikroba  naik  turun  dari  waktu  ke
waktu, meskipun kenaikan atau penurunannya antara 0.1 - 0.2 log cfug. Mikroba  yang  berkontribusi  dalam  perhitungan  jumlah  total  mikroba
merupakan  mikroflora  normal  usus  seperti  Enterococcus,  Enterobacteriaceae termasuk  E.  coli,  Lactococcus,  Leuconostoc  dan  Lactobacillus.  Grafik
perubahan jumlah total mikroba feses keempat kelompok tikus dapat dilihat pada Gambar 18. Sebelum perlakuan seluruh kelompok memiliki jumlah total mikroba
yang  relatif  sama,  yaitu  antara  8.7  -  8.9  log  cfug.  Pada  perlakuan  probiotik  dan
61
sinbiotik,  terjadi  peningkatan  jumlah  total  mikroba  selama  perlakuan  sampai  H1 pasca perlakuan. Peningkatan jumlah total mikroba diduga karena pada perlakuan
7 8
9 10
11 12
H0 H1 H5
H5 H10
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g
Kontrol Prebiotik
Probiotik Sinbiotik
Perlakuan Pasca Perlakuan
H10 H1
Gambar 18 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik ekstrak ubi garut, c Probiotik
L.casei Rhamnosus, d Sinbiotik ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus.
tersebut  tikus  diberi  suspensi  L.  casei  Rhamnosus  BAL.  BAL  bersama-sama mikroflora  usus  dapat  memfermentasi  oligosakarida  yang  terdapat  dalam  ekstrak
ubi  garut  tersebut  dan  dapat  berkolonisasi  sehingga  jumlah  total  mikroba  feses naik.  Hasil  pengamatan  perubahanjumlah  total  mikroba  feses  pada  pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran  17.  Analisis  ragam  perubahan  jumlah  total  mikroba  feses  pada
pengujian  potensi  prebiotik  ekstrak  ubi  garut  secara  in  vivo  dengan  L.  casei Rhamnosus dapat dilihat pada  Lampiran 18.
Pengaruh  Perlakuan  Terhadap  Jumlah  BAL  Feses  Tikus.  Grafik
perubahan  jumlah  BAL  feses  keempat  kelompok  tikus  selama  penelitian  dapat dilihat  pada  Gambar  19.  Perubahan  jumlah  BAL  tidak  selalu  diikuti  dengan
62
perubahan  jumlah  total  mikroba.  Hal  tersebut  dapat  disebabkan  karena  populasi mikroba dalam feses tikus tidak hanya terdiri dari BAL saja. Berdasarkan Gambar
19,  pada  hari  ke-0  sebelum  pemberian  perlakuan,  kandungan  BAL  dalam  feses untuk kelompok kontrol  8.7 log cfug, sedangkan kelompok prebiotik, probiotik
dan sinbiotik 8.3 log cfug. Pada H-1 perlakuan terjadi peningkatan jumlah BAL feses,  untuk  kelompok  kontrol  dan  prebiotik  sebesar  0.1  log  cfug,  kelompok
probiotik sebesar 0.4 log cfug dan kelompok sinbiotik sebesar 0.8 log cfug. Selama  masa  perlakuan  jumlah  BAL  feses  pada  kelompok  probiotik  dan
sinbiotik  mengalami  peningkatan  secara  nyata  dibandingkan  dengan  kelompok kontrol  dan  prebiotik,  akan  tetapi  ketika  pemberian  perlakuan  dihentikan  jumlah
BAL feses mengalami penurunan secara nyata. Data ini juga menunjukkan bahwa L.  casei
Rhamnosus  mampu  bertahan  pada  kondisi  ekstrim  saluran  pencernaan dan  dapat  mencapai  usus.  Dibandingkan  dengan  kelompok  kontrol,  kelompok
prebiotik  mengalami  kenaikan  jumlah  BAL  feses  secara  nyata  selama  masa perlakuan, namun jumlah BAL feses menurun ketika pemberian perlakuan
6 7
8 9
10 11
12
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g Kontrol
Prebiotik Probiotik
Sinbiotik
Perlakuan Pasca perlakuan
H0  H1 H5
H1 H10
H5 H10
Gambar 19 Perubahan jumlah BAL dalam feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik ekstrak ubi garut, c Probiotik
L.casei   Rhamnosus, d Sinbiotik ekstrak ubi garut dan L.casei
Rhamnosus.
63
dihentikan.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  pemberian  prebiotik  ekstrak  ubi  garut dapat menaikkan jumlah BAL pada saluran pencernaan, dan kenaikan lebih nyata
bila  ekstrak  ubi  garut  diberikan  bersama-sama  dengan  L.  casei  Rhamnosus sinbiotik.  Menurut  Surono  2004,  pola  diet  dapat  mempengaruhi  komposisi
bakteri  dalam  usus  dan  penelitian  membuktikan  bahwa  populasi  bakteri  jahat dalam  tinja  pengkonsumsi  makanan  tinggi  lemak  dan  protein  tetapi  rendah  serat
akan  lebih  tinggi  dibandingkan  konsumen  yang  mengkonsumsi  lebih  banyak sayuran.  Menurut  Gibson  2004,  adanya  prebiotik  menyebabkan  sebagian
komposisi  flora  usus  berubah  akibat  terjadinya  fermentasi  prebiotik,  termasuk perubahan strain Bifidobacterium spp, Lactobacillus spp, dan bakteri representatif
lainnya  seperti  Bacteroides  spp,  Clostridium  spp  dan  Escherichia  coli. Hasil
pengamatan  perubahan  jumlah  BAL  feses  pada  pengujian  potensi  prebiotik ekstrak  ubi  garut  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dapat  dilihat  pada  Lampiran  19.
Analisis  ragam  perubahan  jumlah  BAL  feses  pada  pengujian  potensi  prebiotik ekstrak  ubi  garut  secara  in  vivo  dengan  L.    casei  Rhamnosus  dapat  dilihat  pada
Lampiran 20. Hasil  penelitian  Krisnayudha  2007,  menunjukkan  ekstrak  ubi  garut
mengandung  glukosa,  fruktosa,  sukrosa,  rafinosa  dan  oligofruktosa.  Adanya rafinosa  dan  oligofruktosa  pada  ekstrak  ubi  garut  maka  ekstrak  ubi  garut  dapat
berfungsi sebagai prebiotik sehingga diduga ekstrak ubi garut dapat menstimulasi bakteri  yang  menguntungkan  dalam  saluran  pencernaan  probiotik.  Laktulosa,
oligofruktosa, galaktooligosakarida,
oligosakarida kedelai,
laktosukrosa, isomaltooligosakarida, glukooligosakarida, xylooligosakarida, dan palatinosa juga
merupakan oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik Manning et al. 2004. Buddington et al. 2002 diacu dalam Manning et al. 2004, menunjukkan  bahwa
tikus yang diberi FOS dan  inulin dapat mencegah masuknya patogen enterik  dan sistemik termasuk E. coli O157:H7 dan Campylobacters maupun tumor inducer.
Gibson  et  al.  2000  didalam  Manning  et  al  2004,  membuktikan  bahwa pemberian FOS, GOS dan laktulosa dalam jangka waktu pendek dapat mengubah
komposisi  mikroflora  usus  dan  meningkatkan  jumlah  Bifidobacteria.  Menurut Bouhnik  et  al.  1996  diacu  dalam    Manning  et  al  2004,  menunjukkan  bahwa
pemberian  FOS  dapat  menurunkan  enzim-enzim  genotoksik  sebagai  akibat  dari
64
meningkatkan jumlah Bifidobacteria. Menurut Manning et al. 2004, pemberian FOS  sebanyak  4  –  8  ghari  dapat  menaikkan  secara  nyata  jumlah  Bifidobacteria
dalam pencernaan manusia. Dengan demikian diduga kenaikan jumlah BAL pada perlakuan prebiotik dan sinbiotik menunjukkan bahwa ekstrak ubi garut memiliki
potensi  sebagai  prebiotik.  Penurunan  BAL  feces  pada  pasca  perlakuan  diduga karena  laju  pertumbuhan  BAL  akan  menurun  ketika  pemberian  perlakuan
dihentikan sehingga jumlah substrat berkurang, akibatnya laju pertumbuhan BAL akan terhambat.
Pengaruh  Perlakuan  Terhadap  Jumlah  E.  coli  Feses  Tikus.  Grafik
perubahan jumlah E.coli keempat kelompok tikus selama penelitian dapat dilihat pada  Gambar  20.  Jumlah  awal  E.coli  feses  tikus  pada  awal  perlakuan  untuk
seluruh  perlakuan  hampir  sama  yaitu  antara  8.4  –  8.6  log  cfug.  Pada  kelompok kontrol jumlah E.coli selama penelitian baik sebelum perlakuan, masa perlakuan
dan pasca perlakuan mengalami peningkatan secara nyata. Dibandingkan dengan
6 7
8 9
10 11
12
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g Kontrol
Prebiotik Probiotik
Sinbiotik
Perlakuan Pasca perlakuan
H0 H1 H5
H10 H1
H5 H10
Gambar 20 Perubahan jumlah E. coli pada feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik ekstrak ubi garut, c Probiotik
L.casei Rhamnosus, d Sinbiotik ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus.
65
kontrol, maka pada kelompok prebiotik, probiotik dan sinbiotik terjadi penurunan jumlah  E.  coli  feses  secara  nyata  selama  masa  perlakuan  sampai  H1  pasca
perlakuan,  dan  naik  kembali  ketika  perlakuan  dihentikan.  Pada  kelompok prebiotik,  selama  masa  perlakuan  sampai  H-1  pasca  perlakuan  terjadi  penurunan
E.  coli sampai  1.4  log  cfug,  setelah  itu  jumlah E.  coli  feses  kembali  naik.  Pada
kelompok  probiotik,  selama  masa  perlakuan  sampai  H-1  pasca  perlakuan  terjadi penurunan  jumlah  E.coli  feses  sampai  1.6  log  cfug,  setelah  itu  jumlah  E.  coli
feses kembali naik. Pada kelompok sinbiotik, selama masa perlakuan sampai H-1 pasca  perlakuan  terjadi  penurunan  jumlah  E.  coli  feses  sampai  1.7  log  cfug,
setelah  itu  jumlah  E.coli  feses  kembali  naik.  Data  lengkap  hasil  pengamatan perubahan jumlah E.coli feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut
dapat  dilihat  pada  Lampiran  21.  Analisis  ragam  perubahan  jumlah  E.coli  feses pada  pengujian  potensi  prebiotik  ekstrak  ubi  garut  secara  in  vivo  dapat  dilihat
pada  Lampiran 22. Penurunan  jumlah  E.  coli  feses  pada  kelompok  prebiotik,  probiotik  dan
sinbiotik  selama  masa  perlakuan  sampai  H-1  pasca  perlakuan  diduga  karena terjadi kenaikan jumlah metabolit BAL seperti asam laktat dan asam asetat yang
dihasilkan  meningkat,  sehingga  pH  usus  menjadi  turun.  Penurunan  pH menyebabkan  pertumbuhan  E.  coli  terhambat.  Asam  laktat  dan  asetat  yang
merupakan  asam  organik  tersebut  dapat  bersifat  anti  mikroba  sehingga pertumbuhan  patogen  seperti  E.  coli  terhambat.  Hal  ini  juga  didukung  oleh  data
pengujian kompetisi antara bakteri patogen E. coli, B. cereus dan Salmonella sp dengan L.casei Rhamnosus yang menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat
menekan  pertumbuhan  E.  coli  sampai  3.5  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama 48  jam.  Hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Buddington  et  al.  2002  diacu
dalam  Manning  et  al.  2004,  membuktikan  bahwa  pemberian  FOS  dan  inulin prebiotik  pada  tikus  dapat  mencegah  masuknya  tumor  inducer  dan  patogen
termasuk  E.coli  O157:H7  dan  campylobacter.  Hasil-hasil  penelitian  terdahulu Hayakawa  et  al.  1990  diacu  dalam  Manning  et  al.  1998,  Hidaka  et  al.  1986,
Gibson  et  al.  1995  diacu  dalam  Manning  et  al.  1998,    membuktikan  bahwa prebiotik dapat meningkatkan ketahanan inang terhadap serangan patogen karena
kemampuannya dalam meningkatkan jumlah Bifidobacteria maupun Lactobacilli.
66
Asam  laktat  yang  dihasilkan  oleh  Bifidobacteria  dan  Lactobacilli  memiliki  sifat inhibitory
penghambat,  karena  dapat  menurunkan  pH  pencernaan  sehingga patogen  tidak  mampu  berkompetisi  untuk  hidup  Manning  et  al.  2004.  Hasil
penelitian  yang  dilakukan  Todorov  dan  Dicks  2005  menunjukkan  bahwa Lactobacillus  rhamnosus
yang  diisolasi  dari  minuman  fermentasi  cereal menggunakan  yeast  dan  BAL  boza  dapat  memproduksi  bakteriosin  ST461BZ
dan ST462BZ yang mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli, L. casei, Enterococcus faecalis
dan Pseudomonas aeruginosa. Pengaruh Pemberian Perlakuan Terhadap Keberadaan Salmonella sp
dalam  Feses  Tikus.  Selain  dilakukan  pengujian mikrobiologis  secara  kuantitatif
dilakukan juga pengujian secara kualitatif terhadap feses tikus yaitu pengujian ada atau tidaknya kandungan Salmonella selama dan pasca perlakuan, hasil pengujian
Tabel  11.  Hasil  uji  Salmonella,  menunjukkan  bahwa  terdapat  sampel  yang positif  mengandung  c  pada  semua  perlakuan.  Pada  kelompok  kontrol,  pada  saat
sebelum perlakuan, H-5 dan H-10 pasca perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella
dari  3 sampel yang diujikan. Pada kelompok prebiotik menunjukkan pada H-1 perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang
diujikan,  dan  selama  masa  perlakuan  maupun  setelah  pasca  perlakuan  hasil  uji Salmonella
negatif.  Pada  kelompok  probiotik  menunjukkan  bahwa  sebelum perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang diujikan,
dan selama masa perlakuan maupun setelah pasca perlakuan hasil uji Salmonella negatif.  Sedangkan  pada  kelompok  sinbiotik  menunjukkan  bahwa  pada  H-5
perlakuan  dan  H-10  pasca  perlakuan,  terdapat  1  sampel  yang  positif  Salmonella dari  3  sampel  yang  diujikan.  Meskipun  secara  in  vitro  menunjukkan  bahwa
L.casei Rhamnosus  yang  dikompetisikan  dengan  Salmonella  dapat  menekan
pertumbuhan  Salmonela,  namun  secara  in  vivo  pemberian  perlakuan  belum nampak  pengaruhnya  dalam  menekan  pertumbuhan  Salmonella.  Diduga  pada
tikus  SD  yang  digunakan  sudah  mengandung  Salmonella  dalam  pencernaannya sebelum tikus tersebut digunakan dalam penelitian. Karena tikus yang digunakan
tidak  dipelihara  sejak  tikus  tersebut  dilahirkan  sehingga  jenis  ransum  yang diberikan  dan  tingkat  sanitasi  yang  dilakukan  sebelum  tikus  digunakan  untuk
penelitian diabaikan. Menurut Gallan dan Curtiss 1991 diacu dalam Hirano et al.
67
2003,  Salmonella    mampu  menginvasi  epitelium  dan  dapat  hidup  dalam lingkungan  intracelluler.  Hirano  et  al.  2003,  menemukan  bahwa  L.  casei
Rhamnosus  yang  digunakan  secara  in  vivo  tidak  dapat  mempengaruhi  invasi Salmonella
enteritidis  yang  berpotensi  invasif.  Data  lengkap  hasil  pengamatan pengujian Salmonella sp dalam feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi
garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil  pengujian  keberadaan  Salmonella  sp  dalam  feses  pada  pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo berbeda dengan hasil pengujian uji  kompetisi  antara  L.  casei  Rhamnosus  dengan  patogen  secara  in  vitro.  Pada
pengujian  secara  in  vitro,  menunjukkan  bahwa  L.  casei  Rhamnosus  mampu menekan  jumlah  Salmonella  sp  hingga  3.5  log  cfug.  Hal  ini  disebabkan  pada
pengujian  secara  in  vitro,  adanya  kandungan  gula-gula  sederhana  glukosa, fruktosa  dan  sukrosa  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  oligosakarida yang
terdapat dalam ekstrak ubi garut. Gula-gula sederhana tersebut akan lebih mudah digunakan sebagai sumber energi oleh L. casei Rhamnosus dibandingkan dengan
oligosakarida.  Sementara  itu,  pada  pengujian  secara  in  vivo,  gula  sederhana diserap  oleh  usus  halus  dan  yang  tersedia  sebagai  substrat  BAL  adalah
oligosakarida.  Dengan  hanya  tersedia  oligosakarida,  metabolit  yang  dihasilkan lebih  sedikit  sehingga  belum  terlihat  pemberian  perlakuan  dapat  menekan
pertumbuhan Salmonella sp. Tabel 11 Hasil pengujian Salmonella dalam feses secara kualitatif pada pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut Kelompok
Dugaan Salmonella Periode perlakuan, hari ke-
Periode pasca perlakuan, hari ke- 1
5 10
1 5
10
Kontrol
13 03
03 03
03 13
13
Prebiotik
03 13
03 03
03 03
03
Probiotik
13 03
03 03
03 03
03
Sinbiotik
03 03
13 03
03 03
13 jumlah sampel yang menunjukan hasil positif Salmonella  jumlah sampel yang  diuji.
68
D. POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI JALAR DAN HASIL OLAHAN COOKIES UBI JALAR DAN SPF SECARA IN VITRO