Kebaruan Novelty Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dalam Perspektif Ekonomi

15 alami dengan berbagai satwa serta biota lain yang hidup dalam satu kesatuan ekosistem. Fungsinya adalah melindungi dan melestarikan keanekaragaman jenis vegetasi mangrove dan satwa beserta ekosistemnya. 32 Zona Penyangga adalah daerah di luar zona pemanfaatan yang memberi pengaruh terhadap zona inti sebagai daerah perlindungan. Fungsinya adalah melindungi zona inti dari gangguan alam berupa angin maupun gangguan manusia berupa pencemaran serta pelumpuran akibat aktivitas manusia. 33 Zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu berupa jenis vegetasi dan satwa asli dan bukan asli yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir dan rekreasi sekaligus untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan pelatihan serta pengembangan budaya setempat. Fungsinya adalah sebagai lokasi hutan wisata, obyek pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan serta pengenalan budaya lokal. 34 Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam.

1.6 Kebaruan Novelty

Kebaruan dari hasil penelitian ini, yaitu kebaruan terhadap ilmu pengetahuan dan kebaruan terhadap penyelesaian suatu problematika di wilayah pesisir yang sangat kompleks. 1. Kebaruan dalam konteks pengembangan teori adalah bahwa untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir dapat diaplikasikan pengelolaan berbasis REDD+, khususnya untuk mengantisipasi pengaruh perubahan iklim, membangun sumberdaya yang lestari serta mandiri secara finansial. 2. Kebaruan dalam konteks metodologi adalah digunakannya metode multi level analysis dengan prosedur “SAVE DYNAMIC” : Spatial Allometric equation, Valuation of Economic, serta simulasi pendekatan sistem dinamik dengan dua skenario, yaitu skenario model business as usual model BAU dan skenario model carbon crediting model CC untuk mengevaluasi berbagai aktivitas yang 16 dapat menyebabkan kerentanan wilayah pesisir terhadap perubahan iklim merupakan hal baru dan belum pernah dilakukan di Indonesia. 3. Penyusunan model pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis REDD+ merupakan suatu upaya untuk mempermudah dan mempercepat proses pengambilan keputusan guna penyusunan kebijakan di wilayah pesisir. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

2.1.1 Konsep Dasar Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan lahir dari pandangan-pandangan Malthus- Ricardo pada jamannya yang didadasarkan pada metodologi statis, maupun gagasan- gagasan yang bersumber pada pemikiran Meadows Club of Rome pada tahun 1972 yang didasarkan pada metodologi system dynamics. Basis pemikiran dari kedua aliran tersebut terletak pada masalah-masalah pokok yang menyangkut kehidupan manusia dalam konstelasi ekonomi dunia. Sampai saat ini belum ada definisi yang dapat diterima secara universal mengenai eksistensi pembangunan berkelanjutan. Konsep yang telah dikembangkan meliputi tiga poin utama : ekonomi, sosial dan lingkungan lihat Gambar 2a Munasinghe 2003. Gambar 2 a menunjukkan setiap sudut berkorespondensi pada setiap domain dan sebuah sistem dan memiliki kekuatan pengendali driving forces serta tujuan. Ekonomi sebagai pengendali utama menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat, utamanya meningkatkan langsung dalam konsumsi barang dan jasa-jasa. Domain lingkungan fokus pada proteksi dari integritas sistem ekologi. Sementara itu domain sosial menegaskan pengayaan hubungan kemanusiaan, prestasi dari aspirasi kelompok dan individu, serta penguatan nilai-nilai dan kelembagaan. Gambar 2 b mengindikasikan bagaimana memunculkan sebuah kerangka “sustainomic” sebagai contoh pengembangan ilmu pengetahuan, berasosiasi antar basis disiplin ilmu, bersinergi satu sama lain secara komprehensif dan eksis antara ekonomi, sosial, serta dimensi-dimensi lingkungan dari pembangunan berkelanjutan OECD 2001; Munasinghe 2003; Cheung Sumaila 2008. Pendekatan-pendekatan pembangunan berkelanjutan saat ini merupakan gambaran pengalaman pembangunan pada abad ke-20. Sebagai contoh: paradigma pembangunan selama periode 1950-an didominasi pertumbuhan, fokus utama pada peningkatan output ekonomi dan konsumsi. Pada periode 1960-an, pemikiran pembangunan beralih menuju pertumbuhan berkeadilan dan pemerataan, utamanya pada pengentasan kemiskinan poverty alleviation, serta mulai dikenalkannya prinsip- prinsip efisiensi ekonomi Scherr 2000. Sejak tahun 1970-an, dimensi lingkungan 18 dimunculkan sebagai kunci ketiga elemen pembangunan berkelanjutan Munasinghe 2003 Pembangunan berkelanjutan memerlukan : 1 Peluang-peluang peningkatan ekonomi, sosial dan sistem ekologi, dan 2 Peningkatan-peningkatan dalam kapasitas adaptif Gunderson Holling 2001; CIFOR 2008. Memperluas peluang untuk pengembangan sistem akan memberikan peningkatan pembangunan, sementara itu Lingkungan Sosial Ekonomi LINGKUNGAN • Resiliensibiodiversitas • Sumberdaya alam • Polusi SOSIAL • Pemberdayaan • Inklusikonsultasi • Tata kelola • Pertumbuhan • Efisiensi • Stabilitas EKONOMI Poverty Equity Sustainability Co-evolution • Kesejahteraan antar generasi • Kebutuhan dasarmatapencaharian • Valuasiinternalisasi • Kejadian berbagai dampak • Kesejahteraan antar generasi • Nilai-nilaibudaya a Gambar 2 Tiga pilar pembangunan berkelanjutan didukung kerangka antar disiplin. Sumber : Diadaptasi dari Munasinghe 2003 b Sustainomics Trans-disciplinary Knowledge Base 19 peningkatan kapasitas adaptif akan menambah daya resiliensi dan berkelanjutan Alfsen Greaker 2007. Munasinghe 2003 menyatakan bahwa ketepatan definisi pembangunan berkelanjutan meninggalkan sesuatu yang ideal, ilusif dan bahkan mungkin saja sulit untuk mencapai tujuan. Sedikit ambisi, tetapi lebih fokus dengan strategi yang layak akan memperoleh “make development more sustainable”. Relevansi konsep tersebut dengan studi ini terletak pada bagaimana mencari kemajuan secara kontinum dalam kualitas hidup dengan memanfaatkan sumberdaya secara efisien, sehingga kesejateraan antara gerenerasi inter-generational equity dapat terjamin. Dalam perkembangannya, pembangunan ekonomi di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tanpa berwawasan lingkungan. Dengan pendekatan yang terlalu berorientasi economic growth, dikhawatirkan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan dapat mempercepat deplesi sumberdaya dan pencemaran lingkungan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan membahayakan kehidupan perekonomian itu sendiri. Dalam rangka upaya menghindari kemungkinan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan, khususnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, perlu dicari strategi baru guna menyempurnakan pembangunan yang terlalu berorientasi pada teori pertumbuhan ekonomi konvensional ke arah pembangunan berkelanjutan. Faham lain tentang pembangunan berkelanjutan sustainable development bersumber pada sebuah laporan yang berjudul Our Common Future, disusun pada tahun 1987 oleh Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan World Commission on Environment and Development, WCED, komisi tersebut juga dikenal sebagai Brundtland Commission. Penafsiran tentang pembangunan yang berkelanjutan diartikan sebagai “daya upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi- generasi mendatang” Djojohadikusumo 1994. Dalam konteks penelitian ini digagas suatu pemikiran bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan suatu usaha meningkatkan kemampuan generasi sekarang untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan dasar bagi golongan miskin dalam masyarakat, tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya pada tahap waktu yang bersangkutan. Hal ini berarti tidak ada pertentangan antara tujuan dan sasaran dalam kebijakan pembangunan ekonomi dan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya. Kedua kebijakan itu harus 20 direncanakan dan dibina sedemikian rupa, sehingga keduanya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dalam lingkungan hidup yang memadai secara wajar. Pendapat lain muncul seperti yang dikemukakan Kusumastanto 2003 bahwa konsep pembangunan berkelanjutan memuat dua unsur pokok, yaitu : 1 Konsep kebutuhan khususnya kebutuhan pokok untuk mensejahterakan kaum miskin dan generasi mendatang, 2 Gagasan tentang keterbatasan yang bersumber pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Konsep pemikiran terakhir ini sesungguhnya dilandasi dua aliran pemikiran : aliran ekonomi neoklasik prinsip efisiensi serta aliran ekonomi kelembagaan prinsip kesejahteraan sosial. Basis pengambilan kebijakan pada regim ekonomi neoklasik terletak pada alokasi sumberdaya alam yang didasarkan pada prinsip alokasi ekonomi terbaik the best economic allocation. Sementara itu basis pengambilan kebijakan pada regim ekonomi kelembagaan didasarkan kepada pendekatan secara komprehensif holistic dan multidisiplin. Dalam hal ini kepentingan individu dan publik tidak dapat saling terpisah serta hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik merupakan bagian dari pemikiran tentang kesejahteraan individu dan sosial.

2.1.2 Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berkelanjutan

Penetapan batas wilayah pesisir antara satu negara dengan negara lain berbeda- beda, karena masing-masing negara memiliki karakteristik tersendiri. Akan tetapi terdapat suatu kesepakatan umum di dunia dimana wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan` Pulau- Pulau Kecil, definisi wilayah pesisir yang digunakan adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. Definisi tersebut mencakup tiga batasan pendekatan yaitu : 1 pendekatan ekologi, 2 pendekatan administrasi dan 3 pendekatan perencanaan Adrianto 2006. Dalam konteks pendekatan ekologis, wilayah pesisir didefinisikan sebagai kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses dan dinamika laut seperti pasang surut, intrusi air laut; dan kawasan laut yang masih mendapat pengaruh dari proses dan dinamika daratan seperti sedimentasi dan pencemaran. Sementara itu, pendekatan administrasi membatasi wilayah pesisir sebagai wilayah yang secara administrasi pemerintahan memiliki batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupatenkota 21 yang mempunyai laut dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiganya 4 mil untuk kabupatenkota lihat Gambar 3. Sedangkan dalam konteks pendekatan perencanaan, wilayah pesisir merupakan wilayah perencanaan pengelolaan sumberdaya yang difokuskan pada penanganan isu yang akan dikelola secara bertanggung jawab. Dalam konteks ekologis dan administratif, perencanaan pengelolaan wilayah pesisir merupakan alat penting untuk mengetahui dinamika masyarakat pesisir terkait dengan pola pemanfaatan dan apresiasi terhadap sumberdaya pesisir dan lautan. Dengan adanya rencana pengelolaan pesisir yang sistematis itu, pengelolaan wilayah pesisir dan laut di suatu wilayah akan menjadi lebih efisien dalam konteks prosesnya untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu prinsip dasar penyusunan rencana pengelolaan kawasan pesisir adalah prinsip keterpaduan dan prinsip aspiratif. Terpadu dalam konteks pendekatan komprehensif yang memadukan antara dinamika ekosistem dan sistem manusia, sedangkan aspiratif lebih pada pendekatan dari bawah dimana proses perencanaan wilayah pesisir dan laut dilakukan dengan melibatkan masyarakat pesisir sebagai subyek sekaligus obyek dari perencanaan itu sendiri DKP 2009. Batas ke arah darat Batas ke arah laut Batas tertentu secara arbitrer Garis pantai HT LT Lingkungan lautan Belakang pantai Lingkungan daratan Daerah tangkapan air Zona intertidal Paparan benua Garis pantai HT LT Belakang pantai Lingkungan daratan Daerah tangkapan air Zona intertidal Paparan benua Batas Adminitrasi Kecamatan Ruang Darat Ruang pesisir Ruang laut 4 mil laut Gambar 3 Diagram melintang wilayah pesisir kabupatenkota. Sumber : Diadaptasi dari Sugiarto 1976 dan Adrianto 2009 22 Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan suatu pendekatan pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir dan laut yang optimal dan berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pengelolaan yang memberikan semacam ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak, melainkan merupakan batas yang fleksibel yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Dalam konteks pengelolaan wilayah sumberdaya pesisir dapat diadaptasi dari konsep pembangunan secara berkelanjutan. Dalam konsep ini terdapat tiga dimensi: a ekologis, b ekonomi dan c sosial. a Dimensi Ekologis Dalam dimensi ekologis, pembangunan wilayah pesisir dan laut haruslah memperhatikan daya dukung lingkungan dalam menopang segenap kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, agar pembangunan wilayah pesisir dan laut dapat berkelanjutan, maka pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga total demand terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai tersebut. Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan dapat diartikan cara mengelola segenap kegiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir, agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah termasuk ekosistem pesisir, memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia : a jasa-jasa pendukung kehidupan; b jasa-jasa kenyamanan; c penyedia sumberdaya alam; dan d penerima limbah Ortolano 1984. Jasa-jasa pendukung kehidupan life support services mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti udara, dan air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan amenity 23 services yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyenangkan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan jiwa. Ekosistem alamiah menyediakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga menjadi suatu kondisi yang aman Dahuri et al. 1996. Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsinya sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan tetap terpelihara. Berdasarkan keempat fungsi ekosistem itu, secara ekologis terdapat tiga kaidah pokok yang dapat menjamin tercapainya pembangunan wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan, yaitu: a keharmonisan spasial, b kapasitas asimilasi, dan c pemanfaatan berkelanjutan Dahuri et al. 1996. Dalam keharmonisan spasial, kegiatan pembangunan, ruang atau lahan tidak boleh dialokasikan hanya untuk zona pemanfaatan, tetapi perlu ada yang digunakan untuk zona preservasi jalur hijau pantai, sempadan, dan hutan lindung serta zona konservasi. Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu pengelolaan sumberdaya pesisir sangat penting terutama dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, siklus hidrologi dan unsur hara. Sementara itu dalam kapasitas asimilasi, dampak dari kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut tidak boleh melampaui kemampuan akseptasinya dalam menerima atau menyerap limbah yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan ataupun manusia. Dalam pemanfaatan zona secara berkelanjutan, eksploitasi sumberdaya yang dapat diperbaharui renewable di wilayah pesisir dan laut tidak boleh melampaui kemampuan regenerasinya dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui harus dilakukan dengan cermat, sehingga dampak lingkungan yang timbul tidak mengganggu atau merusak ekosistem dan kegiatan pembangunan lainnya. Pemanfaatan harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga sebelum sumberdaya tersebut habis sudah ada sumberdaya substitusinya. Relevansi dengan penelitian ini diperlukan suatu gagasan baru bahwa dalam setiap pemanfaatan sumberdaya alam pesisir haruslah berorientasi rendah emisi, serta 24 pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, sehingga wilayah pesisir dan masyarakatnya memiliki resiliensi terhadap perubahan iklim global. Dalam pemikiran ini menunjukkan bahwa strategi mitigasi dan pola adaptasi menjadi penting bagi pengelolaan sumberdaya pesisir. b Dimensi Ekonomi Dalam konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan penggunaan wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk disekitarnya. Dalam dimensi ekonomi cenderung dievaluasi berdasarkan terminologi kesejateraan atau utilitas dimana basis pengukuran didasarkan pada tingkat kemampuan membayar willingness to pay terhadap sumberdaya atau jasa-jasa yang dikonsumsi. Konsep ekonomi modern menggarisbawahi bahwa ekonomi berkelanjutan berupaya mencari maksimisasi arus pendapatan atau konsumsi yang dapat ditingkatkan apabila terjadi pemeliharaan stok sumberdaya Cheung Sumaila 2008. Dalam hal ini faktor efisiensi memiliki peran penting dalam memastikan baik efisiensi alokasi sumberdaya dalam produksi maupun efisiensi berbagai pilihan konsumsi yang akan memaksimalkan utilitas. Pearce and Turner 1990 menyatakan bahwa permasalahan akan muncul dalam melakukan valuasi mengenai non-market value khususnya jasa- jasa sosial dan ekologi, sementara itu berbagai masalah uncertainty, irreversibility serta katastropik juga merupakan masalah lain yang sangat rumit dalam dimensi ekonomi tersebut. Premis tersebut mendukung penelitian ini bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dengan cara baru haruslah didasarkan pada prinsip the opportunity cost of capital. Artinya paling kurang memenuhi kesetaraan manfaat antara cara saat ini business as usual dengan cara baru yang akan diimplementasikan. Masyarakat yang termarjinalisasi dalam konsep baru, harus diakomodasi dan memperoleh manfaat untuk kesejahteraannya. c Dimensi Sosial Pembangunan secara berkelanjutan dalam perspektif sosial adalah mereduksi kerentanan serta memelihara daya tahan sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat Chamber 1989; Bohle et al. 1994; Ribbot et al.1996 in Munasinghe 2003, Oostenbrugge et al. 2004, Cicin-Sain Belfiore 2005. Penguatan nilai-nilai sosial dan 25 institusi serta meningkatkan human capital dalam hal pendidikan tentunya akan sangat menambah nilai modal sosial. Kaitannya dengan penelitian ini adalah bagaimana mengatur jumlah penduduk yang membebani suatu wilayah pesisir serta bagaimana mengedukasi masyarakat dan kelompok sosial agar dapat memanfaatkan sumberdaya secara arif : melarang penggunaan bahan peledak untuk manangkap ikan, melarang penebangan mangrove secara berlebihan, mengurangi jumlah penduduk memasuki kawasan konservasi dan sebagainya. Keberhasilan Taman Nasional Sembilang dalam menanggulangi spesies nibung Oncosperma sp. dengan meningkatkan budidaya nibung oleh masyarakat sekitar, merupakan salah satu contoh yang relevan dan betapa pentingnya dimensi sosial ini dalam pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan di masa mendatang. Dalam rangka mengakomodasi ketiga dimensi pengelolaan di atas, maka pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus dilakukan dalam beberapa tahapan. Terdapat empat tahap dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, yang secara ringkas disajikan pada Gambar 4. . 3. IMPLEMENTASI  Kegiatan pembangunan  Penegakan kebijakan dan peraturan-peraturan  Pemantauan 1. PENATAAN PERENCANAAN  Identifikasi dan analisis permasalahan  Pendefinisian tujuan dan sasaran  Pemilihan strategi  Pemilihan struktur implementasi 2. FORMULASI  Mengadopsi program secara formal  Pengamanan dana untuk implementasi 4. EVALUASI  Analisis kemajuan dan permasalahan  Redefinisi ruang lingkup untuk pengelolaan pesisir Sumber : Diadopsi dari Sorensen dan McCreary 1990 Gambar 4 Tahapan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu dan berkelanjutan. 26 Keempat tahap tersebut terdiri dari: 1 Perencanaan, yang terdiri dari identifikasi permasalahan dan penetapan tujuan dan sasaran, 2 Formulasi, yang terdiri dari adopsi program secara formal dan penyiapan pendanaan untuk implementasi, 3 Implementasi, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penegakan kebijakan dan peraturan, serta pemantauan monitoring, 4 Evaluasi, merupakan analisis kemajuan yang akan memberikan arahan dalam pendefinisian kembali ruang lingkup pengelolaan, agar tujuan yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai. Dengan demikian, pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dalam hal ini akan terjadi suatu proses pembelajaran learning process untuk mendapatkan perbaikan secara terus menerus. Sorensen dan McCreary 1990 mengemukakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir terpadu perlu mempunyai lima atribut, yaitu : 1 Merupakan suatu proses yang selalu berkelanjutan di atas pertimbangan waktu. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu adalah suatu program yang dinamis yang senantiasa diperbaharui, diperbaiki, dan bukan merupakan proyek dengan waktu tertentu, 2 Perlu adanya suatu penataan institusi pemerintah untuk membuat dan menetapkan kebijakan bagi pengambilan keputusan dalam implementasi kegiatan yang ditentukan, 3 Penataan institusi pemerintah yang menggunakan satu atau beberapa strategi pengelolaan secara rasional dan sistematis dalam penentuan keputusan, 4 Seleksi strategi pengelolaan yang akan digunakan didasarkan pada perspektif sistem-sistem yang dikenal hubungannya antar sistem wilayah pesisir dan laut. Perspektif sistem ini selalu mempertimbangkan bahwa pendekatan multisektoral digunakan dalam merancang dan melaksanakan strategi pengelolaan, 5 Perlu adanya suatu batas secara geografis dari laut sampai ke pedalaman, sedangkan pulau yang kecil tidak memiliki batas pedalaman. Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu bukan hanya dipegang oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tetapi ditentukan juga oleh masyarakat setempat community base dan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dari masing-masing wilayah resource base serta kemampuan pasar market base dari produk yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan inventarisasi dan identifikasi sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir TNS, baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, agar masing-masing stakeholder dapat memerankan kontribusinya dalam pembangunan daerah, khususnya pengembangan sumberdaya pesisir untuk mencapai peningkatan pendapatan daerah. 27

2.2 Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dalam Perspektif Ekonomi

Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dapat mengadaptasi konsep pemikiran Kusumastanto 2002 dimana untuk merumuskan suatu kebijakan sebagai payung bagi pembangunan sumberdaya pesisir dan laut dibutuhkan suatu paket kebijakan yang saling komplementer dan menunjang antar berbagai sektor yang saling berkaitan. Untuk mengelola sumberdaya pesisir itu diperlukan suatu kebijakan makro yang integratif antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan, sehingga kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi signifikan. Premis tersebut menggarisbawahi dimana untuk penciptaan macro policy itu harus didasarkan pada pendekatan kelembagaan institutional arrangement yang lingkupnya mencakup dua domain dalam suatu sistem pemerintahan: eksekutif dan legislatif. Dalam konteks penelitian ini, pendekatan tersebut menjadi penting dilakukan agar para pelaku kepentingan memahami dalam pemecahan masalah logic of inquiry Dunn 2000. Basis pemikiran tersebut Kusumastanto 2002 menekankan bahwa pada tataran eksekutif, kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pada akhirnya diprediksi akan menjadi kebijakan ekonomi politik. Kebijakan ini akan menjadi tanggung jawab kolektif pada semua level institusi eksekutif yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang forward and backward linkages. Sementara itu pada tataran legislatif harus mampu menciptakan instrumen kelembagaan legislasi level pusat dan daerah untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Selanjutnya Kusumastanto 2002 menggarisbawahi untuk mengembangkan suatu kebijakan publik diperlukan beberapa persyaratan: 1 Policy tools, yaitu adanya efektifitas instrumen untuk menjalankan suatu kebijakan. Instrumen tersebut sebaiknya memiliki sifat-sifat: i aplicability, dapat diaplikasikan secara leluasa discretionary dan universal serta dapat ditegakkan secara hukum enforceability; ii right of administrative authorities, memiliki otoritas administratif mencakup aspek insentif dan regulatif, 2 Kebijakan harus berdampak sistemik terhadap perekonomian domestik maupun global. Artinya harus terdapat dukungan secara nasional eksekutif dan legislatif maupun internasional, 3 Kebijakan harus efisien dan efektif secara ekonomi cost effectiveness serta adil fairness, sehingga mampu mendorong pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, 4 Kebijakan harus mampu mendorong kemandirian rakyat self relience dan berlandaskan nilai-nilai luhur agama dan moralitas. 28 Diperlukan berbagai langkah tepat untuk memenuhi persyaratan kebijakan yang efektif Kusumastanto 2002, diantaranya : 1 Pendekatan pasar market based approach, 2 Pendekatan kelembagaan institutional approach, 3 Pendekatan percampuran pasar mixed market dan bukan pasar non-market serta pendekatan kelembagaan institutional approach yang efektif dan efisien. Pendekatan pasar market based approach yaitu pendekatan pasar dengan penerapan dukungan instrumen kebijakan. Contoh: pajak, pungutan charge, sanksi, insentif, disinsentif. Keunggulan dari pendekatan instrumen ekonomi ini adalah lebih efisien dibanding pendekatan hukum konvensional, serta lebih efektif untuk merestorasi atau mempertahankan kualitas lingkungan dengan menggunakan kekuatan pasar. Pendekatan kelembagaan institutional approach, yaitu suatu pendekatan kebijakan yang dapat memberikan perlindungan dan pembatasan akses terhadap sumberdaya, adanya hak kepemilikan property right, serta adanya fungsi legislasi yang mendukungnya. Diperlukan sosialisasi dan diseminasi substansi kebijakan kepada seluruh pemangku kepentingan stakeholders agar dapat dipatuhi serta memberi naungan dan hambatan terhadap sumberdaya itu. Regulasi ini dapat ditulis baik secara formal maupun non formal. Secara formal berupa kebijakan regulasi yang dituangkan dalam bentuk peraturan dan perundangan dan ditegakkan oleh aparat pemerintah. Sementara itu regulasi non formal diwujudkan dalam bentuk kearifan lokal local wisdom dan ditegakkan pada aturan adat dan norma masyarakat. Aspek penting lainnya dari aturan tersebut adalah dapat diprediksi predictable, tidak mudah berubah essentially stable dan dapat diaplikasikan pada situasi berulang replicable. Pendekatan percampuran pasar mixed market dan bukan pasar non-market serta pendekatan kelembagaan institutional approach yang efektif dan efisien. Dengan pendekatan ini diharapkan sumberdaya yang digunakan akan dinilai secara fair dan tidak undervalue. Prinsip-prinsip penilaian ekonomi terhadap sumberdaya total economic valuation dapat dilakukan secara benar, sehingga estimasi terhadap sumberdaya dapat mendukung pembangunan berkelanjutan serta dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan generasi saat ini dan generasi yang akan datang. Sejauh ini, penetapan kebijakan publik di hampir semua negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, masih didominasi kebijakan untuk pertumbuhan sektor ekonomi. Sejalan dengan perkembangan lingkungan global, penetapan kebijakan publik saat ini tidak bisa lagi hanya dititik beratkan pada percepatan pertumbuhan ekonomi semata, karena sumberdaya alam di negeri yang sebenarnya kaya ini, telah 29 mengalami degradasi. Dengan demikian konsep penetapan kebijakan publik yang berorientasi pada pembangunan kemanusiaan secara berkelanjutan harus dipertimbangkan. Berbagai basis pemikiran tersebut di atas sesungguhnya merupakan perwujudan dari paradigma pembangunan yang berlandaskan kemanusiaan people centered development. Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses peningkatan harkat hidup dan kesejahteraan manusia. Untuk mencapai hal itu maka seluruh upaya kebijakan pembangunan di semua sektor perlu diarahkan secara komprehensif ke arah perbaikan kehidupan manusia. Paradigma ini menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan, menghormati pembangunan ekonomi sebagai alat untuk mewujudkan harkat kemanusiaan, seraya melindungi dan memberi kesempatan hidup bagi generasi mendatang dengan cara menjaga ketersediaan sumberdaya alam secara lestari Korten 1990; Scherr 2000. Usaha-usaha pembangunan kemanusiaan ini akan berhasil apabila dilakukan dengan menggunakan pendekatan kajian multidisiplin. Oleh karena itu obyektivitas ilmiah scientific objectivity sangat diperlukan dalam penetapan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Hal ini menjadi penting karena melalui penetapan kebijakan berbasis ilmiah ini, dapat diuji kondisi sumberdaya alam dan pertumbuhan ekonomi yang lebih realistik, sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertangung jawabkan. Paradigma pembangunan kemanusiaan ini menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan, menghormati pembangunan ekonomi sebagai alat untuk mewujudkan harkat kemanusiaan, seraya melindungi dan memberi kesempatan hidup bagi generasi mendatang dengan cara menjaga ketersediaan sumberdaya alam secara lestari. Usaha- usaha pembangunan kemanusiaan ini tidak akan berhasil tanpa adanya pendekatan kajian multidisiplin. Oleh karena itu obyektivitas ilmiah scientific objectivity sangat diperlukan dalam penetapan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Karena melalui penetapan kebijakan berbasis ilmiah ini, dapat diuji kondisi sumberdaya alam dan pertumbuhan ekonomi yang lebih realistik, sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertangung jawabkan. Secara teoritik terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam penerapan kajian kebijakan berbasis ilmiah yaitu : 1 Menyusun hipotesis yang kuat dasar ilmiahnya, 2 Melakukan test uji terhadap hipotesis yang relevan dengan 30 kenyataan evidence di lapangan Kusumastanto 2002. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menentukan kebijakan publik disajikan pada Gambar 5. Sumber : Kusumastanto 2002 Gambar 5 menunjukkan bahwa input untuk penentuan kebijakan ekonomi, ekologi, sosial, budaya dan hukum merupakan input objektif dan dapat menjadi dasar penetapan instrumen ekonomi. Untuk implementasinya diperlukan uji keabsahan secara scientific. Salah satu dasar yang dapat digunakan sebagai acuan uji keakuratan instrumen ekonomi terpilih berdasarkan kondisinya adalah regulasi dengan penerapan tingkat diskonto terhadap input. Kondisi regulasi dengan penerapan tingkat diskonto terhadap input sangat bermanfaat untuk alokasi sumberdaya. Dengan kondisi ini faktor waktu sangat menentukan atau efisiensi antar generasi. Kriteria yang digunakan untuk memperhitungkan faktor waktu ini adalah dengan membandingkan benefit yang Gambar 5 Alur kebijakan berdasarkan kajian ilmiah Aspek biologis Aspek fisik Aspek kimiawi Aspek sosial, ekonomi budaya Peraturan pendukun g Perubahan lingkungan Estimasi nilai ekonomi lingkungan dan SDA Resources Policy Policy Sciences SCIENTIFIC OBJECTIVITY Proses Simulasi Scientific Objectivity Scientific Decision Instrumen ekonomi terpilih Budaya Sosial Operasional Ekonomi Normatif Implementasi Politik 31 diterima satu periode tertentu dengan periode yang lain. Apabila unsur waktu tidak penting maka konsep static efficiency dapat digunakan. Namun demikian keputusan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan pada saat sekarang berpengaruh terhadap kesejahteraan generasi mendatang intergenerational welfare. Hal ini diperlukan perencanaan yang seksama agar sumberdaya alam dan lingkungan tetap lestari, dengan demikian konsep efisiensi dinamis menjadi penting. Dalam model dinamik, sumberdaya alam dianggap memiliki dua manfaat, yaitu apakah diekploitasi untuk saat ini sehingga memperoleh current revenue, atau ditunggu untuk dipanen mendatang dan dianggap sebagai investasi. Keputusan dalam model dinamik adalah bagaimana memanfaatkan aset sumberdaya alam ini sebaik mungkin dengan memperhatikan aspek intertemporal. Untuk memahami efisiensi dinamis, perlu diketahui bagaimana menghitung nilai sekarang present value dari alokasi sumberdaya yang tersedia. Nilai sekarang dari keuntungan bersih yang diterima dari n tahun dari sekarang dapat diekspresikan dalam formulasi matematika sebagai berikut Dixon and Hufschmidt 1986 :     n t t t r NB PV 1 ........................................................................................... 2.1 Present Value PV merupakan nilai sekarang dari suatu aliran keuntungan bersih NBt yang diterima dari suatu periode waktu t, r adalah tingkat suku bunga. Proses menghitung saat ini dikenal dengan istilah discounting, sedangkan tingkat bunga r dikenal sebagai tingkat diskonto discount rate. Terdapat tiga justifikasi yang ditawarkan untuk melegitimasi menetapan diskonto dalam membuat keputusan investasi Dixon Hufschmidt 1986; Vita 2006. Pertama, bahwa nilai konsumsi individu mendatang akan lebih kecil dari saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan semakin rendahnya nilai uang saat ini dibandingkan tiga puluh tahun mendatang. Oleh karena itu penetapan discount rate menjadi penting, dan dikenal sebagai pure-rate-of-time preference. Oleh karena preferensi sosial diwakili oleh preferensi individu, maka eksistensi private discount rate menjustifikasi asumsi sosial discount rate. Kedua, berkaitan dengan teori produktivitas kapital. Nilai setiap dolarrupiah atau sumberdaya saat ini yang digunakan untuk melakukan aktivitas produksi sampai tahun t harus menggandakan hasil keuntungan compound benefits. Jika discount rate 32 mengukur tingkat pertumbuhan produksi, maka keuntungan bersih mendatang dapat diekspresikan secara matematis sebagai berikut : t t r PV NB 1   ........................................................................................... 2.2 Hasil tersebut menunjukkan kesamaan antara aturan discount rate untuk keputusan investasi publik dengan aturan private market rate di mana individu-individu dibebani tingkat suku bunga. Hal ini menyebabkan mereka untuk tidak melakukan konsumsi saat ini secara eksesif agar supaya ketersediaan sumberdaya di masa datang terjamin untuk formasi kapital. Penjelasan ini merupakan basis pendekatan biaya oportunitas dari kapital terhadap diskonto. Ketiga, justifikasi social discount rate adalah sebuah instrumen kebijakan pemerintah, sebagai panduan investasi dalam sistem ekonomi. Besarnya magnitude discount rate vis-a-vis tingkat suku bunga pasar akan menjadi determinan penting bagi tingkat investasi publik relatif terhadap investasi di sektor swasta. Lebih lanjut, ketika otoritas investasi untuk alokasi budget dibuat, pilihan discount rate memberi pengaruh besar terhadap prioritas untuk proyek-proyek spesifik. Discount rate tinggi akan membantu proyek-proyek dengan manfaat bersih yang bersifat segera. Sementara itu discount rate rendah akan mendorong seleksi proyek-proyek yang memiliki manfaat bersih dalam jangka panjang. Ketika digunakan sebagai sebuah instrumen alokasi, hal ini merupakan satu cara yang baik terutama untuk investasi yang berdimensi efek ekologis atau untuk hal-hal yang berhubungan dengan ekploitasi sumberdaya tidak pulih. Selanjutnya Spash 1993 menjustifikasi penggunaan diskonto, yaitu 1 Generasi yang akan datang harus mendapatkan hak yang sama dengan generasi saat ini, 2 Harus ada pembatasan preferensi individu yang mengabaikan preferensi masa depan, 3 Konsumsi berlebih saat ini akan mengurangi kehidupan bagi generasi mendatang. Oleh karena itu penggunaan diskonto merupakan hal penting dalam mengestimasi efisiensi sumberdaya berdimensi lingkungan untuk distribusi intertemporal. Atas dasar premis tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep efisiensi dinamis sangat bermanfaat untuk menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya, terutama yang bersifat non-renewable resources, sehingga dapat diketahui pada tingkat ekstraksi optimal pada periode tertentu agar stok sumberdaya dapat diekstraksi secara berkelanjutan. 33 Kriteria investasi net present value dalam model dinamik, juga merupakan panduan dalam hal efisiensi ekonomi dan dapat digunakan sebagai formulasi dan kelayakan suatu program serta kebijakan pengembangan lingkungan. Kriterianya dapat diekspresikan sebagai berikut :     n t t t r NB NPV 1 ........................................................................................ 2.3 Kebijakan penetapan tingkat discount rate rendah sangat bermanfaat untuk kesinambungan sumberdaya alam bagi generasi mendatang. Demikian sebaliknya di mana tingkat discount rate tinggi akan terjadi kecenderungan eksploitasi terhadap sumberdaya secara eksesif, sehingga dikhawatirkan kepentingan generasi mendatang akan terganggu. Dengan demikian unsur time horizon dan kebijakan penetapan discount rate menjadi sangat krusial untuk model dinamik, terutama untuk pengelolaan sumberdaya yang berdimensi ekologis.

2.3 Peranan Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya