Said 1987 menyatakan bahwa jumlah dan kepadatan sampah sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, jumlah penduduk, jumlah fasilitas
komersial dan industri, status sosial masyarakat dan pola konsumsi. Menurut Palanisamy et.al., 2007 status sosial dan keragaman aktivitas masyarakat juga
mempengaruhi karakteristik timbunan sampah. Masyarakat dengan status sosial yang tinggi cenderung menghasilkan sampah yang lebih besar dari pada
masyarakat yang status sosialnya lebih rendah.
2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir
Allison et.al., 2007 menyatakan bahwa penyebab pencemaran perairan yang disebabkan oleh kegiatan di darat land based marine pollution dapat
digolongkan ke dalam empat kategori yaitu : 1. Pencemaran disebabkan limbah industri industrial pollution
2. Pencemaran disebabkan karena sampahlimbah rumah tangga sewage pollution
3. Pencemaran disebabkan karena sedimentasi sedimentation pollution 4. Pencemaran disebabkan karena kegiatan pertanian agricultural pollution
Menurut Oliver et.al., 2007 limbah domestik yang terbawa oleh aliran air dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap ke dasar
perairan yang selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Jeff et.al., 2010 menambahkan bahwa kandungan oksigen terlarut akan berkurang karena
berlangsungnya aktivitas penguraian atau dekomposisi bahan organik. Apabila jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan
atau daya dukung perairan untuk diasimilasikannya, maka akan timbul pencemaran yang dapat merubah sifat-sifat fisik-kimia air yang selanjutnya akan
mempengaruhi kehidupan biota akuatik, dan bahkan apabila keadaannya lebih parah dapat menimbulkan gas hydrogen sulfide H
2
Selain itu menurut Tanaka et.al., 2004 masalah pencemaran akan berdampak terhadap kesehatan atau dapat menimbulkan panyakit. Azwar 1996
menambahkan bahwa potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan antara lain adalah penyakit diare dan penyakit kulit kudis dan kurap. Penyakit-penyakit
S, perubahan warna dan rasa air serta gangguan estetika Gordon, 2006.
ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.
Dampak pencemaran terhadap lingkungan berupa cairan dari limbah– limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya sehingga mengandung
virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air
untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga
menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tangga ke sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air
tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga dapat meresahkan para penduduk Soemarwoto, 1999.
Penumpukan sampah di daerah intertidal juga dapat mengakibatkan munculnya masalah lingkungan fisik bau tidak sedap, menurunnya estetika,
kimia gas metan, CO
2
, CO, biologis kesehatan masyarakat. Sampah merupakan habitat bagi berkembangnya bakteri patogen tertentu seperti
Salmonella Typhosa, Entamoeba Coli, Escherichia Coli, Vibrio Cholera, Shigella Dysentriae, Entamoeba Hystolyca dan lain-lain yang menimbulkan penyakit pada
manusia Slamet, 1994. Coe dan Rogers 1997 mengemukakan bahwa sebagai akibat dari
buangan sampah anorganik yang tidak dapat didegradasi oleh bakteri, baik itu sampah terapung maupun tenggelam, dapat mengganggu kehidupan ekosistem
pesisir dan organisme laut itu, khususnya tentang pola pergerakan organisme laut tersebut saat mereka mencari makan.
Penambahan bahan-bahan organik dan anorganik dari sampah akan dapat meningkatkan kadar kekeruhan dalam air akibat bertambahnya padatan
tersuspensi, meningkatnya turbiditas atau berkurangnya tingkat kecerahan air yang dapat mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan, dan akibat
selanjutnya akan menurunkan suhu dan produktifitas perairan dimana terdapat banyak jenis-jenis organisme yang hidup dan berkembang baik di estuari maupun
disekitar lingkungan pesisir pantai Laurie et.al., 2008.
Jenis organisme yang hidup di pesisir pantai dan sekitar muara-muara sungai yaitu hewan makrozobenthos. Hewan makrozobenthos merupakan salah
satu kelompok biota yang hidup di dalam ekosistem estuari dan pesisir pantai, terutama di dasar perairan yang mengalir Odum, 1993. Menurut Weber 1973
hewan makrobenthos adalah organisme tanpa tulang belakang invertebrate yang hidup di dasar perairan dan sekitar pesisir pantai membuat lubang atau menempel
pada sedimen, mempunyai ukuran lebih besar dari 1 mm, dan dapat terambil dengan alat yang mempunyai mata saring 0.5 mm. Selanjutnya Cummins 1975
berpendapat bahwa hewan makro benthos atau macro invertebrate bentik adalah hewan-hewan yang tidak bertulang belakang, berukuran cukup besar lebih besar
dari 0.5 mm ukuran panjang tubuh 3-5 mm, sehingga dapat dilihat dengan jelas tanpa bantuan mikroskop.
Nybakken 1988 menyatakan bahwa hewan makrozobenthos yang hidup di dasar atau berasosiasi diatas permukaan perairan disebut epifauna, sedangkan
hewan benthos yang hidup di dalam lumpur pada substrat yang lunak disebut infauna. Selanjutnya hewan makrozobenthos dibedakan menurut ukuranya yaitu :
1 mikro fauna 0.1 mm ; 2 meiofauna 0.1 - 1.0 mm dan 3 makrofauna 1.0 mm.
Berdasarkan makanannya makrozobenthos dikelompokkan menjadi empat kelompok Cummins, 1975 yaitu : 1 Perumput dan penggaruk grazers dan
scraper : herbifora, pemakan alga dasar ; 2 Pencabik Shredder : pemakan detritus, yang berupa partikel ukuran besar ; 3 Pengumpul collector : pemakan
detritus yang berukuran kecil dan tersuspensi filter ; 4 Predator : pemangsa Nybakken, 1988.
Berdasarkan ketahanannya terhadap bahan pencemar, Wilhm 1975 mengklasifikasikan hewan makrozobenthos menjadi tiga kriteria seperti yang
ditunjukan dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Bahan Pencemar.
No. Kelompok
Jenis Hewan Makro Benthos 1.
Sangat tahan terhadap pencemar.
Cacing, Tubifisida, lintah, larva nyamuk, siput moluska dan fisidium
2. Ketahanan sedang, lebih
suka hidup di air jernih. Jenis-jenis siput, serangga dan kristasea
3. Tidak tahan terhadap
pencemar dan hanya suka hidup di air bersih.
Jenis siput dari famili Viviparidae,
Amnicodae, serangga, nimfa, dan ordo Ephermercidae, Odonata, Hemiptera,
Neuroptera.
Sumber : Wilhm 1975 Hewan makrozoobenthos hidupnya relatif menetap dan tidak dapat
menghindar dari kontak dengan bahan-bahan pencemar seperti sampah plastik yang umumnya banyak ditemukan baik dimuara-muara sungai maupun di
sepanjang pesisir pantai Damar et.al., 2009. Selain itu jangka hidup organisme makrozoobenthos menurut Wilhm 1975 ini relatif lama, dan mempunyai habitat
relatif tetap. Karena itu perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi dan kelimpahannya. Wilhm 1975 juga
menambahkan bahwa hewan makrozoobenthos merupakan organisme perairan yang sangat representatif untuk menduga pencemaran perairan.
Cummins 1975 menentukan beberapa persyaratan organisme air yang dapat digunakan sebagai indikator biologi untuk menduga perairan tercemar atau
untuk menduga tingkat pencemaran perairan adalah : a Hidupnya relatif menetap ; b jangka hidupnya panjang, dan c mempunyai toleransi spesifik terhadap
lingkungan. Wilhm 1975 menyatakan bahwa penggunaan hewan makrozoo benthos sebagai indikator kualitas perairan merupakan usaha untuk melengkapi
pendugaan kualitas perairan secara fisika dan kimia, yang ternyata memiliki kelemahan.
2.4 Parameter Kualitas Perairan