Study on Marine and Coastal Resources Management

(1)

PESISIR KOTA PALU SULAWESI TENGAH

JAMES YOSEP WALALANGI

SEKOLAH PASCASARJANA

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Organik dan Anorganik Serta Dampak Terhadap Lingkungan Peisisir Kota Palu Sulawesi Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

James Yosep Walalangi NRP C252090021


(3)

Management Under direction of ARIO DAMAR and HEFNI EFFENDI.

Organic and inorganic garbage heap in Palu City has exceeded the capacity of the service and the existing waste management facilities so that garbage piling up in landfills while (TPS), and location-location of residential areas around the watershed that eventually the waste to the sea. Comprehensive research is needed to formulate the management of such waste. It is given because the higher the level of human activity residing in the city of Palu, has brought the issue of marine pollution in the Gulf of Palu, namely through the garbage dump along the Watershed (DAS) Palu which empties into the sea. It can be seen through the rubbish heaps of the sea at low tide, be it in the estuaries and bays along the coast of Palu. So far the management of coastal waste less attention than the garbage in the city. It is time for the attention given to the coastal environment is given the function of these coast systemic interplay of other ecosystems. Integrated management and sustainable coastal environment will preserve it so that its function will be maintained properly and as intended. The success of this integrated waste management depends on community participation, as the main producer of waste.


(4)

Dampak Terhadap Lingkungan Peisisir Kota Palu Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh ARIO DAMAR dan HEFNI EFFENDI.

Ali (2010) menyatakan bahwa meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu bahwa jumlah penduduk Kota Palu sebanyak 371.000 orang hasil dari pendataan tahun 2008 ini mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Produksi sampah di Kota Palu setiap harinya sebanyak 900 m3/hari dengan asumsi setiap orang penduduk rata-rata memproduksi sampah sebanyak 3 Kg/hari. Produksi sampah tersebut dapat diangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 500 m3/hari. Volume dan keragaman sampah ini pada hakekatnya dapat menjadi beban masyarakat karena menimbulkan berbagai dampak negatif (Gordon, 2006). Timbunan sampah di daerah perkotaan terutama Kota Palu telah melebihi kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada sehingga sampah menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dan dilokasi aliran sungai di sekitar permukiman penduduk yang akhirnya sampah-sampah tersebut sampai ke laut. Dampak dari penumpukan sampah tersebut menurut (Laurie et.al., 2008) dapat menyebabkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai, banjir, menurunnya kualitas perairan, dan pada akhirnya akan berakibat pada menurunnya status kesehatan masyarakat yang bermukim di sepanjang muara sungai-sungai Kota Palu, serta menurunnya kualitas lingkungan pesisir. Penelitian yang komprehensif diperlukan untuk merumuskan pengelolaan sampah tersebut. Hal ini mengingat karena semakin tinggi tingkat aktivitas manusia yang tinggal di Kota Palu, telah membawa masalah pencemaran laut di Teluk Palu, yaitu melalui pembuangan sampah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kota Palu yang bermuara ke laut. Hal ini dapat dilihat lewat timbunan sampah-sampah laut pada waktu air laut surut, baik itu pada bagian muara sungai maupun disepanjang pesisir pantai teluk Kota Palu. Dari berbagai permasalahan yang ada di lingkungan pesisir teluk Kota Palu maka tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui jenis sampah organik dan anorganik di daerah sungai dan pesisir Teluk Kota Palu, Mengetahui kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan anorganik di sungai utama dan pesisir Teluk kota Palu, Cara untuk mengurangi sampah organik dan anorganik yang terdapat di sungai utama dan pesisir pantai teluk Kota Palu, Menganalisis dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan sungai utama dan pesisir Teluk kota Palu. Pengambilan sampel sampah (organik dan anorganik) yang terdeposit di daerah intertidal dilakukan dengan menggunakan metode ”sampling kuadran” dan untuk pengambilan sampel sampah di muara sungai dilakukan dengan metode ”trap garbage”. Pengambilan sampel dalam kuadran (2 m x 2 m) dilakukan pada saat air laut surut di daerah intertidal. Setelah tali plastik yang digunakan sebagai pengganti meteran diletakan secara horizontal/sejajar dengan garis pantai (30 m). Kuadran kemudian diletakkan satu per satu. Sampah laut padat diambil, dibersihkan lalu dikumpulkan ke dalam karung atau kantung plastik yang


(5)

komposisi sampah dihitung, kemudian dicatat menurut kategori / jenisnya. Jumlah total kuadran sampel sampah di 12 titik lokasi penelitian adalah 84 kuadran (40 kuadran di Kecamatan Palu Barat, 40 kuadran di Kecamatan Palu Timur serta 4 kuadran di sungai utama Kota Palu). Pengambilan sampel air dilakukan dibagian Sungai Palu tepatnya pada bagian yang memiliki salinitas 0 PSUsebanyak3 titik lokasi dan juga pada bagian yang memiliki salinitas lebih dari 0 PSU 3 titik lokasi masing-masing diambil pada bagian kiri, tengah dan kanan untuk di sungai dan laut. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar perbedaan antar parameter kualitas air di dua bagian tersebut. Hasil dari pengambilan sampel air ini dianalisis di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Dampak dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor di daerah Kota Palu adalah dihasilkannya limbah organik dan anorganik yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini jumlah dan jenis sampah organik seperti sisa-sisa kulit buah-buahan, sauran, daun-daun, sabut kelapa, tulang ikan jeroan dan lain sebagainya yang dapat didegradasi oleh bakteri dan sampah anorgaik yang terdiri atas tujuh kateori seperti sampah plastik, sampah styrofoam, sampah kaca, sampah karet, sampah kain/tekstil, sampah kertas dan sampah aluminium yang yang terdeposit di sungai Kota Palu maupun di pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat. Berdasarkan uraian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya : Jenis sampah yang terdeposit di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu terdiri atas sampah organik dan anorganik yakni sampah plastik, sampah karet, sampah kertas, sampah styrofoam, sampah kaca, sampah kain/tekstil dan sampah aluminium dan sampah organik yang berupa sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dedaunan, sabut kelapa, mie, jeroan ikan, tulang ikan, ranting/kayu, kulit udang, kulit hewan, kulit kacang, lamun, kulit telur dan tinja, Jumlah rata-rata potongan (nilai tertinggi) jenis sampah organik berada di pesisir Kecamatan Palu Timur yakni di pesisir Kelurahan Lere dan Kelurahan Silae sedangkan jumlah rata-rata berat potongan jenis sampah organik berada di pesisir kecamatan Palu Barat yakni di pesisir Kelurahan Besusu dan Kelurahan Talise. Jumlah rata-rata potongan dan berat (nilai tertingi) jenis sampah anorganik berada di pesisir kecamatan Palu Barat, Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan disungai dan pesisir Kota Palu berdasarkan hasil Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis-PCA) memiliki korelasi yang saling berkaitan antara parameter kualitas perairan dengan sampah yang dapat menurunkan kualitas lingkungan pesisir Kota Palu, Metode pengelolaan sampah baik di sungai maupun di pesisir Kota Palu belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ketersediaan sarana pembuangan sampah di Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Palu Timur.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

JAMES YOSEP WALALANGI

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Utara. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara anak pertama adalah Meiny D.M.K Walalangi S.Sos dengan Ayah Djody Walalangi dan Ibu Maria Pandeirot S.Sos. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inp.7/83 Girian Weru Bitung pada tahun 1995, kemudian melanjutkan studi ke SLTP 1 Bitung dan selesai pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Palu. Pada tahunyang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado, pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan (FPIK), Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Program Studi Ilmu Kelautan dengan bidang minat Biologi Kelautan.

Tahun 2009 penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk melanjutkan studi program magister, pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Pascasarjana IPB.


(9)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Komposisi Sampah Organik Dan Anorganik Serta Dampak Terhadap Lingkungan Pesisir Kota Palu

Sulawesi Tengah Nama : James Walalangi NRP : C252090021

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ario Damar, M.Si

Ketua Program Studi SPL a.n Dekan Sekolah PascasarjanaIPB Sekretaris Program Magister Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil

Ketua Anggota

Diketahui,


(10)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan kemurahanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan judul “ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK SERTA DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PESISIR KOTA PALU SULAWESI TENGAH”.

Penulisan hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi magister (S-2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Melalui hasil penelitian ini penulis berusaha untuk memberikan informasi ilmiah mengenai analisis komposisi sampah organik dan anorganik yang terdeposit serta dampak terhadap lingkungan di pesisir teluk Kota Palu. Dalam penulisan hasil penelitian ini, penulis menyadari bahwa begitu banyak kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan isi dari hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2011

Penulis


(11)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR………..iv

DAFTAR TABEL ... vii

LAMPIRAN ... viii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Kerangka Penelitian ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Gambaran Umum Sampah ... 6

2.2 Karakteristik Sampah ... 8

2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir ... 10

2.4 Parameter Kualitas Perairan... 14

2.5 Pengelolaan Sampah... 18

3. METODE PENELITIAN……… 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.2 Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel ... 23

3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 25

3.4 Identifikasi Sampel Air dan Makrozoobenthos ... 28

3.5 Analisa Data ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

4.2 Kondisi Sampah Di Teluk Kota Palu ... 35


(12)

4.4 Analisis Kualitas Perairan Teluk Kota Palu ... 45

4.5 Analisis Dampak Sampah Bagi Lingkungan Pesisir ... 48

4.6 Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan Refuse Storage, Refuse Collection, Refuse Disposal Serta 3R+P (Reduce, Reuse, Recycle and Participant) ... 52

4.7 Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah di Sungai dan Pesisir ... 55

4.8 Identifikasi Dampak Biologi Sampah Terhadap Makrozoobenthos Di Pesisir Kota Palu ... 66

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA


(13)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Kerangka Penelitian ... 5

2. Peta Lokasi Penelitian ... 24

3. Sketsa Peletakan Sampling Kuadran... 25

4. Sketsa Model Peletakan ”Garbage trap”. ... 28

5. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Sungai Palu. ... 37

6. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Sungai Palu. ... 38

7. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur. ... 39

8. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur. ... 40

9. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat. ... 41

10.Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Barat. ... 42

11.Grafik Jumlah Rata-Rata Potongan (unit) (a) dan Jumlah Rata-Rata Berat (gr) Sampah Organik. ... 43

12.Grafik Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik ... 44

13.Korelasi Karakteristik Kualitas Air Teluk Kota Palu ... 50

14.Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ... 55

15.Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur. ... 57

16.Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat. ... 58

17.Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur. ... 60

18.Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat. ... 61


(14)

19.Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur ... 64 20.Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a)

dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat. ... 65 21.Makrozoobenthos (klomang) Diantara Sampah ... 66


(15)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sampah Laut Dengan Waktu Dekomposisi di Lingkungan ... 9

2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Bahan Pencemar. ... 13

3. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik Berdasarkan Kategori Jenisnya. ... 27

4. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Organik Berdasarkan Kategori Jenisnya. ... 27

5. Jumlah Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur ... 32

6. Jumlah Pelajar, Mahasiswa dan Sarana Pendidikan Kota Palu ... 33

7. Jumlah Pasar di Kota Palu ... 33

8. Jumlah Hotel, Kamar dan Tenaga Kerja di Kota Palu ... 34

9. Jumlah Jenis Tempat Makan dan Tenaga Kerja ... 34

10. Jumlah Volume Sampah dan TPS Kota Palu ... 35

11. Nilai Rata-Rata Sampah Organik... 43

12. Nilai Rata-Rata Sampah Anorganik ... 44

13. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Sungai Palu ... 45

14. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Pesisir Teluk Kota Palu ... 46

15. Matriks Korelasi Sampah Organik dan Anorganik Dengan Parameter Kualitas Air ... 51


(16)

LAMPIRAN

Halaman 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 74 2. Kepadatan Mutlak, Kepadatan Relatif Sampah Anorganik dan Organik

di Sungai Palu, Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat. ... 75


(17)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu (DKPKP) adalah sebanyak 371.000 orang, hasil dari pendataan tahun 2008 ini terjadi peningkatan volume dan keragaman sampah. Produksi sampah di Kota Palu setiap harinya sebanyak 900 m3/hari dengan asumsi setiap orang penduduk rata-rata memproduksi sampah sebanyak 3 Kg/hari (Ali 2010). Produksi sampah tersebut dapat diangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 500 m3

Pengelolaan sampah di Indonesia merupakan issue nasional, seperti di Kota Palu, yang sampai saat ini belum terpecahkan (Ali, 2010). Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: (1) ketersediaan lahan yang terbatas dan tidak seimbang dengan peningkatan volume timbunan sampah, (2) pemerintah belum mempunyai sistem perencanaan pengelolaan sampah yang profesional, (3) partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih rendah dan (4) belum

/hari. Menurut Husnah (2006) volume dan keragaman sampah pada dasarnya dapat menjadi beban masyarakat karena menimbulkan berbagai dampak negatif. Timbunan sampah di daerah perkotaan terutama Kota Palu telah melebihi kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada sehingga sampah menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dan dilokasi aliran sungai di sekitar permukiman penduduk yang akhirnya sampah-sampah tersebut sampai ke laut (Ali, 2010).

Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik yang telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan dan sudah tidak bermanfaat serta dari segi ekonomis sudah tidak ada harganya sehingga dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam. Pengertian sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan adalah sebagian dari benda atau yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup (Azwar, 1996).


(18)

diterapkannya teknologi tepat guna untuk mengolah sampah menjadi bahan yang bernilai (DKPKP, 2010).

Penumpukan sampah pada lingkungan pesisir berimplikasi terhadap pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai, menurunnya kualitas perairan serta berdampak signifikan terhadap kualitas lingkungan. Dampak dari hal tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang bermukim pada daerah sekitar sungai (Azwar, 1996).

Kompleksitas permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya memerlukan kajian yang komprehensif terhadap pengelolaan sampah pada daerah pesisir dan aliran sungai. Aktivitas antropogenik pada daerah pesisir yang beragam membuat wilayah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap pencemaran. Untuk meminimalkan pencemaran akibat dampak dari sampah tersebut maka diperlukan analisa terhadap pengelolaan sampah yang ada di daerah aliran sungai maupun di pesisir pantai Kota Palu (DKPKP, 2010).

1.2 Perumusan Masalah

Sampai saat ini sungai dan pesisir pantai masih menjadi tempat pembuangan sampah darat yang paling mudah digunakan oleh warga Kota Palu. Keadaan ini merupakan masalah yang cukup serius dan perlu untuk diperhatikan oleh pemerintah kota. Pada saat air laut surut, banyak ditemukan tumpukan-tumpukan sampah di muara sungai serta daerah pesisir pantai Kota Palu. Sampah ini dapat berpengaruh pada estetika lingkungan pesisir Kota Palu dan juga dapat berdampak pada kehidupan ekosistem sistemik yang hidup disana. Berdasarkan permasalahan diatas timbul beberapa pertanyaan :

1. Jenis-jenis sampah organik dan anorganik yang terdeposit di daerah sungai dan pesisir Kota Palu.

2. Besarnya kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan anorganik yang berada di sungai utama dan pesisir Kota Palu.

3. Cara mengurangi sampah organik dan anorganik yang terdapat di sungai utama dan pesisir pantai Kota Palu.

4. Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan di sungai utama dan pesisir Kota Palu


(19)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui jenis sampah organik dan anorganik di daerah aliran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.

2. Mengetahui kepadatan mutlak serta kepadatan relatif sampah organik dan anorganik di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.

3. Mengetahui dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan daerah aliran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.

4. Mengetahui metode pengelolaan sampah organik dan anorganik yang terdapat di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa, peneliti, pemerintah dan masyarakat umum sebagai informasi ilmiah awal tentang jenis, jumlah (potongan/berat) kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan anorganik yang tersebar di sekitar Sungai Palu dan pesisir Kota Palu. Selain itu juga dapat mengetahui cara penanggulangan dalam mengurangi sampah serta mengetahui dampak pencemaran sampah terhadap kualitas perairan Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.

1.4 Kerangka Penelitian

Suatu daerah/ekosistem dikatakan tercemar apabila beban pencemaran lebih besar dari kapasitas asimilasi perairan, yang diindikasikan oleh lebih tingginya konsentrasi bahan pencemar dibandingkan dengan kapasitas lingkungannya (Wardhana, 2001). Kondisi ini apabila tidak segera diperhatikan, akan menimbulkan dampak negatif pada sistem ekologi, ekonomi dan sosial.

Pencemaran ini apabila dibiarkan sampai pada taraf dimana beban pencemar lebih besar nilainya dari pada kapasitas asimilasi maka akan fatal akibatnya bagi sistem kehidupan (Tanaka et.al., 2009). Oleh karena itu, menurut Soeroto (1997) salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pengurangan beban pencemaran langsung dari sumber pencemar. Untuk sampai pada kebijakan seperti itu, tentu saja terlebih dahulu perlu diketahui secara kuantitatif berapa besar jumlah kepadatan mutlak dan kepadatan relatif bahan


(20)

pencemar (organik dan anorganik) suatu perairan dan pesisir pantai (Coe dan Rogers, 1997).

Untuk mengukur jumlah kepadatan sampah (organik dan anorganik) dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan cara penilaian cepat (rapid pollution assessment) yang dilakukan dengan memanfaatkan data yang ada mengenai kondisi-kondisi sumber pencemar, jumlah penduduk dan lain sebagainya. Untuk kemudian dilakukan perhitungan total dari jumlah sampah yang masuk melalui sungai maupun yang langsung dibuang ke pesisir pantai. Cara kedua dilakukan dengan langsung melakukan pengukuran beban pencemaran pada muara sungai yang masuk pada perairan pesisir. Untuk menghitung kapasitas asimilasi dilakukan dengan melalui suatu pendekatan hubungan antara kualitas air dengan beban limbah (Fardiaz, 1992).

Banyak pihak yang akan dirugikan dengan terjadinya pencemaran ini antara lain nelayan, sektor wisata, pemerintah kota, dan masyarakat Kota Palu secara keseluruhan. Keberhasilan pengelolaan sampah ini tergantung pada partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan merupakan proses awal menghadapi pencemaran di Kota Palu ini. Adapun alur pemikiran ini secara ringkas diperlihatkan pada Gambar 1.


(21)

Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian

Sumber Pencemaran Dinamika Perairan Morfologi Pantai

Sortir Karakteristik Jenis Sampah

(Organik dan Anorganik)

Analisis Dampak Sampah Sungai

dan Pesisir

Analisis Kualitas Air Sungai dan Air Laut

Principle Component

Analysis (PCA)

Pengukuran Jumlah Kepadatan Mutlak Kepadatan Relatif

Sampah

Strategi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pesisir


(22)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Sampah

Manusia selama ini memandang laut sebagai tempat yang cocok untuk pembuangan sampah yang merupakan hasil akhir dari aktivitas manusia itu sendiri. Karena manusia seringkali beranggapan bahwa lautan adalah tempat yang luas dan mempunyai kemampuan untuk menampung berbagai macam sampah tersebut (Wardhana, 2001).

Laws (1993) menyatakan bahwa masalah sampah merupakan suatu ancaman serius yang dihadapi oleh dunia secara global karena sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Menurut Said (1987) sampah adalah limbah padat atau bahan buangan yang dapat terdiri dari tiga bentuk keadaan, yakni limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.

Hasil penelitian Sheavly et.al., (2007) membagi kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan: (1) sampah domestik, yaitu sampah yang berasal dari permukiman, (2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan, dan kantor, (3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses produksi, dan (4) sampah yang berasal selain dari yang telah disebutkan di atas misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan, dan bencana alam.

Faktor dominan yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah sampah dari tahun ke tahun adalah karena semakin meningkatnya aktivitas manusia baik yang dilakukan di darat maupun di laut sehingga peluang masuknya sampah ke daerah pantai tidak dapat dihindari (William, 2007). Secara garis besar, dampak negatif dari sampah laut terhadap lingkungan pesisir adalah sebagai berikut (Soeroto, 1997) :

(1) Mengganggu pemandangan dan keindahan (estetika) lingkungan pesisir, karena perairan pantai menjadi kotor, sehingga dapat berpengaruh pada jumlah wisatawan yang datang.

(2) Menggangu kehidupan hewan-hewan laut, karena memakan potongan-potongan plastik atau terjerat oleh sisa-sisa jaring bekas.


(23)

(3) Menggangu pelayaran dan nelayan, karena sampah dapat tersangkut pada propeler mesin perahu dalam operasional penangkapan ikang.

Berdasarkan asalnya limbah dikelompokkan menjadi dua yaitu organik dan limbah anorganik. Jenis limbah organik ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri. ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami. pertanian berupa sisa tumpahan atau penyemprotan yang berlebihan, misalnya dari pestisida dan herbisida, begitu pula dengan pemupukan yang berlebihan (Said, 1987).

mengendap ke dalam tanah, dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya (Angela, 2008). Sedangkan plastik dan lain-lain, dan berupa cairan seperti air cucian, minyak goreng bekas dan lain-lain. misalnya : sisa obat, baterai bekas, dan air aki. tersebut menurut Chang (2008) tergolong (B3) yaitu Bahan Berbahaya dan Beracun, sedangkan bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis seperti bakteri, jamur, virus dan sebagainya. Sedangka sulit terurai dan tidak dapat diperbaharui (Slamet, 1994).

Effendi (2003) menyatakan bahwa air berbagai jenis bahan anorganik, zat-zat tersebut adalah garam anorganik seperti magnesium sulfat, magnesium klorida yang berasal dari kegiatan pertambangan dan industri. Adapula (Wardhana, 2001) yaitu seperti botol plastik, botol kaca, tas plastik, kaleng dan aluminium. Berdasarkan sumbernya (Wardhana, 2001) yaitu :


(24)

1.

dibuang di sungai-sungai disekitar tempat tinggal masyarakat dan tidak jarang warga masyarakat mempergunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari, misalnya MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang dihasilkan oleh pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh masyarakat (Wardhana, 2001).

2.

tangga dan lain-lain bisa juga berupa kertas, kardus atau karton. memiliki daya racun tinggi jika berasal dari sisa obat dan air aki (Wardhana, 2001).

3.

perusahaan tertentu. asam anorganik dan senyawa orgaik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan makluk hidup lainnya termasuk juga manusia (Wardhana, 2001).

2.2 Karakteristik Sampah

Coe dan Rogers (1997) menemukan jenis sampah yang paling banyak ditemukan di daerah pantai adalah dari jenis sampah plastik. Sampah plastik yang tersebar di pantai merupakan masalah polusi global yang serius dialami oleh banyak negara. Carey et.al., (2007) menambahakan juga bahwa polusi yang disebabkan oleh sampah plastik ini meningkat sangat dramastis sejalan dengan bertambahnya jumlah produksi plastik dewasa ini. Selanjutnya Kari (2007) menyatakan bahwa buangan limbah padat ke laut secara terus menerus dapat mengakibatkan menurunnya kualitas air sampai pada tingkat yang kurang sesuai dengan peruntukannya, walaupun secara alami dalam hal ini laut dapat


(25)

memulihkan dirinya, namun kemampuannya sangatlah terbatas karena tergantung pada daya dukung alam itu.

Sedangkan jenis sampah laut menurut Coe dan Rogers (1997) yang biasanya dapat ditemukan di wilayah pesisir pantai atau disekitar muara sungai lengkap dengan waktu dekomposisinya di lingkungan ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sampah Laut Dengan Waktu Dekomposisi di Lingkungan

Jenis sampah Waktu dekomposisi

Botol kaca (glass bottle) 1.000.000 Tahun Tali pancing (monofilament fishing line) 600 Tahun Botol minuman plastik (plastic beverage bottle) 450 Tahun

Pampers (disposable diapers ) 450 Tahun

Kaleng alumunium (aluminium can) 80-200 Tahun Pelampung plastik (foamed plastic buoy) 80 Tahun Sepatu boot karet (ruber boot sole) 50-80 Tahun Cangkir plastik (foamed plastic cup) 50 Tahun

Kaleng (tin can) 50 Tahun

Bahan kulit (leather) 50 Tahun

Bahan nilon (nylon fabric) 30-40 Tahun

Rol film (plastic film canister) 20-30 Tahun

Kantong (plastik plastic bag) 10-20 Tahun

Puntung rokok (cigarette filter) 1-5 Tahun

Kaus kaki wol (wool sock) 1-5 Tahun

Tripleks (plywood) 1-3 Tahun

Kotak karton susu (waxed milk carton) 3 Bulan

Kertas koran (newspaper) 6 Minggu

Kulit jeruk atau pisang (orange or babana peel) 2-5 Minggu Sumber : Coe dan Rogers (1997)


(26)

Said (1987) menyatakan bahwa jumlah dan kepadatan sampah sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, jumlah penduduk, jumlah fasilitas komersial dan industri, status sosial masyarakat dan pola konsumsi. Menurut Palanisamy et.al., (2007) status sosial dan keragaman aktivitas masyarakat juga mempengaruhi karakteristik timbunan sampah. Masyarakat dengan status sosial yang tinggi cenderung menghasilkan sampah yang lebih besar dari pada masyarakat yang status sosialnya lebih rendah.

2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir

Allison et.al., (2007) menyatakan bahwa penyebab pencemaran perairan yang disebabkan oleh kegiatan di darat (land based marine pollution) dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu :

1. Pencemaran disebabkan limbah industri (industrial pollution)

2. Pencemaran disebabkan karena sampah/limbah rumah tangga (sewage pollution)

3. Pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation pollution) 4. Pencemaran disebabkan karena kegiatan pertanian (agricultural pollution)

Menurut Oliver et.al., (2007) limbah domestik yang terbawa oleh aliran air dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap ke dasar perairan yang selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Jeff et.al., (2010) menambahkan bahwa kandungan oksigen terlarut akan berkurang karena berlangsungnya aktivitas penguraian atau dekomposisi bahan organik. Apabila jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan atau daya dukung perairan untuk diasimilasikannya, maka akan timbul pencemaran yang dapat merubah sifat-sifat fisik-kimia air yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan biota akuatik, dan bahkan apabila keadaannya lebih parah dapat menimbulkan gas hydrogen sulfide (H2

Selain itu menurut Tanaka et.al., (2004) masalah pencemaran akan berdampak terhadap kesehatan atau dapat menimbulkan panyakit. Azwar (1996) menambahkan bahwa potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan antara lain adalah penyakit diare dan penyakit kulit (kudis dan kurap). Penyakit-penyakit S), perubahan warna dan rasa air serta gangguan estetika (Gordon, 2006).


(27)

ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.

Dampak pencemaran terhadap lingkungan berupa cairan dari virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membua tangga ke sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga dapat meresahkan para penduduk (Soemarwoto, 1999).

Penumpukan sampah di daerah intertidal juga dapat mengakibatkan munculnya masalah lingkungan fisik (bau tidak sedap, menurunnya estetika), kimia (gas metan, CO2, CO), biologis (kesehatan masyarakat). Sampah merupakan habitat bagi berkembangnya bakteri patogen tertentu seperti Salmonella Typhosa, Entamoeba Coli, Escherichia Coli, Vibrio Cholera, Shigella Dysentriae,Entamoeba Hystolyca dan lain-lain yang menimbulkan penyakit pada manusia (Slamet, 1994).

Coe dan Rogers (1997) mengemukakan bahwa sebagai akibat dari buangan sampah anorganik yang tidak dapat didegradasi oleh bakteri, baik itu sampah terapung maupun tenggelam, dapat mengganggu kehidupan ekosistem pesisir dan organisme laut itu, khususnya tentang pola pergerakan organisme laut tersebut saat mereka mencari makan.

Penambahan bahan-bahan organik dan anorganik dari sampah akan dapat meningkatkan kadar kekeruhan dalam air akibat bertambahnya padatan tersuspensi, meningkatnya turbiditas atau berkurangnya tingkat kecerahan air yang dapat mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan, dan akibat selanjutnya akan menurunkan suhu dan produktifitas perairan dimana terdapat banyak jenis-jenis organisme yang hidup dan berkembang baik di estuari maupun disekitar lingkungan pesisir pantai (Laurie et.al., 2008).


(28)

Jenis organisme yang hidup di pesisir pantai dan sekitar muara-muara sungai yaitu hewan makrozobenthos. Hewan makrozobenthos merupakan salah satu kelompok biota yang hidup di dalam ekosistem estuari dan pesisir pantai, terutama di dasar perairan yang mengalir (Odum, 1993). Menurut Weber (1973) hewan makrobenthos adalah organisme tanpa tulang belakang (invertebrate) yang hidup di dasar perairan dan sekitar pesisir pantai (membuat lubang atau menempel pada sedimen), mempunyai ukuran lebih besar dari 1 mm, dan dapat terambil dengan alat yang mempunyai mata saring 0.5 mm. Selanjutnya Cummins (1975) berpendapat bahwa hewan makro benthos atau macro invertebrate bentik adalah hewan-hewan yang tidak bertulang belakang, berukuran cukup besar (lebih besar dari 0.5 mm) ukuran panjang tubuh 3-5 mm, sehingga dapat dilihat dengan jelas tanpa bantuan mikroskop.

Nybakken (1988) menyatakan bahwa hewan makrozobenthos yang hidup di dasar atau berasosiasi diatas permukaan perairan disebut epifauna, sedangkan hewan benthos yang hidup di dalam lumpur pada substrat yang lunak disebut infauna. Selanjutnya hewan makrozobenthos dibedakan menurut ukuranya yaitu : (1) mikro fauna (< 0.1 mm) ; (2) meiofauna (0.1 - 1.0 mm) dan (3) makrofauna (> 1.0 mm).

Berdasarkan makanannya makrozobenthos dikelompokkan menjadi empat kelompok (Cummins, 1975) yaitu : (1) Perumput dan penggaruk (grazers dan scraper) : herbifora, pemakan alga dasar ; (2) Pencabik (Shredder) : pemakan detritus, yang berupa partikel ukuran besar ; (3) Pengumpul (collector) : pemakan detritus yang berukuran kecil dan tersuspensi (filter) ; (4) Predator : pemangsa (Nybakken, 1988).

Berdasarkan ketahanannya terhadap bahan pencemar, Wilhm (1975) mengklasifikasikan hewan makrozobenthos menjadi tiga kriteria seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2 berikut ini.


(29)

Tabel 2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Bahan Pencemar.

No. Kelompok Jenis Hewan Makro Benthos

1. Sangat tahan terhadap pencemar.

Cacing, Tubifisida, lintah, larva nyamuk, siput (moluska dan fisidium)

2. Ketahanan sedang, lebih suka hidup di air jernih.

Jenis-jenis siput, serangga dan kristasea

3. Tidak tahan terhadap pencemar dan hanya suka hidup di air bersih.

Jenis siput dari famili Viviparidae, Amnicodae, serangga, nimfa, dan ordo Ephermercidae, Odonata, Hemiptera, Neuroptera.

Sumber : Wilhm (1975)

Hewan makrozoobenthos hidupnya relatif menetap dan tidak dapat menghindar dari kontak dengan bahan-bahan pencemar seperti sampah plastik yang umumnya banyak ditemukan baik dimuara-muara sungai maupun di sepanjang pesisir pantai (Damar et.al., 2009). Selain itu jangka hidup organisme makrozoobenthos menurut Wilhm (1975) ini relatif lama, dan mempunyai habitat relatif tetap. Karena itu perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi dan kelimpahannya. Wilhm (1975) juga menambahkan bahwa hewan makrozoobenthos merupakan organisme perairan yang sangat representatif untuk menduga pencemaran perairan.

Cummins (1975) menentukan beberapa persyaratan organisme air yang dapat digunakan sebagai indikator biologi untuk menduga perairan tercemar atau untuk menduga tingkat pencemaran perairan adalah : (a) Hidupnya relatif menetap ; (b) jangka hidupnya panjang, dan (c) mempunyai toleransi spesifik terhadap lingkungan. Wilhm (1975) menyatakan bahwa penggunaan hewan makrozoo benthos sebagai indikator kualitas perairan merupakan usaha untuk melengkapi pendugaan kualitas perairan secara fisika dan kimia, yang ternyata memiliki kelemahan.


(30)

2.4 Parameter Kualitas Perairan

Welch (1948) menyatakan bahwa kualitas perairan adalah faktor biofisika-kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya. perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya. Effendi (2003) juga berpendapat bahwa kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu.

Masuknya bahan pencemar dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas air dan terkait dengan kapasitas asimilasinya. Apabila kapasitas asimilasinya melebihi ambang batas kelayakan akan menurunkan daya dukung, nilai guna dan fungsi perairan bagi peruntukan lainnya (Dahuri, 2004). Menurut Odum (1993) nilai kisaran parameter yang terukur dilingkungan perairan secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh proses hidrodinamika suatu perairan misalnya pasang surut, gerakan ombak, pengenceran oleh aliran air tawar dan sebagainya. Oliver et.al., (2007) juga menambahkan bahwa pasang surut akan menggerakkan air secara horisontal, sehingga masa air dapat memasuki muara sungai ke arah hulu.

Besar kecilnya nilai kisaran dari parameter tergantung dari beberapa faktor lain seperti intensitas bahan pencemar, iklim, kedalaman, arus, topografi dan geografi sehingga terjadi proses perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang saling berinteraksi (Wardoyo, 1995). Dalam kaitannya dengan pencemaran air Wardoyo (1995) menambahkan bahwa berbagai parameter pencemar dan karakteristiknya yang berkaitan dengan kehidupan mahluk hidup penting untuk diketahui seperti parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya tidak dapat berdiri sendiri. Selain itu menurut Tanaka et.al., (2009) telah diketahui bahwa parameter-parameter pencemaran perairan secara langsung mempengaruhi organisme air seperti benthos, nekton, maupun plankton disuatu perairan. Mahida (1999) mangatakan bahwa untuk melihat pencemaran air ada beberapa parameter kualitas air yang penting untuk ditelaah antara lain warna, bau, rasa, suhu, pH, oksigen terlarut


(31)

(DO), BOD5,

a. Suhu

COD, padatan tersuspensi, logam berat, bahan radio aktif dan organisme perairan.

2.4.1 Parameter Fisika

Sifat fisika perairan baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sifat kimia maupun biologis suatu perairan dan nilai manfaat dari perairan tersebut (Diana et.al., 2010) Parameter fisika dari suatu perairan meliputi suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi, padatan terlarut (Nybakken, 1988).

Suhu perairan sangat berkaitan dengan kenyamanan dan kelangsungan kehidupan suatu perairan. Peran lain yang cukup penting adalah suhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi proses kimia dalam suatu perairan (Mahida, 1999). Mahida (1999) juga menambahakan bahwa kecepatan metabolisme akan meningkat dua kali jika suhu naik 10o

b. Kecerahan dan Kekeruhan

C, karenanya perubahan yang besar dari suhu di dalam suatu ekosistem perairan dapat mengakibatkan kerugian dan tidak dapat diterima. Nilai baku mutu suhu air untuk biota sebaiknya berkisar antara suhu air alami di perairan tersebut.

Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter penting dalam menentukan produktifitas suatu perairan. Tingkat kekeruhan suatu perairan berbanding terbalik dengan tingkat kecerahannya atau meningkatnya kekeruhan akan menurunkan kecerahan perairan. Peningkatan kekeruhan ini dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam kolom air sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan produktifitas primer perairan.

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan dari suatu perairan yang menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air menunjukan semakin tinggi kecerahan dan keadaan ini sangat menentukan ketebalan lapisan air yang produktif.

c. Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air karenanya dapat mempengaruhi proses fotosintesis


(32)

(Allison et.al., 2007). Akibat yang ditimbulkan oleh adanya padatan tersuspensi dapat mengurangi kemampuan pemurnian alami (self purification) dengan mengurangi fotosintesis dan menutupi organisme dasar (Azwar, 1996).

Jose (2002) menyatakan bahwa padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Mahida (1999) juga menambahkan bahwa air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi yang sangat bervariasi tergantung pada jenis industrinya. Besarnya kandungan padatan tersuspensi menurut Leandro et.al., (2001) akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Sedangkan padatan terlarut adalah padatan yang memiliki ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa organik yang larut dalam air. Air buangan industri umumnya banyak mengandung zat pencemar terlarut yang sering mencemari perairan dan sangat berbahaya bagi kehidupan disekitarnya (Leandro et.al., 2001).

2.4.2 Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH suatu perairan mencirikan suatu keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat meningkatkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikan kadar keasaman (Fakhrudin, 1996).

Nilai pH menunjukan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Dalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat (Effendi, 2003).

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya bahan organik. Limbah organik yang masuk ke dalam perairan akan mengalami penguraian dan proses ini merupakan aktifitas bakteri yang memerlukan oksigen terlarut dalam perairan. Pesatnya aktifitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan akan menurunkan oksigen terlarut (Fardiaz, 1992).


(33)

Kandungan oksigen terlarut merupakan parameter penting yang harus diukur untuk mengetahui kualitas perairan. Kandungan oksigen terlarut akan semakin rendah jika masukan limbah ke perairan semakin besar. Hal ini berhubungan dengan semakin bertambahnya aktifitas dekomposisi dalam menguraikan limbah yang masuk (Welch, 1978).

c. BOD5

Kebutuhan oksigen bikimia (BOD

(Biochemical Oxygen Demmand)

5

d. COD (Chemical Oxygen Demmand)

) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan organik dalam air. Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutukan untuk mengoksidasi bahan organik. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan oleh semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, berarti terdapat kandungan bahan organik yang membutuhkan banyak oksigen (Mahida, 1999).

Menurunnya oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme suatu biota perairan. jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu rendah, mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak namun sebaliknya mikroorganisme anaerobik akan menjadi aktif (Mahida, 1999).

Kebutuhan oksigen kimia (COD) ialah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam air secara kimiawi. Karenanya uji COD merupakan analisis kimia yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan organik yang sukar dipecah maupun yang dapat dipecah secara mikrobiologis seperti yang terukur dalam uji BOD5

e. Nitrogen

(Welch, 1980).

Senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Senyawa tersebut diperlukan dalam proses reaksi biologis dalam suatu ekosistem perairan. Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), amonia (NH3) terlarut atau dalam bentuk senyawa-senyawa amonium (NH4+), Nitrat (NO3) dan Nitrit (NO2). Senyawa-senyawa nitrat dan nitrit terdapat dalam perairan alami sebagai garam-garam yang terlarut, tersuspensi atau berupa endapan (Wardoyo, 1995).


(34)

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0.2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutroifikasi (pengayaan) perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Wardoyo, 1995).

Nitrit (NO2) Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Wardoyo, 1995).

Amonia (NH3

2.5 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah serangkaian kegiatan yang melaksanakan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah serta pembuangan akhir sampah. Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume sehingga mudah diatur (Outherbridge, 1998).

) bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0.1 mg/l (Husnah, 2006) .

Terdapat empat prinsip yang dapat digunakan dalam menangani masalah sampah. Ke empat prinsip tersebut lebih dikenal dengan nama 4R yang meliputi: Reduce (mengurangi) yaitu melakukan minimalisasi barang atau material yang dipergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Reuse (menggunakan kembali) yaitu pemilihan penggunaan barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang


(35)

waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Recycle (mendaur ulang) yaitu menggunakan barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa di daur ulang. Tidak semua barang bisa di daur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Replace (mengganti) maksudnya teliti terhadap barang yang digunakan setiap hari yaitu dengan mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga menggunakan barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, mengganti kantong keresek dengan keranjang bila berbelanja (Outherbridge, 1998).

Sedangkan pola yang dapat dipakai dalam penanggulangan sampah menurut Said (1987) meliputi Reduce, Reuse, Recycle, dan Composting (3RC) yang merupakan dasar dari penanganan sampah secara terpadu. Reduce atau disebut juga precycling merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah. Reuse berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih bisa digunakan, seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan, bukan berarti menghina. Recycle juga sering disebut mendapatkan kembali sumberdaya (resource recovery), khususnya untuk sumberdaya alami. Mendaur ulang diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, alumunium, gelas dan plastik. Langkah utama dari mendaur ulang ialah memisahkar sampah yang sejenis dalam satu kelompok.

Composting menurut Outherbridge (1998) merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik, misalnya daun, sisa makanan dan lain-lain. Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman.

Tentunya cari ini menurut Outherbridge (1998) akan lebih baik digunakan dari pada dengan cara pembakaran. Karena selain mengurangi ef dengan mengurangi volume gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan, cara ini


(36)

tidak mempunyai efek samping baik bagi masyarakat ataupun lingkungan. Seperti kata pepatah menurut Hadiwiyoto (1983) bahwa pencegahan penyakit akan lebih baik dari pada mengobatinya. Kata bijak ini juga bisa digunakan dalam strategi penanganan sampah yakni mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari pada mengolah/memusnakan sampah. Karena bagaimanapun mengolah/memusnahkan sampah pasti akan menghasilkan jenis sampah baru yang mungkin saja lebih berbahaya dari sampah yang dimusnakan.

Perbedaan penanganan sampah menurut Hadiwiyoto (1983) yaitu : (1) dengan cara didaur ulang. Cara ini bisa menjadikan semula bukan apa-apa sehingga bisa menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis. (2) dengan cara pembakaran. Cara ini adalah cara yang paling mudah untuk dilakukan karena tidak membutuhkan usaha keras. Cara ini bisa dilakukan dengan cara membakar menggunakan minyak tanah lalu dinyalakan apinya. Kelebihan cara membakar ini juga menurut Haeruman (1979) adalah mudah dan tidak membutuhkan usaha keras, membutuhkan tempat atau lokasi yang cukup kecil, dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit uap air panas, listrik dan pencairan logam.

Hadiwiyoto (1983) juga mengemukakan bahwa pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan sampah antara lain: (1) pengumpulan sampah, (2) tahap pemisahan, (3) tahap pembakaran, dan (4) tahap penimbunan sampah. Hal ini sangat memerlukan penanganan karena masalah sampah berkaitan dengan masalah lingkungan hidup dalam wujud nyata dan mengganggu kehidupan manusia

Menurut Brown et.al., (2003) banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah diantaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis (sanitary landfill) untuk mencegah sampah tidak terekspos lebih dari 24 jam. Sedangkan menurut Russell (2005) pengelolaan sampah dapat dilihat mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan akhir. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah dari


(37)

segi kuantitas maupun kualitasnya dengan meningkatkan pemeliharaan bahan yang dapat terurai secara alami. Semua usaha ini memerlukan kesadaran dan peran masyarakat.

Pengertian pengelolaan sampah pesisir dikemukakan oleh Coe dan Rogers (1997) yaitu pengendalian dan pemanfaatan semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja tertentu. Dengan demikian pengelolaan merupakan suatu masalah yang besar setelah faktor dan sumberdaya yang sukar untuk dikendalikan dan didayagunakan masuk ke dalam suatu sistem, yaitu manusia. Haeruman (1979) juga menyatakan bahwa perencanaan pengelolaan sampah yang komprehensif perlu memperhatikan sumber sampah, lokasi, pergerakan atau peredaran, dan interaksi dari peredaran sampah dalam suatu lingkungan urban. Untuk mencapai hal tersebut perlu diperhatikan hal-hal seperti penyimpanan sampah, pengumpulan sampah, pembuangan sampah dan pemusnahan sampah.

Outherbridge (1998) menambahkan bahwa cara-cara pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja melainkan juga untuk keindahan lingkungan , antara lain dengan:

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari tempat pengumpulan, sampah diangkut ke TPS dan selanjutnya ke TPA. 2. Pemusnahan dan pengolahan sampah.

Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut :

a. Ditanam (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan pembuatan lubang di tanah, kemudian sampah di masukkan dan ditimbun dengan tanah.

b. Dibakar (Incenerator), yaitu pemusnahan sampah dengan cara membakar di dalam tungku pembakaran.

c. Diolah menjadi pupuk kompos (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk kompos, khususnya untuk jenis sampah organik.


(38)

Gordon (2006) menyatakan bahwa sistem pengolahan sampah yang banyak dilakukan saat ini adalah system sanitary landfill. Sistem ini di dukung berbagai kegiatan yang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan seperti pemasangan geomembran dan geotekstile sebagai dasar konstruksi, drainase air lindi, ventilasi, cover soil, dan lain-lain.

Sistem ini memang dapat meminimalkan timbulnya bau, penyakit, dan kerusakan lingkungan, tetapi memiliki resiko yang tidak dapat dihindarkan seperti terbentuknya gas metan, H2S, NH3,

dan air lindi (leachete). Perpindahan gas dan air lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan.

USAID (2006) dalam Pengelolaan sampah berbasis masyarakat (Community Based Solid Waste Management) atau yang disingkat CBSWM menyatakan bahwa program pengelolaan ini adalah sistem penanganan sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Prinsip-prinsip CBSWM adalah partisipasi masyarakat, kemandirian, efisiensi, perlindungan lingkungan dan keterpaduan.


(39)

3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di pesisir Kota Palu dan Sungai Palu. Penelitian ini berlangsung dua bulan yaitu dari Maret sampai April 2011. Adapun rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan diperlihatkan dalam Lampiran 1.

3.2 Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel

Penelitian dilaksanakan disepanjang pesisir Kota Palu dan Sungai Palu. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Informasi data sekunder dari lokasi yang diteliti terlebih dahulu dikumpulkan sebagai bahan pertimbangan survai pendahuluan dan penelitian lapangan. Selama penelitian juga dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder yang dianggap penting (laporan hasil penelitian lain dan sebagainya). Survai pendahuluan ditujukan untuk menentukan stasiun pengambilan contoh dan hal-hal teknis penelitian, dengan cara melakukan pengamatan lokasi.

Berdasarkan tujuan, maka batas lokasi penelitian adalah pesisir pantai Kota Palu (intertidal) dan Sungai Palu. Pengambilan sampel sampah organik dan anorganik dilakukan pada bagian intertidal pesisir pantai dan badan Sungai Palu. Sedangkan untuk pengambilan sampel air dilakukan di dua bagian Sungai Palu yaitu bagian yang salinitasnya 0 PSU dan bagian yang salinitasnya lebih dari 0 PSU.


(40)

TELUK KOTA PALU SULAWESI TENGAH

Lokasi Penelitian

Sumber : BAPPEDA Kota Palu 2010

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Batas Kabupaten Batas Kecamatan Kelurahan Jalan Utama Jalan Lain Sungai

Zona Sungai Palu Zona Laut Teluk Palu Zona Pesisir Palu Keterangan:


(41)

3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sampah (organik dan anorganik) yang terdeposit di daerah intertidal dilakukan dengan menggunakan metode ”sampling kuadran” dan untuk pengambilan sampel sampah di Sungai Palu dilakukan dengan metode ”garbage trap”. Pengambilan sampel sampah di daerah intertidal ditentukan terlebih dahulu yaitu dengan menarik panjang garis sampling (line transec) 30 m dengan ukuran kuadrannya 2 m x 2 m sedangkan jarak antara kuadran satu dengan yang lainnya 1 m. Peletakan kuadran dapat dilihat pada Gambar 3.

K

Keterangan :

K = Kuadran c = Jarak antara kuadran

a = Panjang Kuadran d = Panjang line transek

b = Lebar Kuadran

Gambar 3. Sketsa Peletakan Sampling Kuadran

Terdapat 8 garis sampling/titik lokasi pengambilan sampel di pesisir pantai masing-masing di pesisir pantai Kecamatan Palu Barat tepatnya di kelurahan Besusu dan Kelurahan Talise terdapat 4 titik lokasi pengambilan sampel (B1, B2, B3 dan B4). Pesisir pantai Kecamatan Palu Timur tepatnya di Kelurahan Lere dan Kelurahan Silae terdapat 4 titik lokasi pengambilan sampel sampah organik dan anorganik (A1, A2, A3 dan A4), dengan jumlah kuadran masing-masing titik lokasi penelitian sebanyak 10 kuadran. Sedangkan untuk di sungai terdapat 4 titik waktu pengambilan sampel sampah (C1, C2, C3 dan C4).

Jumlah total kuadran sampel sampah di 12 titik lokasi penelitian adalah 84 kuadran (40 kuadran di Kecamatan Palu Barat, 40 kuadran di Kecamatan Palu Timur serta 4 kuadran di Sungai Palu) sketsa model pengambilan sampel sampah

c

d b


(42)

dapat dilihat pada Gambar 5. Terdapat hanya 4 kuadran di sungai utama Kota Palu ini diasumsikan bahwa dalam sehari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut yakni pada pukul 06.00 WITA, 12.00 WITA, 18.00 WITA dan 24.00 WITA sehingga saat pengambilan sampel dapat mewakili keadaan pasang surut tersebut.

Pengambilan sampel dalam kuadran dilakukan pada saat air laut surut di daerah intertidal. Setelah tali plastik yang digunakan sebagai pengganti meteran diletakan secara horizontal/sejajar dengan garis pantai. Kuadran kemudian diletakkan satu per satu. Sampah laut padat diambil, dibersihkan lalu dikumpulkan ke dalam karung atau kantung plastik yang berukuran besar. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan, kemudian disortir menurut kategori/jenis yang sudah ditentukan. Setelah sampel sampah dipilah-pilah berdasarkan lokasi penelitian, maka jumlah (potongan), kepadatan dan komposisi sampah dihitung, kemudian dicatat menurut kategori / jenisnya seperti yang di perlihatkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Disamping itu, dalam kuadran juga diamati apakah ada organisme makro zoobenthos yang mengkolonisasi sampah atau tidak. Jika ada organisme yang mengkolonisasi sampah laut maka itu akan difoto, diambil dan dimasukan ke dalam kantung plastik. Selanjutnya organisme tersebut diidentifikasi di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.


(43)

Tabel 3. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik Berdasarkan Kategori Jenisnya.

SAMPAH ANORGANIK

Nama Lokasi : Kota :

PALU

Provinsi : SULTENG Tempat: Pukul: Jumlah Kuadran :

Panjang Transek: 30 m Lebar Transek: 2 m Luas Area : m Kategori Sampah Anorganik Jumlah Potongan Berat (g) Plastik

Aluminium Kaca

Kain / Tekstil Karet

Kertas Styloform Total

Jumlah berat sampah laut per meter persegi = Jumlah potongan sampah laut per meter persegi =

Tabel 4. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Organik Berdasarkan Kategori Jenisnya.

SAMPAH ORGANIK

Nama Lokasi : Kota :

PALU

Provinsi : SULTENG Tempat: Pukul: Jumlah Kuadran :

Panjang Transek: 30 m Lebar Transek: 2 m Luas Area : m Kategori Sampah Organik Jumlah Potongan Berat (g)

Total

Jumlah berat sampah laut per meter persegi = Jumlah potongan sampah laut per meter persegi =


(44)

Pengambilan sampel sampah di sungai dengan menggunakan metode ”garbage trap” (perangkap sampah) diletakkan secara vertikal dengan sedikit terendam dalam badan air sungai. Adapun sungai ini memiliki lebar ± 25-30 m dengan kedalaman sungai sebelah kiri 3-4 m dan sebelah kanan ± 1 m. Jaring perangkap sampah memiliki ukuran mata jaring 5 cm dengan panjang 40 m. Peletakkan ”garbage trap” ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan : (a) Jembatan

(b) Badan aliran sungai (c) Garbage trap

(d) Bantaran sungai Kecamatan Palu Timur (e) Bantaran sungai Kecamatan Palu Barat

Gambar 4. Sketsa Model Peletakan ”Garbage trap”.

3.4 Identifikasi Sampel Air dan Makrozoobenthos

Pengambilan sampel air dilakukan dibagian sungai utama Kota Palu tepatnya pada bagian yang memiliki salinitas 0 PSU sebanyak 3 titik lokasi ± 1 km dari pantai dan juga pada bagian yang memiliki salinitas lebih dari 0 PSU di 3 titik lokasi ± 100 m dari daerah intertidal dan masing-masing diambil pada bagian kiri, tengah dan kanan untuk di sungai dan laut (KA1-KA3 = Lokasi sampel air sungai dan KB1-KB3 = Lokasi sampel air laut). Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar perbedaan antar parameter kualitas air di dua bagian tersebut seperti yang ditampilkan dalam Gambar 5. Hasil dari pengambilan sampel air ini dianalisis di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.


(45)

Sedangkan untuk jenis organisme makrozoobenthos yang mengkolonisasi sampah laut di lokasi penelitian yaitu di daerah intertidal diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan identifikasi dari beberapa sumber yaitu Dharma (1992). Selanjutnya sampel organisme laut tersebut diambil gambarnya sebagai data dokumentasi. Selain itu juga pengamatan dan identifikasi makro zoobenthos akan dilakukan pada bagian bagian yang bersampah dan tidak bersampah tetapi memiliki substrat yang sama (substrat berpasir/berlumpur).

Keterangan :

A1-A4 = Lokasi Kecamatan Palu Timur B1-B4 = Lokasi Kecamatan Palu Barat C1-C4 = Lokasi Sungai

KA1-KA3 = Lokasi Sampel Air Sungai KB1-KB3 = Lokasi Sampel Air Laut


(46)

3.5 Analisa Data

Untuk mengetahui jumlah (potongan), berat dan komposisi sampah yang terdapat di pesisir pantai Kota Palu yang didasarkan pada jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam wilayah tepi sungai dan pesisir yang merupakan sumber pencemar potensial yang membuang limbahnya langsung ke sungai atau ke pesisir, tanpa diolah terlebih dahulu. Maka data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan persamaan di bawah ini (Coe dan Rogers, 1997) :

1. Kepadatan mutlak (jumlah potongan sampah) = Jumlah potongan sampah dalam tiap kategori

Luas area (m2 2. Kepadatan mutlak (berat sampah) =

)

Berat potongan sampah dalam tiap kategori Luas area (m2

3. Kepadatan relatif (jumlah potongan sampah) = )

Jumlah potongan sampah dalam tiap kategori Jumlah total potongan sampah dalam semua kategori

4. Kepadatan relatif (berat sampah) =

Berat potongan sampah dalam tiap kategori

Jumlah total berat potongan sampah dalam semua kategori X 100 %


(47)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Teluk Palu berada dibawah administrasi pemerintahan Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Kota Palu dengan wilayah seluas 395.06 Km2 terletak pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara geografis berada pada posisi antara 0o.36” – 0o.56” Lintang Selatan dan 119o.45” – 121o.1” Bujur Timur tepat berada di bawah garis katulistiwa dengan ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut. Terdapat sungai Palu sebagai sungai utama Kota Palu yang memiliki panjang profil Daerah Aliran Sungai (DAS) ± 102 km mengalir dari Selatan ke Utara (Ali, 2010).

Secara administratif Kota Palu dibagi empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Palu Barat; Kecamatan Palu Timur; Kecamatan Palu Selatan; dan Kecamatan Palu Utara, dengan total 43 kelurahan yang tersebar di empat kecamatan. Terdapat 3 kecamatan berada di sekitar Teluk Palu, yaitu: Kecamatan Palu Barat; Kecamatan Palu Timur; dan Kecamatan Palu Utara. Jumlah penduduk Kota Palu menurut data pada tahun 2009 sebanyak 309.032 jiwa. Hasil pencatatan suhu udara pada stasiun udara Bandara Mutiara Palu rata-rata suhu udara adalah 26.60o

1) Sebelah Utara : Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala

C kelembapan udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Agustus yang mencapai 83 persen, sedangkan kelembapan udara terendah terjadi pada bulan februari yaitu 75 persen. Kota Palu secara langsung berbatasan dengan Kabupaten-kabupaten sekitarnya (Ali, 2010). Batas-batas tersebut meliputi :

2) Sebelah Selatan : Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala dan Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi

3) Sebelah Barat : Kecamatan Pinembani, Kecamatan Pinembani, Kecamatan Kinovaru dan Kecamatan Marawola Barat Kabupaten Donggala

4) Sebelah Timur : Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Mautong dan Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.


(48)

4.1.1 Keadaan Penduduk

Dari data monografi Kota Palu Tahun 2009 diperoleh bahwa jumlah penduduk yang mendiami Kota Palu sampai dengan bulan Desember, 2009 sebanyak 309.032 jiwa, yang terdiri dari 152.688 orang laki-laki dan 156.344 orang perempuan. Untuk melihat jumlah penduduk kota Palu berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur No Kecamatan

Kelompok Umur (dalam Tahun/Jiwa)

0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60+ 1. Palu Barat 15.389 19.137 20.242 16.818 10.498 6.378 4.182 2. Palu Selatan 18.308 22.768 24.080 20.010 12.489 7.586 4.997 3. Palu Timur 11.570 14.392 15.209 12.646 7.894 4.788 3.152 4. Palu Utara 6.066 7.545 7.975 6.630 4.139 2.513 1.651 Jumlah 51.333 63.842 67.506 56.104 35.020 21.265 13.982 Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2010)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang terbanyak berada pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 67.506 orang/jiwa disusul oleh kelompok umur 10-19 tahun sebanyak 63.842 orang/jiwa. Besarnya jumlah penduduk tentunya mempengaruhi banyaknya volume sampah yang dihasilkan, seperti yang dinyatakan oleh Gordon (2006) yakni pertumbuhan sampah terjadi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yan terus bertambah secara alami. Pertumbuhan penduduk yang demikian besar sudah barang tentu akan menjadi masalah bagi kota-kota besar, terutama jika dilihat dari jumlah timbunan sampah yang besar, serta pencemaran yang akan diakibatkan oleh tumpukan sampah yang tidak terangkut.

4.1.2 Kondisi Pendidikan

Kota Palu pada umumnya penduduknya telah mengenyam pendidikan baik pendidikan formal maupun non-formal, dan sudah dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Palu sudah cukup maju. Untuk lebih jelas banyaknya


(49)

jumlah pelajar, mahasiswa dan sarana pendidikan di Kota Palu dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6 . Jumlah Pelajar, Mahasiswa dan Sarana Pendidikan Kota Palu

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Jumlah Sarana Pendidikan

1. TK 6.377 130

2. SD 37.914 178

3. SLTP/MTS 18.049 61

4. SLTA/MA 10.244 22

5. SMK 7.027 22

6. Perguruan Tinggi Negeri (PTN) 26.693 2 7. Pergfuruan Tinggi Swasta (PTS) 6.827 5

Jumlah 113.131 420

Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2011)

Dari tabel diatas terlihat bahwa banyaknya penduduk pelajar Kota Palu terbesar adalah pelajar SD sebanyak 37.914 orang/jiwa selanjutnya mahasiswa perguruan tinggi. Sarana pendidikan juga merupakan tempat produksi sampah dengan jumlah sarana sebanyak 420 serta pelajar/mahasiswa sebanyak 113.131 orang/jiwa yang tersebar di Kota Palu yang tentunya mempengaruhi jumlah produksi sampah di Kota Palu.

4.1.3 Jumlah Pasar

Untuk melihat kondisi perekonomian Kota Palu, secara umum dapat ditinjau dari seberapa banyak jumlah Pasar di Kota Palu. Saat ini yang menjadi sorotan masyarakat Kota Palu salah satunya adalah kebersihan pasar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Jumlah Pasar di Kota Palu

No Lokasi/Daerah Pasar Tradisional Pasar Modern

1. Palu Barat 3 6

2. Palu Selatan 3 11

3. Palu Timur 1 4

4. Palu Utara 5 -

Jumlah 12 21


(50)

4.1.4 Kondisi Perhotelan

Selain memberikan dampak perekonomian Kota Palu, perhotelan juga memberikan dampak pada bertambahnya volume sampah. Saat ini dengan semakin berkembangnya Kota Palu membuat semakin banyaknya jumlah hotel di Kota Palu. Untuk melihat jumlah hotel, kamar dan tenaga kerja di Kota Palu dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :

Tabel 8. Jumlah Hotel, Kamar dan Tenaga Kerja di Kota Palu

No Jenis Hotel Jumlah Hotel Kamar Tenaga Kerja

1. Berbintang 1 55 67

2. Non-Berbintang 52 1.022 570

Jumlah 53 1.077 637

Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2011)

4.1.5 Kondisi Restauran dan Rumah Makan

Restauran dan rumah makan merupakan salah satu tempat yang menghasilkan sampah yang banyak baik yang sifatnya organic maupun anorganik. Jumlah Restauran dan rumah makan tentunya mempengaruhi besaran jumlah/volume sampah yang terdapat disuatu wilayah. Kota Palu yang tingkat mobilitas penduduknya cukup tinggi menyebabkan banyak berkembangnya usaha restaurant dan rumah makan ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Jumlah Jenis Tempat Makan dan Tenaga Kerja

No Jenis Jumlah Tenaga Kerja Jumlah

1. Restauran 95 13

2. Rumah Makan 231 67

Jumlah Total 326 80


(51)

4.2 Kondisi Sampah di Pesisir Kota Palu

Kota Palu memiliki peranan penting dalam bidang perekonomian dan jasa. Disamping sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan juga sebagai cerminan yang mewujudkan citra masyarakat Sulawesi Tengah. Kedudukan semacam itu maka seharusnya keberadaan Kota Palu harus mampu menjalankan perannya seoptimal mungkin, termasuk dalam penanganan permasalahan perkotaan yang hampir umum dihadapi oleh sebagian besar kota-kota berkembang di Indonesia. Kondisi ini dalam realitanya memang banyak diperhadapkan dengan permasalahan. Kemajuan dan perkembangan kota yang demikian pesatnya dengan aktivitas bisnis, jasa dan pembangunan infrastuktur pada kenyataannya berkonsekwensi terhadap pertambahan penduduk situasional yang tidak dapat dielakan.

Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun memiliki implikasi dari kepadatan penduduk yang berwujud dalam aktivitas rumah tangga, pemukiman, sekolah, perkantoran, industri, pasar dan lainnya kembali menimbulkan permasalahan baru di wilayah pesisir Kota Palu yaitu meningkatnya produksi sampah baik sampah organik yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tubuhan dan hewan yang diambi dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan dan yang lainnya maupun jenis sampah anorganik yang merupakan jenis sampah hasil kegiatan campur tangan manusia/industri. Hal ini dapat dilihat dengan jelas saat air laut surut terdapat timbunan sampah laut di sepanjang garis intertidal pesisir Kota Palu.

Adapun untuk jumlah volume sampah per hari di Kota Palu serta jumlah TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang dimiliki disetiap kecamatan yang terdapat di Kota Palu dapat dilihat dalam Tabel 10 berikut :

Tabel 10. Jumlah Volume Sampah dan TPS Kota Palu

No Kecamatan Volume Sampah (m3)/hari Jumlah TPS

1 Palu Barat 360 241

2 Palu Selatan 280 151

3 Palu Timur 220 120

4 Palu Utara 120 90

Jumlah 900 602


(52)

4.3 Analisis Sampah Organik dan Anorganik Kota Palu

Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan dapat terjadi karena adanya kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun karena pengaruh alam. Dampak dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor di daerah Kota Palu adalah dihasilkannya limbah organik dan anorganik yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini jumlah dan jenis sampah organik dan anorganik yang terdeposit di sungai Kota Palu maupun di pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat dapat dilihat dalam Gambar 5 sampai dengan Gambar 10. Sampah-sampah tersebut jika tidak dikelolah akan menimbulkan pencemaran yang merusak fungsi lingkungan hidup di wilayah pesisir Kota Palu.

Daerah pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang mudah terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya. Lingkungan pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang berbeda kondisi dan sifatnya. Pada umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan. Rusaknya ekosistem berarti rusak pula sumberdaya didalamnya. Agar akibat negatif dari pemanfaatan beranekaragam dapat dipertahankan sekeci-kecilnya dan untuk mencegah kerusakan ekosistem di wilayah pesisir diperlukan suatu pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan wilayah yang berlandaskan perencanaan menyeluruh dan terpadu didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.


(53)

Gambar 5. Jumlah Potongan Sampah (unit/jam) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/jam) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Sungai Palu.

124 20

12

12 2 4 5

(a)

Sampah plastik Sampah styrofoam Sampah kain/tekstil Sampah kertas Sampah aluminium Sampah karet Sampah kaca

1779,89

210,02 1063,93

66,78 162,56

28,74 552,59

(b)

Sampah plastik

Sampah styrofoam Sampah kain/tekstil Sampah kertas Sampah aluminium Sampah karet Sampah kaca


(54)

Gambar 6. Jumlah Potongan Sampah (unit/jam) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/jam) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Sungai Palu.

20

79 60

6 4 3

9 2

(a)

Buah-buahan

Sayuran Daun

Sabut kelapa Mie

Tulang ikan Jeroan ikan Kulit hewan

3053,86

3792,6

1404,12 919,18

578,92 469,98 482,36

751,19

(b)

Buah-buahan Sayuran Daun

Sabut kelapa Mie

Tulang ikan Jeroan ikan Kulit hewan


(55)

Gambar 7. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2 (gr/m

) (a) dan Jumlah Berat Sampah 2

) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur.

328 38

33 23

40 25

22

(a)

Sampah plastik

Sampah Kaca Sampah Kain/tekstil Sampah karet Sampah kertas Sampah styrofoam Sampah Aluminium

4760,68

2980,99 3041,83

3866,58 1268,44

743,54

993,56

(b)

Sampah plastik

Sampah Kaca Sampah Kain/tekstil Sampah karet Sampah kertas Sampah styrofoam Sampah Aluminium


(56)

Gambar 8. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2 (gr/m

) (a) dan Jumlah Berat Sampah 2

Palu Timur.

) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan

397 265 210 31 4 56 84 369 4353 8102

(a)

Buah-buahan Sayuran Daun Sabut kelapa Tinja Tulang ikan Kulit udang Kulit kacang Lamun Kulit telur Kayu/ranting 23801,86 5056,57 815,19 7462,01 283,84 760,69 630,66 1579,88 9422,71 87,92 2371,43

(b)

Buah-buahan Sayuran Daun Sabut kelapa Tinja Tulang ikan Kulit udang Kulit kacang Lamun Kulit telur Kayu/ranting


(57)

Gambar 9. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2 (gr/m

) (a) dan Jumlah Berat Sampah 2

) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat.

709 65

30 23

74 43 27

(a)

Sampah plastik

Sampah Kaca Sampah Kain/tekstil Sampah karet Sampah kertas Sampah styrofoam Sampah Aluminium

10701,28

3441,47

2886,96 3291,04

670,84 1006,18

878,65

(b)

Sampah plastik Sampah Kaca Sampah Kain/tekstil Sampah karet Sampah kertas Sampah styloform Sampah Aluminium


(58)

Gambar 10. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Barat.

274 134 72 14 3 27 19 2 176 1123 2

(a)

Buah-buahan Sayuran Daun Sabut kelapa Mie Tulang ikan Kulit udang Kulit hewan Kulit kacang Rumput laut/lamun Tinja 11377,63 3104,04 2100,55 4678,92 151,19 1377,85 252,36 556,78 675,2 2433,48 647,68

(b)

Buah-buahan Sayuran Daun Sabut kelapa Mie Tulang ikan Kulit udang Kulit hewan Kulit kacang Lamun Tinja


(59)

Berdasarkan tabel sampah organik dan sampah anorganik nilai data tersebut selanjutnya dirata-ratakan baik dari jumlah potongan maupun berat sampah yang telah dikumpulkan. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11. Nilai Rata-Rata Sampah Organik Jumlah Potongan Berat (g) Jumlah

Potongan Berat (g)

Jumlah Potongan

Berat (g)

C1 51 2266.5 B1 147 6499.25 A1 3463 18014 C2 77 4677.2 B2 107 6582.38 A2 2445 14619 C3 21 2333.4 B3 337 11368.62 A3 2052 12340 C4 21 3488.6 B4 145 10730.31 A4 1038 8392.3

42.5 3191.4 196.33 8795.14 2249.5 13341

Keterangan :

C1-C4 = Lokasi Sungai

B1-B4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Barat A1-A4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Timur

Gambar 11. Grafik Jumlah Rata-Rata Potongan (unit) (a) dan Jumlah Rata- Rata Berat (gr) Sampah Organik.

0 1000 2000 3000 4000

A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

Jum la h P o to n ga n Stasiun Penelitian

(a)

0 5000 10000 15000 20000

A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

Jum lah B er at ( gr ) Stasiun Penelitian

(b)


(60)

Jumlah sampah organik yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan jelas dapat dilihat dalam Tabel 11. Nilai rata-rata jumlah potongan sampah organik terbanyak terdapat dilokasi A1- A4 yaitu sebanyak 2249.5 diikuti oleh lokasi B1 – B4 sebanyak 196.33 dan C1-C4 sebanyak 42.5. Sedangkan untuk nilai tertinggi rata-rata berat potongan sampah terdapat dilokasi B1-B4 yaitu 8795.14 diikuti oleh lokasi A1-A4 seberat 13341 dan C1-C4 seberat 3191.4.

Tabel 12. Nilai Rata-Rata Sampah Anorganik Jumlah Potongan Berat (g) Jumlah

Potongan Berat (g)

Jumlah Potongan

Berat (g)

C1 30 618.53 B1 216 7109.46 A1 106 3423.7

C2 84 1094.9 B2 290 3677.68 A2 151 3902.3

C3 38 1858.4 B3 250 7062.62 A3 155 5932.5

C4 27 271.23 B4 209 209 A4 97 4024.6

∑ 44.75 960.76 241.25 4514.69 127.25 4320.8 Keterangan :

C1-C4 = Lokasi Sungai

B1-B4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Barat A1-A4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Timur

Gambar 12. Grafik Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik

0 100 200 300

A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

Jum la h P o to n ga n Stasiun Penelitian

(a)

0 2000 4000 6000 8000

A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

Jum lah B er at ( gr ) Stasiun Penelitian

(b)


(61)

Jumlah nilai rata-rata sampah anorganik yang terdeposit didaerah intertidal dalam penelitian ini berdasarkan hasil data tabel diatas menunjukan bahwa jumlah potongan sampah anorganik terdapat dilokasi B1-B4 yaitu sebanyak 241.25 potong selanjutnya lokasi A1-A4 sebanyak 127.25 potong dan lokasi C1-C4 sebanyak 44.75 potong. Menilik berat rata-rata potongan sampah anorganik, nilai berat tertinggi terdapat dilokasi B1-B4 yakni dengan berat 4514.69 yang selanjutnya diikuti lokasi A1-A4 dan C1-C4 masing-masing seberat 4320.8 dan 960.76.

4.4 Analisis Kualitas Perairan Teluk Kota Palu

Jacobsen et.al., (2010) menyatakan bahwa terdapat dua fatkor yang mempengaruhi kualitas perairan yaitu faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Faktor alam dapat terjadi pada saat air telah sampai ke bumi, infiltrasi kedalam tanah atau mengalir dipermukaan tanah. Komposisi kimia tanah atau batuan yang dilalui air tersebut akan memberikan andil terhadap bagaimana kualitas air, karena selama pergerakan air tersebut terjadi pelarutan secara alami (Morris, 2007). Kondisi kualitas perairan Sungai Palu dan di pesisir Teluk Kota Palu dapat dilihat dalam Tabel 13 diberikut ini.

Tabel 13. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Sungai Palu

NO PARAMETER SATUAN

HASIL ANALISA BAKU MUTU * KA 1 KA 2 KA 3

1. Temperatur 0C 29,5 29,0 29,6

2. Padatan Tersuspensi mg/l 25,21 26,42 25,14 50

3. BOD mg/l 1,55 1,35 1,52 3

4. COD mg/l 3,11 2,75 3,04 25

5. Turbiditas NTU 47,00 52,00 48,00

6. Salinitas PSU 0,00 0,00 0,00

7. NO3 sebagai N mg/l 3,21 3,45 3,18 10

8. NH3-N mg/l 0,00 0,00 0,00

9. NO2-N mg/l 0,02 0,03 0,02 0,06


(62)

Tabel 14. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Pesisir Teluk Kota Palu NO PARAMETER SATUAN

HASIL ANALISA BAKU MUTU **

KB 1 KB 2 KB 3 (Alami)

1. Suhu 0C 30,3 29,8 30,2 Coral : 28-30

Bakau : 28-32 2. Padatan

Tersuspensi

mg/l 32,21 30,55 31,45 Coral : 20 Bakau :80

3. BOD mg/l 0,65 0,63 0,66 20

4. COD mg/l 1,69 1,71 1,69

5. Turbiditas NTU 38 32 38

6. Salinitas PSU 26 16 28 Coral : 33-34

Bakau : s/d 34

7. NO3 (Nitrat) mg/l 0,05 0,05 0,05 0,08

8. NH3-N mg/l 0,00 0,00 0,00 0,03

9. NO2-N (Nitrit) mg/l 0,03 0,05 0,05 Keterangan : ** = Baku Mutu Air Laut Kep.51/MENLH/2004

Sebaran karakteristik parameter fisika dan kimia dapat menunjukkan seberapa besar tingkat pencemaran yang ada pada masing-masing stasiun pengamatan dengan meggunakan Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 untuk pariwisata dan Baku Mutu Air Berdasarkan PP.RI No.82 Th.2001 Kelas II. Nilai Parameter padatan tersuspensi tertinggi air laut terlihat pada stasiun KB 1 (32,21 mg/l) dan yang terendah pada stasiun KB 2 (30,55 mg/l) sedangkan pada air sungai nilai padatan tersuspensi tertinggi pada stasiun KA 2 (26,42 mg/l) dan nilai terendah berada pada stasiun KA 3 (25,14 mg/l).

Perbedaan nilai residu tersuspensi pada masing-masing stasiun baik air sungai dan air laut dipengaruhi oleh limbah yang mengandung padatan terlarut seperti misalnya pengerukan atau sedimentasi yang hanyut oleh run-off dan mengendap dikawasan pantai. Nilai padatan tersuspensi yang ada pada setiap stasiun menunjukkan angka yang kurang baik untuk kawasan pesisir pantai. Sedimentasi di teluk sebagian besar berasal dari Sungai Palu sangat mengkhawatirkan. Jika sedimentasi ini tidak diatasi, maka ancaman rob (luapan akibat tingginya permukaan air laut saat pasang) akan mengancam penduduk.


(1)

b. Kelurahan Besusu (B2).

Kategori Sampah Laut Jumlah Potongan

KR(Jml Pot Berat

(g) /∑pot

x 100%)

KR(g/∑g x 100%)

Batang sayur 6 5.61 392.36 5.96

Daun (nn) 18 16.82 451.19 6.85

Tinja 2 1.87 647.68 9.84

Kulit jagung 5 4.67 788.56 11.98

Kulit pisang 18 16.82 890.59 13.53

Kulit ketimun 13 12.15 456.76 6.94

Sabut kelapa 5 4.67 655.78 9.96

Batang bawang 7 6.54 454.77 6.91

Tulang ikan 18 16.82 786.98 11.96

Kulit hewan 2 1.87 556.78 8.46

Bawang merah 5 4.67 232.14 3.53

Bawang putih 8 7.48 268.79 4.08


(2)

c. Kelurahan Talise (B3).

Kategori Sampah Laut Jumlah Potongan

KR(Jml Pot Berat

(g) /∑pot

x 100%)

KR(g/∑g x 100%)

Kulit udang 19 5.64 252.36 2.22

Mie 3 0.89 151.19 1.33

Cabe rawit 12 3.56 97.68 0.86

Kulit pisang 82 24.33 2122.89 18.67

Kulit pepaya 12 3.56 246.89 2.17

Sabut kelapa 6 1.78 2889.21 25.41

Wortel 7 2.08 378.32 3.33

Bawang merah 11 3.26 241.42 2.12

Bawang putih 9 2.67 189.74 1.67

Batang bawang 14 4.15 272.81 2.40

Kulit dur ian 21 6.23 2897.89 25.49

Biji durian 33 9.79 1385.91 12.19

Kulit kacang 108 32.05 242.31 2.13


(3)

d. Kecamatan Talise (B4).

Kategori Sampah Laut Jumlah Potongan

KR(Jml Pot Berat

(g) /∑pot

x 100%)

KR(g/∑g x 100%)

Sayur pare 1 0.69 192.36 1.79

Jantung pisang 1 0.69 451.19 4.20

Batang sayur 8 5.52 447.68 4.17

Daun Ketapang 16 11.03 544.43 5.07

Daun (nn) 23 15.86 564.89 5.26

Kulit semangka 1 0.69 112.45 1.05

Kulit jeruk 7 4.83 215.57 2.01

Kulit jagung 9 6.21 998.87 9.31

Kulit pisang 35 24.14 2542.75 23.70

Rumput laut 1123 774.48 2433.48 22.68

Kulit nanas 13 8.97 879.84 8.20

Sayur kangkung 19 13.10 791.87 7.38

Batang bawang 11 7.59 554.93 5.17


(4)

(5)

(6)