Sejarah Tari Faluaya

3.1 Sejarah Tari Faluaya

Seperti telah dijelaskan pada Bab I bahwa Tari Faluaya oleh masyarakat Nias pada masa sekarang ini telah menjadi sebuah seni pertunjukan yang kerap ditampilkan pada beberapa acara. Dengan melihat eksistensi Tari Faluaya saat ini tentunya tidak terlepas dari sejarah kemunculannya hingga menjadi sebuah seni pertunjukan. Sebagai kesenian tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Nias, Tari Faluaya pertama sekali muncul dan berkembang di Pulau Nias tempat dimana masyarakat Nias bermukim. Untuk memperoleh informasi yang penulis butuhkan, penulis menggunakan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan beberapa informan yang memang memahami dan mengenal Tari Faluaya ini.

Tari Faluaya merupakan sebuah kesenian tradisional dalam bentuk seni tari yang berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat Nias dan secara khusus oleh masyarakat Nias yang bermukim di wilayah Nias Selatan. Menurut

penjelasan Bapak Ariston Manao 7 , Tari Faluaya dulunya bukanlah sebuah tarian atau sejenis kesenian. Gerakan–gerakan yang terdapat dalam Tari Faluaya saat ini

merupakan unsur-unsur gerakan dalam latihan perang terhadap prajurit zaman dahulu. Pada masa lampau, masyarakat Nias terintegrasi dalam beberapa kerajaan atau öri yang masing-masing kerajaan ini melakukan invansi untuk memperluas

Inf ormasi diperoleh dalam sebuah kesem pat an w aw ancara di Desa Baw omat aluo, Kecamat an Fanayama, Kabupat en Nias Selat an. Beliau merupakan Kepala Desa Baw omat aluo sert a budayaw an Nias.

wilayah dan meningkatkan kekuasaan. Wilayah kerajaan (öri) yang lemah dan kalah dalam peperangan akan dikuasai oleh kerajaan yang kuat dan memenangkan peperangan. Para prajurit dan bahkan masyarakat dari kerajaan (öri) yang kalah ini akan menjadi budak (binu/sawuyu) di kerajaan pemenang perang.

Oleh karena itu, masing-masing dari setiap kerajaan ini harus mempersiapkan para prajurit perang yang tangguh dan tak terkalahkan. Maka dilakukanlah pemusatan latihan untuk para prajurit seperti gerakan-gerakan dalam Tari Faluaya yang dapat kita saksikan saat ini. Rangkaian dari latihan perang ini selalu diakhiri dengan atraksi lompat batu yang juga berfungsi untuk meningkatkan ketangguhan para prajurit. Atraksi lompat batu ini dimaksudkan untuk melatih para prajurit agar dapat melompati batas-batas wilayah yang biasanya berbentuk pagar-pagar yang tinggi. Perang memang selalu mewarnai kehidupan masyarakat Nias zaman dahulu. Hoho yang terdapat dalam Tari Faluaya ini dimaksudkan untuk membakar semangat para prajurit dalam peperangan. Hoho ini mengisahkan tentang keperkasaan dan ketangguhan para prajurit dan juga menggambarkan bagaimana keindahan setiap kerajaan atau daerah para prajurit ini berasal.

Lambat laun dalam perkembangannya yang dikarenakan oleh beberapa faktor, kebiasaan berperang mulai memudar dari kehidupan masyarakat Nias. Pada akhirnya, gerakan latihan perang ini berubah menjadi kesenian tradisional dalam bentuk tarian kolosal yang dimaksudkan untuk mengenang kehidupan masyarakat Nias zaman dahulu lewat sebuah kesenian. Tari Faluaya yang awalnya merupakan latihan perang para prajurit beralih menjadi seni pertunjukan.

Bapak Dasa Manao 8 , seorang budayawan Nias dan pendiri Sanggar Fanayama, juga mengutarakan pendapat yang sama tentang hal ini. Beliau menjelaskan bahwa dalam perkembangan saat ini Tari Faluaya lebih sering ditampilkan dalam acara-acara bertemakan kebudayaan. Selain itu, Tari Faluaya juga ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu kehormatan yang mengunjungi daerah pemukiman masyarakat Nias khususnya di Nias Selatan.

Di Kota Medan, melalui sebuah sanggar, Dasa Manao ambil bagian dalam pelestarian kesenian tradisional untuk meningkatkan rasa kecintaan terhadap budaya oleh para pemuda Nias khususnya yang ada di Kota Medan. Saat ini, Tari Faluaya cukup sering kita saksikan di beberapa acara seperti acara pelantikan, peresmian gedung, penyambutan tamu atau pejabat, dan tidak terkecuali di acara beberapa perusahaan-perusahaan dan instansi pemerintahan. Sebagai sebuah seni pertunjukan, Tari Faluaya sekarang ini lebih menonjolkan aspek estetika untuk kepentingan hiburan semata. Keutuhan ragam gerak tari serta hoho yang dituturkan pun lebih sering disesuaikan dengan situasi dan kondisi pertunjukan.