ANALISIS MUSIKAL DAN MAKNA TEKSTUAL HOHO DALAM TARI FALUAYA YANG DIPERTUNJUKKAN SANGGAR FANAYAMA PADA

ANALISIS MUSIKAL DAN MAKNA TEKSTUAL HOHO DALAM TARI FALUAYA YANG DIPERTUNJUKKAN SANGGAR FANAYAMA PADA BUDAYA MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA OL NAMA: METRAIKAN NATANAEL LAOLI NIM : 120707036 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2016

ANALISIS MUSIKAL DAN MAKNA TEKSTUAL HOHO DALAM TARI FALUAYA YANG DIPERTUNJUKKAN SANGGAR FANAYAMA PADA BUDAYA MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN OLEH :

NAMA : METRAIKAN NATANAEL LAOLI NIM

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari,M.Hum.,Ph.D. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. NIP 196512211991031001

NIP 196605271994032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2016

ii

DITERIMA OLEH : Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk,

melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Tanggal : Hari

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan

Dr. Budi Agustono, M.S NIP. 196008051987031001

Panitia Ujian : Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari,M.Hum.,Ph.D.

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si

4. Drs. Fadlin, M.A.

5. Arifni Netrirosa, SST., M.A.

iii

DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari,M.Hum.,Ph.D. NIP. 196512211991031001

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2016

Metraikan Natanael Laoli NIM. 120707036

ABSTRAK ANALISIS MUSIKAL DAN MAKNA TEKSTUAL HOHO DALAM TARI FALUAYA YANG DIPERTUNJUKKAN SANGGAR FANAYAMA PADA BUDAYA MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN

Skripsi ini akan mengkaji tentang struktur musik dan makna teks hoho dalam Tari Faluaya yang dipertunjukkan oleh Sanggar Fanayama pada budaya masyarakat Nias di Kota Medan. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengumpulan dan pengolahan data dengan beberapa cara yaitu studi kepustakaan (termasuk pustaka online), kerja lapangan, wawancara, perekaman data visual dan audio, serta kerja laboratorium. Penelitian ini akan menggunakan teori weighted scale untuk menganalisis struktur musik vokal hoho dan teori semiotika untuk menganalisis makna teks hoho yang terdapat dalam Tari Faluaya. Hasil yang diperoleh adalah bahwa hoho dalam Tari Faluaya memiliki tangga nada dan nada dasar yang berbeda pada setiap jenis hoho nya dengan gaya bernyanyi call and respons, counter frase, maupun counter motif. Keseluruhan teks hoho dalam Tari Faluaya ini memiliki makna baik konotatif maupun denotatif untuk membakar semangat dan ajakan untuk tetap menjunjung tinggi persatuan dan kebersamaan.

Kata kunci : hoho, tari Faluaya, struktur musik, teks

vi

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan kemurahan-Nya yang begitu besar dan telah rela mati untuk seluruh umat manusia. Penulis bersyukur atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Musikal dan Makna Tekstua Hoho Dalam Tari Faluaya Yang Dipertunjukkan Sanggar Fanayama Pada Budaya Masyarakat Nias di Kota Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Ayahanda tercinta Pdt. Daniel S. Laoli, S.Th dan Ibunda Adilniat Larosa. Terimakasih atas segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Terimakasih untuk perhatian yang tak pernah berhenti terkhusus selama proses pengerjaan skripsi ini. Terimakasih untuk motivasi serta semangat yang kalian berikan pada penulis. Terimakasih juga untuk segala doa yang kalian panjatkan kepada Tuhan sehingga penulis memperoleh kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga berterimakasih kepada kakak dan abang yang penulis kasihi dan sayangi, kakak Simfhoni Laoli (Ina Rensa), abang Yason Hulu (Ama Rensa), kakak Licahaya Laoli, abang Otniel Laoli, dan kakak Anjani Zai. Terimakasih untuk perhatian, semangat, kasih sayang, serta doa yang telah kalian berikan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

vii

Terimakasih juga kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku Ketua Departemen Etnomusikologi serta sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat, ilmu, perhatian serta pengalaman yang telah bapak berikan selama penulis kuliah di Jurusan Etnomusikologi. Kiranya Tuhan selalu membalaskan kebaikan bapak. Terimakasih juga kepada yang terhormat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Budaya USU, Sekretaris Departemen Etnomusikologi, Dosen Pembimbing II, dan Dosen Penasihat Akademik penulis selama selama kuliah di Departemen Etnomusikologi. Terimakasih untuk segala nasehat, ilmu, perhatian serta pengalaman yang telah ibu berikan, kiranya Tuhan membalaskan semua kebaikan ibu.

Penulis juga berterimakasih kepada seluruh dosen di Departemen Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D., Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si, Bapak Drs. Fadlin, M.A,, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrirosa, S.ST.,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Terimakasih yang sebesar- besarnya penulis ucapkan kepada bapak dan ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak dan ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan karena telah berkesempatan belajar dari orang-orang hebat seperti bapak dan ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang penulis dapatkan dari bapak dan ibu dapat penulis aplikasikan dalam kehidupan

viii viii

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hubari Gulo, S.Sn., M.Sn selaku dosen praktik tari Nias di Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak membagikan ilmu serta pengalaman kepada penulis selama kuliah. Terimakasih juga karena telah berkenan menjadi salah satu informan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk semua jasa, informasi, bantuan dan arahan yang sangat berguna untuk penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan membalaskan semua kebaikan bapak. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada bapak Ariston Manao, bapak Dasa Manao, bang Michael Hura, bang Hendrik Zega, bang Febri Maruao, serta seluruh penari di sanggar Fanayama Simalingkar Medan. Terimakasih atas segala informasi dan bantuan dari bapak dan abang sekalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kiranya Tuhan membalaskan semua kebaikan bapak dan abang sekalian.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman-teman di jurusan Etnomusikologi stambuk 2012. Terimakasih untuk tahun-tahun yang telah lalui bersama. Biarlah jalinan kasih dan persahabatan kita tidak terputus dan terus berlanjut hingga ke masa mendatang. Harapan penulis, kiranya kelak kita menjadi orang-orang hebat dan berhasil. Terimakasih juga kepada seluruh Senior dan Junior di jurusan Etnomusikologi untuk hari-hari yang indah dan bersemangat selama kuliah di Etnomusikologi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman-teman Forum Mahasiswa Nias USU (ForMaN-USU) yang juga telah banyak mendukung dan memberikan semangat selama proses penyelesaian skripsi ini. Sungguh

ix ix

Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk setiap orang yang mengasihi, mendoakan, serta mendukung saya selama ini dimanapun berada. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu pengetahuan Etnomusikologi.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

Metraikan Natanael Laoli NIM.120707036

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di antara ciptaan lain. Manusia diberikan akal budi guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Akal budi menuntun manusia untuk menciptakan berbagai hal yang dianggap penting dan berguna untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari. Tentu saja perbedaan wilayah dan kondisi geografis daerah yang ditempati mempengaruhi setiap ciptaan dari manusia. Manusia dalam arti luas terikat oleh satu kebudayaan yang mereka anggap sama, membentuk

sebuah komunitas yang lazim disebut masyarakat. 1

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang sangat plural dipandang dari sisi kebudayaannya. Di Sumatera Utara sendiri terdapat suku-suku natif dan pendatang yang memilki kebudayaan yang berbeda dan memilki wilayah kebudayannya masing-masing. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang universal, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian

1 Sumber http://kbbi.web.id/masyarakat 1 Sumber http://kbbi.web.id/masyarakat

Demikian juga halnya dengan setiap suku bangsa yang berdiam di Sumatera Utara tentulah memiliki ketujuh unsur kebudayaan tersebut di atas. Suku Nias adalah salah satu suku yang berdiam dan memiliki wilayah kebudayaan tersendiri di Sumatera Utara. Secara geografis, suku Nias merupakan suku bangsa yang berdiam di sebuah pulau yang disebut Pulau Nias (Tano Niha) dan sekitarnya, yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera. Suku Nias menamakan diri mereka sebagai Ono Niha yang artinya (Ono artinya anak atau keturunan dan Niha artinya manusia).

Masyarakat Nias yang pada dasarnya berdiam di Pulau Nias melakukan perpindahan ke berbagai daerah karena perkembangan zaman. Perpindahan masyarakat Nias ini menuju ke berbagai daerah seperti: Tapanuli, Sumatera Barat, Aceh, Bengkulu, dan bahkan sampai ke Malaysia (Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pulau Pinang). Perpindahan atau migrasi tersebut bertujuan untuk mencari pekerjaan dan untuk kepentingan lainnya. Migrasi yang dilakukan oleh Masyarakat Nias telah berlangsung lama dan diperkirakan telah terjadi dari abad ke-17 yaitu pada waktu berinteraksi dalam hal perdagangan dengan Arab dan

bangsa Cina serta Hindia Belanda (Usman Pelly 1994:81). 2 Kota Medan tanpa terkecuali menjadi daerah tujuan masyarakat Nias

yang berpindah untuk mencari pekerjaan dan untuk kepentingan lainnya. Suku Nias merupakan salah satu suku pendatang yang pada akhirnya menetap di Kota

2 Usman Pelly adalah seorang antropolog Indonesia, guru besar, dan ketua umum Yayasan Universitas Islam Sumatera Utara. Salah satu bukunya yang paling populer adalah Urbanisasi

dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing (Jakarta: LP3ES), tahun 1994.

Medan. Suku bangsa lain juga merupakan suku yang menetap di Medan terbagi atas: (1) suku bangsa tempatan (natif) yaitu suku Melayu (Usman Pelly 1994:84), dengan alasan bahwa suku Melayu pertama sekali bermukim di wilayah teritorial Kota Medan, (2) suku pendatang antara lain: Batak Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Pesisir (Sibolga dan Tapanuli Tengah), dan Mandailing. Tibanya orang Nias di Kota Medan dan tinggal menetap dan melakukan aktivitas budaya dengan berbagai cara.

Suku Nias merupakan masyarakat yang terbiasa hidup di lingkungan adat dan kebudayaan yang memilki nilai-nilai yang khas. Kebudayaan yang bernilai khas ini juga pada akhirnya terbawa oleh masyarakat Nias ke tempat mereka berpindah di luar pulau Nias. Hal ini dapat kita lihat melalui beberapa ciri – ciri fisik seperti munculnya gereja suku masyarakat Nias, hadirnya organisasi sosial masyarakat Nias, dan bentuk-bentuk lainnya.

Keragaman budaya masyarakat Nias juga dapat kita lihat dari sisi kesenian nya seperti alat musik tradisional, tarian, serta nyanyian tradisionalnya. Ada terdapat banyak alat musik tradisional yang dimilki masyarakat Nias, antara lain: göndra (gendang besar), faritia (canang), mamba (gong), lagia (rebab spike fiddle ), nduri dana, doli-doli, tamburu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Alat musik tersebut biasanya selalu digunakan pada hampir setiap upacara kebudayaan pada masyarakat Nias serta untuk mengiri tarian tradisional.

Selain alat musik tradisional, masyarakat Nias juga memiliki tarian tradisional yang tetap dilestarikan dan dipertunjukkan oleh masyarakat Nias. Beberapa jenis tarian tradisional yang terdapat dalam masyarakat Nias, antara lain: Tari Maena yaitu tarian yang melambangkan sukacita dan biasanya Selain alat musik tradisional, masyarakat Nias juga memiliki tarian tradisional yang tetap dilestarikan dan dipertunjukkan oleh masyarakat Nias. Beberapa jenis tarian tradisional yang terdapat dalam masyarakat Nias, antara lain: Tari Maena yaitu tarian yang melambangkan sukacita dan biasanya

Tari Faluaya merupakan sebuah tarian kolosal yang melibatkan penari dengan jumlah yang tidak terbatas (dalam realitasnya berjumlah ganjil seperti 5,

7, 13, dan seterusnya) dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang memberikan komando. Gerakan dalam tarian ini memperagakan gerakan-gerakan layaknya para prajurit perang yang sedang berada di medan perang. Tarian ini menurut sejarahnya merupakan ungkapan sukacita dari para prajurit setelah meraih kemenangan di medan perang.

Kata Faluaya sendiri bila diartikan adalah bersama-sama atau kebersamaan, lebih dalam lagi maknanya adalah kerjasama. Jadi dari arti katanya kita bisa menyimpulkan bahwa Tari Faluaya ini dilakukan dengan bersama-sama dalam kelompok. Tari Faluaya ini merupakan tarian yang tidak diiringi oleh satu alat musik pun, baik alat musik barat maupun alat musik tradisional Nias sendiri. Tarian ini hanya diiringi oleh serangkaian syair-syair yang dinyanyikan dengan lantang dan penuh semangat. Syair-syair tersebut lazim disebut sebagai Hoho oleh masyarakat Nias. Susunan syair-syair pada Hoho ini dinyanyikan secara sahut- sahutan oleh para peserta yang mempertunjukkan Tari Faluaya.

Hoho dalam berbagai versi merupakan salah satu tradisi lisan Nias yang dapat dijadikan rujukan dalam memahami kebudayaan lama mereka. Hoho ini telah berurat berakar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seluruh kehidupan masyarakat Nias pada zaman dahulu diatur oleh Hoho yang dituturkan ini (Hammerle, 1999:25). Hoho dalam tari Faluaya merupakan salah satu bagian dari beberapa jenis hoho yang ada pada kebudayaan masyarakat Nias.

Tari Faluaya awalnya hanya merupakan sebuah rangkaian gerakan yang dirangkai sedemikian rupa untuk mengekspresikan sukacita atas kemenangan di medan perang. Pada masa kini, tari Faluaya selalu dipertunjukkan pada hampir setiap acara kebudayaan, termasuk di Kota Medan sendiri. Tari Faluaya dipertunjukkan oleh pemuda-pemuda Nias yang berada di Kota Medan agar tetap terjaga dan tidak tergilas oleh arus akulturasi dan globalisasi di tengah daerah Kota Medan yang cukup plural dengan kebudayaannya. Kita dapat menyaksikan pertunjukan Tari Faluaya di Kota Medan pada acara-acara yang bertemakan kebudayaan dan acara-acara besar lainnya.

Di dalam penelitian ini, penulis memusatkan perhatian kepada Sanggar Fanayama, yang berdomisili di Simalingkar, Medan. Sanggar ini adalah salah satu sanggar kesenian Nias yang ada di Kota Medan, yang awalnya dibentuk oleh Dasa Manao, S.Sn dan kini diteruskan oleh Hubari Gulö, S.Sn., M.Sn. Ketertarikan penulis meneliti di sanggar ini di landasi oleh alasan: (1) para penarinya berusia relatif muda yang memiliki kesadaran melestarikan kebudayaan Nias; (2) sanggar ini didirikan oleh Dasa Manao, S.Sn. yang kemudian selepas beliau pindah ke Nias, kepemimpinan diteruskan oleh Hubari Gulö, S.Sn., M.Sn.—berdasarkan latar belakang keilmuan keduanya, maka sanggar ini menggunakan pendekatan- Di dalam penelitian ini, penulis memusatkan perhatian kepada Sanggar Fanayama, yang berdomisili di Simalingkar, Medan. Sanggar ini adalah salah satu sanggar kesenian Nias yang ada di Kota Medan, yang awalnya dibentuk oleh Dasa Manao, S.Sn dan kini diteruskan oleh Hubari Gulö, S.Sn., M.Sn. Ketertarikan penulis meneliti di sanggar ini di landasi oleh alasan: (1) para penarinya berusia relatif muda yang memiliki kesadaran melestarikan kebudayaan Nias; (2) sanggar ini didirikan oleh Dasa Manao, S.Sn. yang kemudian selepas beliau pindah ke Nias, kepemimpinan diteruskan oleh Hubari Gulö, S.Sn., M.Sn.—berdasarkan latar belakang keilmuan keduanya, maka sanggar ini menggunakan pendekatan-

Sebuah hal yang unik dan menarik untuk dikaji dapat kita temukan dalam Tari Faluaya ini mengingat bahwa tarian ini tidak diiringi oleh satu alat musik pun. Pengiring dalam tarian ini hanya serangkaian Hoho yang dituturkan. Hoho tersebutlah yang menjadi pengatur tempo, siklus gerak serta pola lantai pada Tari Faluay a ini. Hoho yang dituturkan ini mengisahkan tentang keperkasaan, ketangkasan, dan ketangguhan para personil yang mempertunjukkan Tari Faluaya ini. Dalam syair-syair Hoho yang dituturkan itu menceritakan tentang keberhasilan para prajurit sepulangnya dari medan perang.

Melihat fenomena tarian ini seperti terurai di atas, maka penulis tertarik untuk mengkajinya dari sudut keilmuan, khususnya melalui disiplin etnomusikologi. Dalam konteks perkembangan disiplin etnomusikologi masa kini, penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari laman web resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and

with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of

music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions.

Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices.Most ethnomusicolo- gists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music.Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Program in Ethnomusicology ( http://webdb.iu.edu )

Dalam situs web tersebut dijelaskan dengan tegas bahwa etnomusikologi adalah kajian keilmuan yang menjangkau terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa dahulu hingga sekarang. Etnomusikologi mengeksplorasi segala gagasan, kegiatan, alat-alat musik, dan suara yang dihasilkan (alat-alat musik atau vokal), dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, nyanyian masyarakat Kuba, hip hop, juju dari Nigeria, gamelan Jawa, ritual penyembuhan penyakit masyarakat Indian Navaho, nyanyian keagamaan Hawaii, adalah beberapa contoh kajian terhadap musik di seluruh dunia, yang dilakukan oleh para etnomusikolog.

Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sifatnya interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai latar belakang tidak hanya di dalam musik saja, tetapi ada yang berasal dari bidang ilmu antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Para etnomusikolog mengkaji musik dalam Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sifatnya interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai latar belakang tidak hanya di dalam musik saja, tetapi ada yang berasal dari bidang ilmu antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Para etnomusikolog mengkaji musik dalam

Uraian mengenai etnomusikologi di atas, menurut penulis relevan dalam mengkaji Tari Faluaya dan teks Hoho di dalam kebudayaan masyarakat Nias di Kota Medan. Etnomusikologi mencakup kajiannya terhadap tari, musik sebagai fenomena bunyi, dan sekaligus juga teks nyanyian. Di dalam skripsi ini dikaji tiga aspek utama fenomena Tari Faluaya dan teks Hoho, yaitu: struktur tari, struktur musik, dan teks Hoho dalam penyajian tari tersebut.

Hal-hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk mengangkat judul Analisis Musikal dan Makna Tekstual Hoho Dalam Tari Faluaya Pada Masyarakat Nias Di Kota Medan untuk melihat bagaimana struktur musikal, seperti : tangga nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah nada – nada, interval, pola kadensa, formula melodi, dan kontur, serta untuk mengetahui apa makna yang terkandung dalam Hoho yang menjadi pengiring dalam Tari Faluaya tersebut.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana struktur musikal Hoho dalam Tari Faluaya pada masyarakat Nias di Kota Medan?

2. Bagaimana struktur teks dan makna Hoho dalam Tari Faluaya pada masyarakat Nias di Kota Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana struktur musikal hoho dalam Tari Faluaya pada masyarakat Nias di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana struktur teks dan makna Hoho dalam Tari Faluaya pada masyarakat Nias di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui bagaimana struktur tari Faluaya pada masyarakat Nias di Kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Agar dapat diketahui dengan jelas bagaimana struktur musikal serta makna

tekstual hoho dalam Tari Faluaya pada masyarakat Nias di Kota Medan.

2. Agar menjadi bahan dokumentasi eksistensi seni budaya, khususnya Nias.

3. Agar menjadi bahan dokumentasi dasar bagi peneliti, terutama etnomusikolog untuk dikembangkan berikutnya.

4. Agar menjadi bahan dokumentasi dasar untuk pelestarian kebudayaan Nias.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah pengertian abstrak dari jumlah konsepsi-konsepsi atau pengertian, pendapat (paham) yang telah ada dalam pikiran (Bachtiar, 1990). Analisa adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002:43). Analisis yang penulis maksudkan dalam tulisan ini adalah menelaah dan menguraikan struktur musikal dan makna tekstual Hoho pada Tari Faluaya.

Musik adalah salah satu media ungkap kesenian, yang media utamanya bunyi, disusun oleh dimensi waktu dan ruang. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas baik dari sudut strukturalnya maupun genrenya dalam kebudayaan. Di dalam musik terjadi komunikasi verbal (biasanya disebut lirik nyanyian) dan nonverbal. Komunikasi nonverbal ini dapat berupa nada, wilayah nada, tangga nada, nada dasar, rentak, meter, aksentuasi, dan aspek-aspek sejenis (Takari dan Fadlin 2014:28). Makna adalah maksud yang terkandung dalam perkataan atau kalimat, tujuan pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (KBBI

Online). Dalam tulisan ini makna yang ingin dikaji adalah makna teks daripada Hoho dalam tari Faluaya.

Hoho adalah salah satu dari tradisi lisan yang ada pada kebudayaan masyarakat Nias. Selain hoho, jenis lain dari tradisi lisan yang dimiliki masyarakat Nias seperti : hendri-hendri, manö-manö, hiwö-hiwö, dan lainnya (Hubari Gulö, 2011). Setiap jenis tradisi lisan ini merupakan bentuk syair namun berbeda ide serta fungsi penggunaannya. Hoho merupakan tradisi lisan yang berbentuk syair yang dilagukan yang menceritakan atau mengisahkan berbagai peristiwa sosial-budaya di kalangan masyarakat Nias. Beberapa jenis hoho ini seperti : hoho asal-usul leluhur masyarakat Nias, hoho fabolosi (syair kematian yang dinyanyikan oleh perempuan), hoho faluaya (hoho yang dituturkan pada tari faluaya ), dan lainnya.

Hoho ini telah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Nias sehari- hari. Seluruh kehidupan masyarakat Nias pada zaman dahulu diatur oleh hoho yang dituturkan ini. Itulah sebabnya mereka sering membedakan antara agama, pemerintah dan adat. Istilah yang sering terdengar yaitu sara lala agama, sara fareta, sara lala hada (lain cara agama, lain cara pemerintah, dan lain cara adat) (Hammerle 1999). Hoho merupakan tradisi lisan masyarakat Nias yang adalah warisan budaya masa lampau. Bentuk dari Hoho ini adalah syair yang dilagukan secara puitis untuk mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan asal-usul kejadian, sejarah, hukum adat, dan hal lain yang berhubungan dengan tata kemasyarakatan (Zebua, 1991).

Sebuah syair yang dilagukan sama halnya dengan nyanyian disebut juga dengan musik vokal yang menggunakan suara manusia sebagai sumber utamanya.

Hoho dalam tari Faluaya merupakan salah satu bagian dari beberapa jenis hoho yang ada pada masyarakat Nias, dan khususnya hanya ada di daerah Nias Selatan. Hoho jenis ini disajikan untuk merefleksikan suatu kekuatan yang dimiliki masyarakat Nias Selatan dalam mempertahankan wilayah mereka dari serangan musuh.

Tari Faluaya adalah salah satu tarian kolosal yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Nias. Tarian ini menggambarkan ungkapan sukacita atas kemenangan di medan perang. Tari Faluaya pada hakikat nya merupakan tarian yang dipertunjukkan dalam upacara adat pada masyarakat Nias zaman dulu. Namun oleh perkembangan zaman, tarian ini saat sekarang sering dipertunjukkan untuk kebutuhan hiburan dengan menonjolkan aspek estetika yang terkandung didalamnya. Masyarakat Nias yang berpindah ke daerah lain diluar Pulau Nias masih melestarikan tarian ini guna mempertahankan kebudayaannya. Dalam tulisan ini penulis akan melihat dan menganalisis bagaimana struktur musikal serta makna tekstual Hoho dalam Tari Faluaya yang terdapat pada masyarakat Nias di Kota Medan. Analisa ini akan didasari dengan teori-teori yang akan dijelaskan dalam bagian dibawah ini.

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:1041). Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara agar penelitian tidak melebar kemana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:1041). Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara agar penelitian tidak melebar kemana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan teori William P. Malm (1977:15) untuk menganalisis Hoho, yang membahas scale (tangga nada), nada dasar, range (wilayah nada), frequency of notes (jumlah nada-nada), prevalent interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic formula (formula melodi), dan contour (kontur). Penulis juga melakukan pendekatan seperti yang ditawarkan Bruno Nettl (1964), yaitu: (1) menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) menuliskan apa yang kita dengar itu diatas kertas, dan kemudian mendeskripsikan apa yang kita lihat itu.

Untuk mengkaji makna-makna yang terkandung dalam teks Hoho pada Tari Faluaya, digunakan teori semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda- tanda. Ilmu ini berpandangan bahwa fenomena sosial dan budaya pada dasarnya merupakan tanda-tanda. Semiotik mengkaji sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memilki arti. (Takari dan Fadlin, 2014:19). Secara saintifik, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion. Dengan menggunakan pendekatan semiotik , seseorang bisa bisa menganalisis makna yang tersurat dan tersirat di balik penggunaan lambang dalam kehidupan sehari-hari.

Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure, seorang pakar bahasa dari Swiss, dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Menurut Ferdinand de Saussure, semiotik adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Pierce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure, seorang pakar bahasa dari Swiss, dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Menurut Ferdinand de Saussure, semiotik adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Pierce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari

Dalam semiotik terdapat hubungan tiga segi antara lambang, objek, dan makna. Lambang itu mewakili objek yang dilambangkan. Penerima menghubungkan lambang dengan objek dan makna, disebut interpretant, yang berfungsi sebagai perantara antara lambang dengan objek yang dilambangkan. Oleh karena itu, makna lambang hanya wujud dalam pikiran interpretant, selepas saja interpretan menghubungkan lambang dengan objek.

Berdasarkan kepada Bagan 1.1 Segitiga Makna Ogden dan Richards (1923) berikut ini maka dapat dikaji bahwa tidak ada hubungan secara langsung atau isyarat dengan objek yang menjadi rujukan. Hubungan seperti yang ditunjukkan seperti pada bagan berikut menunjukkan bahwa pemikiran seseorang akan menginterpretasi (menafsir) makna lambang dengan objek atau peristiwa yang dirujuk. Ini bermakna bahwa pikiran seseorang mengkonseptualisasikan sesuatu objek yang dirujuk berdasarkan rupa bentuk lambang atau isyarat tertentu. Hubungan antara pemikiran, lambang, dan objek yang dirujuk itu akan menghasilkan makna.

Pemikiran (Rujukan)

-----------------------------

Lambang / Simbol Objek / Peristiwa

(Isyarat)

yang dirujuk (Referent)

Bagan 1.1

Segi Tiga Makna Ogden dan Richard (1923)

Dalam mengkaji struktur tari Faluaya, penulis akan mendeskripsikan bagaimana gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari Faluaya tersebut. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Koreografi yang dimaksud dalam hal ini adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari pada tari Faluaya. Gerakan- gerakannya terpola didalam aturan-aturan dan nilai keindahan serta memiliki ciri khas tertentu. Gerakannya dilakukan secara simbolis dan memiliki makna tertentu.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pendapat Nettl (1964:62) yang mengatakan ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi, yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Penulis juga menggunakan metode penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kumpulan manusia. Penelitian kualitatif ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : tahap ke lapangan, tahap analisis data, dan tahap penulisan laporan (skripsi). Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai adalah sebagai berikut.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, dan lain-lain.

Sebagai langkah pertama yang penulis lakukan untuk studi kepustakaan adalah dengan cara membaca dan mempelajari tulisan – tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam hal ini penulis membaca dan mempelajari skripsi sarjana yang pernah ditulis oleh alumni Departemen Etnomusikologi FIB USU. Selain itu, penulis juga membaca dan mempelajari tesis pascasarjana yang pernah ditulis oleh alumni Pasca Sarjana Penciptaan dan Pengkajian Seni.

Disamping itu, penulis juga melakukan pengumpulan data dengan memanfaatkan teknologi internet yang memuat informasi dan data-data yang penulis butuhkan dalam penelitian ini. Seluruh kepustakaan yang diperoleh akan penulis jadikan sebagai acuan dan pelengkap untuk keberhasilan penelitian ini.

1.5.2 Kerja Lapangan

Menurut Harja W. Bachtiar (1990), bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan teknik observasi untuk melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi – informasi yang dibutuhkan.

1.5.3 Wawancara

Wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang (Bachtiar, 1990). Dalam proses wawancara, penulis mengacu pada metode yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1981), yaitu: wawancara berfokus (focused interview ), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview ).

1.5.4 Perekaman Data Visual dan Audio

Perekaman data baik itu visual maupun audio merupakan salah satu bagian terpenting yang akan digunakan penulis untuk mengumpulkan data dan informasi yang penulis butuhkan. Perekaman data dalam bentuk visual akan dilakukan dengan menggunakan kamera digital Sony dan untuk perekaman data dalam bentuk audio akan dilakukan dengan menggunakan laptop dan didampingi oleh handphone Lenovo. Seluruh hasil perekaman data tersebut kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diolah dan dianalisis sesuai tujuan penelitian.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh dari lapangan, selanjutnya diproses dan diolah dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data dalam bentuk gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.

Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan di tempat aktivitas Sanggar Fanayama yaitu Perumnas Simalingkar, Medan Tuntungan. Adapun alasan penulis memilih daerah tersebut karena informan dan para seniman tari yang menjadi sumber informasi penting dalam penelitian ini memusatkan kegiatannya di tempat tersebut. Namun demikian, sebagai sebuah penelitian kualitatif yang mencoba menggali makna- makna di sebalik tari dan musik yang dipertunjukkan, maka penulis juga mengikuti kegiatan-kegiatan Sanggar Fanayama dalam konteks memenuhi undangan di berbagai tempat pertunjukan di Medan dan Sumatera Utara. Tujuan kegiatan penelitian sebagai participant observer (pengamat terlibat) ini adalah bahagian dari teknik penelitian yang mendalami bagaimana si peneliti menjadi bagian dari kebudayaan yang diteliti, dapat memahaminya, melakukannya, dan mentransmisikan nilai-nilai di balik kegiatan budaya. Teknik penelitian seperti ini juga disarankan di dalam etnomusikologi, dengan istilah bimusicality (bimusikalitas), yaitu peneliti dapat melakukan apa yang dilakukan oleh informan yang menjadi objek penelitiannya.

BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN

2.1 Keadaan Geografis Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Sebagai kota terbesar di pulau Sumatera, Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Secara geografis, Kota Medan terletak pada 3 ° 35’ - 3 ° 58’ Lintang Utara dan 98 ° 35’ - 98 ° 44’ Bujur Timur. Kota Medan berada di bagian utara provinsi Sumatera Utara dan berada pada ketinggian 3 – 27 Meter diatas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar ( www.wikipedia.com ).

Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah – daerah sekitarnya yang kaya akan sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan batu, Simalungun, Tanah Karo, Tapanuli Utara, Binjai, dan lainnya. Kota Medan juga memiliki posisi strategis sebagai gerbang masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Hal ini mendorong perkembangan Kota Medan secara fisik di bidang ekonomi dan bisnis. Kota Medan memiliki suhu udara berkisar 22,8°C – 33,0°C dengan kelembapan udara berkisar 75% - 81%. Sebagai daerah yang tergolong cukup panas, Kota Medan dituruni hujan selama 200 hari/tahun dengan curah hujan berkisar 2.178 mm. Kondisi geografis ini juga dilengkapi dengan kecepatan angin sebesar 1,20 m/sec.

2.1.1 Demografi

Berdasarkan data statistik kependudukan pada tahun 2014 yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan, penduduk kota Medan diperkirakan telah mencapai 2.135.516 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria (1.082.123 jiwa > 1.053.393 jiwa). Selain itu, Kota Medan juga merupakan daerah perkotaan yang dihuni oleh berbagai etnis, dengan latar belakang yang berbeda pula. Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter).

Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata- rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Populasi masyarakat Kota Medan didominasikan oleh beberapa suku seperti: Melayu, Jawa, Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing-Angkola), Nias dan Tionghoa. Mayoritas kependudukan di kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 Populasi masyarakat Kota Medan didominasikan oleh beberapa suku seperti: Melayu, Jawa, Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing-Angkola), Nias dan Tionghoa. Mayoritas kependudukan di kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009

No Kecamatan

Laki-laki

Perempuan Jumlah

1 Medan Tuntungan

2 Medan Selayang

3 Medan Johor

4 Medan Amplas

5 Medan Denai

6 Medan Tembung

7 Medan Kota

8 Medan Area

9 Medan Baru

10 Medan Polonia

11 Medan Maimun

12 Medan Sunggal

13 Medan Helvetia

14 Medan Barat

15 Medan Petisah

16 Medan Timur

17 Medan Perjuangan

18 Medan Deli

19 Medan Labuhan

20 Medan Marelan

21 Medan Belawan

1.082.123 2.135.516 Sumber : BPS Kota Medan, Medan Dalam Angka 2014

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2014

-- Lain-lain

Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut

*Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93% Bangsa Punjabi dan lainnya (3,95%)

Tabel 2.2 Perbandingan Etnis di Kota Medan Pada Tahun 1930, 1980, 2000

2.1.2 Wilayah Administrasi Pemerintahan

Secara administratif, Kota Medan berbatasan langsung dengan beberapa kecamatan – kecamatan yang menjadi wilayah administratif pemerintah Kabupaten Deli Serdang, kecuali di bagian utara nya yang berbatasan dengan Selat Malaka. Perbatasan wilayah ini lebih jelas seperti dibawah ini.

- Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu

(Kabupaten Deli Serdang)

- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal (Kabupaten Deli Serdang) - Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa (Kabupaten Deli Serdang)

Adapun beberapa kecamatan yang berada di wilayah pemerintahan Kota Medan yaitu antara lain: Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Marelan, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan Medan Labuhan. Kota Medan terdiri dari dua puluh satu kecamatan, yaitu seperti yang terurai di dalam Tabel 2.3 sebagai berikut.

No Kecamatan Luas (Km 2 )

1 Medan Tuntungan

2 Medan Selayang

3 Medan Johor

4 Medan Amplas

5 Medan Denai

6 Medan Tembung

7 Medan Kota

8 Medan Area

9 Medan Baru

10 Medan Polonia

11 Medan Malmun

12 Medan Sunggal

13 Medan Helvetia

14 Medan Barat

15 Medan Petisah

16 Medan Timur

17 Medan Perjuangan

18 Medan Deli

19 Medan Labuhan

20 Medan Marelan

21 Medan Belawan

Sumber : BPS Kota Medan 2014

Tabel 2.3

Kecamatan-kecamatan dan Luasnya dalam Kilometer di Kota Medan Tahun 2014

2.2 Gambaran Umum dan Adaptasi Masyarakat Nias di Kota Medan

Masyarakat Nias merupakan satu kelompok masyarakat yang pada dasarnya bermukim di Pulau Nias. Pulau Nias adalah salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah Sumatera Utara. Pulau Nias memiliki luas sebesar 5.625 km2 atau 7,26% dari seluruh luas pulau Sumatera. Pulau Nias terletak di antara 0,12 ° LU – 1,32 ° LU dan 90 ° BT - 98 ° BT. Pulau Nias berbatasan dengan, (1) Samudera Indonesia di sebelah barat, (2) Pulau Mursala (kepulauan Tapanuli Tengah) disebelah timur, (3) Kepulauan Banyak (Nanggroe Aceh Darrusalam) disebelah utara, dan (4) Kepulauan Mentawai (Sumatera barat) disebelah selatan.

Pada awalnya Pulau Nias hanya memiliki satu kabupaten saja sebagai pusat administrasi pemerintahannya. Akan tetapi, dikarenakan oleh adanya otonomi daerah, pulau Nias saat ini telah dimekarkan menjadi empat kabupaten Pada awalnya Pulau Nias hanya memiliki satu kabupaten saja sebagai pusat administrasi pemerintahannya. Akan tetapi, dikarenakan oleh adanya otonomi daerah, pulau Nias saat ini telah dimekarkan menjadi empat kabupaten

Masyarakat Nias seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sebagian pergi dari pulau Nias dikarenakan berbagai hal, melakukan migrasi keberbagai daerah dengan tujuan dan kepentingan yang bermacam-macam dan menuju ke daerah-daerah seperti, Tapanuli, Sumatera Barat, Aceh, Bengkulu, dan bahkan sampai ke Malaysia (Johor, Malaka, Negeri Sembilan, pulau Pinang), India, dan Madagaskan. Migrasi ataupun perpindahan yang dilakukan oleh orang Nias sudah berlangsung lama dan diperkirakan sudah terjadi dari abad ke-17 yaitu pada waktu berinteraksi dalam hal perdagangan dengan Arab dan bangsa Cina serta Hindia Belanda.

Pada saaat berlangsungnya jalur perdagangan menuju Baros, Tanö Niha (pulau Nias) menjadi lumbung tempat penyimpanan bahan- bahan untuk kebutuhan selama berlangsungnya perdagangan di Baros. Nias merupakan