Pengalaman Informan selama Menjalani Kontes Kecantikan Miss Indonesia

4.7.4 Pengalaman Informan selama Menjalani Kontes Kecantikan Miss Indonesia

Bagaimana para peserta ajang Miss Indonesia menjalankan peran dan kesehariannya sebagai peserta Miss Indonesia akan menjadi salah satu pembentuk konsep diri peserta ajang Miss Indonesia. Pembahasan ini akan melihat seberapa besar keyakinan informan untuk menjadi Miss Indonesia, bagaimana lingkungan ajang Miss Indonesia mempengaruhi informan, pengaruh pendidikan terhadap keikutsertaannya dalam ajang Miss Indonesia, serta tanggapan keluarga dan reference group informan terhadap keikutsertaan dan diri informan sebagai peserta ajang Miss Indonesia.

Pada masa-masa awal dirinya mengikuti ajang Miss Indonesia, informan 1 mengaku tidak percaya diri dan tidak yakin bahwa dirinya dapat menang. Ditambah lagi dengan sifat informan 1 yang memang tidak percaya diri, pemalu, dan tertutup. Selain itu, informan 1 merasa secara fisik, dirinya tidak seperti peserta-peserta lain yang memiliki tubuh lebih tinggi dan langsing, serta berwajah khas perempuan Indonesia :

“awalnya ngga yakin. Karena susah aja kayaknya. Waktu Miss UPH aja susah. Itu aja kayaknya mujizat bisa menang. Apalagi Miss Indonesia pas ngelihat waktu karantina tinggi-tinggi, cantik-cantik Indonesia gitu, kurus- kurus sedangkan aku kan ngga termasuk yang tinggi dan kurus gitu loh. Terus pertanyaan dari juri juga susah. Ditanyain pahlawan juga aku ngga tahu semuanya. Ngg a yakin sih.”

Pernyataan diatas tentu menjadi tantangan bagi informan 1 yang mengaku memiliki sifat sangat kompetitif. Informan 1 berusaha mengatasi sifatnya tersebut dengan tidak menetapkan target terlalu tinggi. Namun, ia mengaku sifat kompetitifnya tersebut kembali muncul ketika ia memasuki masa karantina:

“dari awal aku tahu aku orangnya kompetitif, dan kesempatanku menang kecil. Daripada aku sedih, dari awal aku ngga target menang. Targetku Cuma top 10, buat CV aku aja. Setelah disana, ngeliat yang lain, muncul juga kompetitifnya. Kalau kalah gimana yah, malu banget.”

Ditambah lagi, selama masa karantina, informan 1 menderita sakit mata yang mengakibatkan dirinya tidak dapat mengikuti seluruh rangkaian acara, dan sempat menjatuhkan rasa percaya dirinya:

“Terus aku juga kan sempet sakit waktu karantina. Ngaruh banget. Yang lain cantik, aku jelek mataku bengkak. Ngga bisa make up, ngga bisa ikut kegiatan apa-apa. Aku bilang sama chaperone ini aku pasti ngga masuk apa-apa. Aku mau pulang. Sampai aku nangis-nangis telepon kakakku minta jemput

sekarang.” Keyakinan dan rasa percaya diri informan 1 tumbuh ketika dirinya mendapat informasi bahwa ia difavoritkan oleh sebuah komunitas pecinta kontes kecantikan, serta dari dukungan orang-orang disekelilingnya:

“Baru yakin beberapa hari sebelum final aja. Kayaknya dari cara panitia ngomong terus dari dapet bocoran kayak dari indopageants jagoin aku. Mereka kan udah banyak pengalaman dari pageant-pageant, kok mereka bisa nebak aku. Mungkin aja aku punya kesempatan, tapi 100% yakin sih ngga.”

Informan 2 juga merasakan hal yang sama dengan informan 1. Informan 2 mengatakan bahwa dirinya tidak yakin akan memenangkan ajang Miss Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena informan 2 jatuh sakit dan ia merasa kurang melakukan persiapan yang matang:

“Karena aku ngerasa aku tuh udah siap. Terus sampe disana ternyata 32 orang itu jauh lebih siap dari aku. Makanya dari hari pertama karantina tuh aku udah ngerasa ngga akan menang. Ya gitu, itu karena aku masih belum bisa bercengkerama dengan keadaan, kayak yang lain bisa langsung tanggep sementara aku tuh malu. Dan setelah aku sakit aku tidur melulu. Disitu aku bener- bener drop, kalo bisa aku tuh pengen pulang.”

Lebih lanjut, informan 2 merasa bahwa dirinya hanya menjadi finalis ajang Miss Indonesia, tidak lepas dari rasa percaya dirinya yang rendah. Sebab, hal tersebut dirasa berpengaruh besar pada setiap perilaku informan: “dan aku baru sadar lagi itu pas ada kelas motivasi itu. Yang dia bilang „apa yang kita pikirkan itu yang a kan terjadi,‟ disitu aku mulai berfikir, ngga bisa nih kayak gini”

Senada dengan informan 1 dan informan 2, informan 3 juga menyatakan bahwa pada awalnya dirinya tidak memiliki keyakinan untuk menjadi salah satu pemenang ajang Miss Indonesia 2012. Hal tersebut dikarenakan informan memahami bahwa dirinya tidak memiliki latar belakang yang berkaitan dengan dunia kontes kecantikan, serta fisik yang kurang tinggi:

“Ngga yakin sama sekali, maksudnya apalagi waktu masuk kan kebanyakan semuanya ada background modeling kan, abis itu jadi pikir aduh

kayaknya…maksudnya emang harus tau juga sih konsekuensi Miss Indonesia selain sosial…maksudnya tetep look itu juga penting, gitu. Maksudnya untuk

dunia entertainment juga penting. Jadi, agak-agak minder juga sih awal- awalnya jadi ngga yakin sama sekali .”

Dari penjabaran diatas, terlihat bahwa para informan pada awalnya merasa tidak yakin terhadap kemampuan diri mereka untuk menjadi seorang Miss Indonesia. Namun, respon yang diberikan oleh masing-masing informan dalam menghadapi kurangnya rasa percaya diri tersebut berbeda-beda setelah informan menjalani masa-masa awal ajang Miss Indonesia. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat keyakinan informan untuk menjadi pemenang ajang Miss Indonesia, diantaranya kondisi kesehatan dan lingkungan sekitar informan.

Lingkungan disekitar informan turut mempengaruhi bagaimana informan menjalani perannya sebagai peserta ajang Miss Indonesia, terutama keluarga dan reference group . Keempat informan menyatakan bahwa keluarga dan reference group mereka memberikan dukungan terhadap keikutsertaan informan dalam ajang tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh informan 4, bahwa lingkungan disekitar dirinya sangat mendukung keikutsertaan informan 4 dalam ajang ini:

“Totalitas banget kak, bener-bener kaya yang dukungannya karena ada kedekatan itu, jadi mereka kaya bener-bener seakan-akan mereka yang ikut

gitu. Karena berjuangnya penuh banget, mereka promosi segala macem. ” Setelah informan 4 kini menjadi salah satu peserta ajang Miss Indonesia, bahkan bisa mencapai tahap 15 besar, informan 4 merasakan adanya perbedaan dan perubahan positif mengenai sikap dan pandangan dari orang-orang gitu. Karena berjuangnya penuh banget, mereka promosi segala macem. ” Setelah informan 4 kini menjadi salah satu peserta ajang Miss Indonesia, bahkan bisa mencapai tahap 15 besar, informan 4 merasakan adanya perbedaan dan perubahan positif mengenai sikap dan pandangan dari orang-orang

“mereka liat aku udah ikut Miss Indonesia, mereka pikirannya kayak mungkin aku udah punya kehidupan yang lain lagi dan udah ngga kaya yang dulu. Jadi aku ngerasa kayak yang tadinya ngga deket jadi ramah banget, tapi aku nanggapinnya positif aja. Ini kan kesempatan aku untuk bisa lebih memperlihatkan image Miss Indonesia itu. ”

Hal senada diutarakan oleh informan 2 yang merasa bahwa teman- temannya yang dulunya menjauhi dan meremehkan dirinya, kini malah membangga-banggakan dirinya sebagai finalis ajang Miss Indonesia:

“ya itu tadi karena walaupun ngga menang tapi udah masuk dan menyandang salah satu propinsi dan itu udah jadi kebanggaan buat mereka, karena setiap kita jalan mereka pasti ngenalin aku sebagai Miss Indonesia”

Informan 1 mengungkapkan bahwa pihak keluarga sangat mendukung keikutsertaan informan 1 dalam ajang Miss Indonesia, apalagi setelah informan 1 memenangkan ajang tersebut. Apalagi, menjadi seorang pemenang kontes kecantikan memang merupakan cita-cita ibu informan. Selain itu, informan 1 juga mendapatkan dukungan dan tanggapan positif dari teman-temannya, bahkan mereka menjadi orang-orang yang mempromosikan informan 1 kepada masyarakat:

“Kalau mamiku dari awal emang cita-citanya kan jadi dukung banget. Keluarga besarku dukung banget karena di keluargaku kan orang biasa-biasa aja. Ngga ada yang sampai super berhasil gitu. Kalo teman-teman juga mereka dukung. Dari temanku di Surabaya, di Amerika. Mereka yang bikinin

poster lah, jadi tim sukses.” Menurut yang telah dikemukakan oleh keempat informan, ajang Miss Indonesia tidak hanya menilai dari sisi kecantikan fisik saja, tetapi juga kepribadian, jiwa sosial, bakat khusus, serta kecerdasan. Maka dari itu, peneliti ingin melihat bagaimana dan sejauh mana latar belakang pendidikan informan mempengaruhi keikutsertaan informan dalam ajang Miss Indonesia.

Informan 1 yang kini merupakan mahasiswi Universitas Pelita Harapan jurusan Hubungan Internasional, adalah siswi yang sangat berprestasi dalam Informan 1 yang kini merupakan mahasiswi Universitas Pelita Harapan jurusan Hubungan Internasional, adalah siswi yang sangat berprestasi dalam

“Sangat berpengaruh, karena percaya diri jadinya. Walaupun masih pemalu cuma ini bisa jadi modalku lah. Kalau orang lain punya achievement misalnya pianis, dancer atau apa. Aku kan ngga ada, cuma akademis aja. Karena akademis aku bagus jadi aku percaya diri. Ini modalku, ini yang bisa aku banggain. Terus dengan kuliah di UPH jurusan Hubungan Internasional, juga wawasannya lebih luas lah. Apalagi Miss Indonesia juga berhubungan dengan yang gitu- gitu, jadi ya lebih percaya diri aja.”

Senada dengan informan 1, informan 3 yang merupakan soerang Master Arsitektur dari University of Melbourne juga menyatakan bahwa meskipun kegiatan di ajang Miss Indonesia tidak berkaitan dengan dunia arsitektur, namun jenjang pendidikannya saat ini sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan dirinya. Selain itu, dengan mendalami dunia arsitektur, informan 3 mengaplikasikannya dalam caranya berbicara kepada orang lain dan publik, yaitu terkonsep dan tidak menyimpang dari topik yang dibicarakan:

“Mereka ngeliat dari background pendidikan dan prestasi mungkin kayak…oh master arsitektur gini-gini. Ini mungkin yang salah satu poin yang bisa dibanggakan. Cuma…lumayan ngebawa banget dan memang arsitektur itu mungkin yang dipelajarin dari S2 tuh lebih kearah konsep ya jadi kayak…konsep hidup, jadi kayak dalam menjawab tuh juga…maksudnya aku juga…aku juga tau maksudnya pertanyaan ini nih konsep dari Miss Indonesia tuh apa jadi aku bisa jawabnya tetep maksudnya tetep dari dalam konsepnya itu sendiri, gitu. Jadi ngga lari-lari kemana-mana. ”

Demikian pula dengan yang diungkapkan oleh informan 4 yang merupakan mahasiswi Universitas Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi. Ia mengatakan bahwa dengan latar belakang pendidikannya ini, ia lebih percaya diri. Ditambah lagi dengan membawa nama Universitas Indonesia yang dikenal sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia:

“Sebenernya aku kan masuk UI masih baru kak, aku belum ngerasa atmosfer UI masuk atau ngga masuk ke Miss Indonesia. Tapi kan orang kalo denger UI tuh kayaknya kampus paling bagus se- Indonesia gitu kan, hehehe.”

Selain itu, informan 4 merasakan bahwa apa yang dipelajarinya dalam Ilmu Komunikasi sangat membantu dirinya dalam menjalani public speaking, yang merupakan salah satu modal utama seorang peserta Miss Indonesia:

“Untuk skill komunikasi sih aku rasa ngebantu, apa lagi kemarin kaya ada pelajaran public speaking aku bisa kaitin sama teori komunikasi yang dipelajarin, aku rasa tuh lebih berelasi daripada kalo misalnya aku ambil teknik dan sebagainya, dan aku ngerasa poinnya dapet ketika aku ikut komunikasi UI, belajar, dan ikut Miss Indonesia masih ada pelajaran di kampus yang bisa aku terapin sih kak. ”

Selain hal-hal diatas, hanya informan 1 yang menjalani tugas menjadi wakil Indonesia di ajang Miss World. Peneliti ingin melihat bagaimana keikutsertaan informan 1 dalam ajang tersebut mempengaruhi dirinya sebagai seorang Miss Indonesia. Informan 1 mengatakan bahwa dalam ajang Miss World terdapat perbedaan budaya kompetisi yang cukup mencolok dengan ajang Miss Indonesia. Dalam ajang Miss World, informan 1 berhasil memenangkan kategori Beauty With a Purpose , yaitu kategori kegiatan sosial, yang akhirnya berhasil membawa informan 1 menjadi Top 15 Miss World 2011:

“Cuma disana sama sekali ngga ada target top 15 karena aku tahu betapa susahnya untuk menjadi salah satu fast track aja susahnya setengah mati. Apalagi teman-temannya kompetitifnya sangat kelihatan, sedangkan di Miss Indonesia kita kan berteman semua. Cuma ya berpengaruh sih buat aku, belajar banyak hal aja. Misalnya kayak negara-negara baru yang tadinya aku ngga tahu. Ngga pernah denger seumur hidup. Terus ketemu teman-teman dari negara lain. Saling undang. Jadi ya untuk pertemanan bagus banget. Untuk pengalaman dan pengetahuan pun kesempatan yang bagus banget lah Miss

World ini.” Informan 1 juga menyatakan bahwa keikutsertaan dan prestasinya dalam

ajang Miss World membawa dampak positif bagi dirinya secara pribadi, dan juga bagi ajang Miss Indonesia. Bahkan, lebih lanjut informan 1 menyatakan bahwa ia ajang Miss World membawa dampak positif bagi dirinya secara pribadi, dan juga bagi ajang Miss Indonesia. Bahkan, lebih lanjut informan 1 menyatakan bahwa ia

“Karena sebelumnya kan aku ngga nyangka Indonesia bisa. Dengan postur kita yang jauh lebih pendek dan ngga stunning gitu, tapi bener-bener Miss World ngga hanya aspek fisik aja. Bener-bener ngeliat sosial dan aspek-aspek lain, jadi aku bisa mulai lebih percaya diri lah, tadinya pesimis sekarang jauh lebih optimis juga buat miss-miss selanjutnya. Apalagi kan aku juga menang fast track beauty with a purpose yang kaki gajah itu. Jadi, aku yakin Indonesia juga udah lebih dipandang dan diperhitungkan lah sama mereka. Bahwa ternyata Indonesia juga bisa berprestasi di beauty pageant internasional kayak gitu.”

Informan 5 pun mengatakan hal yang sejalan dengan informan 1. Menurut informan 5, keikutesertaan Miss Indonesia dalam ajang internasional membawa dampak positif, bukan hanya bagi diri seorang Miss Indonesia, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia. Sebab, pengalaman yang dimiliki oleh Miss Indonesia dirasa dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi masyarakat Indonesia:

“kalo dia setelah di Miss World mungkin dia yang paling penting sih kayak dia bawa kesini itu masalah experience-nya dia disana. Kalo buat masyarakat

sendiri sih lebih kemana ya…lebih ke apa ya…buat ceritain deh disana tuh gimana sih seperti apa sih orang-orangnya, buat perempuan sendiri tuh gimana, karena kan kalo dari masing-masing negara itu kan beda-beda, orangnya ada yang begini, ada ygn begini, ada yang begini kan beda. Itu bisa jadi motivasi buat perempuan-perempuan Indonesia kan, buat belajar lebih keren lagi. Dan bikin bangga juga karena ternyata orang perempuan Indonesia tuh diperhitungkan disana. Jadi inspirasi juga.”

Lebih lanjut, informan 5 mengalami langsung dampak positif yang dibawa oleh keikutsertaan Miss Indonesia di ajang internasional. Hal tersebut dinyatakan oleh CEO Miss World Organization yang mengatakan bahwa ternyata Indonesia tidak seperti apa yang banyak diberitakan oleh kantor-kantor berita internasional, yang kebanyakan berisi isu-isu negatif saja:

“Kalo denger langsung itu mungkin pernah waktu kunjungan si Julia Morley atau Steven Douglas itu yang CEO-nya Miss World itu kesini, pernah. Oh ternyata Indonesia tuh blablabla segala macem ada lah cerita-cerita yang mungkin orang bilangnya kalo Indonesia tuh gini loh gini banyakan negatifnya. Tapi setelah kesana dan diceritakan setelah tahu segala macem mereka ya… kayak oh ternyata begitu ya ngga seperti yang kita bayangin juga. Pernah aku denger dari Julia Morley yang masalah bom Bali. Itu kan masalah udah lama, ya kan. Tapi itu ternyata masih jadi ketakutan buat bule-bule terhadap Indonesia. Tapi setelah diceritain kesana waktu itu jamannya siapa ya…Asyifa atau Ellen kalo ngga salah jamannya kesana itu dijelasin oh ternyata ngga seperti yang dibayangin. Kan orang tahunya kayak dia

itu…emm Indonesia berarti nih negaranya suka ada bom nih, bule-bule kesana kayaknya suka serem gitu loh padahal ngga. Lebih kayak gitu sih. ”