Konstruksi Media Massa Terhadap Realitas

tanpa disertai dimensi emosional. Ketiga, berusaha untuk jujur dan seimbang, memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab dalam cara memberikan banyak informasi kepada khalayak. 42 Dalam hubungannya dengan konstruksi realitas, bahasa merupakan elemen yang penting. Berita menurut Gaye Tuchmann 43 adalah realitas yang dikonstruksikan. Sedangkan dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. 44 Sehingga melalui bahasa akan diketahui tujuan atau maksud dari penulis dalam hal ini wartawan dalam sebuah realitas. Realitas memang aspek eksternal bahasa, tetapi hal ini tidak berarti bahwa realitas yang tercermin dalam bahasa bebas dari campur tangan manusia. Realitas yang tercermin dalam bahasa merupakan realitas yang sudah menjadi pengalaman manusia si pemakai bahasa, baik pengalaman objektif maupun pengalaman subjektif. 45 Hubungan antara bahasa, pikiran dan realitas dapat dijelaskan melalui segi tiga semantis dari Ogden dan Richards. 42 Sudibyo, Agus, op.cit, hal. 73. 43 Dalam Anto, J ed., op.cit, hal. 57. 44 Hamad, Ibnu, op.cit, hal. 12. 45 Baryadi, I. Praptomo, Teori Ikon Bahasa: Salah Satu Pintu Masuk ke Dunia Semiotika, Jogjakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2007, hal. 4. 28 Skema II.2 Segi tiga semantis Ogden dan Richards THOUGHT OR REFERENCE CORRECT ADEQUATE symbolises refers to a causal relations others causal relations SYMBOL stands for RFERENT an imputed relation TRUE Sumber: Ogden dan Richards 46 Gambar tersebut menunjukkan bahwa simbol dapat dibaca bahasa melambangkan pikiran dan karena itu diantara keduanya terdapat hubungan kausal. Diantara simbol dan pikiran terdapat hubungan langsung yang ditunjukkan dengan garis lurus. Pikiran menunjuk referen dan karena itu diantara keduanya terdapat hubungan kausal juga. Antara simbol dan referen terdapat hubungan tidak langsung yang ditunjukkan dengan garis putus-putus, tetapi hubungan antara dua hal tersebut merupakan hubungan yang benar. Hubungan antara simbol dan referen harus memiliki pikiran atau referensi. 47 Jika ditarik dalam tataran kegiatan media massa, maka kegiatan utama media adalah mengkonstruksikan realitas yang terjadi. Segi tiga semantis Ogden 46 Dalam Ibid. 47 Ibid, hal. 5. 29 dan Richards menunjukkan bagaimana hubungan antara realitas, bahasa dan pikiran. Hal tersebut bisa digunakan untuk merujuk pada proses yang terjadi dalam masing-masing pribadi awak media. Secara institusi, proses konstruksi terhadap realitas dalam komunikasi massa dapat dijelaskan dalam gambar berikut. Skema II.3 Konstruksi realitas untuk komunikasi massa Sumber: Ibnu Hamad 48 Dalam gambar diatas, proses konstruksi yang dilakukan oleh media 48 Hamad, Ibnu, op.cit, hal. 184. 30 Faktor Internal PROSES KONSTRUKSI REALITAS OLEH MEDIA MASSA Faktor Eksternal WACANA SEBAGAI HASIL KONSTRUKSI REALITAS PUBLIK Hasil: makna, opini, citra, motif dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal media tersebut. Faktor-faktor internal tersebut adalah politik redaksional tertentu, kepentingan politik para pengelola media termasuk relasinya dengan kepentingan politik tertentu. Sedangkan faktor eksternal bisa berupa tekanan pasar pembaca, sistem politik yang sedang berlaku dan kekuatan-kekuatan lainnya. Hasil dari proses konstruksi itulah yang kemudian tampak dalam produk media massa yang dinikmati publik yang menghasilkan makna, opini, citra dan motif. Bagaimana organisasi media tersebut sedikit banyak akan terlihat dari bagaimana isi dan cara penyajian berita tersebut. Ada dua pendekatan yang bisa menjelaskan bagaimana berita itu diproduksi. Yang pertama adalah bahwa berita dan posisi bersaing organisasi berita didalamnya. Pemasang iklan ingin mencapai khalayak yang luas, demikianlah argumentasinya; untuk melakukan hal itu media berita harus menghasilkan produk yang laku dijual. Jadi berita ialah apa yang membuat surat kabar dibeli orang, yang menaikkan penilaian khalayak terhadap siaran berita, dan menghasilkan pendapatan periklanan. 49 Ini menunjukkan bahwa berita tidaklah semata-mata berita namun merupakan servis terhadap pengiklan agar mendatangkan pemasukan yang berharga untuk organisasi media tersebut. Selanjutnya, berita dilihat dalam kaitannya dengan posisi penjaga gawang yang ada dalam organisasi media itu. Tanpa kesulitan kita dapat melipatgandakan definisi berita beberapa kali: berita bukanlah apa yang disepakati oleh seluruh wartawan, melainkan apa yang disiarkan oleh pemegang fungsi utama dalam pers, yakni “penjaga gawang” seperti reporter yang berpengaruh, editor berita dan 49 Nimmo, Dan, op.cit, hal. 216. 31 editor kawat, atau berita adalah apa yang dikira oleh wartawan menarik khalayak yang dibayangkan mereka. 50 Dua sudut pandang ini mengindikasikan bahwa berita sebagai produk dari media massa khususnya media cetak bukanlah proses sederhana. Berita bukanlah semata-mata mekanisme biasa seorang wartawan menuliskan ulang kejadian di lapangan. Tidak ada kriteria tentang apa berita itu karena berita bukanlah hal atau produk yang tetap, melainkan berita adalah proses pembuatan berita. 51 Wartawan, menurut Lippman 52 , bukanlah menulis peristiwa untuk kebenaran namun untuk mendukung kebenarannya yang didasarkan pada pendangan subjektivitas. Lippman juga menekankan bahwa jurnalistik bukanlah laporan tentang bahan mentah kejadian melainkan laporan yang disesuaikan dengan kepercayaan, nilai, dan pengharapan pilihan. Ada beberapa strategi yang dilakukan wartawan dalam mewujudkan hal tersebut. Yang pertama adalah penyajian kemungkinan yang bertentangan, penyajian bukti yang mendukung, kebijaksanaan penggunaan tanda kutip. Maksudnya, bagi jurnalis, bukti yang mendukung kebanyakan terdiri atas pengutipan pendapat orang lain. Yang keempat adalah penyusunan cerita dengan urutan tepat serta pelabelan analisis berita. Maksud dari berbagai strategi ini bukanlah untuk mencapai objektivitas. Strategi ini tidak mencapai objektivitas, tetapi merupakan rasional yang praktis yang digunakan oleh jurnalis untuk menyesuaikan diri dengan tekanan organisasi seperti deadline dan perintah untuk menghindari tuntutan atas dasar fitnah, dan 50 Ibid. 51 Ibid, hal. 217. 52 Ibid. 32 untuk memberikan jawaban dalam menghadapi teguran atasan. 53 Selain dipengaruhi oleh pertimbangan iklan, tuntutan dan kepentingan organisasi media, wartawan bukanlah mahkluk yang tanpa ideologi. Dalam menjalankan perannya, mereka selalu mempunyai kecenderungan untuk memihak sesuai dengan keyakinan yang melekat pada dirinya. Hal itulah, yang menyebabkan berita tidaklah produk yang merefleksikan realitas namun merupakan hasil dari rekonstruksi yang terjadi di lapangan.

2.1.4 Media Massa sebagai Sarana Komunikasi Politik

Setiap media massa mempunyai gaya yang berbeda. Dari segi isi dalam kaitannya dengan pemberitaan, masing-masing media memiliki ukuran nilai berita news value yang berbeda pula. Namun secara umum peristiwa politik kerap mempunyai nilai berita yang tinggi sehingga membuat setiap media memberitakannya. Kenyataan ini dimanfaatkan dengan baik oleh para aktor politik yakni media sebagai sarana komunikasi politik baik untuk pembentukan opini publik, propaganda maupun sebagai alat penyebaran informasi biasa. Dalam kerangka pembentukan opini publik ini, media massa umumnya melakukan tiga kebijakan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik language of politic. Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan framing strategies. Ketiga, melakukan fungsi agenda media agenda setting function. Dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra-citra atau makna- makna melalui lambang politik. Mereka saling menginterprestasikan pesan-pesan 53 Ibid, hal. 225. 33 simbol-simbol politik yang diterimanya. Tak terkecuali, hal itu juga dilakukan oleh para komunikator massa. Dalam konteks ini, sekalipun melakukan pengutipan langsung direct quotation atau menjadikan seorang komunikator politik sebagai sumber berita, media massa tetap terlibat-langsung ataupun tidak langsung- dengan pilihan simbol yang digunakan sumber tersebut. 54 Media juga kerap melakukan proses-proses framing. Framing adalah metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. 55 Singkatnya tujuan dari proses framing adalah untuk menonjolkan realitas-realitas tertentu dengan melakukan penonjolan beberapa bagian berita. Proses framing juga terkadang dibenturkan dengan alasan-alasan teknis seperti keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman pada media cetak dan waktu pada media elektronik sehingga mereduksi beberapa fakta-fakta tertentu. 56 Proses framing mempunyai implikasi politis yang sangat signifikan. Framing dapat menjadi senjata ampuh bagi elit politik untuk melakukan rekayasa opini publik. Dengan mempertajam frame tertentu tentang sebuah isu politik, mereka dapat mengklaim bahwa opini publik yang berkembang mendukung kepentingan mereka, atau konvergen dengan “klaim-kebenaran” mereka. 57 54 Ibid, hal. 16. 55 Sudibyo, Agus, op.cit, hal. 186. 56 Lebih lengkap lihat Hamad, Ibnu, op.cit, hal. 21. 57 Sudibyo, Agus, op.cit, hal. 188. 34