Mekanisme Konstruksi Realitas dalam Proses Produksi Berita

Skema VI. 2 Proses konstruksi media cetak 259 Menurut teori konstruksionis, khususnya tesis yang dikemukakan Peter L. Berger, manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang berindentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan-Berger menyebutnya sebagai momen. 128 Ketiga tahapan tersebut adalah eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. 129 Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. 130 Sehingga realitas tidak pernah tunggal namun ganda atau plural. Pengalaman, preferensi, pendidikan, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing- masing. Dalam proses konstruksi realitas hingga akhirnya menjadi sebuah produk berita, terjadi dialektika dan interaksi 3 momen diatas. Penjelasan Berger tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap individu dalam sebuah institusi media bisa mempunyai penafsiran realitas yang berbeda. Jika teori konstruksionis mengatakan bahwa wartawan bukanlah pelapor melainkan agen konstruksi realitas maka peneliti ingin membawa konsep ini lebih luas, bahwa 128Eriyanto, op.cit, hal.14. 129Ibid. Eksternalisasi adalah usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. 130Ibid, hal. 15. 260 semua awak redaksi terlibat dalam proses konstruksi realitas. Seperti yang sudah disinggung dalam Bab II bahwa proses konstruksi realitas, pada prinsipnya mengacu pada setiap upaya “menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksikan realitas. 131 Proses konstruksi setiap awak redaksi dalam kegiatan produksi berita menghasilkan sebuah realitas berupa berita. Jika demikian, maka sesuai skema VI.2, proses konstruksi 1 terjadi kala pimred atau redaktur menentukan arah pemberitaan beserta kisi-kisi liputan yang harus dilakukan wartawan. Hal ini terjadi saat media mempersiapkan liputan peristiwa khusus seperti pemilihan umum di tingkat nasional maupun pemilihan kepada daerah. Dalam hal ini pimredredaktur berusaha mengkonstruksikan realitas yang ada dilapangan khususnya terkait dengan kondisi sosial politik di lingkup internal maupun eksternal. Realitas yang dikemukakan oleh pimred inilah akan bertemu dengan realitas subjektif milik wartawan hasil dari transaksinya dengan fakta di lapangan. Berita, seperti yang dikatakan Tuchman, adalah hasil transaksi antara wartawan dengan sumber. Realitas yang terbentuk dalam pemberitaan bukanlah apa yang terjadi dalam dunia nyata. Melainkan relasi antara wartawan dengan sumber dan lingkungan sosial yang membentuknya. 132 Berita versi wartawan inilah yang kemudian masuk dalam proses getekeeping. Para gatekeeper kembali melakukan 131Hamad, Ibnu, op.cit, hal. 11. 132Eriyanto, op.cit, hal. 31. 261 proses konstruksi untuk menghasilkan berita yang dikemas dalam produk media cetak. Sejauh mana derajat perbedaan berita versi wartawan dengan berita versi gatekeeper tergantung pada seberapa besar derajat kesamaan mereka dalam melihat sebuah peristiwa dalam sebuah bingkai tertentu. Pada dasarnya kegiatan framing terdiri dari dua hal, yakni memilih dan menuliskan fakta. Dalam proses produksi berita, para wartawan hanyalah menuliskan berita versi mereka, sedangkan gatekeeper mempunyai wewenang untuk menentukan versi akhir berita. Strategi pengemasan berita merupakan gabungan dari elemen kuantitatif dan kualitatif guna membentuk bingkai tertentu yang ingin ditunjukkan oleh media kepada khalayak.

6.2 Meminimalisasi Bias Berita

Dari dua skema diatas bisa disimpulkan bahwa berita sebagai proses konstruksi media tidak merefleksikan fakta tunggal dan objektif. Berita yang dibaca khalayak adalah hasil dari proses panjang konstruksi yang dilakukan oleh awak media. Dalam menjalani proses produksi berita, apalagi dalam sebuah peristiwa penting seperti pilgub Jateng, institusi media dipengaruhi banyak faktor eksternal. Jika mengacu pada kenyataan tersebut, maka berita yang setiap hari dikonsumsi oleh khalayak adalah berita yang bias. Dalam pandangan konstruksionis, bias berita adalah sebuah keniscayaan dan bukan titik permasalahan yang layak dipertanyakan karena berita adalah hasil konstruksi dan 262 Peristiwa bukan merefleksikan realitas. Namun, sebagai sebuah produk dalam hal ini produk media cetak, berita seharusnya tetap disajikan dengan menggunakan standar baku penulisan berita. Berikut adalah skema yang bisa menjelaskan bagaimana sebuah berita seharusnya diterbitkan dengan standar tertentu. Skema VI.3 Meminimalisasi bias berita 263 Wartawan Konstruksi K o n s t r u k s i Pimred Redaktur Berita - 5W+1H -Cover both side -Data pendukung