Mitos-Mitos dan Kearifan Lokal

lxxxvii Selain hal-hal di atas, fungsi lain dari Danau Lebo adalah sebagai daerah tangkapan air. Pembangunan yang akan dilakukang terhadap sarana dan prasarananya terutama pembangunan fasilitas akses masuk dan pedestrian yang akan melakukan gali urug akan membuat daerah tangkapan air ini menjadi sempit. Apalagi saat ini dibeberapa titik terlah terjadi akresi yang disebabkan oleh sedimentasi dan akresi. Untuk saat ini akses untuk memanfaatkan Danau Lebo baik dari segi tranportasi maupun pemanfaatannya sangat mudah. Secara umum tidak ada aturan formal yang mengatur tentang pemanfaatan tersebut. Dengan adanya pembangunan kawasan ini, sebagian masyarakat mengkhawatirkan akses-akses yang mudah ini tidak bisa mereka peroleh lagi.

5.1.6 Mitos-Mitos dan Kearifan Lokal

5.1.6.1 Dea Bide

Dalam masyarakat sekitar Danau Lebo terdapat suatu mitos tentang Dea Bide yang menjadi penguasa di perairan setempat. Menurut cerita, Dea Bide akan murka apabila waktu istirahatnya pada siang hari diganggu dengan adanya kegiatan-kegiatan di kawasan perairan. Kemurkaan tersebut dapat berupa bencana yang didapat oleh orang-orang yang melanggar aturan tersebut. Oleh karena itu, pada waktu-waktu dulu masyarakat tidak mau mencari ikan di Danau Lebo pada waktu tengah hari sekitar pukul 12.30 sd 14.00. Namun setelah diamati lebih jauh ternyata pada waktu-waktu tersebut adalah waktu bagi ikan-ikan yang ada untuk berlindungberteduh secara berkelompok dari panas matahari. Sehingga apabila waktu tersebut dimanfaatkan untuk mencari ikan justru akan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak dan ini dikhawatirkan akan mengurangi populasi ikan tersebut sebagai sumber pendapatan secara cepat. Seiring dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat, mitos ini sekarang hanya tinggal cerita yang memang secara rasional tidak bisa untuk dibuktikan. Dengan kondisi seperti ini, sangat sulit untuk mengangkat kembali mitos ini sebagai bentuk kearifan lokal yang bisa menunjang keberlanjutan lingkungan. lxxxviii

5.1.6.2 Kaki Aca

Mitos ini berkembang terutama pada masyarakat nelayan di Kampung Sampir. Konon pada zaman dulu kala, berangkatlah sekelompok nelayan ke Danau Lebo untuk menangkap ikan yang dipimpin oleh Kaki Aca. Kebetulan hari itu adalah hari Jum’at dan mereka lupa bahwa hari Jum’at adalah hari yang penting bagi umat Islam. Mereka begitu asyik mencari dan menagkap ikan dan tampaknya mereka sangat gembira dengan hasil tangkapannya. Tiba-tiba terdengar beduk dan suara azan yang menggema. Salah seorang dari mereka yang bernama Icak begitu mendengar suara azan tersebut langsung mengajak teman-temannya yang lain untuk berhenti mencari ikan dan melaksanakan kewajibannya terhadap pencipta. Akan tetapi Kaki Aca tidak mau pulang dan meminta teman-temannya untuk pulang lebih dulu dengan alasan tidak akan meninggalkan danau mumpung hasil tangkapan sangat berlimpah. Setelah teman-temannya pulang, tinggallah Kaki Aca sendiri di tengah danau sambil terus mencari dan menangkap ikan. Begitu teman-temannya lenyap dari pandangan Kaki Aca, tiba-tiba muncul sesosok wanita cantik di tengah danau. Kaki Aca mendayung sampannya mendekati wanita tersebut. Setelah Kaki Aca mendekat, wanita tersebut berkata, ”Hai Aca, mengapa engkau tidak pulang untuk shalat Jum’at? Sebagai umat Islam seharusnya engkau melaksanakan shalat Jum’at, kamu harus bersyukur pada sang Khaliq atas karunia ini. Kaki Aca tak menggubris himbauan itu, akan tetapi dia justru ingin memeluk wanita cantik tersebut. Tiba-tiba wanita itu menghilang dari pandangan Kaki Aca. Seketika itu sampan Kaki Aca diputas oleh pusaran air yang sangat deras. Kaki Aca berteriak minta tolong namun tidak ada yang dapat menolongnya. Kaki Aca mendapat kutukan dari Allah dan dia menghilang bersama sampannya. Konon menurut penduduk di Desa Sampir Kaki Aca lenyap tak tahu rimbanya dan menjadi penunggu Danau Lebo sampai saat ini. Sampai saat ini, hari Jum’at dijadikan pantangan oleh penduduk Desa Sampir untuk mencari ikan. lxxxix Dari mitos tersebut diatas bila dikaitkan dengan pengelolaan lingkungan bisa terlihat bahwa pantangan ini bisa dikategorikan sebagai suatu kearifan lokal yang membatasi penangkapan ikan yang berlebihan sehingga walaupun cuma dalam hitungan hari, ikan-ikan tersebut mungkin dapat berkembang biak guna kelestariannya. Bila hari produktif masyarakat mencari ikan adalah 7 hari dalam seminggu, maka dengan adanya kearifan lokal ini hari produktifnya menjadi 6 hari ditambah lagi pada jam-jam tertentu yang mengharuskan mereka istirahat mitos Dea Bide. Namun seiring dengan menyempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan tuntutan ekonomi yang mengharuskan masyarakat untuk memenuhi keperluan mereka, mitos-mitos ini sekarang hanyalah tinggal cerita yang tidak berarti bagi masyarakat yang mementingkan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

5.1.7 Sistem Kekeluargaan