kegiatan yang dilaksanakan dan kesediaan untuk bekerja sama secara aktik dan berlanjut
Berikut ini beberapa konsep penglolaan lingkungan social yang dapat diimplementasikan dalam pengelolaan Kawasan
Wisata Danau Lebo Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat pada beberapa tahap kegiatan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring hingga evaluasi pelaksanaan.
5.8.1 Prinsip Perencanaan Bercermin dari Melirik Kegagalan Wisata di Sumatra
Barat Fince Herry, 2006, terlihat bahwa pengelolaan yang dilakukan di Sumatera Barat tidak mengakar pada tatanan
masyarakat public service, akan tetapi masih berorientasi pada pasar marked demand serta rendahnya tingkat kepercayaan dan
kekuatan jaringan Social capital pada level pemerintahan. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah merupakan introspeksi sekaligus menjadikan bahan evaluasi untuk merancang pengembangan kawasan Danau Lebo.
Citra pemerintah yang sarat dengan KKN telah berdampak pada kegagalan pengelolaan program pengembangan kawasan di
Sumatera Barat. Oleh karenanya pengembangan kawasan Danau Lebo haruslah di bangun atas kekuatan rasa saling kepercayaan
antara pemerintah dengan masyarakat yang selama ini cendrung di abaikan ceterus paribus. Bahkan sudah sepantasnya
menempatkan masyarakat pada level sosial dan ekonomi bukan sebatas makna subjek dari pembangunan kawasan.
Prinsip perencanaan harus selalu berusaha menyertakan anggota-anggota dari berbagai kelompok; sesuai dengan
kebutuhan masyarakat sekitar Danau Lebo dan masyarakat lain yang kemungkinan akan terkena dampak secara tidak langsung;
kesediaan untuk belajar; tidak adanya titik temu antara rencana dari pemerintah dengan harapan dari penduduk merupakan
pertanda buruk, karena ini tidak match. Selama ini, berlandaskan pada paradigma lama yang
bersifat top – down dan sentralistik, kegiatan perencanaan program pengelolaan lingkungan sosial ditentukan oleh pihak
luar dari masyarakat sosial tempat program pengelolaan lingkungan sosial dilaksanakan.
Berkembangnya asumsi-asumsi seperti tersebut di atas bisa disebabkan kaena beberapa pemahaman diantaranya adalah
bahwa warga masyarakat bersangkutan dianggap tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk melakukan perencanaan;
kondisi lingkungan hidup sosial suatu masyarakat ditentukan oleh pihak luar masyarakat bersangkutan; adanya asumsi bahwa
adat istiadat atau tradisinya atau kearifan lokalnya justru menghambat kelola lingkungan hidup sosial yang diharapkan,
terutama oleh pihak luar dalam hal ini pemerintah. Warga masyarakat tersebut seringkali dianggap bodoh yang tidak
mampu dan mengerti merencanakan pengelolaan lingkungan hidup sosialnya, oleh sebab itu harus diberdayakan dalam
pengertian dipintarkan untuk mampu merencanakan dan melaksanakan kelola lingkungan sosialnya.
Persoalannya kemudian, apakah memang demikian adanya, bahwa apabila perencanaan dan juga pelaksanaan pengelolaan
lingkungan sosial dilakukan melulu oleh pihak luar, warga suatu masyarakat akan mampu dan memperoleh manfaat yang sebaik-
baiknya dalam pengelolaan lingkungan sosialnya, sehingga mereka akan mampu pula untuk meningkatkan kesejahteraan
sosialnya. Jawabannya tidaklah demikian, berbagai studi menunjukkan bahwa berbagai konflik sosial yang menjurus pada
disintegrasi sosial makin memperbesar dan merusak demikian hebat, justru ketika berbagai usaha pengelolaan lingkungan sosial
diambil alih oleh negara, dan tradisi pengelolaan lingkungan sosial yang arif yang dimiliki masyarakat dihancurkan.
Oleh sebab itu, prinsip perencanaan pengelolaan lingkungan sosial haruslah lebih mengutamakan pelibatan warga
masyarakat secara penuh, atau dengan kata lain pengembangan dan perencanaan pengelolaan lingkungan sosial harus
menggunakan pendekatan partisipatif, dan warga masyarakat sebagai inti dalam pendekatan tersebut management with the
people. Hadi 2005 menegaskan bahwa keikutsertaan publik
membawa pengaruh positif. Mereka akan bisa memahami keputusan akhir yang akan diambil. Tujuan pelibatan mereka
adalah mengeliminir kemungkinan terjadinya dampak negatif.
Jika pelibatan warga masyarakat dalam seluruh proses mulai perencanaan sampai evaluasi pengelolaan lingkungan sosial
dilaksanakan secara penuh, maka program itu menjadi lebih sesuai dengan kepentingan masyarakat dan rasa pemilikan
terhadap program tersebut akan dirasakan secara utuh oleh masyarakat bersangkutan. Di samping itu, keterampilan yang
mereka miliki sebagai lokal genious atau lokal knowledge tidak akan hilang bahkan terakomodasi dan dapat menjadi
pengetahuan yang dapat dimiliki oleh sekalian masyarakat diluar komunitas bersangkutan. Hal ini menjadi penting, karena selama
ini pengelolaan lingkungan sosial justru menghancurkan atau menisbikan pengetahuan semacam ini dan digantikan dengan
pengetahuan dari luar komunitas, yang justru tidak ramah terhadap lingkungan hidup mereka, khususnya lingkungan sosial.
Selain itu dengan melibatkan mereka, maka usaha memberdayakan dan penguatan institusi dan keterampilan
merencanakan dan mengelola lingkungan sosial atau dengan kata lain menguatan dan pengembangan wawasan warga masyarakat
tersebut dapat dilaksanakan dengan idiom dan wacana yang mereka pahami.
Untuk melaksanakan kegiatan perencanaan seperti yang dimaksud di atas, maka metode dan teknik yang tepat adalah
metode partisipatif. Banyak nama yang diberikan pada metode ini antara lain Participatory Rural Appraisal PRA atau Rapid
Rural Appraisal RRA, namun apapun namanya prinsipnya adalah melakukan pengkajian komunitas sosial secara partisipatif
sebagai upaya untuk menemu-kenali berbagai kebutuhan, aspirasi dan keadaan di masyarakat tersebut, dan sekaligus pula
dapat membuat perencanaan kegiatan pengelolaan lingkungan sosial.
Pengkajian komunitas sosial secara partisipatif adalah kegiatan penelitian tentang aspek-aspek kehidupan masyarakat
tertentu yang dilakukan oleh warga masyarakat bersangkutan dengan didampingi atau difasilitasi oleh para petugas lembaga
pengembang program Berbuat Bersama Berperan Setara, Driya Media dalam Purba, 2002. Aspek-aspek yang menjadi objek
penelitian atau kajian tergantung pada kebutuhan yang disepakati antara pengembang program dan warga masyarakat.
Adapun tujuannya adalah agar masyarakat atau kajian tergantung pada kebutuhan yang disepakati antara pengembang
proyek dan masyarakat mampu memahami keadaannya sendiri dan lingkungan sosialnya, sehingga terselenggara proses
masyarakat menjadi peneliti sekaligus pengkaji bagi pengembangan kegiatan pengelolaan lingkungannya secara
mandiri. Proses ini diharapkan menjadi proses pembelajaran untuk menguatan kemampuan analisis masyarakat tersebut.
Adapun hasil penelitian atau pengkajian meliputi sejumlah informasi berkenaan dengan keadaan atau kondisi berbagai
aspek kehidupan di masyarakat di sekitar Danau Lebo; informasi mengenai masalah dan kebutuhan yang diungkapkan oleh warga
masyarakat sendiri; serta sejumlah potensi lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengembangan kegiatan
masyarakat dalam menunjang pengembangan kawasan Danau Lebo sebagai kawasan wisata.
Berdasarkan pada kegiatan tersebut di atas, maka bagi masyarakat sekitar kawasan pengembangan kegiatan ini
sebenarnya merupakan bagian dari proses belajar dan proses penyadaran mengenai kehidupan mereka sendiri dan lingkungan
hidup yang mereka hadapi. Kegiatan semacam ini akan menimbulkan semacam perenungan untuk mencari jalan keluar
dari keadaan yang dianggap mengganggu. Selain itu bagi orang luar, khususnya pemrakarsa proyek,
kegiatan ini sebagai proses penyadaran dalam memahami keadaan kehidupan sosial suatu masyarakat, serta memahami
cara pandang dan nilai-nilai budaya masyarakat sekitar danau, yang secara langsung mempunyai pengaruh terhadap
pengembangan kawasan Danau Lebo sebagai kawasan wisata. Selain itu dengan melakukan kegiatan bersama ini penerapan
program akan mudah memperoleh dukungan dari masyarakat bersangkutan, dan keputusan untuk melaksanakan program
sudah merupakan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut, sejak perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi. Untuk perencanaan terhadap pembangunan Kawasan
Danau Lebo, hendaklah tetap membiarkan beberapa kawasan perbukitan untuk tempat per buruan masyarakat setempat
seperti yang berlangsung saat ini, mengkhususkan beberapa tempat untuk kegitan pemancingan warga dan mengagendakan
pelaksanaan pentas budaya di lokasi tersebut untuk kegiatan pariwisata.
5.8.2 Prosedur Perencanaan Apabila kegiatan kegiatan-kegiatan di atas telah dilakukan,