Agresi Militer Belanda II

A. Agresi Militer Belanda II

Pemberontakan PKI Madiun membuat posisi Republik melemah, disaat itulah bangsa Indonesia menghadapi kekuatan Belanda yang melancarkan agresi militernya yang kedua. Bulan Desember 1948 merupakan saat yang genting bagi pemerintahan Republik Indonesia, karena Belanda telah mengambil momentum terbaiknya untuk melakukan agresinya secara besar-besaran. Republik Indonesia baru saja mengalami pemberontakan PKI Madiun yang secara politis, militer maupun ekonomi telah melemahkan kekuatan Republik sehingga tidak dapat menghadang laju serangan pasukan Belanda yang telah unggul dari segala posisi.

72 Wiyanto (dkk), Op. Cit. hal. 49.

Secara militer, RI lemah karena terfokus pada penumpasan pemberontakan PKI Madiun yang menggunakan tenaga cadangan yang rencananya akan dipersiapkan untuk menghadapi agresi militer Belanda ini. Demikian pula secara fisik pasukan RI lemah karena beberapa bulan terus-menerus bertugas di front, kecuali itu juga penggunaan amunisi menghabiskan persediaan yang sebenarnya digunakan untuk pertahanan, belum terhitung senjata yang hilang ataupun rusak.

Dari segi politik akibat peristiwa Madiun rakyat masih terpecah-belah sehingga belum ada persatuan. Sedangkan kekuatan ekonomi RI benar-benar parah akibat blokade-blokade ekonomi Belanda ataupun kerusakan-kerusakan

akibat peristiwa Madiun. 73 Tepat tanggal 18 Desember 1948 , Dr. Beel berbicara di radio menyatakan

bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville. Belanda melancarkan agresi militer yang ke II tepat pada tanggal 19 Desember 1948. Pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 rakyat dikejutkan dengan adanya berita bahwa lapangan terbang Maguwo diserang oleh pesawat-pesawat Belanda yang kemudian diduduki oleh pasukan-pasukan payungnya. Semula rakyat masih mengira bahwa suara bom dan tembakan-tembakan adalah dalam rangka latihan perang-perangan pihak TNI yang sebelumnya sudah diumumkan. Dugaan rakyat memang beralasan karena di Kaliurang sendiri juga sedang dilangsungkan perundingan antara RI dengan Belanda yang dihadiri oleh Komisi Tiga Negara (KTN).

73 Ibid.

Pada serangan umum ini secara serentak Belanda menggerakkan pasukannya dari berbagai garis demarkasi yaitu:

1. Dari arah barat pasukan Belanda bergerak ke timur yaitu dari Gombomg menuju Yogyakarta dengan menduduki Karanganyar, Kutowinangun, Prembun, dan Kebumen pada hari itu juga yang kemudian diteruskan menduduki Purworejo dan Magelang.

2. Setelah berhasil menduduki Maguwo, Belanda meneruskan gerakannya merebut kota Yogyakarta, kemudian bergerak ke utara merebut Magelang bersama pasukan yang bergerak dari Purworejo.

3. Dari arah Salatiga, pasukan Belanda bergerak ke Surakarta yang kemudian pecah menjadi dua pasukan di Boyolali. Satu pasukan menuju Surakarta dan

yang satunya lagi menuju Yogyakarta melalui Klaten. 74 Agresi militer Belanda ke II melalui garis demarkasi Kebumen

dilancarkan dari Gombong ke kebumen melalui dua jurusan yaitu jurusan pertama melalui jalan kereta api, dan jurusan kedua melalui jalan raya lalu memotong di Pejagoan (Turunan). Akibat serangan ini, kota Kebumen menjadi kacau. Taktik bumi hangus segera dilaksanakan termasuk diantaranya Pendopo Kabupaten Kebumen dibakar habis. Semua tawanan dan tahanan yang berada dipenjara Kebumen dikeluarkan dengan kawalan polisi ke tempat yang lebih aman yaitu ke wilayah Kawedusan di sebelah timur Kebumen. Selanjutnya mereka dilepaskan

dan kembali ke rumah masing-masing. 75

74 Ibid.

75 Wawancara dengan H. R. Soenarto, tanggal 2 Maret 2009.

Instansi-instansi pemerintah segera mengambil tindakan mengungsi ke daerah lain yang lebih aman dan terus menjalankan tugasnya. Pengungsian penduduk sangat kacau, sebagian menuju selatan kota dan sebagian lagi menuju ke utara kota. Kapal terbang Belanda berputar-putar di langit Kebumen dan dari pesawat tersebut disebar surat-surat selebaran yang berisi himbauan agar penduduk tetap tenang. Namun kepanikan tidak dapat dihindarkan karena pertempuran hampir terjadi sepanjang hari di sekitar kota.

Pusat pemerintahan Kabupaten bersama Komando Distrik Militer (KDM) yang merupakan pemerintahan militer berada di desa Tanuharjo, Alian. Pada tanggal 22 Desember 1948 Markas Besar Komando Djawa yang berkedudukan di Prambanan mengumumkan tentang berlakunya Pemerintahan Militer untuk

seluruh Jawa. 76 Empat hari kemudian pusat pemerintahan militer di Kabupaten Kebumen dipindah ke desa Kalirancang, Alian. Di kecamatan-kecamatan

dibentuk Pemerintahan Militer Onderan (PMO) yang kemudian menjadi PMKT (Pemerintahan Militer Kecamatan). 77

Pada Bulan Januari 1949 Pemerintah bersama rakyat membentuk pasukan gerilya di bawah pimpinan Mayor Sudharmo dan Komandan KDM Mayor Rachmat. Tentara, Polisi, dan barisan-barisan rakyat mengadakan serangan gerilya dengan sasaran tempat-tempat yang diduduki Belanda. Pada tanggal 17 Januari 1949 pasukan gerilya berhasil menghancurkan 2 buah truk patroli dan

76 Wiyanto, dkk, Op. Cit . Hal 57. Hal ini sesuai dengan UU No. 30 1948 mengenai Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden Dalam Keadaan Bahaya.

77 Kebumen Berdjuang, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 12.

menewaskan 13 serdadu Belanda di jalan Selang Kebumen. Tentara Belanda membalas dengan menggempur markas polisi di Wonokromo dengan kanon yang mengakibatkan 5 buah rumah hancur dan beberapa orang menjadi korban. Pertempuran berlanjut ke daerah Kembangsari, Wonosari dan Kawedusan yang mengakibatkan terbakarnya 9 rumah dan perampasan harta milik penduduk oleh tentara Belanda. Serangan gerilya TNI dan Masyarakat Kebumen secara efektif dilakukan malam hari karena menghasilkan kerugian yang besar bagi pasukan Belanda.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi pada tanggal 28 Januari 1949 untuk mengupayakan penghentian tembak-menembak antara pasukan Belanda dan pasukan TNI. Resolusi ini berisi:

1. Penghentian semua operasi militer dengan segera oleh Belanda dan penghentian semua aktivitas gerilya oleh Republik. Kedua belah pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.

2. Pembebasan dengan segera dan dengan tidak bersyarat semua tahanan politik di dalam daerah Republik oleh Belanda semenjak tanggal 19 Desember 1948.

3. Belanda harus memberikan kesempatan kepada pemimpin-pemimpin pemerintahan Republik untuk kembali ke Yogyakarta dengan segera agar dapat melaksanakan pasal 1 di atas dan supaya pemimpin-pemimpin Republik dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan bebas. Pada tahap pertama pemerintah di dalam kota Yogyakarta dan daerah-daerah sekelilingnya, sedangkan kekuasaan Republik di daerah-daerah Republik 3. Belanda harus memberikan kesempatan kepada pemimpin-pemimpin pemerintahan Republik untuk kembali ke Yogyakarta dengan segera agar dapat melaksanakan pasal 1 di atas dan supaya pemimpin-pemimpin Republik dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan bebas. Pada tahap pertama pemerintah di dalam kota Yogyakarta dan daerah-daerah sekelilingnya, sedangkan kekuasaan Republik di daerah-daerah Republik

4. Perundingan-perundingan akan dilaksanakan dalam waktu yang secepat- cepatnya dengan dasar persetujuan Linggarjati, Renville dan terutama berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Ad Interim Federal paling lambat pada tanggal 15 Maret 1949. Pemilihan untuk Dewan Pembuat Undang- Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.

5. Komisi Tiga Negara (KTN) digantikan oleh Komisi Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia atau UNCI) dengan tugas membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk

mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik. 78 Pertempuran antara pihak Indonesia dengan Belanda masih terjadi bahkan

meluas walaupun resolusi PBB telah disepakati. Mayor Sudharmo yang berada di Kebumen semakin mengintensifkan koordinasi dengan semua pejuang bersenjata di wilayah Kebumen untuk melakukan serangan Gerilya terhadap kedudukan Belanda. Dimana tempat yang dirusak oleh gerilyawan RI, maka pihak Belanda membalas dengan korban penduduk yang lebih besar, seperti penyerangan ke daerah Krakal yang dilakukan oleh Belanda dengan kanon dari Wonosari yang menyebabkan beberapa orang tewas.

78 Dinas Sejarah Kodam VII Diponegoro, Sejarah Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya , Semarang, 1977.

Pusat pemerintahan Kabupaten Kebumen yang berada di Kalirancang dipindah ke Kedondong (Pelumbon) dan Wadaskalang. Pemerintah Kabupaten juga berusaha membentuk pemerintahan dan melancarkan usaha-usahanya di

daerah-daerah Buayan, Ayah, Rowokele, Gombong dan Sempor. 79 Ratusan tentara Divisi Siliwangi yang dahulu telah hijrah ke Kebumen

melakukan perjalanan kembali ke daerah asal mereka Jawa Barat melalui dan beristirahat di Ambal. Pasukan Gatotkaca dan sebagainya yang bertugas digaris depan tidak sedikit yang bermarkas di daerah Ambal. Daerah Ambal, Kebumen pada saat itu merupakan pusat wilayah pertahanan dan pusat perdagangan serta lalu lintas.

Di sebelah utara Prembun , Aliyan, Karanggayam juga merupakan pusat- pusat pertahanan Republik Indonesia wilayah Kebumen. Sebagai pusat pertahanan tidak jarang wilayah Ambal diintai dan diserang oleh pasukan Belanda. Seperti yang terjadi pada tanggal 25 Februari 1949, antara jam 7 pagi pesawat udara Belanda terbang rendah mengintai wilayah Ambal. Setelah itu datang 7 buah pesawat udara bomber menderu-deru dan berputar-putar semakin rendah disertai penembakan dan menjatuhi Ambal dengan bom-bom selama setengah jam. Markas Komando Onder Distrik Militer (KODM) pusat (PMO) menjadi sasaran dan hancur lebur. Beberapa rumah hancur. Sedangkan koraban jiwa berjumlah 9

orang dan 11 orang mengalami luka berat dan ringan. 80 Serangan di Ambal oleh tentara Belanda dibalas oleh TNI pada bulan

Maret 1949 melalui pasukan Surengpati dengan menyerang pasukan Belanda

79 Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 13. 80 Ibid.

yang sedang berpatroli di wilayah Mirit. Serangan ini menimbulkan korban jiwa yang cukup besar di pihak Belanda. Korban jiwa dari pihak Belanda ini segera diangkut ke Prembun. Setelah serangan ini, pasukan Belanda menyerang pasukan TNI melalui Prembun dengan kanon dan juga serangan udara yang melayang- layang di wilayah Kebumen dengan menjatuhkan bom-bom serta menembaki pejuang-pejuang Republik.

Akibat serangan pasukan Belanda yang gencar maka pusat pemerintahan Kebumen yang berada di Kalirancang dipindahkan ke Wadasmalang pada tanggal

25 Maret 1949. Melalui pusat pemerintahan Kebumen di Wadasmalang ini pemerintah mencoba mengkonsolidasikan kembali pasukan-pasukan dan wilayah

pengungsian penduduk melalui wilayah pegunungan dan pesisir pantai. 81 Bulan April hingga Oktober 1949 pasukan gerilya Kebumen baik siang

dan malam terus melakukan perlawanan terhadap serangan-serangan Belanda yang menyerang wilayah Krakal, Sruni, Banjaran serta Prembun. Perintah tembak-menembak. Sementara itu, untuk mempercepat gencatan senjata dan menyelesaikan pertikaian antara pasukan Belanda dan TNI, UNCI mengadakan kontak-kontak dengan para pemimpin Republik dan mengadakan sebuah perundingan di Bangka untuk mempercepat pelaksanaan Resolusi PBB tanggal 28 Januari 1949. Persetujuan dan perundingan antara pihak Belanda dan Republik ahirnya dapat dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 1949 dengan menghasilkan

Persetujuan Roem-Royen yang isinya sebagai berikut: 82

81 Ibid.

82 Wiyanto (dkk), Op. Cit., hal. 66.

1. Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan Republik Indonesia untuk:

a. Mengeluarkan perintah kepada pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.

b. Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan

c. Turut serta dalam konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan RI tanpa syarat.

2. Delegasi Belanda menyatakan bahwa:

a. Menyetujui kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta

b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik

c. Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat

d. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera diadakan sesudah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta. Hasil perundingan ini tidak serta-merta menghentikan aktivitas pertikaian

karena pasukan Belanda masih terus melakukan serangan terhadap posisi-posisi pertahanan gerilyawan RI. Baru setelah diumumkan gencatan senjata oleh Presiden Soekarno dan Panglima Besar Jendral Sudirman pada tanggal 3 Agustus 1949 aksi tembak-menembak dapat dihentikan walaupun hanya untuk sementara. Di Kebumen sendiri pertempuran terakhir yang cukup besar adalah perebutan kota Gombong oleh pasukan gerilya RI dibawah komando Mayor Sudharmo pada bulan Oktober 1949 dan berhasil menguasai Gombong selama satu hari satu malam. Kondisi kota Kebumen berangsur-angsur pulih setelah pasukan-pasukan

Belanda ditarik mundur dari Kebumen. Pemerintahan kembali dijalankan di kota Kebumen, penduduk mulai berdatangan kembali ke kota dari tempat pengungsian mereka. Hal ini terjadi setelah pengakuan kedaulatan RI pada tanggal 27

Desember 1949. 83

83 Ibid.