Transformasi Fasade Ruko (Studi Kasus di Koridor Mayjend Sutoyo Siswomihardjo, Medan)

(1)

TRANSFORMASI FASADE RUKO

(STUDI KASUS DI KORIDOR MAYJEND SUTOYO SISWOMIHARDJO, MEDAN)

SKRIPSI

OLEH RIFQI SUDRAJAT

100406036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TRANSFORMASI FASADE RUKO

(STUDI KASUS DI KORIDOR MAYJEND SUTOYO SISWOMIHARDJO, MEDAN)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIFQI SUDRAJAT 100406036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

TRANSFORMASI FASADE RUKO

(STUDI KASUS DI KORIDOR MAYJEND SUTOYO SISWOMIHARDJO, MEDAN)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 3 September 2014


(4)

Judul Skripsi : Transformasi Fasade Ruko (Studi Kasus di Koridor Mayjend Sutoyo Siswomihardjo, Medan)

Nama Mahasiswa : Rifqi Sudrajat Nomor Pokok : 100406036 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Koordinator Skripsi,

Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., Ph.D.

Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, M.T.

Tanggal Lulus:


(5)

Telah diuji pada Tanggal:

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. Mohammed Nawawiy Loebis, M.Phil. Phd. Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto, M.T.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,aAtas berkat dan rahmat-Nya penelitian ini dapat terselesaikan pada waktunya. Tulisan ini merupakan skripsi perorangan yang merupakan syarat untuk mengakhiri studi dan memperoleh gelar Sarjana Arsitektur bagi setiap mahasiswa Program Studi Strata Satu Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Alur Non-Profesi. Adapun judul yang diangkat dalam tulisan ini yaitu "Transformasi Fasade Ruko (Studi Kasus di Koridor Mayjend Sutoyo)".

Penyelesaian tulisan ini tentunya juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sehingga penulis pada kesempatan ini layak kiranya mengucapkan terima kasih terutama kepada:

1. Bapak Imam Faisal Pane, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Ir. Mohammed Nawawiy Loebis, M.Phil. Phd.Ir. selaku Dosen

Penguji I dan Dwi Lindarto, M.T., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Badan Warisan Sumatera, Ibu Isnen Fitri, S.T. M.T., Pius Silvanus, S.T. yang telah meluangkan waktunya dan memberikan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Warga Kota Medan terutama para pemilik maupun penghuni ruko di Jalan Mayjend Sutoyo yang telah telah meluangkan waktunya dan memberi izin


(7)

kepada penulis untuk melakukan survey dan memberikan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang tercinta, yang telah memberikan semangat, dorongan, dan bantuan untuk menyelesaikan studi dan skripsi penulis di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan motivasi serta dorongan hingga skripsi ini selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

Rifqi Sudrajat


(8)

ABSTRAK

Ruko merupakan salah satu bentuk hunian berupa bangunan bertingkat yang memiliki fungsi ganda. Lantai bawahnya biasanya dimanfaatkan sebagai area komersil sedangkan lantai atasnya dipakai sebagai hunian. Keberadaan ruko sangat identik dengan budaya Cina. Di Indonesia, kemunculan ruko dimulai semenjak kedatangan masyarakat Tionghoa. Dalam perkembangannya di Indonesia, ruko yang dihuni oleh etnis Tionghoa mulai mengadopsi budaya lain, Melayu dan Eropa misalnya. Fasade ruko pun mengalami perubahan seiring dengan waktu. Tentunya perubahan fasade ruko ini dilatarbelakangi oleh perubahan budaya etnis Tionghoa sebagai penghuni ruko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi fasade ruko serta hal apa saja yang mengakibatkan perubahan tersebut terkait dengan transformasi budaya. Tiga ruko dalam satu koridor jalan dijadikan sampel penelitian ketiga ruko ini memiliki fasade yang berbeda dan berasal dari periode yang berbeda pula dengan rentang waktu yang cukup jauh. Pada setiap tipe ruko dilakukan pengumpulan data primer berupa observasi elemen penyusun fasade ruko secara detail, selain itu dilakukan pula wawancara dengan pemilik atau penghuni ruko tersebut. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur terkait dengan sejarah dan kehidupan masyarakat Tionghoa di kota Medan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa perubahan fasade ruko diakibatkan oleh perubahan budaya. Sumber perubahan budaya ini berasal dari dalam (evolusi) dan luar difusi). Difusi diakibatkan oleh perkembangan teknologi dan pergantian tren sedangkan evolusi diakibatkan perubahan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian peneliti dapat memberikan saran bahwa perancangan fasade ruko harus disesuaikan dengan budaya penghuninya.

Kata Kunci:transformasi, budaya, fasade, ruko.

ABSTRACT

Shophouse is a form of residential multi story building which has dual function. The first level is usually used as a commercial area, while the upper floor is used as dwelling. The existence of shophouse is identical to Chinese Culture. In Indonesia , the emergence of shophouse has started since the arrival of the Chinese community. In its development in Indonesia, the shophouse which is inhabitated by the Chinese began to adopt other cultures such as Malay and European. The shophouse facade has undergone changes over time. Certainly the changes of shophouse facade was caused by the changes in the Chinese as the occupant of the shophouse. The aim of this study is to determine the transformation of shophouse facade as well as things that cause the change in context with cultural transformation. In this research, three shophouse in Mayjend Sutoyo Street are used as sample. These three shophouse different in style and appearance and were built in different period. In these three shophouse the researcher gathered primary data through the observation of shophouse facade element, and an interview with the owner or the occupant of the shophouse. The secondary data was obtained through literature studies that related to the history and life of the Chinese community in Medan. The finding of this research found that the changes of shophouse facade caused by the changes in the Chinese culture. The source of the changes comes from within the culture (evolution) and outer culture (diffusion). The


(9)

diffusion in this study caused by the technological development and the changing trends which comes from the western culture. The evolution caused by the changing in needs and preferences of the inhabitant culture. The finding of this study may recommend that the design of the shophouse facade must be compatible with the inhabitant culture.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Berpikir ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Budaya dalam Arsitektur ... 7

2.2Tinjauan Transformasi ... 8

2.2.1Definisi Transformasi ... 8

2.2.2 Sumber Perubahan ... 9

2.2.3 Mekanisme Perubahan Budaya Melalui Pertukaran ... 10

2.2.3.1 Pertukaran Internal (Evolusionisme) ... 10

2.2.3.2 Pertukaran Eksternal (Difusionisme) ... 10

2.2.3.3 Perpaduan Pertukaran Internal dan Eksternal ... 12


(11)

2.3.1 Definisi Fasade ... 12

2.3.2 Elemen-Elemen Pembentuk Fasade ... 13

2.3.2.1 Entrance ... 14

2.3.2.2 Pintu ... 14

2.3.2.3 Jendela ... 14

2.3.2.4 Dinding ... 14

2.3.2.5 Atap ... 14

2.3.2.6 Ornamen ... 16

2.4 Tinjauan Ruko ... 16

2.4.1 Definisi Ruko ... 16

2.4.2 Sejarah dan Asal Usul Ruko ... 17

2.4.3 Perkembangan Ruko di Indonesia ... 18

2.4.4 Ruko di Kota Medan ... 19

2.4.5 Transformasi Ruko ... 20

2.4.6 Tipologi Ruko ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Kerangka Teori... 24

3.3 Variabel Penelitian ... 25

3.4 Sampel ... 26

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5.1 Data Primer ... 27

3.5.1 .1 Wawancara ... 27

3.5.1 .2 Foto dan Survey Visual ... 27


(12)

3.5.2 Data Sekunder ... 28

3.5.2.1 Studi Literatur ... 28

3.5.2 .2 Studi Banding Penelitian Sejenis ... 29

3.6 Kawasan Penelitian ... 29

3.7 Metode Analisis Data ... 30

3.7.1 Analisis Transformasi Fasade Ruko ... 30

3.7.2 Analisis Penyebab Timbulnya Transformasi Fasade Ruko ... 30

BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN PENELITIAN ... 31

4.1 Sejarah Kawasan ... 31

4.2 Deskripsi Kawasan Penelitian ... 34

4.3 Tipe-Tipe Ruko di Koridor Mayjend Sutoyo ... 36

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1 Analisis Transformasi Fasade Ruko ... 47

5.1.1 Analisis Transformasi Entrance dan Pintu ... 49

5.1.2 Analisis Transformasi Jendela ... 51

5.1.3 Analisa Transformasi Dinding ... 55

5.1.4 Analisis Transformasi Ornamen ... 59

5.1.5 Analisis Transformasi Atap ... 63

5.2 Temuan Analisis Transformasi Faade ... 66

BAB VI PENUTUP ... 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 71


(13)

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Kerangka Teori ... 24

Tabel 3.1 Tabel Variabel Penelitian ... 25

Tabel 5.1 Tabel Transformasi Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 2 ... 47

Tabel 5.2 Tabel Transformasi Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 9 ... 48

Tabel 5.3 Tabel Transformasi Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 13 ... 49

Tabel 5.4 Tabel Transformasi Jendela pada Ruko Tipe 2 ... 51

Tabel 5.5 Tabel Transformasi Jendela pada Ruko Tipe 9 ... 52

Tabel 5.6 Tabel Transformasi Jendela pada Ruko Tipe 13 ... 53

Tabel 5.7 Tabel Transformasi Dinding pada Ruko Tipe 2... 55

Tabel 5.8 Tabel Transformasi Dinding pada Ruko Tipe 9... 56

Tabel 5.9 Tabel Transformasi Dinding pada Ruko Tipe 13... 57

Tabel 5.10 Tabel Transformasi Ornamen pada Ruko Tipe 2 ... 59

Tabel 5.11 Tabel Transformasi Ornamen pada Ruko Tipe 9 ... 60

Tabel 5.12 Tabel Transformasi Ornamen pada Ruko Tipe 13 ... 61

Tabel 5.13 Tabel Transformasi Atap pada Ruko Tipe 2 ... 63

Tabel 5.14 Tabel Transformasi Atap pada Ruko Tipe 9 ... 64

Tabel 5.15 Tabel Transformasi Atap pada Ruko Tipe 13 ... 65


(15)

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berpikir ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Gambar 2.1 Contoh Main Entrance Pada Ruko ... 14

Gambar 2.2 Ragam Jenis Pintu ... 14

Gambar 2.3 Berbagai Jenis Jendela ... 15

Gambar 2.4 Berbagai Model Bentuk Atap ... 16

Gambar 2.5 Ruko-Ruko di Kota Medan Pada Awal Abad 20 ... 19

Gambar 2.6 Tipologi Ruko di Kota Penang ... 20

Gambar 2.7 Anatomi Ruko ... 21

Gambar 2.8 Tipologi Ruko di Singapura ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

Gambar 3.1 Lokasi dan Batasan Kawasan Penelitian ... 29

BAB IV KORIDOR MAYJEND SUTOYO ... 32

Gambar 4.1 Peta Oude Markt Tahun 1895 ... 32

Gambar 4.2 Peta Oude Markt Tahun 1913 ... 33

Gambar 4.3 Peta Oude Markt Tahun 1925 ... 33

Gambar 4.4 Peta Oude Markt Tahun 1945 ... 34

Gambar 4.5 Peta Oude Markt Tahun 1961 ... 34

Gambar 4.6 Peta Jalan Mayjend Sutoyo ... 35


(16)

Gambar 4.8 Lokasi dan Batasan Wilayah Penelitian ... 36

Gambar 4.9 Suasana di Jalan Mayjend Sutoyo ... 37

Gambar 4.10 Peta Tipe Ruko di Jl. Mayjend Sutoyo ... 38

Gambar 4.11 Ruko Tipe 1 ... 38

Gambar 4.12 Ruko Tipe 2 ... 39

Gambar 4.13 Ruko Tipe 3 ... 39

Gambar 4.14 Ruko Tipe 4 ... 40

Gambar 4.15 Ruko Tipe 5 ... 40

Gambar 4.16 Ruko Tipe 6 ... 41

Gambar 4.17 Ruko Tipe 7 ... 41

Gambar 4.18 Ruko Tipe 8 ... 42

Gambar 4.19 Ruko Tipe 9 ... 42

Gambar 4.20 Ruko Tipe 10 ... 43

Gambar 4.21 Ruko Tipe 11 ... 43

Gambar 4.22 Ruko Tipe 12 ... 44

Gambar 4.23 Ruko Tipe 13 ... 44

Gambar 4.24 Ruko Tipe 14 ... 45


(17)

ABSTRAK

Ruko merupakan salah satu bentuk hunian berupa bangunan bertingkat yang memiliki fungsi ganda. Lantai bawahnya biasanya dimanfaatkan sebagai area komersil sedangkan lantai atasnya dipakai sebagai hunian. Keberadaan ruko sangat identik dengan budaya Cina. Di Indonesia, kemunculan ruko dimulai semenjak kedatangan masyarakat Tionghoa. Dalam perkembangannya di Indonesia, ruko yang dihuni oleh etnis Tionghoa mulai mengadopsi budaya lain, Melayu dan Eropa misalnya. Fasade ruko pun mengalami perubahan seiring dengan waktu. Tentunya perubahan fasade ruko ini dilatarbelakangi oleh perubahan budaya etnis Tionghoa sebagai penghuni ruko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi fasade ruko serta hal apa saja yang mengakibatkan perubahan tersebut terkait dengan transformasi budaya. Tiga ruko dalam satu koridor jalan dijadikan sampel penelitian ketiga ruko ini memiliki fasade yang berbeda dan berasal dari periode yang berbeda pula dengan rentang waktu yang cukup jauh. Pada setiap tipe ruko dilakukan pengumpulan data primer berupa observasi elemen penyusun fasade ruko secara detail, selain itu dilakukan pula wawancara dengan pemilik atau penghuni ruko tersebut. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur terkait dengan sejarah dan kehidupan masyarakat Tionghoa di kota Medan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa perubahan fasade ruko diakibatkan oleh perubahan budaya. Sumber perubahan budaya ini berasal dari dalam (evolusi) dan luar difusi). Difusi diakibatkan oleh perkembangan teknologi dan pergantian tren sedangkan evolusi diakibatkan perubahan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian peneliti dapat memberikan saran bahwa perancangan fasade ruko harus disesuaikan dengan budaya penghuninya.

Kata Kunci:transformasi, budaya, fasade, ruko.

ABSTRACT

Shophouse is a form of residential multi story building which has dual function. The first level is usually used as a commercial area, while the upper floor is used as dwelling. The existence of shophouse is identical to Chinese Culture. In Indonesia , the emergence of shophouse has started since the arrival of the Chinese community. In its development in Indonesia, the shophouse which is inhabitated by the Chinese began to adopt other cultures such as Malay and European. The shophouse facade has undergone changes over time. Certainly the changes of shophouse facade was caused by the changes in the Chinese as the occupant of the shophouse. The aim of this study is to determine the transformation of shophouse facade as well as things that cause the change in context with cultural transformation. In this research, three shophouse in Mayjend Sutoyo Street are used as sample. These three shophouse different in style and appearance and were built in different period. In these three shophouse the researcher gathered primary data through the observation of shophouse facade element, and an interview with the owner or the occupant of the shophouse. The secondary data was obtained through literature studies that related to the history and life of the Chinese community in Medan. The finding of this research found that the changes of shophouse facade caused by the changes in the Chinese culture. The source of the changes comes from within the culture (evolution) and outer culture (diffusion). The


(18)

diffusion in this study caused by the technological development and the changing trends which comes from the western culture. The evolution caused by the changing in needs and preferences of the inhabitant culture. The finding of this study may recommend that the design of the shophouse facade must be compatible with the inhabitant culture.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat kurangnya tenaga kerja di perkebunan. Kuli-kuli dari Cina ini awalnya didatangkan oleh Jacob Nienhuys dengan cara mengontrak langsung kuli Cina di Penang pada tahun 1870. Setelah tahun 1880, Belanda berhenti mendatangkan kuli perkebunan dari Cina. Akibatnya, perusahaan perkebunan kemudian mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Lingkungan perkebunan yang buruk mengakibatkan kuli dari Cina kabur dan mengakhiri kontrak kerjanya (Sinar, 1996). Setelah itu, sebagian dari kuli-kuli Cina ini pulang kembali ke negaranya dan sebagian lagi menetap di Medan. Mereka yang menetap kemudian diberi hak istimewa dan dipercaya untuk mengembangkan perdagangan di Medan.

Perkembangan pesat di Kota Medan pada masa itu dapat ditandai dengan berkembangnya kawasan perdagangan di kota Medan. Kawasan perdagangan di Medan pada umumnya dihuni oleh etnis Cina. Masyarakat Cina yang tinggal di kawasan perdagangan ini menjalankan usaha di rumah mereka. Kawasan inilah yang disebut sebagai pecinan. Salah satu kawasan perdagangan yang berkembang dengan pesat saat itu adalah Kesawan . Kesawan yang dulunya merupakan perkampungan telah berubah menjadi menjadi salah satu pusat perdagangan di Kota Medan. Pada awalnya, bangunan di Kesawan merupakan bangunan satu lantai yang bagian


(20)

depannya difungsikan sebagai toko, (Ong, 2004). Bangunan ini menggunakan struktur kayu dengan penutup atap dan dibuat dengan gaya arsitektur Cina. Ruko-ruko di Kesawan ini sebagian besar dikelola oleh keturunan Cina. Setelah itu terjadi kebakaran besar di Kesawan kemudian pada tahun 1890-an ruko-ruko tersebut digantikan dengan ruko baru yang lebih permanen yang terlihat seperti bangunan di Eropa. Di daerah Kesawan juga terdapat suatu pasar, pasar ini adalah pasar tertua di Kota Medan, bangsa Belanda menjulukinya sebagai Oude Markt.

Dalam bahasa Indonesia Oude Markt berarti Pasar Lama. Oude Markt ini terbentuk bersamaan dengan berkembangnya kawasan Kesawan. Hingga saat ini masih dapat kita saksikan sisa-sisa dari keberadaan Oude Markt. Oude Markt kini bernama Jalan Mayjend Sutoyo. Di koridor Jalan Mayjend Sutoyo berdiri ruko-ruko kolonial peninggalan zaman penjajahan Belanda. Selain itu, di koridor Mayjend Sutoyo dapat pula kita temukan sejumlah ruko-ruko modern yang menggantikan ruko-ruko lama, ruko-ruko baru ini letaknya berdampingan dengan ruko lama namun, tampilannya terlihat kontras bila dibandingkan dengan tampilan ruko lama.

Setiap tipe ruko memiliki gaya arsitektur yang berbeda, serta elemen fasade yang berbeda pula. Perbedaan pada fasade ruko-ruko inilah yang memberikan karakter arsitektural yang unik pada koridor Jl. Mayjend. Sutoyo Siswomihardjo . Keunikan inilah yang menjadi salah satu dasar penelitian ini, khususnya mengenai keragaman dan perubahan fasade ruko. Mengapa demikian ? karena fasade adalah bagian pertama yang kita perhatikan ketika melihat suatu bangunan. Fasade mewakili


(21)

identitas dari suatu bangunan (Krier, 2001). Fasade suatu bangunan memiliki ciri khas tersendiri yang melambangkan kejayaan dan perkembangannya.

Hal apa yang menyebabkan perbedaan fasade pada ruko-ruko tersebut ?, mengapa fasade ruko terus berubah ? tentunya hal ini menjadi pertanyaan. Menurut Handinoto (1999) fasade ruko selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan zaman . Fasade bangunan menyampaikan fenomena budaya pada masa bangunan itu dibangun (Krier, 2001). Menurut Rapoport dalam Loebis (2002) arsitektur ditentukan berdasarkan budaya. Dengan demikian transformasi (perubahan) dalam arsitektur dan prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi budaya akan berdampak pada arsitektur (Loebis, 2002). Selanjutnya menurut Rapoport kehidupan sosial budaya masyarakat melatarbelakangi bentukan fisik suatu lingkungan, dimana salah satu elemen dari kehidupan sosial budaya tersebut adalah kebudayaan itu sendiri.

Apakah perubahan fasade ruko juga diakibatkan oleh perubahan budaya ?. Suatu hal yang rupanya menarik untuk diteliti. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan cara menelusuri fasade ruko di koridor Jalan Mayjend Sutoyo serta kaitannya dengan transformasi budaya.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, maka ditemukanlah perumusan masalah. Adapun rumusan permasalahan pada penelitian ini dapat dijawab dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

 Mengapa fasade ruko berubah?

 Faktor apa saja yang menyebabkan transformasi fasade ruko ? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi transformasi fasade ruko dengan cara membandingkan beberapa fasade ruko dari periode yang berbeda namun dalam lokasi yang sama serta untuk menemukan hal apa yang menyebabkan perubahan pada fasade ruko terkait dengan transformasi budaya. 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian "Transformasi Fasade Ruko"ini antara lain :

 Bagi arsitek, temuan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan fasade ruko yang mempertimbangkan budaya lokal serta budaya penghuninya.

 Bagi akademis, selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan literatur mengenai transformasi fasade ruko di Kota Medan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk studi kasus sejenis.


(23)

 Bagi pemerintah, hasil inventarisasi dan dokumentasi dari penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengembangan studi kebudayaan dan dokumentasi mengenai bangunan bersejarah di kota Medan.

 Bagi masyarakat, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mempertahankan budaya serta pelestarian nilai-nilai tradisi dalam menghadapi pekembangan zaman.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji perubahan fasade ruko berdasarkan elemen pembentuk fasade serta hal-hal yang menyebabkan perubahan pada fasade ruko tersebut terkait dengan transformasi budaya. Selanjutnya objek yang akan diteliti adalah bangunan ruko-ruko yang terletak di Jl. Mayjend. Sutoyo Siswomihardjo. Lokasi ini dipilih dikarenakan di Jalan Mayjend Sutoyo Siswomihardjo terdapat ruko-ruko dengan fasade yang cukup beragam. Ruko yang dijadikan objek penelitian adalah ruko-ruko yang dibangun dalam periode yang berbeda tepatnya dari awal abad ke-20 sampai saat ini. Dengan demikian terdapat kurun waktu kurang lebih satu abad . Kurun waktu ini dirasa cukup untuk mengamati perubahan fasade ruko.


(24)

1.6 Kerangka Berpikir


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas mengenai tinjauan pustaka yang mendukung pembahasan penelitan ini, antara lain: transformasi budaya dan mekanismenya dalam konteks arsitektur, fasade bangunan, dan juga mengenai ruko yang nantinya akan menjadi landasan dalam studi kasus penelitian ini sendiri.

2.1 Budaya dalam Arsitektur

Budaya adalah suatu hal yang menceritakan tentang sekelompok orang yang memiliki nilai, kepercayaan dan pandangan hidup yang sama, serta suatu sistem simbol yang dipelajari dan disebarkan. Budaya menciptakan suatu sistem aturan dan kebiasaan, yang merefleksikan idealisme dan menciptakan gaya hidup, tata cara hidup, peran, kelakuan, makanan, bahkan suatu bentuk buatan misalnya arsitektur , Parson dan Shils, Rapoport dalam Loebis (2002). Peraturan dalam suatu budaya berkaitan dengan gaya hidup dan lingkungan binaan. Selanjutnya, kodrat suatu peraturan menjadi perwujudan dalam suatu lingkungan sehingga membedakan lingkungan satu dengan lingkungan lainnya.

Budaya sendiri memiliki banyak makna, istilah ini dapat digunakan pada berbagai bidang, hal ini berarti bahwa istilah budaya tidak bisa dipakai sebagai definisi yang pasti dalam konteks yang berbeda (Loebis, 2002).

Makna dari bentuk arsitektur dapat dicapai melalui pengujian struktur fisik dan sosial masyarakat yang mempengaruhi masa lalu dan memiliki makna bagi generasi masa kini dan masa yang akan datang. Interaksi dan pertukaran antar


(26)

budaya telah mengubah budaya dan menghasilkan sintesis baru. Sintesis baru ini memungkinkan perluasan dalam periode evolusi dan menemukan ekspresi baru yang timbul akibat interaksi dengan budaya luar. Perwujudan budaya telah memperkaya dan menciptakan sintesis baru dengan budaya yang telah ada dan menghasilkan bentuk arsitektur baru melalui transformasi (Loebis, 2002).

2.2 Tinjauan Transformasi

Sub bab ini berisi literatur mengenai transformasi budaya antara lain definisi transformasi, sumber perubahan, dan mekanisme perubahan budaya.

2.2.1 Definisi Transformasi

Kata transformasi sendiri berasal dari bahasa Inggris transformation. Menurut kamus Merriam Webster, kata transformation berarti perubahan besar bentuk , penampilan, dan lainnya yang terjadi pada sesuatu atau seseorang. Sedangkan menurut Antoniades dalam Wahid dan Alamsyah (2013) transformasi adalah suatu proses perubahan bentuk dimana sebuah bentuk mencapai tahap tertinggi dengan cara menyikapi banyaknya pengaruh baik itu dari faktor internal maupun eksternal. Dengan demikian perubahan bentuk pada arsitektur dari satu tipe ke tipe lainnnya, dari tipe ke beberapa sub tipe dapat diuraikan melalui transformasi.

Transformasi adalah salah satu insting dasar manusia yang dapat didefinisikan sebagai serangkaian transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk melakukan adaptasi dalam perubahan di dunia, Loebis (2002). Menurut Rapoport dalam Loebis (2002) arsitektur ditentukan berdasarkan budaya, dengan demikian


(27)

transformasi arsitektural dan prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi budaya akan berdampak pada arsitektur (Loebis, 2002).

Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan transformasi dalam penelitian ini adalah suatu perubahan yang terjadi pada suatu hal (dalam kasus ini budaya masyarakat dan arsitektur) yang diakibatkan oleh pengaruh dari dalam dan luar suatu kelompok masyarakat , dimana proses perubahan dalam arsitektur akan sejalan dengan proses perubahan budaya.

2.2.2 Sumber Perubahan

Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu kurun waktu yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen dari pola budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang yang menghasilkan pola budaya lain (Loebis, 2002). Perubahan budaya berkaitan dengan waktu. Oleh karena itu perubahan budaya bersifat historis dan berhubungan dengan urutan kejadian dan pergerakan dalam ruang dan waktu dan hanya bisa dipelajari melalui catatan historis.

Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan suatu budaya sangat berkaitan dengan waktu. Dengan demikian arsitektur sebagai salah satu elemen budaya juga akan mengalami perubahan seiring dengan waktu dan berubah menjadi suatu bentuk arsitektur baru. Hal ini tentunya juga berlaku pada perubahan fasade sebagai salah satu elemen dalam arsitektur.


(28)

2.2.3 Mekanisme Perubahan Budaya Melalui Pertukaran

Mekanisme perubahan budaya melalui pertukaran dapat dibagi menjadi dua jenis yang pertama adalah pertukaran internal (evolusi), yang kedua adalah pertukaran ekternal (difusi) dan yang terakhir adalah gabungan dari pertukaran internal dan eksternal (Loebis, 2002).

2.2.3.1Pertukaran Internal (Evolusionisme)

Menuruth Smith dalam Loebis (2002), perubahan disebabkan oleh tiga faktor. Faktor yang pertama adalah kumpulan minat materi masyarakat, yang kedua adalah ideologi yang menanamkan pandangan hidup, dan yang ketiga adalah ketertarikan suatu kelompok budaya.

Perubahan dalam evolusionisme dipandang sebagai pertumbuhan, yang mungkin terganggu, namun selalu mencapai kemajuan dan terus naik, bertransformasi dari bentuk simpel ke bentuk yang lebih rumit dan fleksibel. Meskipun demikian hanya perubahan tertentu yang mengikuti pola ideal ini. Faktanya, hasil dari dampak faktor eksternal banyak yang berubah dan dalam keadaan tertentu keadaan pola kultural menjadi kurang penting bila dibandingkan dengan penyaluran dampak eksternal.

Kegagalan dalam paham evolusionisme adalah ketidakmampuan paham ini untuk menyungguhi proses terputus yang mendasar dan serangkaian kejadian yang diungkapkan dalam catatan sejarah.

2.2.3.2 Pertukaran Eksternal (Difusionisme)

Difusi adalah respon dari sumber perubahan internal seperti yang diusulkan oleh teori evolusionisme. Difusi disini dapat diartikan sebagai


(29)

perpindahan elemen budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. Menurut Smith dalam Loebis (2002) proses difusi tidak membedakan elemen perpindahan dari kultur penyumbang dan terjadi secara tidak sengaja dalam perpindahan elemen ke kultur penerima. Dari sisi budaya penyumbang, perubahan dapat diarahkan maupun tidak diarahkan tetapi elemen budaya asing tidak akan bisa menembus budaya lain kecuali elemen budaya tersebut disetujui oleh budaya penerima. Budaya penerima kemudian akan memodifikasi elemen budaya yang mereka terima dengan cara yang lebih kompleks, modifikasi budaya inilah yang nantinya akan menjadi bentuk hybrid. Malinowski dalam Loebis (2002) sependapat dengan teori ini, Ia menyatakan bahwa dampak misi budaya penyumbang serta pengaruhnya bagi budaya penerima bukanlah sekedar percampuran atau perpaduan, tetapi sesuatu yang berorientasi pada suatu hal dan dengan tujuan yang jelas.

Paham difusionisme meyakini bahwa perubahan terbesar berasal dari luar budaya penerima, dan tugas para peneliti adalah untuk mencari keanehan, pengulangan yang terjadi dimana perubahan mendesak pengaruhnya pada kultur penerima. Perubahan dalam difusionisme memiliki relevansi dan atraksi yang besar dalam proses sejarah masa kini dibandingkan dengan masa lalu.

Difusionisme juga memiliki kekurangan yaitu, yang pertama paham ini cenderung berasumsi bahwa semua perubahan bersifat kualitatif. Yang kedua difusionisme cenderung menolak peran seleksi aktif oleh individu dan kelompok yang ditemukan oleh Malinowski. Yang ketiga, paham ini gagal menyediakan


(30)

kriteria untuk membedakan jenis rangkaian kejadian historis eksternal yang dapat menghasilkan perubahan yang signifikan.

2.2.3.3 Perpaduan Pertukaran Internal dan Eksternal

Dalam paham difusionisme efek pertukaran internal dalam proses perubahan dan transformasi tidak diperhitungkan. Dalam Paham evolusionisme perubahan yang dihasilkan akibat faktor eksternal diabaikan. Pertukaran budaya internal terjadi karena pertukaran elemen budaya dalam suatu kebudayaan (difusi internal), sedangkan pertukaran budaya eksternal terjadi karena pertukaran elemen budaya dengan budaya lain (evolusi eksternal) (Loebis, 2002).

Dalam penelitian ini, akan diuji apabila proses pertukaran budaya sebagai penyebab transformasi berasal dari internal (evolusionisme) atau eksternal (difusionisme), atau bahkan keduanya serta kaitannya dengan perubahan arsitektur khususnya fasade bangunan.

2.3 Tinjauan Fasade

Pada sub bab ini akan dibahas literatur mengenai fasade bangunan mulai dari definisi fasade bangunan itu sendiri sampai ke elemen-elemen pembentuk fasade bangunan.

2.3.1 Definisi Fasade

Fasade (facade) berasal dari kata Latin facies yang berarti face (wajah)

dan appearance (penampilan). Oleh karena itu, fasade identik dengan bagian depan suatu bangunan yang menghadap ke jalan. Menurut Krier (2001), fasade merupakan elemen arsitektur terpenting yang dapat mengekspresikan fungsi serta


(31)

makna suatu bangunan. Fasade menyampaikan fenomena budaya pada masa bangunan itu dibangun (Krier, 2001). Fasade suatu bangunan dapat mencerminkan penghuni bangunannya, fasade juga menjadi identitas bagi suatu komunitas, dan pada akhirnya fasade menjadi representasi suatu komunitas kepada publik (Krier, 2001).

Komposisi suatu fasade harus mempertimbangkan semua aspek fungsional misalnya jendela, dinding, pelindung matahari, bidang atap, hal ini berhubungan dengan penciptaan kesatuan yang harmonis antara proporsi yang baik, penyusunan struktur vertikal dan horisontal, bahan, warna, dan elemen dekoratif. Salah satu aspek penting dalam pembuatan fasade adalah untuk membuat perbedaan antara elemen vertikal dan horisontal, yang masing-masingnya dapat menciptakan efek tersendiri. Proporsi elemen tersebut harus sesuai terhadap keseluruhan fasadenya.

Sebagai suatu kesatuan, fasade tersusun dari elemen-elemen tunggal. Elemen-elemen tunggal ini merupakan suatu kesatuan tersendiri yang mampu mengekspresikan diri mereka sendiri. Elemen-elemen tersebut antara lain atap, jendela, dan sebagainya merupakan benda-benda yang berbeda yang memiliki bentuk, warna, dan bahan yang berbeda. Setiap bagian ini harus tetap menonjol secara individual meskipun mereka juga satu kesatuan.

2.3.2. Elemen-Elemen Pembentuk Fasade

Menurut Krier (2001) elemen-elemen pembentuk fasade bangunan, antara lain adalah sebagai berikut:


(32)

2.3.2.1 Entrance

Pintu masuk bangunan merupakan area peralihan dari luar bangunan yang bersifat publik menuju ke dalam bangunan yang bersifat lebih privat. Pada umumnya pintu masuk utama bangunan terlihat menonjol.

Gambar 2.1 Contoh Main Entrance pada Bangunan (Sumber :behance.net)

2.3.2.2 Pintu

Pintu memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah dan makna yang tepat pada suatu ruang.. Pintu memiliki makna yang bermacam-macam , tergantung dari tujuannya. Ukuran pintu tidak selalu bergantung pada skala tubuh manusia. Peletakan pintu ditentukan sesuai dengan fungsinya.

Gambar 2.2 Ragam Jenis Pintu (Sumber : newbuildframes.co.uk)


(33)

2.3.2.3 Jendela

Jendela berfungsi sebagai salah satu sumber cahaya alami. Dari jendela, cahaya matahari dari luar menembus ke dalam ruangan. Penempatan jendela tidak hanya penting dalam menerangi ruang dalam, jendela juga menghadirkan pemandangan pada suatu ruang. Jendela membingkai pemandangan tertentu dan membentuk ruang riil.

Gambar 2.3 Berbagai Jenis Jendela (Sumber : primebuyersreport.com)

2.3.2.4 Dinding

Dinding memiliki peranan yang penting dalam pembentukan fasad bangunan seperti halnya jendela. Bagian khusus dari suatu bangunan dapat ditonjolkan melalui pengolahan dinding yang menarik, yang bisa didapatkan dari pemilihan material, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat, tekstur, dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menonjolkan fasad bangunan.

2.3.2.5 Atap

Atap merupakan kepala atau mahkota bangunan, atap adalah perwujudan kebanggan dan martabat dari bangunan itu sendiri. Secara visual atap merupakan akhiran dari fasad bangunan, dan merupakan titik terakhir yang dilihat pada suatu


(34)

bangunan. Perlunya bagian atap ini diperlakukan dari segi fungsi dan bentuknya, atap adalah bagian atas bangunan yang menjadi batas akhir bangunan dalam konteks vertikal .

Gambar 2.4 Berbagai Model Bentuk Atap (Sumber :discourse.stonehearth.net)

2.3.2.6 Ornamen

Ornamen adalah seni dekoratif yang biasanya dimanfaatkan untuk menambah keindahan suatu benda. Dalam suatu bangunan ornamen menjadi pelengkap unsur visual pada fasad. Ornamen menambah nilai estetika suatu bangunan

2.4 Tinjauan Ruko

Pada sub bab ini akan dibahas literatur-literatur yang berkaitan dengan ruko. Mulai dari definisi ruko, sejarah serta asal usulnya sampai tipologinya. 2.4.1 Definisi Ruko

Menurut Wicaksono (2007) ruko adalah sebutan untuk bangunan-bangunan di Indonesia yang pada umumnya memiliki ketinggian dua hingga lima lantai dan memiliki fungsi ganda yaitu sebagai hunian dan komersial. Lantai bawah biasanya dipergunakan sebagai tempat usaha atau kantor, sedangkan lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal.


(35)

Istilah ruko diperkirakan berasal dari bahasa Hokkian , tiam chu yang berarti "rumah" dan "toko". Dalam bahasa Melayu digunakan istilah (kedai) yang berarti sembarang ruangan tempat barang dagangan ditumpuk tanpa aturan jelas, tempat di mana sang pemilik atau penjaga toko melewati harinya, sebelum etalase atau meja pajang diperkenalkan, oleh Lombard dalam (Tambunan, 2013). Etnis Hokkian yang mendominasi populasi Cina perantauan di kota-kota Asia Tenggara mempunyai kebiasaan menetap dan melakukan aktivitas perdagangan dan rumah tangga di ruko (Wicaksono, 2007).

2.4.2 Sejarah dan Asal Usul Ruko

Etnis Cina dikenal sebagai kaum pedagang, begitu pula dengan etnis Cina di Indonesia. Semasa kolonial Belanda masyarakat Cina di Indonesia menjalin hubungan yang baik dengan bangsa Eropa. Oleh karena itu mereka dipercaya untuk memegang kendali perdagangan. Pada masa kolonial , masyarakat Cina diberi wilayah permukiman yang terpisah dari penguasa dan masyarakat pribumi. Saat itu masyarakat Cina harus menyesuaikan diri dengan regulasi tata kota. Bentrokan antara aturan tata kota dengan konsep rumah yang dibawa oleh masyarakat Cina yang berasal dari Cina Selatan membentuk konsep rumah baru yang telah beradaptasi. Hunian bentuk baru inilah yang disebut sebagai ruko yang merupakan gabungan dari rumah dan toko (Kurniawan, 2010).


(36)

2.4.3Perkembangan Ruko di Indonesia

Ruko sebagai sosok arsitektur di Indonesia memiliki sejarah panjang dan berperan penting dalam memberi bentuk dan warna terhadap perkembangan kota-kota di Indonesia. Perkembangan ruko di Indonesia dimulai di kota-kota-kota-kota besar. Pada umumnya, ruko-ruko di Indonesia memiliki sejarah perkembangan yang sama dengan ruko Singapura.

Menurut Lombard dalam Kurniawan (2010) ruko diperkenalkan di Jawa sejak abad ke 17 dengan teknik pembangunan yang menggunakan penggaris khusus dengan panjang 43 cm, Bentuk dasar ruko di Indonesia rata-rata dindingnya dari bata, atapnya terbuat dari genting. Setiap unit memiliki lebar 3 sampai 6 meter, dengan panjang 6 sampai 8 kali lebarnya. Satu deret ruko biasanya terdiri dari belasan unit yang digandeng menjadi satu.

Dalam perkembangannya di Indonesia, ruko yang dihuni oleh etnis Cina mulai mengadopsi budaya lain, Melayu dan Belanda misalnya. Mereka mengaplikasikannya ke dalam bentuk elemen dekoratif seperti ornamen, dll. Begitu pula dengan desainnya yang kemudian disesuaikan Indonesia yang beriklim tropis. Jadi, tak heran apabila ruko-ruko lama di Indonesia bisa berbeda tampilannya antara satu daerah dengan daerah lainnya (Akmal, 2009).

Di akhir abad ke 20, corak ruko semakin bervariasi, namun bentuk dasarnya tidak mengalami banyak perubahan, begitu juga dengan denah ruko. Namun, kini tinggi ruko bisa bertingkat 3 sampai 5 lantai memberi kesempatan bagi penghuninya untuk mengembangkan usahanya.


(37)

2.4.4 Ruko di Kota Medan

Di kota Medan, kemunculan ruko timbul akibat perkembangan di bidang perdagangan di awal abad ke-20, khusunya di area pecinan. Ruko pada pecinan ini didesain dengan sistem grid. Ruko dengan lantai bertingkat memungkinkan aktivitas komersil dan keluarga yang merupakan karakter gaya hidup etnis Tionghoa.. Pada ruko-ruko kolonial gaya bangunannya telah berkembang menjadi bentuk hybrid yang terbentuk akibat kontak dengan Belanda dan Eropa dan terlihat mirip dengan ruko-ruko di wilayah koloni Inggris di Asia Tenggara (Strait Settlement). Ciri-cirinya antara lain, ukiran di atas pintu, dan berbagai jenis jendela di lantai dua. Fasade lantai duanya menjorok ke arah jalan dan memberikan perlindungan bagi pejalan kaki di selasar bawahnya yang juga berfungsi sebagai elemen penyatu ruko satu dengan lainnya. Gaya arsitektur pada ruko-ruko ini merupakan gaya hybrid yang terbentuk melalui kontak penduduk lokal dengan penjajah (Loebis, 2002).

Kini ruko-ruko di kota Medan pada umumnya dibangun dengan fasade yang lebih simpel dan material yang modern. Selain itu, ruko tidak lagi hanya dihuni oleh etnis Cina tetapi etnis lain juga. Kini ruko mendominasi penampilan kota Medan ruko dapat dijumpai hampir di seluruh penjuru kota .

Gambar 2.5 Ruko-Ruko di Kota Medan pada Awal Abad 20 (Sumber : Tropenmuseum)


(38)

Gambar 2.6 Tipologi Ruko di Kota Penang (Sumber : Tan Yeow Wooi)

2.4.5Transformasi Ruko

Layout ruko sendiri merupakan transformasi dari rumah tradisional Cina bagian selatan. Transformasi ini berawal dari perubahan bentuk farm house yang biasanya dihuni oleh warga yang berprofesi sebagai petani menjadi row house

(Kurniawan, 2010). Transformasi dimulai dengan penyempitan bentuk farm house

menjadi bentuk rumah yang memanhang (row house) yang dibagi berdasarkan garis tengah bangunan.

Bentuk dasar row house inilah yang menjadi cikal bakal ruko yang memiliki tambahan fungsi lain yakni sebagai toko. Ruko di sebagian besar wilayah Asia Tenggara memiliki panjang yang lebih pendek , namun bertingkat. Tingkat kepadatan yang tinggi memungkinkan masyarakat Tionghoa untuk mempunyai hunian yang memanjang ke belakang, dan bertingkat.


(39)

2.4.5 Tipologi Ruko

Di pecinan pada kota-kota kolonial , ruko biasanya dibangun di blok kota yang padat dengan gang di belakang dan gang buntu di dua sisi blok (Widodo dalam Nas, 2009). Ruko memiliki bentuk yang sempit dan memanjang. Terkadang teras ruko terhubung dengan teras tetangganya sehingga menciptakan jalan beratap menerus. Jalan ini mengikuti tipologi jalan berukuran lima kaki (five foot way) yang terkadang disebut sebagai "kaki lima". Jalan seperti ini dapat ditemukan di kota-kota permukiman selat yang dikembangkan Inggris contohnya di Penang, Malaka dan Singapura.

Tipikal ruko adalah unit modul hunian berlantai dua yang dibangun di atas tanah berukuran panjang 14 hingga 40 meter dan lebar 3 hingga 5 meter (Widodo dalam Nas, 2009). Ruko dapat terdiri atas satu atau lebih tipikal modul asal maupun dasar. Selain sebagai hunian, fungsi lain ruko adalah sebagai toko, bengkel, industri rumahan, gudang, hotel, bahkan kuil. Ruko merupakan penyusunan spasial dan memiliki fungsi yang sangat serbaguna dan berkelanjutan.

Gambar 2.7 Anatomi Ruko (Sumber : Tan Yeow Wooi)


(40)

Gambar 2.8 Tipologi Ruko di Singapura


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan di bahas metodologi yang akan diaplikasikan dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan dan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Tujuan utama dari bab ini adalah untuk menjelaskan pemakaian berbagai jenis metode dan alat yang digunakan dalam mengumpulkan, menganalisa dan membuktikan data dalam penelitian ini.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian Transformasi Fasade Ruko di Koridor Jalan Mayjend Sutoyo ini termasuk jenis penelitian kualitatif . Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena pada subjek penelitian yang diperoleh dengan cara mendeskripsikan fenomena tersebut ke dalam bentuk kata dan menggunakan berbagai metode alamiah oleh (Moleong, 2005). Penelitian-penelitian yang biasanya menunjang penggunaan pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah penelitian historis dan penelitian deskriptif.

Yang dimaksud dengan penelitian deskriptif menurut Sinulingga (2011) adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu objek atau populasi secara sistematis, faktual dan akurat.

Penelitian historis adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan pada masa lalu secara objektif dan sistematis dengan cara mengumpulkan dan menganalisis dan mengevaluasi bukti-bukti untuk dibuktikan kebenarannya setelah itu, kesimpulan dapat ditarik secara tepat oleh (Sinulingga, 2011).


(42)

Metode penelitian ini digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi perubahan fasade ruko-ruko di Jalan Mayjend Sutoyo serta faktor-faktor yang menyebabkan perubahan fasade pada ruko-ruko tersebut. Melalui metode deskriptif historis ini, peneliti akan mendeskripsikan perubahan elemen fasade ruko secara detail serta menjelaskan pengaruh perubahan budaya terhadap perubahan fasade ruko tersebut sesuai dengan periodenya.

3.2 Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini akan dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 3.1 Tabel Kerangka Teori

REFERENSI

TEORI

DESKRIPSI REFERENSI

General Theory Teori Perubahan Budaya

Kausalitas Hubungan sebab-akibat antara budaya dan arsitektur

Lokasi Penelitian Kawasan perdagangan dan pecinan pada dimana pada kawasan tersebut berdiri ruko-ruko baik itu ruko kolonial maupun ruko baru dengan tampilan fasade yang cukup beragam

Topik Penelitian Transformasi Fasade Ruko

Mode

Perbandingan

Perbandingan diakronik: antara ruko yang berbeda dalam lokasi yang sama dan dalam kurun waktu yang berbeda dan dihuni oleh suatu kelompok etnis (Cina)


(43)

Asumsi data budaya

Didasari oleh bagaimana suatu kelompok etnis memandang budaya mereka dan bagaimana kelompok etnis lain memandang budaya mereka

Jenis Penelitian Deskriptif kualitatif historis

Data Lapangan Wawancara narasumber dan pengumpulan data lapangan dengan metode kualitatif

(Sumber: Hasil Olah Data, 2014 ) 3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai dan mengambil nilai yang beragam , Sekaran dalam (Sinulingga, 2011). Variabel dalam penelitian ini diperoleh melalui teori. Variabel yang pertama yaitu variabel yang berkaitan dengan fasade bangunan yang diperoleh melalui teori elemen fasade oleh Rob Krier (2001) sedangkan variabel yang kedua berkaitan dengan mekanisme perubahan melalui pertukaran . Adapun variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Tabel Variabel Penelitian

Teori Interpretasi Variabel Data Yang

Diperlukan

Rob Krier (2001), Fasade suatu bangunan terbentuk akibat adanya elemen-elemen penyusun fasade bangunan

Fasade ruko terbentuk akibat adanya elemen-elemen penyusun antara lain entrance, pintu, jendela, dinding, atap, ornamen Entrance Pintu Jendela Dinding Atap Ornamen Elemen-elemen fasade ruko di lapangan


(44)

Mekanisme

Perubahan (Loebis,

2002)

Perubahan dalam

suatu budaya terjadi akibat adanya faktor eksternal (difusi) dan internal (evolusi), Loebis (2002)

Kebudayaan etnis Cina di Medan mengalami perubahan. Hal ini terjadi akibat adanya faktor dari luar budaya mereka. Perkembangan Teknologi Perubahan Tren Sejarah dan kehidupan etnis Cina di kota Medan

Perubahan budaya pada etnis Cina di kota Medan juga dapat disebabkan oleh faktor dari dalam masyarakat itu sendiri Kebutuhan Masyarakat Identitas Diri Perkembangan Teknologi Sejarah dan kehidupan etnis Cina di kota Medan

(Sumber: Hasil Olah Data, 2014 )

3.4 Sampel

Dalam penelitian kualitatif, sampling dimaksudkan untuk memilah sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Hal ini bertujuan untuk merinci ciri khas yang ada. Maksud kedua dari sampling yaitu untuk mengumpulkan informasi yang akan dijadikan acuan dari rancangan teori. Maka dari itu, dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel yang random,yang ada hanyalah sampel yang bertujuan (purpossive sampling), oleh (Moleong, 2005).

Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui metode purpossive sampling.

AdapunYang dimaksud dengan purpossive sampling adalah metode pengambilan sampel yang disengaja atau ditentukan dikarenakan sampel tersebut memenuhi


(45)

kriteria tertentu yang sebelumnya telah ditentukan (Sinulingga, 2011). Kriteria yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain keaslian fasade ruko yang tidak memiliki banyak perubahan dari segi fisiknya. Keragaman pada fasade bangunan dilihat berdasarkan kriteria berikut yakni : periodisasi, gaya arsitektur, elemen fasade. Objek pada penelitian ini adalah ruko baik itu ruko kolonial maupun ruko masa kini. Dalam memilih ruko kolonial dipilihlah ruko- ruko yang memiliki ciri-ciri arsitektur kolonial dan fasadenya tidak mengalami perubahan yang signifikan yang terdapat di lokasi penelitian yaitu di Jalan Mayjend. Sutoyo Siswomihardjo. Sedangkan untuk ruko modern dipilihlah perwakilan setiap tipe ruko.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

3.5.1.1 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai narasumber yang dianggap memenuhi syarat. Narasumber dianggap mengetahui dan memahami informasi yang terkait dengan penelitian. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data baik itu secara lisan ataupun tulisan, dokumen, maupun gambar mengenai objek dan kawasan penelitian.

3.5.1.2 Foto dan Survey Visual

Survey visual dilakukan untuk mengambil gambar ruko kolonial di koridor Jl. Mayjend. Sutoyo dengan menggunakan media kamera. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan gambaran umum mengenai fasade ruko-ruko kolonial di lokasi penelitian seperti tampilan fasade, langgam arsitektur, dll. Gambar yang


(46)

diambil adalah fasad ebangunan secara keseluruhan serta elemen-elemen pada fasad bangunan seperti jendela, pintu, ornamen dan lainnya. Gambar yang diambil juga dilengkapi dengan catatan untuk menjelaskan kondisi di lapangan. Selain itu dilakukan pula pemotretan di wilayah penelitian, tujuannya yaitu untuk mengetahui suasana sekitar. Foto-foto hasil survey lapangan dapat dijadikan acuan dalam penggambaran ulang fasade ruko.

3.5.1.3 Pemetaan dan Penggambaran

Pada tahap ini dilakukan penggambaran ulang fasade ruko kolonial di koridor Jalan Mayjend Sutoyo berdasarkan tipenya. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara detail mengenai fasad serta elemen-elemen pembentuk fasade pada tiap tipe ruko kolonial di lokasi penelitian. Selain itu, dilakukan pula pemetaan pada kawasan penelitian dengan cara pendataan pada kawasan penelitian dan dibantu melalui media CAD kota Medan, dan Google Earth . Selanjutnya, gambar tipe fasade ruko pada langkah ini nantinya akan digunakan untuk menganalisis perubahan fasade ruko.

3.5.2 Data Sekunder 3.5.2.1 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan cara mencari literatur mengenai fasade bangunan, ruko, serta keberadaan dan budaya masyarakat Cina di kota Medan . Langkah selanjutnya adalah menentukan teori, setelah pencarian data dari literatur, maka dipilihlah teori yang dirasa sesuai dengan peneliti untuk diterapkan dalam penelitian.


(47)

3.5.2.2 Studi Banding Penelitian Sejenis

Studi banding dilakukan dengan cara mencari penelitian-penelitian dengan judul serupa untuk dibandingkan dan dijadikan acuan dalam penelitian. Penelitian yang dijadikan referensi dan acuan pada penelitian ini yaitu "Architecture in Transformation The Case of Batak Toba " oleh Loebis (2002). Penelitian ini membahas transformasi budaya dan transformasi pada hunian kelompok etnis Batak Toba yang dilakukan secara sinkronik dan diakronik.

3.6 Kawasan Penelitian

Gambar 3.2 Lokasi dan Batasan Wilayah Penelitian (Sumber : Google Earth) Penelitian ini dilakukan di salah satu kawasan bersejarah di Kota Medan yaitu kawasan Pasar Lama, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Sumatera Utara. Kecamatan Medan Barat luas wilayahnya sebesar 5,40 km2. Kecamatan Medan Barat adalah salah satu daerah jasa dan perniagaan di Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah 70.771 Jiwa (2012). Batas-batas Kecamatan Medan Barat yaitu :


(48)

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia  Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Timur  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah  Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli

Wilayah penelitian ini dibatasi pada koridor Jalan Mayjend Sutoyo saja dimana pada jalan ini dapat kita temukan ruko kolonial dan ruko masa kini dengan fasade yang cukup beragam.

3.7 Metode Analisis Data

Adapun tahapan analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.7.1 Analisis Transformasi Fasade Ruko

Pada tahap ini dipakai metode analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis perubahan fasade bangunan ruko, hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk fasade ruko sesuai dengan periodenya. Analisis ini dilakukan dengan cara menerapkan teori Krier (2001) mengenai elemen pembentuk fasad bangunan. Dengan demikian akan diidentifikasi perubahan elemen pada fasade ruko sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan.

3.7.2 Analisis Penyebab Timbulnya Transformasi Fasade Ruko

Pada tahap ini dilakukan analisis historis kualitatif untuk menemukan hal-hal yang menyebabkan timbulnya transformasi pada fasade ruko sesuai dengan periode ruko tersebut. Analisis ini dilakukan dengan cara melihat catatan historis


(49)

mengenai keberadaan masyarakat Cina di kota Medan dan faktor lainnya yang dianggap mempengaruhi perubahan budaya masyarakat Cina di Medan dimana perubahan budaya nantinya akan berpengaruh pada perubahan fasade ruko. Dengan demikian akan ditemukan apakah perubahan fasade tersebut terjadi akibat perubahan budaya, dan faktor apa saja yang berpengaruh pada perubahan fasade ruko apakah faktor tersebut berasal dari dalam masyarakat Cina itu sendiri atau dari luar budaya mereka.


(50)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KAWASAN PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan kawasan yang menjadi lokasi dalam penelitian ini. Adapaun yang menjadi bahasan dalam penelitian ini antara lain: sejarah kawasan, deskripsi kawasan, dan rukp-ruko yang menjadi objek dalam penelitian ini.

4.1 Sejarah Kawasan Penelitian

Pasar Lama (Oude Markt) adalah pasar pertama di kota Medan yang didirikan pada tahun 1886, pasar ini mewadahi kebutuhan masyarakat di sekitarnya sebelum kemunculan Pasar Ikan Lama di Jl. Stasiun , dan Nieuwe Markt di Jalan Perniagaan (1906). Dalam bahasa Belanda pasar ini disebut Oude Markt. Sampai saat ini Etnis Tionghoa menyebut pasar ini sebagai 老巴杀(Hanyu Pinyin: Lǎo Bāshā, Hokkian Peh-ōe-jī: Lāu Pa-sat). Hal ini terjadi karena etnis Cinaa generasi 1900-an biasanya menyebut nama suatu kawasan dengan sebutan yang dipakai sejak zaman kolonial Belanda (Sumber : Pradityo, 2013).


(51)

Berdasarkan peta tahun 1895 di atas dapat diketahui bahwa Jalan Oude Markt (Mayjend Sutoyo) belum sepanjang seperti saat ini, Pada tahun 1895 jalan ini batasnya hanya mencapai persimpangan Jalan Hindu. Selain itu di Jalan Oude Markt belum dibangun jembatan yang dapat menghubungkan jalan ini dengan Jalan Imam Bonjol dan Jalan Kejaksaan (Kawasan Lapangan Benteng).

Pada peta tahun 1895 dapat kita amati masih sedikit blok-blok massa bangunan yang terlihat pada jalan ini.

Gambar 4.2 Peta Oude Markt Tahun 1913, (Sumber : KITLV)

Pada peta tahun 1913 ini dapat kita lihat bahwa telah dibangun jembatan yang menghubungkan Jalan Oude Markt (Mayjend Sutoyo) dengan Jalan Imam Bonjol. Di peta ini dapat dilihat bahwa telah bertambah blok-blok massa bangunan, namun masih terdapat lahan-lahan kosong antara lain di persimpangan Jalan Oude Markt dengan Jalan Hindu dan di area ujung jalan di dekat jembatan.


(52)

Pada peta tahun 1925 dapat kita lihat bahwa terdapat blok-blok massa di sepanjang jalan ini, di lahan-lahan kosong pada peta tahun 1913 pun telah berdiri bangunan . Blok massa yang berwarna merah pada peta Oude Markt di tahun ini (1925) adalah Deli Bioscoop. Kini Deli Bioscoop sudah lenyap dan di eks lahannya berdiri deretan ruko.

Gambar 4.4 Peta Oude Markt Tahun 1945, (Sumber : KITLV)

Pada peta ini di ujung Oude Markt di blok massa di dekat jembatan ditandai dengan nomor 24. Dalam legenda peta ini disebutkan bahwa nomor 24 melambangkan Ford Motor Repair Shop. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan di ujung blok massa tersebut berdiri bangunan Ford Motor Repair Shop.


(53)

Pada peta tahun 1961 ini tercantum legenda-legenda yang melambangkan tipe-tipe bangunan di kota Medan salah satunya yaitu pasar. Namun, di Jalan Perdana (Mayjend Sutoyo) tidak tercantum simbol pasar. Berdasarkan peta ini dapat dikatakan bahwa pada saat itu Oude Markt tidak lagi berfungsi sebagai pasar.

Gambar 4.6 Peta Jalan Mayjend Sutoyo, (Sumber : CAD Kota Medan)

Kini di Kawasan Oude Markt ini masih terdapat suatu pasar. Namun, pasar ini tidak terletak di sepanjang Jalan Mayjend Sutoyo seperti dulu. Pasar ini terletak di Jalan Hindu. Oleh karena itu pasar ini disebut sebagai Pasar Hindu.

Gambar 4.7 Suasana Oude Markt Tempo Dulu (Sumber : KITLV, Tropenmuseum)


(54)

4.2 Deskripsi Kawasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Pasar Hindu, tepatnya di koridor Jalan Mayjend Sutoyo Siswomihardjo, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Sumatera Utara. Bangunan eksisting yang berdiri di kawasan ini didominasi oleh ruko-ruko. Ruko-ruko kolonial yang terdapat pada kawasan ini menjadi salah satu karakter kawasan ini. Selain itu di kawasan ini terdapat pula Masjid tua yang dinamakan Masjid Gang Bengkok.

Gambar 4.8 Lokasi dan Batasan Wilayah Penelitian (Sumber : Google Earth, wikipedia)


(55)

Koridor Jalan Mayjend Sutoyo yang lebih dikenal sebagai Jalan Perdana identik dengan keberadaan Pasar Hindunya. Koridor Jalan Mayjend Sutoyo ini dulunya merupakan salah satu pusat perniagaan dan menjadi tempat berkumpulnya pegawai perkebunan di awal abad ke-20 semasa pendudukan Belanda di kota Medan.

Gambar 4.9 Suasana di Koridor Mayjend Sutoyo, (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

4.3 Tipe-Tipe Ruko di Koridor Mayjend Sutoyo

Koridor Mayjend Sutoyo didominasi oleh bangunan ruko di sini dapat kita temukan berbagai tipe ruko mulai dari ruko kolonial yang telah ada semenjak awal tahun 1900 sampai ruko modern yang baru dibangun pada tahun 2000-an. Berdasarkan observasi lapangan, ditemukanlah 15 tipe ruko, yang dibangun dalam periode yang berbeda. Berdasarkan periodenya, maka ruko-ruko di koridor Mayjend Sutoyo ini dapat dibagi menjadi 5 yaitu tipe 1910-an, 1920-an, 1950-an, 1990-an, dan 2000-an.


(56)

Gambar 4.10 Peta Tipe Ruko di Jl. Mayjend Sutoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar peta di atas menunjukkan lokasi tipe-tipe ruko yang berada di Jalan Mayjend Sutoyo. Adapun tipe-tipe ruko yang berada di Jalan Mayjend Sutoyo akan ditunjukkan selengkapnya di bawah ini :

a) Ruko Tipe 1

Gambar 4.11 Ruko Tipe 1(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1910-an, ruko tipe ini bertingkat dua, ketinggian plafonnya cukup rendah (2,5m), memiliki dua jendela jalusi pada lantai dua, terdapat sejumlah ukiran terutama pada bagian kolomnya.


(57)

b) Ruko tipe 2

Gambar 4.12 Ruko Tipe 2 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1910-an, ruko ini bertingkat dua , di lantai dua terdapat tiga buah jendela dengan fanlight di atasnya, pada fasadenya dapat dijumpai ornamen atau ukiran bergaya Eropa.

c) Ruko tipe 3

Gambar 4.13 Ruko Tipe 3 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1910-an, bertingkat dua, pada lantai dua terdapat dua buah jendela dengan fanlight dengan skala yang cukup besar sehingga mendominasi fasade lantai dua , pada fasadenya dapat dijumpai ornamen atau ukiran bergaya Eropa.


(58)

d) Ruko tipe 4

Gambar 4.14 Ruko Tipe 4 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1920-an, tampilan fasadenya cukup sederhana, memiliki 4 buah ventilasi yang dapat dibuka, pada tipe ruko ini dapat dijumpai ornamen bergaya Cina.

e) Ruko tipe 5

Gambar 4.15 Ruko Tipe 5 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1920-an, ruko ini bertingkat dua, ruko ini berorientasi sudut (terletak di persimpangan Jalan Hindu dan Jalan Mayjend Sutoyo), bagian sudut ruko ini berbentuk oval dan menyerupai tower, kedai kopi ini dulunya bernama Mieng Hao, saat ini namanya menjadi kedai kopi Apek dan dijalankan oleh keturunan pemilik aslinya.


(59)

f) Ruko tipe 6

Gambar 4.16 Ruko Tipe 6 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1920-an, ruko ini terletak di persimpangan Jalan Hindu dan Jalan Mayjend Sutoyo, ruko ini bertingkat dua, pada fasadenya dapat kita temukan ornamentasi terutama pilaster.

g) Ruko tipe 7

Gambar 4.17 Ruko Tipe 7 Eks Kantoorpand van Jacobson Van Den Berg & Co dan Ford Motor Repair Shop (Sumber : Dokumentasi Pribadi, Tropenmuseum)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1920-an, ruko-ruko ini dulunya merupakan kantor Jacobson Van Den Berg dan juga bengkel Ford Motor, ruko ini bertingkat dua, pada fasadenya terdapat sejumlah ornamen bergaya Eropa, ruko tipe ini juga memiliki selasar (arcade).


(60)

h) Ruko tipe 8

Gambar 4.18 Ruko Tipe 8 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, Dirk Teeuwen Postcard Holland)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1920-an, bertingkat dua, pada ruko tipe ini ditemukan selasar (arcade), pintu dan jendelanya berbentuk lengkungan, selain itu terdapat pula arch pada fasadenya, pada fasadenya dapat kita temukan sejumlah ornamen.

i) Ruko tipe 9

Gambar 4.19 Ruko Tipe 9 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1950-an, ruko ini bertingkat dua, tampilan fasadenya cukup simpel, dindingnya terbuat dari beton, di sekeliling lantai duanya terdapat overhang yang terbuat dari beton, minim ornamentasi.


(61)

j) Ruko tipe 10

Gambar 4.20 Ruko Tipe 10 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 2000-an, ruko ini beritngkat dua, tidak ditemukan keberadaan jendela pada fasade depan ruko ini, fasade lantai duanya dilapisi dengan materia berupa alucobond.

k) Ruko tipe 11

Gambar 4.21 Ruko Tipe 11 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1990-an, ruko ini terdiri atas dua lantai, di lantai dua terdapat empat buah jendela dan ventilasi , selain itu di lantai dua terdapat pula overhang yang terbuat dari bahan beton yang bersambung dengan ruko disebelahnya, secara keseluruhan tampilannya sangat sederhana.


(62)

l) Ruko tipe 12

Gambar 4.22 Ruko Tipe 12 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1990-an, ruko ini bertingkat tiga, keseluruhan fasadenya dilapisi dengan keramik, pada lantai dua dan tiga terdapat jendela mati berwarna biru.

m) Ruko tipe 13

Gambar 4.23 Ruko Tipe 13 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 2000-an, ruko ini bertingkat tiga, fasade depan lantai dua dan tiganya dilapisi dengan material alucobond, ruko ini memiliki kaca dengan skala yang cukup besar (2 lantai).


(63)

n) Ruko tipe 14

Gambar 4.24 Ruko Tipe 14 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 2000-an, ruko ini bertingkat tiga, ruko ini bergaya minimalis, fasade depannya dipenuhi dengan elemen-elemen garis, pada lantai satu terdapat dinding kaca.

o) Ruko tipe 15

Gambar 4.25 Ruko Tipe 15 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ruko tipe ini dibangun pada tahun 1980 dan 1990 an, ruko ini bertingkat dua, keseluruhan fasadenya dilapisi dengan material seng, pada tipe ruko ini jarang sekali ditemukan bukaan.


(64)

Berdasarkan tipe-tipe ruko di atas, maka dipilihlah tiga ruko yang dibangun dalam periode yang berbeda untuk mewakili ruko-ruko yang lain dan dijadikan sampel dan acuan dalam penelitian ini, yaitu ruko tipe 2 (1910-an), tipe 9 (1950-an) dan tipe 13 (2000-an). Ketiga tipe ruko tersebut memiliki fasade yang berbeda serta rentang waktu yang cukup lama sehingga perubahan fasadenya akan lebih mudah untuk diamati.


(65)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil dan pembahasan terkait dengan studi kasus pada penelitian ini. Pada bab ini akan dilakukan analisa transformasi fasade ruko serta penyebabnya dengan cara menerapkan variabel pada objek penelitian. Dengan demikian akan ditemukan hal yang melatarbelakangi perubahan elemen fasade ruko terkait dengan transformasi budaya.

5.1 Analisis Transformasi Fasade Ruko

Pada sub bab ini akan dilakukan analisis transformasi elemen fasade ruko baik itu entrance, pintu, jendela, dinding, ornamen, dan atap sesuai dengan teori Krier (2001) serta sumber perubahannya apakah itu dari dalam atau luar budaya atau bahkan keduanya sesuai dengan teori Loebis (2002) mengenai difusi dan evolusi.

Gambar 5.1 Transformasi Fasade Ruko di Jl. Mayjend Sutoyo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(66)

5.1.1 Analisis Transformasi Entrance dan Pintu

Berikut adalah analisis transformasi entrance dan pintu pada ruko serta sumber dan penyebab perubahannya.

Tabel 5.1 Analisis Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 2

Transformasi Entrance dan Pintu

Tipe Ruko 2

Periode 1910-an

Deskripsi

Perkiraan Tampilan Entrance Entrance Ruko Sekarang

Ruko di Penang (Awal Abad 20 ) Pintu Lipat

Entrance Ruko di Jl. Masjid

Tampilan Entrancenya Mirip Gerbang Tambahan Dengan Ruko di Penang

Pada tipe ruko ini, elemen pintu mendominasi fasade lantai 1 ruko. Model pintu panel lipat berbahan kayu terkadang dilengkapi dengan gerbang tambahan

Sumber

Perubahan dari Luar (Difusi)

Seperti yang telah disebutkan oleh Loebis (2002) pada awal abad ke-20 gaya arsitektur hybrid yang merupakan campuran antara gaya arsitektur Cina dan Eropa dapat di temukan di ruko-ruko yang dihuni oleh Tionghoa di kota Medan. Gaya hybrid ini mirip dengan yang digunakan pada ruko-ruko di Strait Settlement. Etnis Cina di Medan pun kemudian memutuskan untuk membangun ruko dengan tampilan yang serupa. Penggunaan elemen pintu dan entrance pada fasade bangunan mengikuti gaya arsitektur yang pada saat itu menjadi tren. Dengan demikian etnis Cina di kota Medan juga berupaya untuk mengikuti tren gaya hybrid yang sedang naik daun sehingga tampilan elemen fasade seperti pintu juga akan mengikuti gaya hybrid Cina-Eropa. Namun sayangnya di koridor Jalan Mayjend Sutoyo tidak dapat lagi kita temukan pintu dengan gaya


(67)

yang dimaksud. Hal ini dikarenakan entrance dan pintu ruko sudah diubah oleh pemiliknya. Model pintu yang umumnya digunakan pada ruko pada saat itu dapat kita lihat pada gambar di atas tampilan pintu ini serupa dengan pintu yang digunakan pada ruko di Straits Settlement pada periode yang sama.

(Sumber: Hasil Olah Data, 2014 )

Tabel 5.2 Analisis Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 9

Transformasi Entrance dan Pintu

Tipe Ruko 9

Periode 1950-an

Deskripsi

Pintu Lipat Kayu Gerbang Tambahan Pintu masuk utama pada tipe ruko ini berupa pintu lipat yang dilengkapi dengan kaca. Terkadang dilengkapi dengan gerbang tambahan.

Sumber

Perubahan dari Luar (Difusi)

Di pertengahan abad ke-20 gaya arsitektur yang saat itu menjadi tren adalah gaya modern. Gaya ini tampil dengan bentuk yang sederhana dan tampilan geometris yang berkesan bersih yang dipengaruhi oleh gerakan arsitektur modern. Pada gaya ini jarang sekali ditemukan ornamen pada bangunan Tren gaya modern ini pun mendunia dan pada akhirnya masuk ke Indonesia. Etnis Cina di kota Medan pun pada akhirnya membangun ruko dengan mengikuti gaya modern tersebut. Di koridor Mayjend Sutoyo dapat kita amati ruko dengan gaya modern yang dibangun pada tahun 1950-an ini yaitu ruko tipe 9. Dapat kita amati bahwa tipe ruko ini memiliki tampilan yang sederhanayang merupakan salah satu ciri gaya arsitektur modern. Pintu dan entrance selaku elemen arsitektur tentunya akan mengikuti tren arsitektur juga. Tampilan pintu dan entrance pada tipe ruko ini tergolong sederhana.


(1)

eksternal terjadi karena pertukaran elemen budaya dengan budaya lain (evolusi eksternal), (Loebis, 2002). Fasade

Menurut Krier (2001), fasade merupakan elemen arsitektur terpenting yang dapat mengekspresikan fungsi serta makna suatu bangunan. Fasade menyampaikan fenomena budaya pada masa bangunan itu dibangun. Fasade suatu bangunan dapat mencerminkan penghuni bangunannya dan pada akhirnya fasade menjadi representasi suatu komunitas kepada publik (Krier, 2001).

Elemen-elemen pembentuk fasade bangunan, antara lain adalah sebagai berikut (Krier, 2001):

a) Entrance b) Pintu c) Jendela d) Dinding e) Ornamen f) Atap Ruko

Menurut Wicaksono (2007) ruko adalah sebutan untuk bangunan-bangunan di Indonesia yang pada umumnya memiliki ketinggian dua hingga lima lantai dan memiliki fungsi ganda yaitu sebagai hunian dan komersial. Lantai bawah biasanya dipergunakan sebagai tempat usaha atau kantor, sedangkan lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal.

Istilah ruko diperkirakan berasal dari

bahasa Hokkian ,

tiam chu

yang

berarti "rumah" dan "toko". Etnis

Hokkian yang mendominasi populasi Cina perantauan di kota-kota Asia Tenggara mempunyai kebiasaan menetap dan melakukan aktivitas perdagangan dan rumah tangga di ruko (Wicaksono, 2007).

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian-penelitian yang biasanya menunjang penggunaan pengumpulan data dengan

metode kualitatif adalah penelitian historis dan penelitian deskriptif.

Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui metode purpossive sampling. Objek pada penelitian ini adalah tiga tipe ruko yaitu ruko tipe 2 (1910-an), tipe 9 (1950-an), tipe 13 (2000-an). Ruko-ruko tersebut dipilih dikarenakan memiliki fasade dan gaya arsitektur yang berbeda dan rentang waktu yang cukup jauh sehingga perubahannya lebih mudah diamati.

Data primer diperoleh melalui survey visual, penggambaran dan pemetaan serta interview. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan analisis transformasi fasade dengan metode deskriptif dan penyebab perubahan fasade dengan metode historis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Transformasi Fasade Ruko

Entrance dan Pintu Ruko Tipe 2

Pada tipe ruko ini, elemen pintu mendominasi fasade lantai 1 ruko. Model pintunya berupa panel lipat berbahan kayu yang dilengkapi dengan gerbang tambahan.

Gambar 1. Transformasi Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 2

Ruko Tipe 9

Gerbang Tambahan Ruko di Kesawan dengan

Entrance yang Serupa dengan Ruko di Penang

Ruko di Penang dalam periode yang sama

Entrance Ruko Sekarang Perkiraan Tampilan


(2)

Pintu masuk utama pada tipe ruko ini berupa pintu lipat yang dilengkapi dengan kaca. Terkadang dilengkapi dengan gerbang tambahan.

Gambar 2. Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 9

Ruko Tipe 13

Pada tipe ruko ini pintu utama yang digunakan berupa pintu panel lipat berbahan metal.

Gambar 3. Entrance dan Pintu pada Ruko Tipe 13

Berdasarkan gambar-gambar atas, maka dapat diketahui bahwa ruko tipe 2 menggunakan pintu dengan material kayu, ruko tipe 13 tidak hanya menggunakan pintu kayu tetapi juga material lain seperti metal, aluminium. Ruko 9 dan 13 juga banyak yang dilengkapi dengan pintu atau jerjak tambahan. Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa perubahan fisik yang terjadi pada pintu ruko adalah perubahan material pintu dari kayu menjadi metal, perubahan dari pintu tanpa jerjak menjadi pintu dengan jerjak. Adapun perubahan fisik yang terjadi pada entrance dan pinturuko diakibatkan oleh difusi dan evolusi. Difusi disini akibatkan oleh pergantian tren, sedangkan evolusi diakibatkan oleh fungsi dan kebutuhan serta kemanan penghuni ruko.

Jendela Ruko Tipe 2

Ruko tipe ini menggunakan jendela bermodel ganda dengan kisi-kisi. Di atas jendela dapat dijumpai fanlight.

Gambar 4. Jendela Ruko Tipe 2 Ruko Tipe 9

Pada ruko tipe 9 ini jendela yang digunakan adalah jendela mati dengan kaca berwarna gelap dan kusen aluminium.

Gambar 5. Jendela Ruko Tipe 9 Ruko Tipe 13

Pada fasade depan tipe ruko ini jendela yang digunakan adalah jendela mati berupa kaca-kaca pada fasade depan, kusen aluminium .

Gambar 6. Jendela Ruko Tipe 13 Berdasarkan gambar-gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa pada ruko tipe 2 ditemukan jendela dengan kisi-kisi kayu, penggunan kaca pada jendelanya sangat minimal, skala jendelanya cukup besar sehingga memenuhi fasade lantai dua bangunan. Pada ruko tipe 9 dan 13 ditemukan ruko dengan jendela mati pada fasade depannya. Kusen pada ruko modern tidak hanya menggunakan kayu saja, ada juga yang menggunakan material seperti aluminium.

Pintu Lipat Kayu Gerbang Tambahan

Pintu Lipat Metal

Fanlight

Kisi-kisi

Jendela dengan Frame Aluminium dan Kaca Mati dan Teralis

Detail Ventilasi

Mirrored Glass


(3)

Adapun perubahan fisik yang terjadi pada jendela ruko yaitu perubahan dari penggunaan jendela yang dapat dibuka menjadi jendela mati, penggunaan kaca yang minimal pada desain jendela menjadi jendela yang didominasi oleh elemen kaca, perubahan kusen kayu menjadi kusen aluminium. Perubahan pada jendela ruko ini ternyata diakibatkan oleh difusi dan evolusi. Keduanya disebabkan oleh perkembangan teknologi.

Dinding Ruko Tipe 2

Pada tipe ruko ini digunakan dinding bata dengan plasteran polos bertekstur halus.

Gambar 7. Dinding Ruko Tipe 2 Ruko Tipe 9

Tipe ruko ini menggunakan material beton sebagai dindingnya dengan plasteran polos bertekstur halus.

Gambar 8. Dinding Ruko Tipe 9 Ruko Tipe 13

Pada tipe ruko ini dindingnya dilapisi dengan material seperti panel alucobond.

Gambar 9. Dinding Ruko Tipe 13

Berdasarkan gambar-gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa fasade ruko-ruko di Jalan Mayjend Sutoyo menggunakan dinding bertekstur dan dinding polos. Pada ruko tipe 3dapat diamati dindingnya merupakan dinding polos dengan plasteran. Pada ruko tipe 9 dijumpai dinding dengan tekstur dan finishing polos. Namun, pada tipe 13 digunakan panel-panel alucobond. Terjadi perubahan elemen dinding dari elemen dinding plasteran polos menjadi dinding yang dilapisi dengan alucobond. Perubahan pada elemen dinding tentunya sangat terkait dengan konstruksi dan teknologi bangunan. Teknologi dan konstruksi dari luar banyak berpengaruh ke dalam arsitektur di Indonesia salah satunya yaitu ruko. Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan dinding ruko diakibatkan oleh difusi.

Ornamen Ruko Tipe 2

Pada tipe ruko ini dapat dijumpai ornamen lengkungan di atas jendela, dan di atas lengkungan tersebut terdapat suatu keystone. Selain itu terdapat pula ukiran-ukiran

Gambar 10. Ornamen Ruko tipe 2 Ruko Tipe 9

Pada ruko tipe ini ornamentasinya sangat minim, hanya terdapat detail lengkungan pada ventilasi bangunan. Dinding Bata

Plesteran

Dinding Beton

Dinding Beton Alucobond

Ukiran pada Kolom

Ukiran Ornamen

Lengkungan


(4)

Gambar 11. Ornamen Ruko tipe 8 Ruko Tipe 13

Ornamen pada tipe ruko ini berupa berupa bidang persegi panjang , yang terbuat dari alucobond.

Gambar 12. Ornamen Ruko tipe 12

Berdasarkan gambar-gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat ornamen pada fasade bangunan-bangunan ruko di Jalan Mayjend Sutoyo. Melalui observasi, dapat kita amati bahwa pada fasade ruko kolonial (tipe 2) terdapat ornamen dan ukiran yang sangat kental akan gaya Eropa dengan jenis yang cukup beragam mulai dari kolom, pilaster, ventilasi, keystone dan detail-detail lainnya. Keberadaan ornamen ini memberikan karakter yang khas dan kesan megah pada fasade ruko tersebut. Berlawanan dengan fasade ruko tipe 2, pada ruko tipe 9 dan tipe 13 jarang ditemukan ornamen.

Perubahan yang terjadi pada ornamen ruko yaitu berkurangnya penggunaan ornamen, perubahan ornamen dengan bentuk yang rumit menjadi ornamen dengan bentuk sederhana. Perubahan ornamen pada fasade ruko terjadi akibat difusi, dan dari evolusi. Difusi disini diakibatkan oleh pergantian tren dalam arsitektur yang menyebabkan naik dan turunnya penggunaan ornamen. Sedangkan evolusi disini diakibatkan oleh keinginan, serta kebutuhan pemilik ruko.

Atap

Ruko Tipe 2

Bentuk atap pada tipe ruko ini adalah atap pelana dan material penutup atap yang digunakan adalah seng. Atap ini bukanlah atap asli pada ruko ini. Atap aslinya menggunakan penutup atap genteng yang terbuat dari tanah liat dan bentuk atapnya diperkirakan menggunakan atap Ngang Shan (lihat gambar di bawah).

Gambar 13. Atap Ruko tipe 2 Ruko Tipe 9

Ruko tipe ini menggunakan atap berbentuk perisai sedangkan material penutup atap yang digunakan adalah seng.

Gambar 14. Atap Ruko tipe 9 Ruko Tipe 13

Pada tipe ruko ini digunakan atap berbentuk datar yang terbuat dari cor beton. Selain itu pada sisi depan ruko terdapat semacam mahkota yang berfungsi sebagai elemen dekoratif.

Berdasarkan gambar di atas, maka dapat kita amati perubahan bentuk atap dari bentuk atap miring menjadi bentuk atap

Atap Ngang Shan

Ornamen di Ujung Atap Salah Satu Ruko di Jl. Masjid

dengan Atap Ngang Shan Perkiraan Bentuk Atap

Seng Atap Saat ini

Atap Perisai Material Seng

Atap Datar Beton


(5)

datar. Selain itu juga terjadi perubahan material penutup atap dari atap genteng yang terbuat dari tanah liat menjadi atap seng dan atap dak beton. Perubahan pada atap ruko ini terjadi akibat adanya faktor dari dalam (evolusi) dan faktor dari luar (difusi). Evolusi disini yaitu penggunaan bentuk atap sebagai identitas budaya sedangkan difusi disini diakibatkan oleh ten arsitektur serta perkembangan teknologi yang mengakibatkan perubahan pada bentuk atap serta material penutupnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan pada analisis transformasi fasade, maka dapat disimpulkan bahwa fasade ruko di koridor Mayjend Sutoyo mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman. Perubahan fisik pada fasade ruko dapat dilihat berdasarkan elemen penyusun fasadenya baik itu entrance, pintu, jendela, dinding, ornamen, dan atap. Selanjutnya, terjadinya perubahan pada elemen fasade ruko ini ternyata diakibatkan oleh perubahan budaya. Dalam penelitian ini , perubahan fasade ruko terjadi akibat terjadinya perubahan budaya pada masyarakat Cina sebagai penghuni ruko di kota Medan. Perubahan budaya pada etnis Cina ini diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam budaya (evolusi) dan faktor dari luar budaya itu sendiri (difusi). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Loebis (2002) yang menyatakan bahwa mekanisme perubahan budaya terjadi akibat difusi dan evolusi. Perubahan budaya akibat proses difusi pada kasus ini terjadi akibat perkembangan teknologi dan perubahan tren arsitektur. Perubahan budaya akibat proses evolusi terjadi akibat identitas diri suatu kelompok masyarakat , perubahan pola pikir dan preferensi masyarakat mengenai gaya tampilan fasade serta gaya arsitektur pada ruko. Perubahan akibat proses difusi dan evolusi ini nantinya akan berakibat pada perubahan budaya suatu masyarakat.

Arsitektur sebagai salah satu unsur ataupun materi budaya akan berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat. Perubahan dalam arsitektur tentunya akan berdampak pada perubahan tampilan fasade bangunan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Krier (2001) bahwa fasade suatu bangunan mewakili fenomena budaya pada bangunan tersebut dibangun. Dalam penelitian ini fasade suatu ruko berubah seiring dengan fenomena budaya yang terjadi pada etnis Cina di kota Medan.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Imelda, (2009). Ruko dan Rukan, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama

Buiskool, Dirk A, (2009). The Chinese Commercial Elite of Medan 1890-1942: The Penang Connection, JMBRAS, Vol. 82, Part, pp. 113–129

Hamdani, Nasrul, (2006). Menulis Sejarah Kelompok Minoritas, untuk Siapa : ‘Cina Medan’ 1930-1960?, disajikan pada Konferensi Nasional Sejarah VIII, Jakarta

Handinoto, (1999). Lingkungan “Pecinan” dalam Tata Ruang Kota di Jawa pada Masa Kolonial, Dimensi Teknik Sipil Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29

Krier, R, (2001). Komposisi Arsitektur, Jakarta, Penerbit Erlangga

Kurniawan, Stefanus, (2010). Pemaknaan Ruko Sebagai Hunian Bagi Masyarakat Tionghoa di Indonesia. Depok, Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Loebis, Nawawiy, (2002). Architecture in Transformation, The Case of Batak Toba, Universiti Sains Malaysia

Moleong, (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosda


(6)

Nas, P, (2009). Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia, Jakarta, Penerbit Gramedia

Ong, Henry, (2004). Kajian Genius Loci dengan Pendekatan Fenomenologi Arsitektur Studi Kasus : Kawasan Kesawan, Medan. Program Pasca Sarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Pradityo, R, (2013). Parijs Van Soematra. Medan, Departemen Arsitektur Fakultas Teknik USU.

Sinar, T, (1996). Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan Penerbit Perwira

Singapore Urban Redevelopment Authority, (2004) . Singapore Architectural Heritage.Singapura, Urban Redevelopment Authority

Sinulingga, S, (2011). Metode Penelitian, Medan, Penerbit Usupress

Tambunan, M. (2013).

Pertanggungjawaban Penyewa Ruko Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Teuling, M, (2009). Rebirth of the Malacca Shophouse a Typological Research. Faculty of Architecture, Delft University of Technology.

Wahid, Alamsyah, (2013). Teori Arsitektur Suatu Kajian Perbedaan Pemahaman Teori Barat dan Timur, Yogyakarta, Penerbit Graha Ilmu