Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pemetik Kopi di Dusun Banua, Desa Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun Tahun 2015

(1)

GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DIDUSUN BANUA DESA PURBA

SIPINGGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh : DEVY ARIATI NIM. 111000172

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA DESA PURBA

SIPINGGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : DEVY ARIATI NIM. 111000172

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA DESA PURBA SIPINGGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan


(4)

(5)

ABSTRAK

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten penghasil kopi terbaik di Indonesia. Sikap kerja yang tidak ergonomis selama melakukan pekerjaan memetik kopi menyebabkan petani mengalami gangguan muskuloskeletal. Oleh karena itu penelitian ini menggambarkan bagaimana sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal yang dialami petani pemetik kopi di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan pada tahun 2015.

Sampel pada penelitian ini adalah 30 pemetik kopi, dimana penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan inklusi petani tidak sedang mengalami keluhan muskuloskeletal atau penyakit yang berhubungan dengan otot lainnya. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk mengetahui bagian tubuh yang mengalami keluhan pada muskuloskeletal. Data untuk sikap kerja diperoleh melalui pengamatan langsung selama memetik kopi dan didokumentasikan menggunakan media kamera.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja pemetik kopi selama melakukan kegiatan memetik kopi adalah adanya sikap kerja tidak ergonomis berupa sikap kerja berdiri dengan posisi leher mengadahkan ke atas dan lengan terangkat ke atas menjauhi batang tubuh, posisi tubuh membungkuk dan leher menunduk ke bawah, dan posisi jongkok. Semua pemetik kopi mengalami keluhan pada muskuloskeletalnya dan keluhan terbanyak pada betis kiri dan kanan sebanyak 28 orang (93,33%), leher atas sebanyak 26 orang (86,67%), punggung sebanyak 26 orang (86,67%), leher bawah sebanyak 24 orang (80%), pinggang sebanyak 24 orang (80%).

Disarankan petani mengambil waktu untuk melakukan relaksasi otot setelah 30 menit bekerja dan menghindari sikap kerja yang tidak ergonomis selama bekerja yang dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal.


(6)

ABSTRACT

Simalungun is one of the best district in Indonesia which producing coffee and many residents work as a coffee picker. Not ergonomic of working posture cause farmers suffered musculoskeletal disorders. In the long period of time may occur accumulation of complaints which can ultimately lead to muscle injury. Therefore, this study describe how is the work posture and musculoskeletal disorders that experienced by coffee pickers in Dusun Banua, Purba Sipinggan Village in 2015.

Samples in this study were 30 coffee pickers, where sampling using purposive sampling technique with the inclusion of farmers who worked as a coffee picker in Dusun Banua and not experienced musculoskeletal disorders or diseases related to other muscles. This is a descriptive study with cross sectional design. Musculoskeletal complaint data are obtained by using a questionnaire Nordic Body Map to find out which part of the body that have complaints, while data of working posture are from direct observation work posture during picking coffee and documented by using the camera.

The results showed that the work posture of coffee pickers during activities of picking coffee are not ergonomic and all the coffee pickers suffered musculoskeletal disorders. Most complaints are complaints on the right and left calf as much as 28 people (93.33%), neck up as many as 26 people (86.67%), back as many as 26 people (86.67%), neck down as many as 24 people (80% ), waist as many as 24 people (80%)

Advised farmers take the time to do muscle relaxation after 30 minutes of work and avoid working posture that causes irregularities in posture during work which can cause musculoskeletal disorders.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan kemuliaan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pemetik Kopi di Dusun Banua, Desa Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun Tahun 2015” yang merupakan salah satu prasyarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis hingga skripsi dapat terwujud, terutama kepada Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. M.S. selaku dosen pembimbing I dan Ketua Penguji. Begitu juga kepada Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II dan Anggota Penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dalam mendidik, membimbing dan memberi masukan, saran serta kritikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kepada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

2. Bapak Dr.Ir.Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ir.Kalsum, M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM., M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Ibu Prof. Dr. Irnawati Marsaulina S, M.S. selaku Dosen Penasehat

Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan positif selama kuliah di FKM USU.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

7. Pihak Desa Purba Sipinggan dan Dusun Banua, begitu juga para petani pemetik kopi di Dusun Banua yang telah membantu dan membimbing selama dalam melakukan penelitian .

8. Sahabat terkasih yaitu Frisca, Nenti, Amah, Yanti, Ivo, Serani, Dian, Ratna, GAZEBO HOLIC, Kak Henny, Kak Citra, Windy, Rika, Rina, Ate Irma, Desi, Yunitha, Revelino, Ichan, teman-teman K3 FKM USU stambuk 2011, semua pengurus dan anggota PERMATA Bethel GBKP Rg. Bena Meriah yang menjadi sahabat dalam susah dan senang serta tetap memberikan motivasi dan penghiburan kepada penulis.


(9)

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk yang terkasih Ibunda, Opung Boru, keluarga besar Damanik dan Barus yang senantiasa memberikan nasihat, dukungan, semangat, doa dan cinta kasih selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

RIWAYAT HIDUP... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.3.1 Tujuan Umum... 7

1.3.2 Tujuan Khusus... 7

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Kesehatan Kerja... 9

2.2 Ergonomi... 10

2.3 Sikap Kerja... 13

2.3.1 Sikap Kerja Posisi Duduk... 14

2.3.2 Sikap Kerja Posisi Berdiri... 15

2.3.3 Sikap Kerja Posisi Setengah Duduk (Membungkuk)... 15

2.4 Muskuloskeletal... 16

2.4.1 Keluhan Muskuloskeletal... 16

2.4.2 Faktor Risiko MSDs... 17

2.5 Nordic Body Map... 31

2.6 Cara Kerja Petani Pemetik Kopi... 34

2.7 Kerangka Konsep... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35

3.1 Jenis Penelitian... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian... 35

3.2.2 Waktu Penelitian... 35


(11)

3.3.1 Populasi... 35

3.3.2 Sampel... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data... 36

3.4.1 Data Primer... 36

3.4.2 Data Sekunder... 37

3.4.3 Teknik Pengumpulan Data... 37

3.5 Defenisi Operasional... 37

3.6 Analisis Data... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN... 39

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian... 39

4.1.1 Geografi dan Topografi... 39

4.1.2 Demografi... 39

4.1.3 Sarana dan Prasarana... 41

4.2 Karakteristik Petani Pemetik Kopi... 42

4.2.1 Umur... 42

4.2.2 Jenis Kelamin... 43

4.2.3 Tingkat Pendidikan... 44

4.2.4 Masa Kerja... 44

4.3 Sikap Kerja Pemetik Kopi... 45

4.3.1 Sikap Kerja Posisi Berdiri Pada Proses Memetik Kopi... 52

4.3.2 Sikap Kerja Posisi Berdiri Pada Proses Pengangkatan Hasil Pemetikan Kopi... 52

4.4 Keluhan Muskuloskeletal Pada Pemetik Kopi... 54

BAB V PEMBAHASAN... 56

5.1 Sikap Kerja Pada Proses Memetik Kopi... 56

5.2 Keluhan Muskuloskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 64

6.1 Kesimpulan... 64

6.2 Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA... 73 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Dusun

Banua Desa Purba Sipinggan Tahun 2015... 40 Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Dusun Banua Desa

Purba Sipinggan Tahun 2015... 40 Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Dusun

Banua Desa Purba Sipinggan Tahun 2015... 41 Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana di Dusun Banua Tahun 2015... 42 Tabel 4.5 Karakteristik Umur Pemetik Kopi di Dusun Banua Desa Purba

Sipinggan Tahun 2015... 43 Tabel 4.6 Karakteristik Jenis Kelamin Pemetik Kopi di Dusun Banua

Desa Purba Sipinggan Tahun 2015... 43 Tabel 4.7 Karakteristik Tingkat Pendidikan Pemetik Kopi Dusun Banua

Desa Purba Sipinggan Tahun 2015... 44 Tabel 4.8 Karakteristik Masa Kerja Pemetik Kopi di Dusun Banua Desa

Purba Sipinggan Tahun 2015... 45 Tabel 4.9 Keluhan Muskuloskeletal Terbesar Pada Pemetik Kopi di


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Postur Janggal Tulang Belakang... 19

Gambar 2.2 Postur Mengangkat... 19

Gambar 2.3 Cara Mengangkat Beban yang Benar... 20

Gambar 2.4 Postur Janggal pada Bahu... 21

Gambar 2.5 Postur Janggal pada Leher... 21

Gambar 2.6 Nordic Body Map... 32

Gambar 2.7 Kerangka Konsep... 34

Gambar 4.1 Sikap Kerja Posisi Berdiri Tegak... 47

Gambar 4.2 Posisi Lengan Terangkat Ke Atas... 47

Gambar 4.3 Sikap Kerja Posisi Leher Menengadah Ke Atas... 48

Gambar 4.4 Sikap Kerja Berdiri Posisi Jinjit... 48

Gambar 4.5 Posisi Tangan Petani Pemetik Kopi... 50

Gambar 4.6 Sikap Kerja Berdiri Posisi Membungkuk... 51

Gambar 4.7 Sikap Kerja Berdiri Posisi Memiringkan Badan... 51

Gambar 4.8 Sikap Kerja Posisi Jongkok... 52

Gambar 4.9 Hasil Petik Buah Kopi yang Belum Terisi Penuh... 53


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Master Data Lampiran 5. Gerakan Relaksasi


(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Devy Ariati Damanik

Tempat : Jakarta

Tanggal Lahir : 8 Oktober 1992 Suku Bangsa : Batak Simalungun

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Ayah : Drs. Mardi Damanik (Alm) Suku Bangsa Ayah : Batak Simalungun

Nama Ibu : Dra. Sada Ukur Barus Suku Bangsa Ibu : Batak Karo

Jumlah Anggota Keluarga : 2 orang

Alamat Rumah : Jln.Flamboran Raya No. 85, Medan Tuntungan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1998-1999 TK Mutiara Indonesia

Tahun 1999-2005 SD. ST. Fransiskus III Jakara Tahun 2005-2008 SMP Tarakanita 4 Jakarta Tahun 2008-2011 SMA Negeri 21 Jakarta


(16)

ABSTRAK

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten penghasil kopi terbaik di Indonesia. Sikap kerja yang tidak ergonomis selama melakukan pekerjaan memetik kopi menyebabkan petani mengalami gangguan muskuloskeletal. Oleh karena itu penelitian ini menggambarkan bagaimana sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal yang dialami petani pemetik kopi di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan pada tahun 2015.

Sampel pada penelitian ini adalah 30 pemetik kopi, dimana penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan inklusi petani tidak sedang mengalami keluhan muskuloskeletal atau penyakit yang berhubungan dengan otot lainnya. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk mengetahui bagian tubuh yang mengalami keluhan pada muskuloskeletal. Data untuk sikap kerja diperoleh melalui pengamatan langsung selama memetik kopi dan didokumentasikan menggunakan media kamera.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja pemetik kopi selama melakukan kegiatan memetik kopi adalah adanya sikap kerja tidak ergonomis berupa sikap kerja berdiri dengan posisi leher mengadahkan ke atas dan lengan terangkat ke atas menjauhi batang tubuh, posisi tubuh membungkuk dan leher menunduk ke bawah, dan posisi jongkok. Semua pemetik kopi mengalami keluhan pada muskuloskeletalnya dan keluhan terbanyak pada betis kiri dan kanan sebanyak 28 orang (93,33%), leher atas sebanyak 26 orang (86,67%), punggung sebanyak 26 orang (86,67%), leher bawah sebanyak 24 orang (80%), pinggang sebanyak 24 orang (80%).

Disarankan petani mengambil waktu untuk melakukan relaksasi otot setelah 30 menit bekerja dan menghindari sikap kerja yang tidak ergonomis selama bekerja yang dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal.


(17)

ABSTRACT

Simalungun is one of the best district in Indonesia which producing coffee and many residents work as a coffee picker. Not ergonomic of working posture cause farmers suffered musculoskeletal disorders. In the long period of time may occur accumulation of complaints which can ultimately lead to muscle injury. Therefore, this study describe how is the work posture and musculoskeletal disorders that experienced by coffee pickers in Dusun Banua, Purba Sipinggan Village in 2015.

Samples in this study were 30 coffee pickers, where sampling using purposive sampling technique with the inclusion of farmers who worked as a coffee picker in Dusun Banua and not experienced musculoskeletal disorders or diseases related to other muscles. This is a descriptive study with cross sectional design. Musculoskeletal complaint data are obtained by using a questionnaire Nordic Body Map to find out which part of the body that have complaints, while data of working posture are from direct observation work posture during picking coffee and documented by using the camera.

The results showed that the work posture of coffee pickers during activities of picking coffee are not ergonomic and all the coffee pickers suffered musculoskeletal disorders. Most complaints are complaints on the right and left calf as much as 28 people (93.33%), neck up as many as 26 people (86.67%), back as many as 26 people (86.67%), neck down as many as 24 people (80% ), waist as many as 24 people (80%)

Advised farmers take the time to do muscle relaxation after 30 minutes of work and avoid working posture that causes irregularities in posture during work which can cause musculoskeletal disorders.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam dunia kerja, seseorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut Hendra dan Rahardjo (2009) yang mengutip laporan NIOSH (1997) menunjukan bahwa keluhan muskuloskeletal merupakan fenomena yang umum dialami oleh pekerja yang melakukan kegiatan secara manual. Pada tahun 1994 tercatat 705.800 kasus (32%) dari seluruh kasus di Amerika Serikat yang terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang (repetitive motion).

Dalam pelaksanaan upaya kesehatan kerja, perbaikan ergonomi merupakan upaya preventif agar pekerja dapat bekerja nyaman dan terhindar dari penyakit akibat kerja. Perbaikan dilakukan dengan menyesuaikan tuntutan tugas dengan kemampuan fisik dan mental pekerja serta mengendalikan faktor risiko ergonomi yang bersumber dari pekerjaan. Sebagai contoh, desain mesin, desain


(19)

work station, posisi duduk, alat bantu tangan, beban angkat angkut diupayakan agar pekerja terhindar dari postur janggal yang dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal. Ergonomi dilakukan sebagai upaya salah satu pencegahan gangguan muskuloskeletal akibat faktor risiko kerja postur janggal, beban, frekuensi dan durasi yang bersumber dari pekerjaan, seperti nyeri tengkuk, nyeri pinggang bawah atau low back pain (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Bagian otot rangka yang sering dikeluhkan meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan,jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Keluhan muskuloskleletal ini biasanya diawali dari adanya sikap kerja yang tidak alamiah.

Sikap kerja menurut Sada (2000) dalam Purwanto (2008) adalah tindakan yang akan diambil pekerja dan segala sesuatu yang harus dilakukan pekerja tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain.

Menurut Santoso (2004), terdapat 3 macam sikap dalam bekerja yaitu kerja posisi duduk, kerja berdiri, dan kerja berdiri setengah duduk (membungkuk). Sikap kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika kondisi sikap kerjanya yang tidak ergonomis akan menyebabkan kecelakaan kerja karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Menurut Bridger


(20)

(1995) dalam Sundari (2011), sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah risiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal.

Sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan lain-lain. Bila sikap kerja yang tidak alamiah ini tidak dicegah atau ditangani dengan baik, pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas kerja.

Sikap kerja dengan posisi berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Mindayani (2012), perajin sulaman di Nagari Koto Gadang Jorong Subarang Tigo Jorong (84% perajin sulaman tangan) mengeluhkan rasa sakit di bagian pinggang selama melakukan pekerjaan sulaman tangan. Selain itu juga terdapat terdapat keluhan pada bahu kanan sebanyak 34 orang (68%), bokong sebanyak 27 orang (54%), dan pantat sebanyak 28 orang (56%). Banyaknya keluhan muskuloskeletal yang dirasakan pada perajin sulaman tangan, menjadikan mereka tidak nyaman dalam melakukan pekerjaan mereka sehari-hari. Tentunya hal ini akan berdampak pada penurunan produktivitas kerja perajin sulaman tangan.

Sektor pertanian merupakan salah satu jenis pekerjaan yang mempunyai risiko yang tinggi bagi pekerjanya. Kondisi lingkungan yang ekstrim, penggunaan


(21)

teknologi dalam mengelola lahan yang masih cukup tertinggal dan sikap kerja yang tidak ergonomis dapat menyebabkan petani mengalami gangguan muskuloskeletal pada tubuhnya. Sikap kerja tidak ergonomi pada saat bekerja bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan informasi tentang posisi bekerja yang ergonomi dan tidak ergonomi sehingga petani hanya bekerja sesuai kebiasaan petani-petani sebelumnya.

Data dari UK Health and Safety Executive (HSE) dalam penelitian Payuk (2013) melaporkan terjadinya 2.410 non-fatal injuries per 100.000 pekerja di sektor pertanian pada tahun 2005. Pada tahun 2009 di Rumania, dari total 3.476 pekerja yang terluka 375 berasal dari sektor pertanian. Data dari survey work-related disease di Inggris menunjukkan bahwa dari perkiraan 43.000 pekerja di sektor pertanian terjadi gangguan ergonomis dengan rincian kasus back pain injury pada 27.000 pekerja, upper limb injury atau keluhan di leher pada 10.000 pekerja dan keluhan pada lower limb injury pada 11.000 pekerja.

Sebagian besar gangguan muskuloskeletal yang dialami oleh petani adalah nyeri. Nyeri yang dialami oleh setiap petani tersebut bersifat subjektif. Kesubjektifan rasa nyeri yang dialami petani ini dilihat dengan melakukan sistem NBM (Nordic Body Map) yaitu melakukan wawancara dengan petani dan menunjukkan posisi nyeri pada tubuh di kertas kuisioner yang sudah terdapat titik-titik nyeri pada tubuh manusia. NBM bertujuan untuk melihat perbedaan rasa nyeri yang dialami, wawancara pada pekerja dilakukan pada saat mulai bekerja dan setelah selesai bekerja.


(22)

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten penghasil kopi terbaik di Indonesia. Terdapat 11 kecamatan dari 31 kecamatan di Kabupaten Simalungun yang menjadi penghasil kopi terbesar di Simalungun, yakni Raya, Dolok Silau, Pamatang Silimakuta, Silimakuta, Dolok Pardamean, Pamatang Sidamanik, Sidamanik, Purba, Pane, Girsang Sipanganbolon, dan Haranggaol Horison (Tribun, 2014) . Dusun Banua adalah salah satu dusun dari 7 dusun yang ada di Desa Purba Sipinggan, Kecamatan Purba. Dusun Banua memiliki 72 kepala keluarga yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Hasil pertanian di Dusun Banua antara lain kopi, kol, cabe, tomat, padi, dan jeruk.

Berdasarkan survey pendahuluan pada beberapa petani pemetik kopi di Dusun Banua, didapatkan informasi bahwa dalam setahun panen tanaman kopi menghasilkan buah yang melimpah selama dua kali yaitu di bulan Mei hingga Juni dan bulan Oktober hingga November. Hal ini dikarenakan tanaman kopi menghasilkan buah banyak di musim penghujan. Sistem kerja mereka adalah harian dimana selama musim panen, mereka bekerja setiap hari tanpa henti dari hari Senin-Minggu. Lama bekerja petani pemetik kopi dalam sehari yaitu delapan jam dan satu jam istirahat untuk makan siang. Mereka memulai bekerja memetik kopi dari jam 09.00 - 17.00 WIB dan istirahat dari jam 12.00-13.00 WIB.

Jenis kegiatan yang dilakukan adalah memetik buah kopi yang sudah matang dari pohonnya. Kegiatan lainnya adalah mengutip buah kopi yang sudah tua yang jatuh ke tanah. Buah kopi yang jatuh ke tanah tersebut digunakan sebagai bibit kopi atau dikenal dengan sebutan tar-tar. Selain itu petani kopi


(23)

melakukan kegiatan mengangkat hasil buah kopi untuk disatu ke dalam karung goni.

Proses kerja petani pemetik kopi adalah memetik buah kopi yang sudah masak dari pohonnya dan ditampung ke dalam ember. Petani pemetik kopi bekerja memetik kopi dengan sikap kerja berdiri. Selama memetik buah kopi, para petani membawa ember masing-masing sebagai tempat menampung buah kopi dimana ember yang digunakan adalah ember bermuatan ± 5kg. Ember tersebut dibawa selama memetik kopi sehingga berpindah dari pohon satu ke pohon lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, buah kopi yang sudah di tampung ke dalam ember tersebut di satukan ke dalam karung goni dan dalam satu hari mereka dapat mengumpulkan buah kopi kurang lebih 10 kg per orang. Pada saat melakukan pengamatan, petani melakukan kegiatan mengangkat dengan posisi tubuh membungkuk. Dalam wawancara singkat tersebut didapatkan beberapa keluhan yang terjadi selama bekerja yaitu berupa keluhan di daerah leher, pergelangan tangan, punggung, pinggang, kaki, dan betis.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa petani pemetik kopi melakukan sikap kerja tidak alamiah pada saat memetik buah kopi yaitu berdiri dengan posisi leher mengadahkan ke atas, posisi jongkok, membungkuk dengan membawa beban. Sikap kerja yang tidak alamiah jika terjadi dalam kurun waktu lama maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot (Suma’mur, 1996).


(24)

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian mengenai gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada petani pemetik kopi di Dusun Banua,Desa Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun Tahun 2015. 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada petani pemetik kopi di Dusun Banua, Desa Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada petani pemetik kopi di Dusun Banua, Desa Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sikap kerja para petani selama melakukan kegiatan memetik buah kopi dengan mengamati proses kerja para petani kopi di Dusun Banua.

2. Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami para petani karena pekerjaannya memetik kopi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan kepada petani kopi mengenai sikap kerja yang ergonomis dalam melakukan pekerjaannya.


(25)

2. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penelitian. 3. Sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Kerja

Definisi kesehatan kerja mengacu pada Komisi Gabungan ILO / WHO dalam Kesehatan Kerja pada tahun 1950 yang disempurnakan pada sesi ke-12 tahun 1995. Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012)

Fokus utama upaya kesehatan kerja mencapai tiga tujuan :

1. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya.

2. Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

3. Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang mendukung Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Juga meningkatkan kondisi sosial yang positif dan operasi yang lancar dan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.


(27)

Konsep budaya kerja yang dimaksudkan dalam kerangka ini adalah refleksi system nilai pokok yang diadopsi oleh perusahaan tertentu. Budaya yang demikian itu diwujudkan dalam praktek sebagai system manajemen, kebijakan personalia, prinsip partisipasi, kebijakan pelatihan dan manajemen mutu perusahaan.

Di Indonesia, dalam Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 64 disebutkan bahwa Kesehatan Kerja ditunjukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.

2.2 Ergonomi

Kata ergonomi berasal bahasa Yunani : ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja. Tidak jarang pula kepada ergonomi diberikan pengertian sebagai ilmu tentang bekerja (study work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomi, di Indonesia digunakan pula istilah tata karya atau tata kerja (Suma’mur, 2009).

Fokus ergonomi adalah pada biomekanik, kinesiologi, fisiologi kerja, dan antropometri. Biomekanik adalah mekanisme sistem biologi, khusunya pada


(28)

tubuh manusia. Pendekatan biomekanik pada desain tempat kerja yang utama mempertimbangkan kemampuan pekerja, tuntutan tugas, dan peralatan yang terintegritas. Kinesiologi merupakan ilmu yang mempelajari pergerakan manusia dalam fungsi anatomi. Prinsip kinesiologi harus digunakan pada desain tempat kerja untuk mecegah pergerakan yang tidak sesuai. Fisiologi kerja menggambarkan reaksi fisiologi pekerja terhadap tuntutan pekerjaannya dan memelihara pada batasan yang aman. Antropometri berfokus pada dimensi tempat kerja, peralatan, dan material. Data antropometri terdiri dari dimensi tubuh, jangkauan pergerakan lengan/tangan dan kaki, dan kemampuan kekuatan otot (Pulat,1992).

Konsep dasar dari ergonomi adalah memberi keserasian atau kesesuain antara manusia dengan pekerjaannya. Intinya yaitu ergonomi bertujuan mencapai harmonisasi antara keterbatasan manusia dengan tuntutan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki keterbatasan dari segi fisik, fisiologi dan psikologi sedangkan saat bekerja, manusia berinteraksi dengan sebuah system yang terdiri dari manusia, peralatan kerja/ mesin, system kerja dan lingkungan yang notabene memiliki karakteristik masing-masing yang mampu membahayakan manusia atau berisiko terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.

Fokus perhatian ergonomi dalam sistem pekerjaan adalah manusia, karena itu tempat kerja dan alat kerja disesuaikan terhadap pekerja bukan sebaliknya. Cara menilai kesesuaian adalah melihat aspek dari pekerjaan, peralatan, lingkungan kerja, serta interaksi diantaranya sehingga tercipta sistem kerja yang


(29)

aman, efektif, dan produktif. Jika cocok (mismatch,) harus ada solusi ergonomi untuk menengahi.

Peranan ergonomi dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain : desain suatu sistem kerja untuk mengurasi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual. Hal tersebut dapat mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrument dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimalkan risiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat (Nurmianto, 2004).

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap system kerja yang dilakuka sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi (Tarwaka, 2004).


(30)

Berdasarkan penjabaran di atas dari berbagai sumber, maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dari ergonomi berfokus pada perancangan tugas, peralatan, area kerja, dan sistem kerja yang disesuaikan dengan kapasitas pekerja (mempertimbangkan keterbatasan fisik) yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi serta kenyamanan dalam bekerja dan mencegah darikecelakaan maupun penyakit akibat kerja.

2.3 Sikap Kerja

Menurut Sada dalam Purwanto (2008) , sikap kerja adalah tindakan yang akan diambil pekerja dan segala sesuatu yang harus dilakukan pekerja tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain.

Sundari (2011) yang mengutip hasil penelitian Bridger menyatakan bahwa sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:

1. Karakteristik fisik, seperti umur, jenis kelamin, ukuran antropometri, berat badan, kesegaran jasmani, kemampuan gerakan sendi, system muskuloskeletal, tajam penglihatan, masalah kegemukan, riwayat penyakit, dan lain-lain;

2. Jenis keperluan tugas, seperti pekerjaan yang memerlukan ketelitian, memerlukan kekuatan tangan, giliran tugas, waktu istirahat, dan lain-lain; 3. Desain stasiun kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan

kerja, kondisi permukaan atau bidang kerja, dan faktor-faktor lingkungan kerja;


(31)

4. Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu dan vibrasi.

Menurut Santoso (2004), terdapat 3 macam sikap dalam bekerja yaitu kerja posisi duduk, kerja berdiri, dan kerja berdiri setengah duduk (membungkuk). 2.3.1 Sikap Kerja Posisi Duduk

Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja sambil duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Di samping itu lebih cekatan dan mahir. Namun sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah-masalah-masalah punggung. Operator dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya.

Menurut Eko Nurmianto (1998) dalam Santoso (2004) bahwa tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100%; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%.

Posisi duduk pada otot rangka (musculoskeletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak statis). Sikap duduk yang paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan


(32)

sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung. Sikap demikian dapat dicapai dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat.

Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut: kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur, 1996).

2.3.2 Sikap Kerja Posisi Berdiri

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja. Apabila sepatu tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mungkin akan sobek dan terjadi bengkak pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut sepatu kerja secara ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki (tubuh) dan kaki tidak direpotkan untuk menahan sepatu. Desain sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki. Apabila bagian sepatu di kaki terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan hal itu terjadi dalam waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan (Santoso, 2004).

2.3.3 Sikap Kerja Posisi Setengah Duduk (Membungkuk)

Berdasarkan penelitian Santoso (2004) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi setangah


(33)

duduk tanpa sandaran dan setengah duduk dengan sandaran, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.

Menurut Suma’mur (1996) posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk. Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh tempat duduk disamping itu konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi harus memberi ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.

2.4 Muskuloskeletal

2.4.1 Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikiann keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.


(34)

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut (Tarwaka, 2004).

2.4.2 Faktor Risiko MSDs

Dalam suatu pekerjaan ada faktor-faktor yang mempengaruhi risiko terjadinya sutu penyakit akibat kerja yang biasa disebut dengan musculoskeletal disorders, repetitive strain injury, cumulative trauma disorders dan penyakit lainnya. Humantech (1995) dalam Tia (2009) mengkategorikan kedalam empat kelompok faktor-faktor risiko utama terhadap terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu postur, frekuensi, durasi dan beban pekerjaan.

1. Postur Kerja

Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari: a. Postur Netral (Neutral Posture)

Postur dimana seluruh bagian tubuh berada pada posisi yang seharusnya dan kontraksi otot tidak berlebihan sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, penekanan, ataupun kontraksi yang berlebihan.

b. Postur Janggal (Awkward Posture)

Postur dimana posisi tubuh (tungkai sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang dari posisi netral pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban dalam


(35)

jangka waktu lama. Postur janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot rangka. Selain itu, postur janggal akan membutuhkan energi yang lebih besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mepertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin kuat. Beberapa postur janggal antara lain :

1. Postur Janggal Tulang Belakang

a. Membungkuk (bent forward) yaitu punggung dan dada lebih condong ke depan membentuk ≥ 20º terhadap garis vertical.

b. Berputar (twisted) yaitu posisi tubuh yang berputar ke kanan dan kiri dimana garis vertical menjadi sumbu tanpa memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

c. Miring (bent sideway) yaitu setiap deviasi bidang median tubuh dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk. Terjadi fleksi pada bagian tubuh, biasanya ke depan atau ke samping.


(36)

Selain itu terdapat postur janggal pada tulang punggung saat mengangkat seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.2 Postur Mengangkat

Cara yang benar mengangkat dengan tangan adalah (Setiawan, 1980) :

a. Suatu angkatan hendaknya dimulai dengan kedudukan si pengangkat dalam sikap seimbang dengan meletakkan kedua belah kaki agak merenggang dan barang yang akan diangkat harus didekatkan badan. Sebelum mengangkat punggung harus tegak dan dalam kedudukan sedikit mungkin dengan barang yang akan diangkat.

b. Untuk mengangkat beban, mula-mula luruskan kaki. Cara ini meyakinkan bahwa daya angkat kita sedang disalurkan benar-benar melalui urat-urat dan tulang.

c. Untuk melengkapi angkatan, luruskanlah badan badan bagian atas sampai dengan keadaan tegak. Pengangkatan yang sempurna adalah menaikkan beban separoh tinggi badan pada kedudukan tegak.


(37)

Gambar 2.3 Cara mengangkat beban yang benar

2. Postur Janggal pada tangan dan pergelangan tangan (kiri dan kanan) Faktor risiko pada tangan dan pergelangan tangan adalah melakukan pekerjaan dengan posisi memegang benda dengan cara mencubit (pitch grip), tekanan pada jari terhadap objek (finger press), menggenggam dengan kuat (power grip), posisi pergelangan tangan yang fleksi dan ekstensi dengan sudut ≥ 45º , serta posisi pergelangan tangan yang deviasi selama lebih dari 10 detik dan frekuensi > 30/menit.

3. Postur janggal pada bahu (kiri dan kanan)

Postur bahu yang merupakan faktor risiko adalah melakukan pekerjaan lengan atas membentuk sudut ≥ 45º ke arah samping atau ke arah depan terhadap badan selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi lebih dari satu atau sama dengan 2 kali per menit dan beban ≥ 4,5 Kg.


(38)

Gambar 2.4 Postur Janggal Bahu 4. Postur Janggal pada lengan bawah (kiri dan kanan)

Postur lengan bawah yang menjadi faktor risiko adalah posisi siku sebesar 135º dan jika menggunakan gerakan penuh dalam bekerja.

5. Postur janggal pada leher

Postur leher yang menjadi faktor risiko adalah melakukan pekerjaan (membengkokkan leher ≥ 20º terhadap vertikal), menekukkan kepala atau menoleh ke samping kiri atau kanan, serta menengadah.

Gambar 2.5 Postur Janggal pada Leher 6. Postur janggal pada kaki

a. Jongkok (squatting) yaitu posisi tubuh dimana perut menempel pada paha dimana terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut, pangkal paha, dan tulang lumbal.


(39)

b. Berlutut (kneeling) yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut menekuk, permukaan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh bertumpu pada lutut dan jari-jari kaki.

c. Berdiri pada satu kaki (stand on one leg) yaitu posisi tubuh dimana tubuh bertumpu pada satu kaki.

Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari : 1. Postur Statis

Terjadi dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur statis dalam jangka waktu lama sehingga otot berkontraksi secara terus-menerus dan dapat menyebabkan tekanan. Berikut contoh postur statis :

a. Berdiri, yaitu kepala, punggung, dan kaki tegak lurus atau sejajar dengan sumbu vertikal.

b. Duduk, yaitu pantat menyentuh suatu permukaan dan terjadi fleksi pada lutut 90º.

c. Berbaring , yaitu kepala, punggung, dan kaki sejajar dengan sumbu horizontal.

2. Postur Dinamis

Postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota tubuh bergerak. Jenisnya adalah :

a. Carrying, aktivitas mengangkat beban sambil berjalan b. Pulling, yaitu tarikan pada benda agar benda bergerak


(40)

c. Pushing, yaitu memindahkan benda dengan memberikan gaya agar benda berpindah.

2. Frekuensi

Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa melakukan relaksasi.

3. Durasi

Adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja terpapar risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya. Durasi diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Durasi singkat : < 1 jam/hari b. Durasi sedang : 1-2 jam/hari c. Durasi Lama : > 2 jam

Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari kekuatan maksimum tidak dapat bertahan lebih dari satu menit, jika kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan maksimum maka kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu.


(41)

4. Force atau beban

Force merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan. Pekerjaan yang menuntut penggunaan tenaga besar, maka akan memberikan beban pada otot, tendon, ligament, dan sendi. Objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. Suma’mur (1996) menjabarkan cara menangani beban yang baik yaitu:

1. Peregangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari dan pergelangan tangan.

2. Lengan harus berada di dekat tubuh dengan posisi lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkat dan membawa menyebabkan ketegangan otot statis pada lengan yang melelahkan

3. Punggung harus diluruskan. Posisi deviasi punggung membebani tulang belakang. Untuk menghindari punggung membungkuk, mula-mula lutut harus bengkok (fleksi) sehinggga tubuh tetap berada pada posisi dengan punggung lurus.

4. Posisi leher tegak sehingga seluruh tulang belakang diluruskan.

5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa agar mampu mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat dan menurunkan. Kedua kaki ditempatkan untuk membantu mendorong tubuh.


(42)

6. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.

7. Beban yang ditangani diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal atau pusat gravitasi tubuh. Posisi tubuh yang menahan beban cenderung mengikuti beban sedangkan posisi tubuh yang mnjauhi pusat gravitasi tubuh lebih berisiko MSDs.

Peter (2000) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu:

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan ,mencangkul, membelah kayu besar, angkat angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.


(43)

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitas tubuh, maka semakin tinggi pula terjadinya keluhan otot skeletal. Disebut sebagai sikap kerja tidak alamiah apabila dalam melakukan pekerjaan posisi bagian tubuh menyimpang dari posisi normalnya (postur janggal). Posisi janggal membebani sistem otot rangka sebagai penyangga tubuh. Ada beberapa postur janggal yang harus diperhatikan dalam bekerja seperti :

a. Menahan atau memegang beban jauh dari tubuh.

b. Menjangkau ke atas dan menangani beban di atas ketinggian bahu. c. Membungkuk dan menangani beban di bawah pertengahan paha d. Berputar

e. Membungkuk ke samping dan menangani beban dengan satu tangan. f. Mendorong dan menarik yang berlebihan.

Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor Penyebab Sekunder a. Tekanan


(44)

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat meyebabkan nyeri otot yang menetap. b. Getaran

Menurut Suma’mur (1982) dalam Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini meyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laknat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. c. Mikroklimat

Menurut Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson & Corlett,1992 dalam Tarwaka (2004) paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laknat yang dapat menimbulkan rasa nyeri (Suma’mur (1982); Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004)).


(45)

5. Penyebab Kombinasi

Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam kegiatan yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas angkat angkut di bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan oleh pekerja bangunan.

Di samping kelima faktor penyebab terjadi keluhan otot tersebut beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik dan ukuran tubuh juga menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.

a. Umur

Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat.

Sebagai contoh, Berni et al (1989) dalam Tarwaka (2004) telah melakukan studi tentang kekuatan statik untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung, dan kaki. Hasil penelitian bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umut antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi


(46)

penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan menurun sampai 20 %. Pada saat kekuatan otot mulai menurun maka risiko terjadi keluhan otot akan meningkat.

Rihimaki et al. (1989) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot terutama otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan.

b. Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Menurut Astrand & Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua per tiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Hales et al. (1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3, maka jenis kelamin perlu di pertimbangkan dalam mendesain beban tugas (Tarwaka,2004).


(47)

c. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan faktor resiko jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.

Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laknat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot (Tarwaka,2004).


(48)

2.5 Nordic Body Map

Nordic Body Map (NBM) merupakan salah satu metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Nordic Body Map paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Pengisian Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja.

Kuisioner ini mernggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama yaitu :

a. Leher b. Bahu

c. Punggung bagian atas d. Siku

e. Punggung bagian bawah f. Pergelangan tangan / tangan g. Pinggang / pantat

h. Lutut i. Tumit / kaki

Responden yang mengisi kuisioner diminta menunjukkan ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut.


(49)

Keterangan : 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri 3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri 5. Punggung

6. Lengan atas kanan 7. Pinggang

8. Bawah pinggang 9. Pantat

10. Siku kiri 11. Siku kanan

12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri

15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri

17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kiri 21. Lutut kanan 22. Betis kiri 23. Betis kanan

24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kan

Gambar 2.6 Nordic Body Map Sumber : Santoso 2004


(50)

2.6 Cara Kerja Petani Pemetik Kopi

Berdasarkan survey pendahuluan pada beberapa petani kopi di Dusun Banua, didapatkan informasi bahwa dalam setahun panen tanaman kopi menghasilkan buah yang melimpah selama dua kali yaitu di bulan Mei sampai Juni dan bulan Oktober sampai November. Hal ini dikarenakan tanaman kopi menghasilkan buah banyak di musim penghujan. Sistem kerja mereka adalah harian dimana selama musim panen mereka bekerja setiap hari Senin-Minggu.

Lama bekerja petani kopi dalam sehari yaitu delapan jam dan satu jam istirahat untuk makan siang. Mereka memulai bekerja memetik kopi dari jam 09.00 - 17.00 WIB dan istirahat jam 12.00-13.00 WIB. Pekerjaan yang dilakukan petani kopi adalah memetik buah kopi yang sudah matang dari pohonnya. Petani kopi bekerja memetik kopi dengan posisi tubuh berdiri dan leher menengadah ke atas. Selama memetik buah kopi, para petani membawa ember masing-masing sebagai tempat menampung buah kopi. Buah kopi di petik dan di tampung kedalam ember besar bekas cat dinding yang bermuatan ± 5kg dan apabila ember sudah penuh maka buah kopi di satukan ke dalam karung goni. Ember tersebut dibawa selama memetik kopi sehingga berpindah dari pohon satu ke pohon lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, dalam satu hari mereka dapat mengumpulkan buah kopi kurang lebih 10 kg per orang. Pada saat melakukan pengamatan, petani melakukan kegiatan mengangkat dengan posisi tubuh membungkuk. Dalam wawancara singkat tersebut didapatkan beberapa


(51)

keluhan yang terjadi selama bekerja yaitu berupa keluhan di daerah leher, pergelangan tangan, punggung, pinggang, kaki, betis dan telapak kaki.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa petani kopi melakukan sikap kerja tidak alamiah pada saat memetik buah kopi yaitu posisi berdiri dengan mengadahkan leher, posisi jongkok dan membungkuk dengan mengangkat beban. Sikap kerja yang tidak alamiah ini jika terjadi dalam kurun waktu lama maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot (Suma’mur, 1996).

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Sikap Kerja Keluhan Muskuloskeletal


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan desain cross sectional untuk mengetahui gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada petani pemetik kopi di Dusun Banua, Kecamatan Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada petani pemetik kopi di Dusun Banua, Desa Purba Sipinggan, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2015 dengan alasan karena Kabupaten Simalungun terkenal dengan komiditi pertanian kopi yang luas dan sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada petani pemetik kopi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Agustus 2015. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani pemetik kopi di Dusun Banua, Desa Purba Sipinggan sebanyak 32 orang.


(53)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling atau judgemental sampling, yaitu yang memenuhi kriteria sebuah sampel dalam penelitian.

Dalam hal ini proses pengambilan sampel dilakukan melalui mekanisme penentuan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Bekerja sebagai petani pemetik kopi di Dusun Banua, Kecamatan Purba Sipinggan, Kabupaten Simalungun.

2. Petani tersebut tidak sedang mengalami keluhan muskuloskeletal. 3. Bersedia untuk di wawancarai dan di dokumentasikan.

Dan kriteria ekslusi sebagai berikut:

1. Petani yang mempunyai riwayat penyakit rematik, asam urat, varises, dan low back pain maupun penyakit muskuloskeletal lainnya.

Sehingga diperoleh jumlah sampel yang memenuhi kriteria penarikan sampel sebanyak 30 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk menunjukan keluhan rasa sakit yang dirasakan tubuh petani akibat bekerja. Sedangkan untuk mengumpulkan data sikap kerja adalah dilakukan pengamatan langsung terhadap posisi kerja yang dilakukan petani kopi selama bekerja dengan menggunakan media kamera.


(54)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak Kantor Maujana Nagori Purba Sipinggan, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun mengenai dokumen maupun informasi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4.3 Teknik Pengumpulan Data 1. Keluhan Muskuloskeletal

Pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) pada saat sebelum dan setelah petani bekerja.

2. Sikap Kerja

Sedangkan untuk mendapatkan data sikap kerja, peneliti menggunakan media kamera untuk mendokumentasikan sikap kerja responden dari posisi yang dilakukan oleh petani selama bekerja.

3.5 Definisi Operasional

1. Sikap Kerja adalah posisi tubuh pemetik kopi ketika melakukan pekerjaannya yaitu memetik buah kopi dari pohonnya lalu meletakkannya ke dalam ember dan disatukan kedalam karung

2. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan yang dirasakan pemetik kopi pada otot-otot skeletalnya karena pekerjaannya memetik kopi.

3. Petani Pemetik Kopi adalah orang yang melakukan pekerjaan memetik buah kopi.


(55)

3.6 Analisa Data

Hasil yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner Nordic body map akan diolah dan disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berupa keluhan muskuloskeletal pada pemetik kopi dan dijelaskan secara deskriptif yang ditinjau dari sikap kerjanya.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Geografi dan Topografi

Dusun Banua terletak di Desa Purba Sipinggan, merupakan salah satu dari 7 Dusun yang terletak di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun. Desa Purba Sipinggan memiliki 7 Dusun diantaranya Purba Hinalang, Perumahan, Simpang Banua, Banua, Simpang Haranggaol, Simpang Sipinggan, dan Sipinggan. Dusun Banua berada pada ketinggian 1500 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah 250 Ha dengan jarak 6 km dari Kantor Desa Purba Sipinggan.

Dusun Banua memiliki batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Nagori Bandar Sauhur

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Dusun Purba Hinalang

c. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Silimakuta

d. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Nagori Urung Purba (Monografi Desa Purba Sipinggan, Desember 2014)

4.1.2 Demografi

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin


(57)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2015

No 1 Jenis Kelamin Laki-laki Jumlah (Jiwa) 93 Persentase (%) 46,97

2 Perempuan

Jumlah

105 198

53,03 100,00

Dari Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa penduduk sebanyak 105 jiwa dengan persentase 53,03 % sedangkan laki-laki sebanyak 93 jiwa dengan persentase 46,97%. Jumlah penduduk Dusun Banua berdasarkan Profil Desa tahun 2014 adalah 198 jiwa yang terdiri dari 93 orang laki-laki dan 105 orang perempuan serta 72 kepala keluarga.

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah penduduk Dusun Banua berdasarkan Profil Desa tahun 2014 adalah 198 jiwa dengan gambaran penduduk menurut kelompok umur dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2015.

No Kelompok Umur

(Tahun)

Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 2-9 11 5,56

2 10-17 22 11,11

3 18-25 29 14,65

4 5 6 7 8 9 10 26-33 34-41 42-49 50-57 58-62 66-73 73-80 22 40 33 19 10 10 2 11,11 20,20 16,67 9,60 5,05 5,05 1,01


(58)

Dari Tabel 4.2 Dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 34-41 tahun yaitu sebesar 40 jiwa (20,20 %), dan jumlah kelompok umur yang paling sedikit adalah golongan umur 73-80 tahun yaitu sebesar 2 jiwa (1,01 %).

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Jenis Pekerjaan

Penduduk di Dusun Banua memiliki jenis pekerjaan yang beraneka ragam. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini : Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2015

No Pekerjaan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 129 79,14

2 Pegawai 8 4,91

3 4 Wiraswasta Buruh Bangunan 13 10 7,98 6,13

5 Pensiunan 3 1,84

Jumlah 163 100

Dari Tabel 4.3. dapat dijelaskan bahwa mata pencarian penduduk Dusun Banua yang paling banyak adaah petani yaitu sebanyak 129 jiwa dengan persentase 79,14 % dan mata pencarian terkecil adalah pensiunan sebanyak 3 jiwa dengan persentase 1,84 %.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasana yang tersedia di Dusun Banua masih sangat minim. Sarana dan prasarana kurang menunjang pembangunan masyarakat desa. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis fasilitas umum yang tersedia baik fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, maupun fasilitas peribadatan.


(59)

Ditambah lagi, semua sarana dan prasarana yang ada di dusun ini belum dapat dicapai dengan kendaraan umum karena tidak adanya kendaraan umum yang melewati Dusun Banua tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4. Sarana dan Prasarana di Dusun Banua tahun 2015

No Sarana Prasarana Unit

1 Gereja 2

2 Mesjid 0

3 Puskesmas 1

4 SMA 0

5 SMP 0

6 SD 1

7 TK

Jumlah

0 4

4.2 Karakteristik Petani Pemetik Kopi

Petani pemetik kopi yang dimaksud disini adalah seluruh pemetik kopi yang berada di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan dan bekerja selama 8 jam per hari. Karakteristik petani pemetik kopi dalam penelitian ini terdiri dari umur petani, jenis kelamin petani, pendidikan terakhir petani, dan masa kerja petani.

4.2.1 Umur

Dalam hal ini umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani dalam melaksanakan kegiatan memetik kopi. Semakin tua umur petani kemampuan kerja cenderung semakin menurun, yang akhirnya dapat mempengaruhi hasil pemetikan kopi yang diperoleh petani itu sendiri. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai petani lebih banyak mengandalkan kondisi fisik


(60)

petani tersebut. Adapun keadaan umur petani pemetik kopi di daerah penelitian dapat dilihat dari table 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5. Karakteristik Umur Pemetik Kopi di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2015

No Kelompok

Umur (Tahun)

Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 23-30 7 23,33

2 31-38 6 20,00

3 4 5 6 7 39-46 47-54 55-62 63-70 >70 Jumlah 1 6 3 6 1 30 3,33 20,00 10,00 20,00 3,33 100,00

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah petani pemetik kopi terbesar berada pada kelompok umur 23-30 sebanyak 7 orang atau 23,33 %. Sedangkan yang terkecil pada kelompok umur 39-46 tahun dan >70 tahun dengan jumlah masing-masing 1 orang atau 3,33 %.

4.2.2 Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin petani pemetik kopi di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2105 dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6. Karakteristik Jenis Kelamin Pemetik Kopi di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2015

No Jenis Kelamin Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 15 50

2 Perempuan

Jumlah

15 30

50 100


(61)

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa terdapat persamaan jumlah petani pemetik kopi yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yaitu sebanyak 15 orang (50%).

4.2.3 Tingkat Pendidikan

Pendidikan petani sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam memahami teknik bertani yang dapat diperoleh dari penyuluh-penyuluh pertanian yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan produksi pada usaha taninya tersebut. Adapun tingkat pendidikan petani sampel yang ada di Dusun Banua bervariasi dari Tingkat SD, SMP, STM, SMK dan SMA. Lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 4.7. berikut ini :

Tabel 4.7. Karakteristik Tingkat Pendidikan Pemetik Kopi Dusun Banua Desa Purba Sipinggan tahun 2015

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 SD 8 26,67

2 SMP 11 36,67

3 STM/SMA/

SMK

11 36,67

Jumlah 30 100

Dari tabel 4.7. dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani responden rata-rata berkisar pada tingkat SMP dan STM/SMA/SMK. Untuk jumlah petani responden yang terbesar ialah pada tingkat SMP dan STM/SMA/SMK yang memiliki jumlah yang sama sebanyak 11 orang atau 36,67% dari jumlah keseluruhan, sedangkan yang terkecil berada pada tingkat SD yaitu sebanyak 8 orang atau 26,67% dari jumlah keseluruhan petani pemetik kopi.


(62)

4.2.4 Masa Kerja

Karakteristik masa kerja petani pemetik kopi di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8. Karakteristik Masa Kerja Pemetik Kopi Di Dusun Banua Desa Purba Sipinggan Tahun 2015

No Masa Kerja

(Tahun)

Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 3-8 8 26.67

2 3 4 9-14 15-20 21-26 4 4 1 13,33 13,33 3,33 5 6 27-32 >33 9 4 30,00 13,33 Jumlah 30 100,00

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa jumlah petani yang mempunyai masa kerja memetik kopi terbanyak ialah pada kelompok 27-32 tahun sebanyak 9 orang atau 30,00% , sedangkan untuk masa kerja yang terkecil berada pada kelompok 21-26 tahun sebanyak 1 orang.

4.3 Sikap Kerja Pemetik Kopi

4.3.1 Sikap Kerja Posisi Berdiri pada Proses Memetik Kopi

Berdasarkan pengamatan selama proses memetik buah kopi, para petani membagi wilayah pemetikan dimana satu orang memetik satu barisan kopi sampai ke ujung barisan. Sehingga apabila sudah habis satu barisan buah kopi dipetik, petani memulai memetik dengan barisan baru lagi. Jumlah barisan pohon kopi berbeda-beda dari ladang satu dengan ladang lainnya tergantung luas ladang tersebut. Pohon kopi diatur sedemikian hingga dengan hitungan jarak per pohon 1x1m agar pohon tidak terlalu berdekatan.


(63)

Pada saat musim panen kopi tiba, para pemilik ladang kopi meminta bantuan para warga yang sudah biasa di pekerjakan untuk memetik kopi. Dimana para petani pemetik kopi tersebut bekerja dari jam 09.00-17.00 dengan upah kerja Rp 60.000,00 per hari. Selama musim panen, sistem pemetikan buah kopi berjalan secara berangsur-angsur dimana pemetikan dilakukan selama seminggu, kemudian diperlukan waktu sela seminggu untuk berhenti memetik buah kopi sehingga petani mulai memetik kembali di minggu berikutnya. Hal ini dikarenakan buah kopi akan matang kembali seminggu kemudian setelah pohon kopi tersebut di petik. Sehingga dalam sekali panen dapat dilakukan proses pemetikan hasil buah kopi sebanyak tiga (3) kali. Namun hal ini tidak dapat dipastikan terjadi di setiap panen, tergantung banyaknya buah kopi yang dihasilkan oleh pohon kopi tersebut. Faktor cuaca menentukan banyak tidaknya buah yang di hasilkan karena pohon kopi akan menghasilkan buah yang banyak di musim penghujan, sedangkan cuaca sekarang ini tidak menentu.

Proses memetik buah kopi itu sendiri tidak ada aturan yang mengharuskan dilakukan oleh petani. Namun pemetikan buah haruslah sampai semua bagian buah terpetik agar tidak menghambat pertumbuhan buah selanjutnya. Buah yang dipetik adalah buah kopi yang sudah masak, ditandai dengan warna buah yang sudah merah.

Sikap kerja petani pemetik kopi selama bekerja adalah sikap kerja posisi berdiri. Petani memetik buah kopi yang sudah matang dari atas hingga ke bawah pohon. Posisi berdiri petani tersebut berubah-ubah disesuaikan posisi buah yang di petik. Apabila buah yang dipetik sejajar dengan posisi tangan petani maka


(64)

petani berdiri dengan posisi tegak dengan lengan terangkat. Posisi leher pada saat memetik adalah lurus kedepan dan berputar ke kiri dan kanan mencari buah kopi.

Gambar 4.1 Sikap Kerja Posisi Berdiri Tegak


(65)

Kondisi lainnya apabila buah yang di petik berada di atas, maka petani kopi tersebut berdiri dengan posisi tangan dan leher menengadah ke atas. Selain itu posisi lengan atas terangkat ke atas menjauhi tubuh (Gambar 4.3). Proses menengadahan ini berlangsung ± 1 menit untuk satu pohon. Hal ini di sesuaikan dengan tinggi pohon kopi tersebut. Apabila tinggi pohon kopi melebihi tinggi tubuh petani, maka tidak jarang petani melakukan posisi jinjit selama ± 1 menit per pohon (Gambar 4.4).


(66)

Gambar 4.4 Sikap Kerja Berdiri Posisi Jinjit

Pohon kopi yang di tanam di Dusun Banua ini adalah jenis kopi ateng dan arabika, dimana berdasarkan hasil pengamatan tinggi pohon kopi tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan tinggi rata-rata para petani. Hal ini disuaikan juga dengan umur pohon kopi tersebut. Apabila umur pohon kopi tersebut sudah melebihi umur 10 tahun, maka tinggi pohon kopi tersebut jauh di atas tinggi tubuh petani pada umumnya.

Pohon kopi yang sudah berumur lebih dari 10 tahun menghasilkan buah tidak sebanyak pohon kopi yang masih muda. Pertumbuhan pohon kopi tersebut sudah tidak teratur menjulang ke atas. Oleh karena itu petani biasanya menarik ranting pohon kopi dengan satu tangan dan menahannya, sedangkan tangan lainnya memetik buah kopi (Gambar 4.5).


(67)

Gambar 4.5 Posisi Tangan Petani Pemetik Kopi

Sikap kerja posisi berdiri lainnya yang di lakukan petani pemetik kopi adalah berdiri dengan posisi membungkuk dan memiringkan badan pada saat mengambil buah kopi yang berada di bagian bawah. Posisi buah kopi yang berada di bawah dimana tidak sejajar dengan posisi tangan petani ketika berdiri. Hal ini mengharuskan petani mengambil posisi membungkuk. Dimana posisi batang tubuh membungkuk, leher menekuk ke bawah berputar kiri kanan dan lengan tangan menjulur ke bawah mencari buah kopi (Gambar 4.6 dan 4.7). Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata petani melakukan posisi membungkuk tersebut memakan waktu ± 2 menit sehingga apabila dijumlahkan selama memetik buah kopi dalam satu pohon petani menghabiskan waktu ± 4 menit.


(68)

Gambar 4.6 Sikap Kerja Berdiri Posisi Membungkuk

Gambar 4.7 Sikap Kerja Berdiri Posisi Memi ringkan Badan


(69)

Sikap kerja petani untuk memetik buah kopi yang berada di bawah adalah sikap kerja posisi jongkok sambil mengitari pohon kopi tersebut (Gambar 4.8). Posisi jongkok ini bertahan ± 1 menit.

Gambar 4.8 Sikap kerja posisi jongkok

4.3.2 Sikap Kerja Posisi Berdiri Pada Proses Pengangkatan Hasil Pemetikan Kopi

Selama melakukan kegiatan memetik buah kopi, para petani membawa ember masing-masing untuk menampung buah kopi. Ember tersebut dibawa dengan satu tangan selama proses memetik buah kopi sehingga berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Apabila ember tersebut sudah penuh maka buah tersebut di satukan ke dalam karung goni yang biasanya diletakkan di pinggir ladang kopi tersebut.


(70)

Ember yang digunakan bervariasi bentuk dan ukuran. Ada yang menggunakan ember hitam berukuran 5 kg dan ada yang menggunakan ember besar bekas cat dinding. Ember tersebut bermuatan 5 kg apabila terisi penuh dan petani mampu memperoleh hasil memetik kopi sebanyak 3 ember selama sehari. Sehingga rata-rata dalam satu hari masing-masing petani mampu memperoleh hasil petikan kopi sebanyak 10-15 kg per orang.


(1)

Gambar 8. Gerakan Peregangan Lengan (3)

9. Tahan siku kiri dengan tangan kanan. Perlahan tarik siku di belakang kepala sampai Anda merasa peregangan. Tahan selama 5 - 10 detik . Ulangi 3-5 kali . Ulangi dengan tangan kanan .

Gambar 9. Gerakan Peregangan Lengan (4)

10.Silangkan tangan Anda ke depan, ambil napas dalam dalam, mengangkat tangan ke atas kepala Anda dan peregangan mundur. Perlahan turunkan lengan Anda dan keluarkan nafas anda . Ulangi 3-5 kali.


(2)

Gambar 10. Gerakan Peregangan Lengan (5)

11. Telapak tangan dan jari-jari menghadap langit-langit . Pisahkan dan luruskan jari-jari Anda, tahan selama 5 - 10 detik. Tekuk jari-jari Anda di buku-buku jari, tahan selama 5 - 10 detik. Kepal jari, tahan selama 5 - 10 detik . Ulangi gerakan 3-5 kali .

Gambar 11. Gerakan Peregangan Jari Tangan (1)

12. Tutup tangan sehingga ujung jari menyentuh telapak tangan dan angkat ibu jari keluar. Buat lima lingkaran besar dengan ibu jari Anda di kedua arah . Ulangi untuk ibu jari lainnya .


(3)

13.Pegang tangan kiri dengan tangan kanan, perlahan-lahan tekuk pergelangan tangan kiri ke bawah sampai Anda merasa peregangan . Tahan selama 5 - 10 detik . Ulangi 3-5 kali . Ulangi dengan tangan kanan.

Gambar 13. Gerakan Peregangan Jari Tangan (3)

14.Pegang tangan kiri dengan tangan kanan, perlahan-lahan tekuk pergelangan tangan kiri ke atas sampai Anda merasa peregangan . Tahan selama 5 - 10 detik . Ulangi 3-5 kali . Ulangi dengan tangan kanan.

Gambar 14. Gerakan Peregangan Jari Tangan (4

15.Berdiri dengan lutut sedikit ditekuk , tempat telapak tangan di punggung bawah. Dengan perlahan-lahan dorong telapak tangan Anda


(4)

ke depan dan menekuk punggung belakang . Tahan selama 5 - 10 detik. Ulangi gerakan 3-5 kali .

Gambar 15. Gerakan Peregangan Pinggang (1)

16.Lebarkan kaki dan angkat kedua tangan perlahan mencapai luar dan ke atas kepala sampai Anda merasa peregangan . Tahan selama 5-10 detik . Ulangi 3-5 kali .


(5)

17.Berdiri tegak dengan tangan kanan didukung pada dinding atau bagian belakang kursi stasioner . Ambil pergelangan kaki kiri dengan tangan kiri Anda . Menjaga lutut kiri menunjuk ke arah tanah . Perlahan tarik kaki kiri ke arah pantat sampai Anda merasakan peregangan di bagian depan paha . Tahan selama 5 - 10 detik . Ulangi 3-5 kali . Ulangi dengan kaki yang lain

Gambar 17. Gerakan Peregangan Kaki (1)

18.Berdiri tegak, tempatkan kaki kiri pada permukaan stasioner tinggi yang berada pada ketinggian yang nyaman ( dianjurkan setinggi lutut atau lebih rendah). Hindari kepala dan punggung bawah melengkung . Perlahan-lahan membungkuk ke depan sampai Anda merasakan peregangan di bagian belakang paha . Tahan selama 5 - 10 detik . Ulangi 3-5 kali . Ulangi dengan kaki yang lain .


(6)