16
duduk tanpa sandaran dan setengah duduk dengan sandaran, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.
Menurut Suma’mur 1996 posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih
baik dalam posisi duduk. Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh tempat duduk disamping itu konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi
dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan, akan tetapi harus memberi
ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.
2.4 Muskuloskeletal
2.4.1 Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders MSDs atau cedera pada sistem
muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Keluhan sementara reversible, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikiann keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
Universitas Sumatera Utara
17
2. Keluhan menetap persistent, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut Tarwaka, 2004.
2.4.2 Faktor Risiko MSDs
Dalam suatu pekerjaan ada faktor-faktor yang mempengaruhi risiko terjadinya sutu penyakit akibat kerja yang biasa disebut dengan
musculoskeletal disorders, repetitive strain injury, cumulative trauma disorders dan penyakit lainnya. Humantech 1995 dalam Tia 2009
mengkategorikan kedalam empat kelompok faktor-faktor risiko utama terhadap terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu postur, frekuensi,
durasi dan beban pekerjaan. 1.
Postur Kerja Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan
pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari: a.
Postur Netral Neutral Posture Postur dimana seluruh bagian tubuh berada pada posisi yang seharusnya dan
kontraksi otot tidak berlebihan sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, penekanan, ataupun
kontraksi yang berlebihan. b.
Postur Janggal Awkward Posture Postur dimana posisi tubuh tungkai sendi dan punggung secara signifikan
menyimpang dari posisi netral pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban dalam
Universitas Sumatera Utara
18
jangka waktu lama. Postur janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot rangka. Selain itu, postur janggal akan membutuhkan energi yang
lebih besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja
dengan postur janggal, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mepertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot
rangka yang ditimbulkan semakin kuat. Beberapa postur janggal antara lain :
1. Postur Janggal Tulang Belakang
a. Membungkuk bent forward yaitu punggung dan dada lebih condong ke
depan membentuk ≥ 20º terhadap garis vertical. b.
Berputar twisted yaitu posisi tubuh yang berputar ke kanan dan kiri dimana garis vertical menjadi sumbu tanpa memperhitungkan berapa
derajat besarnya rotasi yang dilakukan. c.
Miring bent sideway yaitu setiap deviasi bidang median tubuh dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk. Terjadi
fleksi pada bagian tubuh, biasanya ke depan atau ke samping.
Gambar 2.1 Postur Janggal Tulang Belakang
Universitas Sumatera Utara
19
Selain itu terdapat postur janggal pada tulang punggung saat mengangkat seperti gambar berikut ini.
Gambar 2.2 Postur Mengangkat
Cara yang benar mengangkat dengan tangan adalah Setiawan, 1980 : a. Suatu angkatan hendaknya dimulai dengan kedudukan si pengangkat
dalam sikap seimbang dengan meletakkan kedua belah kaki agak merenggang dan barang yang akan diangkat harus didekatkan badan.
Sebelum mengangkat punggung harus tegak dan dalam kedudukan sedikit mungkin dengan barang yang akan diangkat.
b. Untuk mengangkat beban, mula-mula luruskan kaki. Cara ini meyakinkan bahwa daya angkat kita sedang disalurkan benar-benar melalui urat-urat
dan tulang. c. Untuk melengkapi angkatan, luruskanlah badan badan bagian atas sampai
dengan keadaan tegak. Pengangkatan yang sempurna adalah menaikkan beban separoh tinggi badan pada kedudukan tegak.
Universitas Sumatera Utara
20
Gambar 2.3 Cara mengangkat beban yang benar
2. Postur Janggal pada tangan dan pergelangan tangan kiri dan kanan
Faktor risiko pada tangan dan pergelangan tangan adalah melakukan pekerjaan dengan posisi memegang benda dengan cara mencubit pitch
grip, tekanan pada jari terhadap objek finger press, menggenggam dengan kuat power grip, posisi pergelangan tangan yang fleksi dan ekstensi
dengan sudut ≥ 45º , serta posisi pergelangan tangan yang deviasi selama lebih dari 10 detik dan frekuensi 30menit.
3. Postur janggal pada bahu kiri dan kanan
Postur bahu yang merupakan faktor risiko adalah melakukan pekerjaan lengan atas membentuk sudut ≥ 45º ke arah samping atau ke arah
depan terhadap badan selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi lebih dari satu atau sama dengan 2 kali per menit dan beban ≥ 4,5 Kg.
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2.4 Postur Janggal Bahu
4. Postur Janggal pada lengan bawah kiri dan kanan
Postur lengan bawah yang menjadi faktor risiko adalah posisi siku sebesar 135º dan jika menggunakan gerakan penuh dalam bekerja.
5. Postur janggal pada leher
Postur leher yang menjadi faktor risiko adalah melakukan pekerjaan membengkokkan leher ≥ 20º terhadap vertikal, menekukkan kepala atau
menoleh ke samping kiri atau kanan, serta menengadah.
Gambar 2.5 Postur Janggal pada Leher
6. Postur janggal pada kaki
a. Jongkok squatting yaitu posisi tubuh dimana perut menempel pada
paha dimana terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut, pangkal paha, dan tulang lumbal.
Universitas Sumatera Utara
22
b. Berlutut kneeling yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut menekuk,
permukaan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh bertumpu pada lutut dan jari-jari kaki.
c. Berdiri pada satu kaki stand on one leg yaitu posisi tubuh dimana
tubuh bertumpu pada satu kaki. Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari :
1.
Postur Statis Terjadi dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau hanya sedikit
sekali terjadi pergerakan. Postur statis dalam jangka waktu lama sehingga
otot berkontraksi
secara terus-menerus
dan dapat
menyebabkan tekanan. Berikut contoh postur statis :
a.
Berdiri, yaitu kepala, punggung, dan kaki tegak lurus atau sejajar dengan sumbu vertikal.
b.
Duduk, yaitu pantat menyentuh suatu permukaan dan terjadi fleksi pada lutut 90º.
c.
Berbaring , yaitu kepala, punggung, dan kaki sejajar dengan sumbu horizontal.
2.
Postur Dinamis Postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota tubuh bergerak.
Jenisnya adalah : a.
Carrying, aktivitas mengangkat beban sambil berjalan b.
Pulling, yaitu tarikan pada benda agar benda bergerak
Universitas Sumatera Utara
23
c. Pushing, yaitu memindahkan benda dengan memberikan gaya agar
benda berpindah. 2. Frekuensi
Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi,
inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus- menerus tanpa melakukan relaksasi.
3.
Durasi Adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai
menit-menit dari jam kerjahari pekerja terpapar risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai pajanantahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor
risikonya. Durasi diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Durasi singkat : 1 jamhari b.
Durasi sedang : 1-2 jamhari c.
Durasi Lama : 2 jam Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50 dari kekuatan maksimum tidak
dapat bertahan lebih dari satu menit, jika kekuatan digunakan kurang dari 20 kekuatan maksimum maka kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa
waktu.
Universitas Sumatera Utara
24 4.
Force atau beban Force merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan.
Pekerjaan yang menuntut penggunaan tenaga besar, maka akan memberikan beban pada otot, tendon, ligament, dan sendi. Objek merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg.
Suma’mur 1996 menjabarkan cara menangani beban yang baik yaitu: 1.
Peregangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari dapat menyebabkan ketegangan
statis lokal pada jari dan pergelangan tangan. 2.
Lengan harus berada di dekat tubuh dengan posisi lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkat dan membawa menyebabkan ketegangan otot
statis pada lengan yang melelahkan 3.
Punggung harus diluruskan. Posisi deviasi punggung membebani tulang belakang. Untuk menghindari punggung membungkuk, mula-mula lutut
harus bengkok fleksi sehinggga tubuh tetap berada pada posisi dengan punggung lurus.
4. Posisi leher tegak sehingga seluruh tulang belakang diluruskan.
5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa agar mampu mengimbangi momentum
yang terjadi dalam posisi mengangkat dan menurunkan. Kedua kaki ditempatkan untuk membantu mendorong tubuh.
Universitas Sumatera Utara
25
6. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
7. Beban yang ditangani diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis
vertikal atau pusat gravitasi tubuh. Posisi tubuh yang menahan beban cenderung mengikuti beban sedangkan posisi tubuh yang mnjauhi pusat
gravitasi tubuh lebih berisiko MSDs. Peter 2000 dalam Tarwaka 2004 menjelaskan bahwa terdapat beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu: 1.
Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan over exertion pada umumnya sering
dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat. Peregangan otot yang
berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan,
maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan ,mencangkul, membelah kayu besar, angkat angkut, dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat
gravitas tubuh, maka semakin tinggi pula terjadinya keluhan otot skeletal. Disebut sebagai sikap kerja tidak alamiah apabila dalam melakukan
pekerjaan posisi bagian tubuh menyimpang dari posisi normalnya postur janggal. Posisi janggal membebani sistem otot rangka sebagai penyangga
tubuh. Ada beberapa postur janggal yang harus diperhatikan dalam bekerja seperti :
a. Menahan atau memegang beban jauh dari tubuh.
b. Menjangkau ke atas dan menangani beban di atas ketinggian bahu.
c. Membungkuk dan menangani beban di bawah pertengahan paha
d. Berputar
e. Membungkuk ke samping dan menangani beban dengan satu tangan.
f. Mendorong dan menarik yang berlebihan.
Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja. 4.
Faktor Penyebab Sekunder a.
Tekanan
Universitas Sumatera Utara
27
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan
yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat meyebabkan nyeri otot yang menetap.
b. Getaran
Menurut Suma’mur 1982 dalam Tarwaka 2004 menyebutkan bahwa getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini meyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laknat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c. Mikroklimat
Menurut Astrand Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson Corlett,1992 dalam Tarwaka 2004 paparan suhu dingin yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya
kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan
sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi
dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, oksigen
ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laknat yang dapat menimbulkan rasa nyeri Suma’mur
1982; Grandjean 1993 dalam Tarwaka 2004.
Universitas Sumatera Utara
28
5. Penyebab Kombinasi
Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor
risiko dalam kegiatan yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas angkat angkut di bawah tekanan panas matahari seperti yang
dilakukan oleh pekerja bangunan. Di samping kelima faktor penyebab terjadi keluhan otot tersebut beberapa
ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik dan ukuran tubuh juga menjadi penyebab terjadinya
keluhan otot skeletal. a.
Umur Chaffin 1979 dan Guo et al. 1995 dalam Tarwaka 2004 menyatakan
bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur
35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya,
kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat.
Sebagai contoh, Berni et al 1989 dalam Tarwaka 2004 telah melakukan studi tentang kekuatan statik untuk pria dan wanita dengan usia antara 20
sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung, dan kaki. Hasil penelitian bahwa kekuatan otot maksimal
terjadi pada saat umut antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi
Universitas Sumatera Utara
29
penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan menurun sampai 20 . Pada saat kekuatan otot
mulai menurun maka risiko terjadi keluhan otot akan meningkat. Rihimaki et al. 1989 dalam Tarwaka 2004 menjelaskan bahwa umur
mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot terutama otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur
merupakan penyebab utama terjadinya keluhan. b.
Jenis Kelamin Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang
pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis
kelamin mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada
pria. Menurut Astrand Rodahl 1977 dalam Tarwaka 2004 menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua per tiga dari
kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Hasil penelitian Chiang et al. 1993, Bernard
et al. 1994, Hales et al. 1994 dan Johanson 1994 yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3, maka
jenis kelamin perlu di pertimbangkan dalam mendesain beban tugas Tarwaka,2004.
Universitas Sumatera Utara
30
c. Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor resiko jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan
para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.
Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai
akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga,
maka akan mudah lelah melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah
rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laknat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
d. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.
Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai
waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot Tarwaka,2004.
Universitas Sumatera Utara
31
2.5 Nordic Body Map