Gambaran Subjek Penelitian ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

50

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah PKK di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen UKM KMK USU. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 124 orang.

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibedakan jenis kelaminnya menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan, dengan penyebaran yang dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase Perempuan 94 orang 75 Laki-laki 30 orang 25 Berdasarkan data pada tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah perempuan yaitu sebanyak 94 orang dan laki-laki sebanyak 30 orang. Universitas Sumatera Utara 51

2. Usia Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori usia, yaitu usia remaja akhir dan usia dewasa muda. Penyebaran datanya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Kategori Usia Jumlah Persentase Remaja Akhir 25 orang 20 Dewasa Muda 99 orang 80 Berdasarkan data pada tabel 4.2, dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian berusia dewasa muda yaitu sebanyak 99 orang 80 dan yang berusia remaja akhir berjumlah 25 orang 20.

3. Lama Memimpin KK Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kategori lama memimpin, yaitu 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3 tahun, dan lebih dari 3 tahun. Penyebaran datanya dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Memimpin KK Lama Memimpin KK Jumlah Persentase 0-1 tahun 53 orang 42 1-2 tahun 31 orang 25 2-3 tahun 22 orang 18 3 tahun 18 orang 15 Berdasarkan data pada tabel 4.3, dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian masih memimpin KK selama 0-1 tahun yaitu Universitas Sumatera Utara 52 sebanyak 53 orang 42, 1-2 tahun sebanyak 31 orang 25, 2-3 tahun sebanyak 22 orang 18, dan lebih dari 3 tahun berjumlah 18 orang 15.

4. Jumlah Kelompok Kecil yang Dipimpin Oleh Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan jumlah kelompok kecil yang dipimpin oleh subjek, yaitu 1 KK, 2 KK, 3 KK, dan lebih dari 3 KK. Penyebaran datanya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Kelompok Kecil yang Dipimpin Total Kelompok Kecil Jumlah Persentasi 1 65 orang 52 2 50 orang 40 3 7 orang 6 3 2 orang 2 Berdasarkan data pada tabel di 4.4, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang memimpin 1 KK sebanyak 65 orang 52, 2 KK sebanyak 50 orang 40, 3 KK sebanyak 7 orang 6, dan lebih dari 3 KK berjumlah 2 orang 2. Universitas Sumatera Utara 53

5. Suku

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan suku, yaitu Batak dan non-Batak. Penyebaran datanya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini. Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Suku Jumlah Persentase Batak 117 orang 94 Non-Batak 7 orang 6 Berdasarkan data pada tabel 4.5, dapat diketahui sebagian besar subjek penelitian adalah suku Batak yaitu sebanyak 117 orang 94 dan non-Batak hanya 7 orang 6.

6. Partisipan yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori bekerja atau belum bekerja. Penyebaran datanya dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.6 Gambaran Penelitian Berdasarkan Adanya Pekerjaan Bekerja dan Belum Bekerja Jumlah Persentase Bekerja 94 orang 75 Belum Bekerja 30 orang 25 Berdasarkan data pada tabel 4.6, dapat diketahui sebagian besar subjek penelitian adalah suku Batak yaitu sebanyak 117 orang 94 dan non-Batak hanya 7 orang 6. Universitas Sumatera Utara 54

B. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memastikan bahwa data penelitian terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov dan grafiknya menggunakan plot. Pengujian normalitas dilakukan pada pengaruh variabel bebas calling orientation terhadap variabel tergantung eudaimonic well-being dan calling orientation terhadap hedonic well-being. Tabel 4.7a Hasil Uji Normalitas Eudaimonic Well-Being Menggunakan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 124 Kolmogorov-Smirnov Z ,868 Asymp. Sig. 2-tailed ,438 Berdasarkan tabel 4.7a, diperoleh nilai Z calling orientation terhadap eudaimonic well-being = 0,868 dengan nilai ρ = 0,438. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga ρ 0,05, sehingga dengan nilai ρ = 0,438 dapat diasumsikan bahwa data tersebar secara normal. Untuk melihat bagaimana gambaran penyebaran data, berikut ini akan ditampilkan grafik penyebaran datanya. Universitas Sumatera Utara 55 Grafik 4.1a Hasil Uji Normalitas Pengaruh Calling Orientation terhadap Eudaimonic Well-Being Sebaran data pada grafik 4.1a mempertegas asumsi normalitas karena titik-titik data tersebar di sekitar garis maya yang menunjukkan bahwa data tersebar secara normal. Berdasarkan hasil uji di atas, didapat bahwa data penelitian baik variabel bebas calling orientation maupun variabel tergantung eudaimonic well-being terdistribusi secara normal, yang berarti bahwa sampel penelitian bersifat parametrik dan cukup representatif atau mewakili populasi yang diberikan. Tabel 4.7b Hasil Uji Normalitas Hedonic Well-Being Menggunakan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N 124 Kolmogorov-Smirnov Z ,659 Asymp. Sig. 2-tailed ,778 Universitas Sumatera Utara 56 Berdasarkan tabel 4.7b, diperoleh nilai Z calling orientation terhadap hedonic well-being = 0,659 dengan nilai ρ = 0,778. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga ρ 0,05, sehingga dapat diasumsikan bahwa jika ρ = 0,778 data tersebar secara normal. Untuk melihat bagaimana gambaran penyebaran data, berikut ini akan ditampilkan grafik penyebaran datanya. Grafik 4.1b Hasil Uji Normalitas Pengaruh Calling Orientation terhadap Hedonic Well-Being Melihat sebaran data pada grafik 4.1b, maka dapat semakin ditegaskan bahwa data tersebar secara normal karena titik-titik data tersebar di sekitar garis maya. Berdasarkan hasil uji di atas, didapat bahwa data penelitian baik variabel bebas calling orientation maupun variabel tergantung hedonic well-being terdistribusi secara normal, yang berarti bahwa sampel penelitian bersifat parametrik dan cukup representatif atau mewakili populasi yang diberikan. Universitas Sumatera Utara 57

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s test. Hasil uji homogenitas akan ditampilkan dalam tabel 4.8. Tabel 4.8a Uji Homogenitas Calling Orientation terhadap Eudaimonic Well- Being Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic df1 df2 Sig. EWB Based on Mean ,486 1 122 ,487 Based on Median ,182 1 122 ,670 Based on Median and with adjusted df ,182 1 115,964 ,670 Based on trimmed mean ,422 1 122 ,517 Data penelitian dikatakan homogen apabila levene statistic menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0.05 ρ 0,05. Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi calling orientation terhadap eudaimonic well-being lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa sampel bersifat homogen. Hal ini berarti bahwa sampel memiliki varian atau keseragaman yang sama. Tabel 4.8b Hasil Uji Homogenitas Calling Orientation terhadap Hedonic Well-Being Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic df1 df2 Sig. HWB Based on Mean ,201 1 122 ,654 Based on Median ,121 1 122 ,729 Based on Median and with adjusted df ,121 1 121,9 38 ,729 Based on trimmed mean ,187 1 122 ,666 Universitas Sumatera Utara 58 Data penelitian dikatakan homogen apabila levene statistic menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0.05 ρ 0,05. Berdasarkan tabel di atas diperoleh signifikansi calling orientation terhadap hedonic well-being lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa sampel bersifat homogen. Hal ini berarti bahwa sampel memiliki varian atau keseragaman yang sama.

c. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi yang akan digunakan. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat ditentukan dengan melihat nilai ρ pada kotak Anova. K riteria yang digunakan adalah apabila nilai ρ ≤ α α = 0,05 maka persamaan garis regresi disebut linear. Tabel 4.9a Uji Linearitas Calling Orientation terhadap Eudaimonic Well-Being ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 740,886 1 740,886 69,420 ,000 a Residual 1302,050 122 10,673 Total 2042,935 123 a. Predictors: Constant, C b. Dependent Variable: EWB Nilai ρ pada tabel di atas sebesar 0,000. Nilai ini kurang dari 0,05 yang berarti persamaan garis regresi linear. Dengan demikian, analisa regresi dapat digunakan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 59 Tabel 4.9b Uji Linearitas Calling Orientation terhadap Hedonic Well-Being ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 471,124 1 471,124 43,644 ,000 a Residual 1316,965 122 10,795 Total 1788,089 123 a. Predictors: Constant, Calling b. Dependent Variable: HedonicWellBeing Nilai ρ pada tabel sebesar 0,000. Nilai ini kurang dari 0,05 yang berarti persamaan garis regresi linear. Dengan demikian, analisa regresi dapat digunakan dalam penelitian ini.

2. Uji Hipotesis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh calling orientation terhadap eudaimonic well-being dan pengaruh calling orientation terhadaphedonic well-being. Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan analisa regresi linear sederhana. Pada uji ini, hipotesis yang digunakan adalah: a. Ho: Tidak ada pengaruh calling orientation terhadap eudaimonic well-being pada PKK di UKM KMK USU. b. Ho: Tidak ada pengaruh calling orientation terhadap hedonic well-being pada PKK di UKM KMK USU. c. Ha : Ada pengaruh calling orientation terhadap eudaimonic well-being pada PKK di UKM KMK USU. Universitas Sumatera Utara 60 d. Ha : Ada pengaruh calling orientation terhadap hedonic well- being pada PKK di UKM KMK USU. Setelah dilakukan uji linearitas, selanjutnya variabel diolah dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana. Hasil pengolahan data bisa dilihat pada tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10a Hasil Analisa Regresi Linear Sederhana Calling Orientation terhadap Eudaimonic Well-Being R R square adjusted Signifikansi 0,602 0,357 0,000 Berdasarkan hasil uji regresi linear sederhana seperti yang terlihat pada tabel, terlihat bahwa nilai signifikansi 0,05 yaitu 0,000 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas calling orientation berpengaruh terhadap variabel tergantung eudaimonic well-being. Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah Ha, yaitu terdapat pengaruh calling orientation terhadap eudaimonic well-being. Koefisien determinasi R Square yang diperoleh adalah 0,357 Nilai sebesar 0,357 hal ini berarti variabel bebas calling orientation memberi pengaruh sebesar 35 terhadap eudaimonic well-being, sedangkan sisanya sebesar 65 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 61 Tabel 4.10b Hasil Analisa Regresi Linear Sederhana Calling Orientation terhadap Hedonic Well-Being R R square adjusted Signifikansi 0,513 0,257 0,000 Berdasarkan hasil uji regresi linear sederhana seperti yang terlihat pada tabel, terlihat bahwa nilai signifikansi 0,05 yaitu 0,000 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas calling orientation berpengaruh terhadap variabel tergantung hedonic well-being. Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah Ha, yaitu terdapat pengaruh calling orientation terhadap hedonic well-being. Koefisien determinasi R Square yang diperoleh adalah 0,257 Nilai sebesar 0,257 hal ini berarti variabel bebas calling orientation memberi pengaruh sebesar 25 terhadap hedonic well-being, Sedangkan sisanya 75 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Tabel 4.11a Koefisien Regresi Calling-Orientation terhadap Eudaimonic Well-Being Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 7,231 2,554 2,831 ,005 Calling ,476 ,057 ,602 8,332 ,000 Berdasarkan tabel tersebut, nilai variabel calling orientation adalah 0,000 0,05. Hal ini berarti calling orientation berpengaruh secara Universitas Sumatera Utara 62 signifikan terhadap eudaimonic well-being. Berdasarkan tabel di atas juga dapat diperoleh koefisien regresi untuk eudaimonic well-being yaitu sebesar +0,476 yang berarti setiap pertambahan +1 nilai calling, akan memberi sumbangan peningkatan nilai eudaimonic well-being sebesar +0,476. Ini menunjukkan bahwa semakin positif calling orientation seseorang, maka semakin tinggi tingkat eudaimonic well-being seseorang. Tabel 4.11b Koefisien Regresi Calling-Orientation terhadap Hedonic Well-Being Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 11,796 2,569 4,592 ,000 Calling ,379 ,057 ,513 6,606 ,000 Berdasarkan tabel tersebut, nilai variabel calling orientation adalah 0,000 0,05. Hal ini berarti calling orientation berpengaruh secara signifikan terhadap hedonic well-being. Berdasarkan tabel di atas juga dapat diperoleh persamaan regresi untuk hedonic well-being yaitu Y = 11,796 + 0,379X. Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien regresi untuk hedonic well-being yaitusebesar +0,379 yang berarti setiap pertambahan +1 nilai calling, akan memberi sumbangan peningkatan nilai hedonic well-being sebesar +0,379. Ini menunjukkan bahwa semakin positif calling orientation seseorang, maka semakin tinggi tingkat hedonic well-being seseorang. Universitas Sumatera Utara 63

C. Kategorisasi Skor Penelitian

1. Kategorisasi Skor Eudaimonic Well-Being

Kategorisasi skor eudaimonic well-being dibuat berdasarkan model distribusi normal dengan kategori jenjang. Skala eudaimonic well-being terdiri dari 6 aitem dengan 6 pilihan jawaban yang bergerak dari skala 1 sampai 6. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, diperoleh mean hipotetik sebesar 21 dengan standar deviasi sebesar 5, sedangkan mean empirik yang diperoleh sebesar 28,37 dengan standar deviasi 4,075. Perbandingan antara mean hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.12 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Eudaimonic Well-Being Variabel EudaimonicWell-being Empirik Min Max Mean SD 18 36 28,37 4,075 Hipotetik Min Max Mean SD 6 36 21 5 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik, yang berarti bahwa sampel penelitian memiliki tingkat eudaimonic well-being lebih tinggi dari yang diperkirakan. Kategorisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mean dan standar deviasi hipotetik. Kategorisasi skor eudaimonic well-being pada PKK yang diperoleh tertera pada tabel berikut ini. Universitas Sumatera Utara 64 Tabel 4.13 Kategorisasi Skor Eudaimonic Well-being pada PKK Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase Eudaimonic well-being pada PKK 6 – 11 Sangat Rendah - 11 – 16 Rendah - 16 – 21 Agak Rendah 9 orang 7 21 – 26 Agak Tinggi 26 orang 21 26 – 31 Tinggi 64 orang 52 31 – 36 Sangat Tinggi 25 orang 20 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki eudaimonic well-being yang sangat tinggi sebanyak 25 orang 20, tinggi sebanyak 64 orang 52, agak tinggi sebanyak 26 orang 21, agak sebanyak 9 orang 7, dan tidak ada yang masuk ke kategori agak rendah dan sangat rendah. Tabel 4.14 Cross-Tabulation Calling Orientation terhadap Eudaimonic Well-Being pada PKK C EWB Crosstabulation EWB Total Agak Rendah Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Calling Orientation Agak Rendah 3 3 Agak Tinggi 6 9 15 Tinggi 17 51 68 Sangat Tinggi 13 25 38 Total 9 26 64 25 124 Hasil cross-tabulation yang dapat kita lihat pada tabel di atas menunjukkan penyebaran jumlah partisipan sesuai dengan tinggi rendahnya calling orientation dan eudaimonic well-being yang dimilikinya. Tabel tersebut menegaskan adanya pengaruh calling orientation terhadap eudaimonic well-being yang ditunjukkan oleh terjadinya jumlah peningkatan subjek seiring dengan peningkatan besar calling orientation dan eudaimonic well-being yang dimilikinya. Universitas Sumatera Utara 65

2. Kategorisasi Skor Hedonic Well-Being

Kategorisasi skor hedonic well-being dibuat berdasarkan model distribusi normal dengan kategori jenjang. Skala hedonic well-being terdiri dari 6 aitem dengan 6 pilihan jawaban yang bergerak dari skala 1 sampai 6. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, diperoleh mean hipotetik sebesar 21 dengan standar deviasi sebesar 5, sedangkan mean empirik yang diperoleh sebesar 28,65 dengan standar deviasi 3,81. Perbandingan antara mean hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.15 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Hedonic Well-Being Variabel Hedonic Well-being Empirik Min Max Mean SD 21 36 28,65 3,81 Hipotetik Min Max Mean SD 6 36 21 5 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik, yang berarti bahwa sampel penelitian memiliki tingkat hedonic well-being lebih tinggi dari yang diperkirakan. Kategorisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mean dan standar deviasi hipotetik. Kategorisasi skor hedonic well-being pada PKK yang diperoleh tertera pada tabel berikut ini. Universitas Sumatera Utara 66 Tabel 4.16 Kategorisasi Skor Hedonic Well-Being pada PKK Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase Hedonic well-being pada PKK 6 – 11 Sangat Rendah - 11 – 16 Rendah - 16 – 21 Agak Rendah 6 orang 5 21 – 26 Agak Tinggi 28 orang 23 26 – 31 Tinggi 60 orang 48 31 – 36 Sangat Tinggi 30 orang 24 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki hedonic well-being yang sangat tinggi sebanyak 30 orang 24, tinggi sebanyak 60 orang 48, agak tinggi sebanyak 28 orang 23, agak rendah sebanyak 6 orang 5, dan tidak ada yang masuk ke kategori rendah dan sangat rendah. Tabel 4.17 Cross-Tabulation Calling Orientation terhadap Hedonic Well-Being pada PKK C HWB Crosstabulation HWB Total Agak Rendah Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Calling Orientation Agak Rendah 3 3 Agak Tinggi 3 12 15 Tinggi 16 52 68 Sangat Tinggi 8 30 38 Total 6 28 60 30 124 Hasil cross-tabulation yang dapat kita lihat pada tabel di atas menunjukkan penyebaran jumlah partisipan sesuai dengan tinggi rendahnya calling orientation dan hedonic well-being yang dimilikinya. Tabel tersebut menegaskan adanya pengaruh calling orientation terhadap hedonic well-being yang ditunjukkan oleh terjadinya jumlah peningkatan subjek seiring dengan peningkatan besar calling orientation dan hedonic well-being yang dimilikinya. Universitas Sumatera Utara 67

3. Kategorisasi Skor Calling Orientation

Kategorisasi skor calling orientation dibuat berdasarkan model distribusi normal dengan kategori jenjang. Kategorisasi jenjang dilakukan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok berjenjang secara kontinum Azwar, Penyusunan Skala Psikologi, 2013. Skala calling orientation terdiri dari 9 aitem dengan 6 pilihan jawaban yang bergerak dari skala 1 sampai 6. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, diperoleh mean hipotetik sebesar 31,5 dengan standar deviasi sebesar 7,5, sedangkan mean empirik yang diperoleh sebesar 44,44 dengan standar deviasi 5,16. Perbandingan antara mean hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.18 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Calling Orientation Variabel Calling Orientation Empirik Min Max Mean SD 26 54 44,44 5,16 Hipotetik Min Max Mean SD 9 54 31,5 7,5 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik, yang berarti bahwa sampel penelitian memiliki tingkat calling orientation lebih tinggi dari yang diperkirakan. Kategorisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mean dan standar deviasi hipotetik. Kategorisasi skor calling orientation pada PKK yang diperoleh tertera pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara 68 Tabel 4.19 Kategorisasi Skor Calling Orientation pada PKK Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase Calling orientation pada PKK 9 - 16,5 Sangat Rendah - 16,5 – 24 Rendah - 24 - 31,5 Agak Rendah 3 orang 2 31,5 – 39 Agak Tinggi 15 orang 12 39 – 46,5 Tinggi 68 orang 55 46,5 – 54 Sangat Tinggi 38 orang 31 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki calling orientation yang sangat tinggi sebanyak 38 orang 31, tinggi sebanyak 68 orang 55, agak tinggi sebanyak 15 orang 12, agak rendah sebanyak 3 orang 2, dan tidak ada yang masuk ke kategori rendah dan sangat rendah.

D. Hasil Tambahan

Ada beberapa hasil tambahan dalam penelitian ini yang diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian, antara lain gambaran calling orientation,hedonic well-being dan eudaimonic well-being ditinjau dari jenis kelamin, usia, lama memimpin KK, jumlah kelompok kecil, suku, dan ada tidaknya pekerjaan di luar memimpin kelompok kecil. Universitas Sumatera Utara 69

1. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-

Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jenis Kelamin Tabel 4.20 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jenis Kelamin Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Calling Laki-laki 30 43,13 6,501 1,187 Perempuan 94 44,86 4,616 ,476 EWB Laki-laki 30 27,50 4,273 ,780 Perempuan 94 28,65 3,994 ,412 HWB Laki-laki 30 28,07 3,638 ,664 Perempuan 94 28,84 3,867 ,399 Berdasarkan tabel 4.20, dapat dilihat bahwa mean perempuan baik pada variabel calling orientation 44,86, eudaimonic well-being 28,65, dan hedonic well-being 28,84 tidak terlihat berbeda dibanding nilai mean laki-laki pada calling orientation 43,13, eudaimonic well being 27,50, dan hedonic well-being 28,07. Tabel 4.21 Hasil analisa calling orientation, eudaimonic well being, dan hedonic well-being ditinjau dari jenis kelamin Levenes Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T Df Sig. 2- tailed C Equal variances assumed 1,593 ,209 -1,608 122 ,110 Equal variances not assumed -1,352 38,770 ,184 EWB Equal variances assumed ,077 ,782 -1,349 122 ,180 Equal variances not assumed -1,302 46,303 ,199 HWB Equal variances assumed ,389 ,534 -,968 122 ,335 Equal variances not assumed -,999 51,589 ,323 Universitas Sumatera Utara 70 Dari hasil uji beda pada tabel 4.21, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation, eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari jenis kelamin sampel penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai taraf signifikansi ρ 0.05.

2. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-

Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Usia Tabel 4.22 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Usia Usia N Mean Std. Deviation Std. Error Mean C remaja akhir 25 43,00 6,364 1,273 dewasa muda 99 44,81 4,778 ,480 EWB remaja akhir 25 28,76 4,055 ,811 dewasa muda 99 28,27 4,095 ,412 HWB remaja akhir 25 28,80 3,452 ,690 dewasa muda 99 28,62 3,914 ,393 Berdasarkan tabel 4.22, dapat dilihat bahwa nilai mean dewasa tidak terlihat berbeda, baik pada variabel calling orientation 44,81, variabel eudaimonic well-being 28,27 dan hedonic well-being 28,62 dibanding nilai mean laki-laki pada variabel calling orientation 43,00, eudaimonic well being 28,76, dan pada hedonic well-being 28,80. Universitas Sumatera Utara 71 Tabel 4.23 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Usia Levenes Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T Df Sig. 2- tailed C Equal variances assumed 1,593 ,209 -1,608 122 ,110 Equal variances not assumed -1,352 38,770 ,184 EWB Equal variances assumed ,077 ,782 -1,349 122 ,180 Equal variances not assumed -1,302 46,303 ,199 HWB Equal variances assumed ,389 ,534 -,968 122 ,335 Equal variances not assumed -,999 51,589 ,323 Dari hasil uji beda pada tabel 4.23, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation, eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari usia sampel penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi 0.05. Universitas Sumatera Utara 72

3. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-

Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Lama Memimpin KK Tabel 4.24 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Lama Memimpin KK N Mean Std. Deviation Std. Error C 0-1 tahun 54 43,96 5,446 ,741 1-2 tahun 30 44,07 5,445 ,994 2-3 tahun 22 44,23 4,830 1,030 3 tahun 18 46,78 3,735 ,880 EWB 0-1 tahun 54 28,70 4,133 ,562 1-2 tahun 30 28,20 3,827 ,699 2-3 tahun 22 27,36 4,706 1,003 3 tahun 18 28,89 3,546 ,836 HWB 0-1 tahun 54 28,81 3,837 ,522 1-2 tahun 30 28,37 3,783 ,691 2-3 tahun 22 27,64 3,947 ,841 3 tahun 18 29,89 3,530 ,832 Berdasarkan tabel 4.24, dapat dilihat bahwa mean setiap kelompok tidak terlihat berbeda jika dibandingkan dengan mean kelompok lainnya. Tabel 4.25 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Lama Memimpin KK Sum of Squares Df Mean Square F Sig. C Between Groups 115,837 3 38,612 1,467 ,227 Within Groups 3158,767 120 26,323 Total 3274,605 123 EWB Between Groups 34,008 3 11,336 ,677 ,568 Within Groups 2008,928 120 16,741 Total 2042,935 123 HWB Between Groups 54,105 3 18,035 1,248 ,295 Within Groups 1733,984 120 14,450 Total 1788,089 123 Universitas Sumatera Utara 73 Dari hasil analisa pada tabel 4.25, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal calling orientation, eudaimonic well-being, dan hedonic well-beingditinjau dari lama memimpin KK pada sampel penelitian ini. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi 0.05, yakni 0,227 untuk calling orientation, 0,568 untuk eudaimonic well-being dan 0,295 untuk hedonic well-being.

4. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-

Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin Subjek Penelitian Tabel 4.26 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin N Mean Std. Deviation Std. Error C 1 KK 65 44,42 5,491 ,681 2 KK 50 44,42 4,974 ,703 3 KK 7 43,71 3,904 1,475 3 KK 2 48,50 2,121 1,500 EWB 1 KK 65 29,23 3,908 ,485 2 KK 50 27,58 4,091 ,579 3 KK 7 25,57 4,158 1,571 3 KK 2 30,00 1,414 1,000 HWB 1 KK 65 29,14 3,840 ,476 2 KK 50 28,32 3,695 ,523 3 KK 7 26,14 3,848 1,455 3 KK 2 30,00 4,243 3,000 Berdasarkan tabel 4.26, didapat bahwa individu yang memimpin 3 KK memiliki nilai mean lebih rendah pada variabel eudaimonic well-being 25,57 dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Universitas Sumatera Utara 74 Tabel 4.27a Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin Sum of Squares df Mean Square F Sig. C Between Groups 36,712 3 12,237 ,454 ,715 Within Groups 3237,893 120 26,982 Total 3274,605 123 EWB Between Groups 139,503 3 46,501 2,932 ,036 Within Groups 1903,433 120 15,862 Total 2042,935 123 HWB Between Groups 68,598 3 22,866 1,596 ,194 Within Groups 1719,491 120 14,329 Total 1788,089 123 Berdasarkan hasil analisa uji beda pada eudaimonic well-being pada tabel 4.27a terlihat ada perbedaan calling orientation. Untuk memastikan letak perbedaannya, berikut ini kembali dianalisis menggunakan uji Benferroni. Tabel 4.27b Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin Dependent Variable I KK J KK Mean Difference I-J Std. Error Sig. EWB Bonferroni 1 KK 2 KK 1,651 ,749 ,177 3 KK 3,659 1,584 ,136 3 KK -,769 2,859 1,000 2 KK 1 KK -1,651 ,749 ,177 3 KK 2,009 1,607 1,000 3 KK -2,420 2,872 1,000 3 KK 1 KK -3,659 1,584 ,136 2 KK -2,009 1,607 1,000 3 KK -4,429 3,193 1,000 3 KK 1 KK ,769 2,859 1,000 2 KK 2,420 2,872 1,000 3 KK 4,429 3,193 1,000 Universitas Sumatera Utara 75 Berdasarkan uji Benferroni pada tabel 4.27b, signifikansi perbedaan masing-masing 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan eudaimonic well-being pada individu yang memimpin 1 KK, 2KK, 3 KK maupun 3 KK jika dibandingkan dengan kelompok- kelompok tersebut secara terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan yang terdapat pada eudaimonic well-being adalah perbedaan dengan kelompok-kelompok tersebut setelah digabungkan, namun tidak dapat diketahui dengan pasti perbedaannya terdapat pada kelompok yang mana.

5. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-

Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Suku Tabel 4.28 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Suku Suku N Mean Std. Deviation Std. Error Mean C Batak 117 44,48 5,220 ,483 non-Batak 7 43,86 4,298 1,625 EWB Batak 117 28,34 4,088 ,378 non-Batak 7 28,86 4,140 1,565 HWB Batak 117 28,67 3,821 ,353 non-Batak 7 28,43 3,952 1,494 Berdasarkan tabel 4.28, dapat dilihat bahwa nilai mean suku Batak variabel calling orientation 44,48, variabel hedonic well-being 28,67 dan pada variabel eudaimonic well-being 28,34 tidak terlihat berbeda dibanding nilai mean non Batak pada variabel calling orientation 43,86, eudaimonic well being 28,86, dan pada hedonic well-being 28,43. Universitas Sumatera Utara 76 Tabel 4.29 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Suku Levenes Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T Df Sig. 2- tailed C Equal variances assumed ,101 ,751 ,308 122 ,758 Equal variances not assumed ,367 7,103 ,725 EWB Equal variances assumed ,481 ,489 -,324 122 ,747 Equal variances not assumed -,320 6,719 ,759 HWB Equal variances assumed ,018 ,894 ,160 122 ,873 Equal variances not assumed ,155 6,689 ,881 Dari hasil uji beda pada tabel 4.29, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation, eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari suku subjek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi 0.05. Universitas Sumatera Utara 77

6. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-

Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Ada Tidaknya Pekerjaan Tabel 4.30 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Ada Tidaknya Pekerjaan Kerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean C sudah bekerja 94 44,40 5,192 ,535 belum bekerja 30 44,57 5,144 ,939 EWB sudah bekerja 94 28,57 3,837 ,396 belum bekerja 30 27,73 4,763 ,870 HWB sudah bekerja 94 28,60 3,711 ,383 belum bekerja 30 28,83 4,178 ,763 Berdasarkan tabel 4.30, dapat dilihat bahwa nilai mean individu yang belum bekerja sedikit lebih tinggi pada variabel calling orientation 44,57 dan pada variabel hedonic well-being 28,83 dan sedikit lebih rendah pada variabel eudaimonic well-being 27,73 dibanding nilai mean yang sudah bekerja pada variabel calling orientation 44,40, eudaimonic well being 28,57, dan pada hedonic well-being 28,83. Universitas Sumatera Utara 78 Tabel 4.31 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Ada Tidaknya Pekerjaan Levenes Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T df Sig. 2- tailed C Equal variances assumed ,050 ,823 -,150 122 ,881 Equal variances not assumed -,150 49,295 ,881 EWB Equal variances assumed 2,842 ,094 ,984 122 ,327 Equal variances not assumed ,880 41,698 ,384 HWB Equal variances assumed 1,141 ,288 -,296 122 ,768 Equal variances not assumed -,278 44,562 ,782 Dari hasil uji beda pada tabel 4.31, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation, eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari ada tidaknya pekerjaan subjek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi 0.05.

E. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh calling orientation terhadap eudaimonic well-being dan hedonic well-being. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa calling orientation berpengaruh terhadap eudaimonic well-being dan calling orientation berpengaruh terhadap hedonic well-being. Variabel calling orientation memberikan kontribusi sebesar 35 terhadap eudaimonic well-being. Selebihnya 65 hal yang mempengaruhi adalah variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Calling orientation juga memberikan Universitas Sumatera Utara 79 kontribusi sebesar 25 terhadap hedonic well-being, sementara 75 lainnya yang mempengaruhi merupakan variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Diener 2008; Moen, Dempster, McClain, Williams dalam Thoits Hewitt, 2001; Young Gaslow dalam Thoits Hewitt 2001; serta House, Landis, Umberson dalam Thoits Hewitt 2001, yang mengatakan bahwa pekerja yang memiliki tingkat calling yang tinggi cenderung memiliki well-being tinggi pula. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat diketahui bahwa eudaimonic well-being memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap calling orientation. Hal ini berarti yang paling mendorong PKK untuk melakukan tugasnya bukan karena rasa kepuasan semata, namun lebih kepada memaksimalkan potensi diri dan menemukan makna hidup, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Waterman 1997. Namun dapat diketahui juga bahwa hedonic well-being PKK juga bisa dikategorikan tinggi. Ini berarti hasil penelitian ini mendukung pernyataan Waterman 1997 yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki eudaimonic well-being yang tinggi akan cenderung memiliki hedonic well-being yang tinggi. Berdasarkan koefisien regresi, diketahui bahwa calling orientation memberikan pengaruh positif, baik pada variabel eudaimonic well-being maupun hedonic well-being. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi calling orientation seseorang maka semakin tinggi tingkat eudaimonic well-being dan hedonic well-being seseorang, demikian sebaliknya semakin rendah tingkat Universitas Sumatera Utara 80 calling orientation seseorang, maka semakin rendah tingkat eudaimonic well- being dan hedonic well-beingnya. Setelah dilakukan kategorisasi pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa rata-rata subjek melaporkan calling orientation, eudaimonic well- being, dan hedonic well-being mereka tinggi, hal ini terlihat dari nilai rata- rata setiap variabel yang dimiliki oleh subjek dalam penelitian ini yang termasuk dalam kategori tinggi. Walaupun dalam penelitian ini tidak diteliti secara khusus bagaimana pengaruh religiusitas terhadap well-being, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diener, Emmons, Larsen, Griffin dalam Jaramillo, 2011, Constantine dan koleganya; Oates, Hall, Anderson dalam Jaramilo, 2011, ada pengaruh religiusitas dengan kepuasan dan kebermaknaan bekerja seseorang sehingga kemungkinan ini disebabkan oleh latar belakang subjek penelitian yang berada di ranah religius sehingga memiliki calling dan well-being yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chamberlain Zika 1992; Hill Pargament 2003; Ivtzan, Chan, Gardner, Prashar 2009, yang mengatakan bahwa religiusitas berhubungan dengan well-being, di mana semakin tinggi religiusitas seseorang, maka well-being yang dimilikinya juga akan semakin tinggi. Pelaporan calling orientation PKK yang tinggi dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa kebanyakan PKK sedang menikmati hubungan pribadi-Nya dengan Tuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Longman 2011, yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi calling seseorang adalah kondisi keimanan religiusitas seseorang. Saat seseorang sedang menikmati hubungannya dengan Tuhan, Universitas Sumatera Utara 81 maka ia juga akan lebih menikmati pekerjaannya yang diyakini merupakan panggilan yang berasal dari Tuhan. Hasil tambahan penelitian ini berkaitan dengan 6 faktor tambahan yang dijadikan sebagai data kontrol, yakni jenis kelamin, usia, jumlah KK yang dipimpin, lama memimpin KK, suku, dan ada tidaknya pekerjaan subjek penelitian diluar memimpin KK. Jaramillo 2011 yang melakukan penelitian pada pekerja dengan latar belakang religius mengatakan bahwa ada perbedaan calling orientation pada laki-laki dan perempuan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ryff 1989 pada sampel orang dewasa dengan berbagai latar belakang untuk melihat tingkat well-being mereka, juga menunjukkan adanya perbedaan well-being jika ditinjau dari jenis kelamin. Namun hasil pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan tingkat calling orientation maupun well- being jika ditinjau dari segi jenis kelamin. Pada penelitian ini tidak dapat dipastikan apa yang menyebabkan tidak adanya perbedaan tersebut, namun hal ini bisa saja disebabkan oleh kondisi dari pekerjaan yang dilakukan. Namun hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan oleh Ryff 1989 juga mengatakan bahwa terdapat perbedaan well-being jika ditinjau dari segi kelompok usia. Namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan well-being pada PKK. Jika ditinjau dari segi kelompok usia, kita mengetahui bahwa pengelompokan usia pada penelitian ini hanya terbagi menjadi dua, yaitu remaja akhir dan dewasa awal, sementara pada penelitian Ryff, subjek penelitian adalah orang dewasa yang dikelompokkan menjadi dewasa beberapa kelompok usia, termasuk Universitas Sumatera Utara 82 selain dewasa awal sehingga barangkali perbedaan pengelompokan usialah yang menyebabkan tidak didukungnya penelitian yang dilakukan oleh Ryff. Namun hal ini tidak dapat dipastikan, karena ada beberapa variabel lainnya yang turut mempengaruhi tingkat well-being seseorang yang tidak diteliti dalam penelitian ini, termasuk tingkat religiusitas subjek penelitian. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal tersebut. mempengaruhi tingkat well-being seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Jaramillo 2011 dengan variabel religiusitas sebagai moderator mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi calling seseorang. Kepuasan kerja juga mempengaruhi well-being, seperti yang telah diteliti oleh Bowling Hammond dalam Jaramillo, 2011. Lebih lanjut, Kwok dan koleganya mengatakan bahwa motivasi pekerja voluntir berhubungan dengan well-being seseorang Kwok, Chui, Wong, 2013. Seniati 2006 mengatakan bahwa kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi oleh masa bekerja seseorang. Namun pada penelitian ini hal tersebut tidak terlihat berbeda pada kelompok- kelompok yang dikategorikan sesuai dengan lamanya ia telahh memimpin Kelompok Kecil. Hal ini tidak dapat dipastikan disebabkan oleh hal apa karena jika dilihat dari kondisi sampel, terdapat perbedaan karakteristik sampel penelitian di mana pada penelitian ini sampelnya adalah orang-orang yang dengan sukarela melakukan pekerjaannya tanpa dibayar, namun pada sampel penelitian yang dilakukan oleh Seniati, mereka memiliki gaji yang tetap dan bahkan semakin bertambah seiring masa bekerjanya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah terdapat perbedaan Universitas Sumatera Utara 83 well-being seseorang yang bekerja secara voluntir karena calling orientation tanpa diberi upah jika dilihat dari masa bekerjanya. Penelitian yang dilakukan oleh Boyd 2010 menunjukkan bahwa burn-out karena job demands yang dilihat dari work load beban kerja dan work complexity kompleksitas pekerjaan berhubungan dengan calling seseorang, di mana semakin tinggi calling seseorang, maka tingkat burn-out dalam bekerja juga akan semakin kecil. Wrzesniewski dalam Diener, 2008 juga mengatakan bahwa orang yang memiliki orientasi bekerja karena calling cenderung akan menjadi orang yang terlibat intens dan menghabiskan waktu yang lebih banyak melakukan pekerjaannya. Namun pada penelitian ini, tidak terlihat perbedaan orang yang memiliki work load yang lebih besar yang ditunjukkan dengan jumlah Kelompok Kecil yang dipimpin dengan yang lebih kecil. Hal tersebut tidak dapat dipastikan karena pembandingan pada kelompok-kelompoknya tidak sesuai di mana jumlah PKK yang memimpin Kelompok Kecil yang lebih dari 2 terlalu sedikit dibandingkan dengan yang memimpin 1 dan 2 Kelompok Kecil. Ada tidaknya pekerjaan lain di luar memimpin KK dalam penelitian ini juga dijadikan data kontrol untuk melihat apakah ada perbedaan antara PKK yang memang memiliki pekerjaan dengan yang tidak memiliki pekerjaan di luar memimpin Kelompok Kecil. Pada penelitian ini hasilnya ialah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut. Penyebab dari hal ini tidak dapat dipastikan, sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut. Hal terakhir yang dijadikan sebagai data kontrol untuk tambahan hasil penelitian adalah suku dari subjek penelitian. Hal ini dilakukan dengan Universitas Sumatera Utara 84 melakukan pembedaan kelompok berdasarkan Suku Batak dan Non-Batak dikarenakan pada Suku Batak terlihat adanya kesatuan integrasi antara agama dan ritual adat contohnya yang terlihat adalah pesta adat pernikahan, upacara kematian, dan sebagainya dan hal ini tidak terlihat pada suku di luar Suku Batak. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan orang yang berasal dari suku di luar Batak dengan Suku Batak. Namun hal ini masih belum dapat dipastikan karena perbandingan jumlah kedua kelompok tidak sesuai di mana partisipan dengan Suku Batak jauh lebih besar dengan partisipan di luar Suku Batak, sehingga hal ini masih perlu untuk diteliti lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN