commit to user
xlii
Penelitian Terdahulu lanjutan
Peneliti tahun Variabel
Independen Variabel
Mediasi Variabel
Moderator Variabel
Dependen Alat
Analisis
Hume dan Mort 2008
Core service quality, peripheral
service quality, appraisal emotion
Perceived value, customer
satisfaction Repurchase
intention SEM
Lee et al., 2010 Perceived value,
perceived ease of use, perceived
usefulness, firm’s reputation,
privacy, trust, reliability,
functionality Online purchase
intention Regression
analysis
Kuenzel dan Halliday 2008
Prestige, satisfaction,
corporate communication
Brand identification
WOM, repurchase
MANOVA
Penelitian ini 2011
Country of origin image
Brand equity Repurchase
intention SEM
E. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah dalam penelitian atau pernyataan sementara tentang pengaruh hubungan dua variabel atau lebih.
1. Pengaruh Brand Equity Terhadap Repurchase Intention
commit to user
xliii
Aaker 2008 mengatakan bahwa brand equity merepakan seperangkat aset dan kewajiban yang berkaitan dengan nama merek dan
simbol yang menambah atau mengurangi dari nilai yang diberikan oleh produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan. Aset
di sini merupakan penguraian dimensi dari brand equity yang masing- masing memiliki pengaruh dalam pembentukan brand equity. Aaker juga
menambahkan bahwa dengan menguatkan dimensi brand equity kita dapat membangkitkan brand equity. Merujuk pada penelitian yang dilakukan
Yasin et al., 2007 dimensi brand equity yang membentuk brand equity adalah
brand distinctiveness, brand loyalty, dan brand awarenessassociation.
Brand distinctiveness didefinisikan sebagai seni yang unik dan diinginkan oleh pelanggan Wong dan Marrilees, 2008. Perusahaan
berusaha untuk membuat beberapa bentuk brand distinctiveness untuk menghindari produk mereka yang dipandang sebagai komoditas
McQuiston, 2004 dalam Wong dan Marrilees, 2008. Aaker 2008 menyebutkan bahwa konsumen tidak akan memiliki dasar untuk memilih
merek tertentu jika merek dianggap tidak berbeda dengan yang lain. Brand loyalty dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli
merek itu dibandingkan dengan merek lainnya. Brand loyalty dapat didefinisikan melalui dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang sikap dan
keperilakuan. Dari sudut pandang sikap, Oliver dalam Yoo et al., 2000 mendifinisikan brand loyalty sebagai sebuah komitmen yang dipegang
commit to user
xliv
teguh untuk membeli ulang atau berlangganan pada suatu produk atau layanan jasa yang disukai di masa mendatang, meskipun pengaruh
situasional dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan perubahan perilaku. Sedangkan dari sudut pandang keperilakuan, brand loyalty
didefinisikan sebagai tingkatan dalam sebuah unit pembelian, seperti rumah tangga, konsentrat pembelian dari waktu ke waktu pada merek tertentu
dalam suatu kategori produk Schoell dan Guiltinan, 1990 dalam Tong dan Hawley 2009.
Brand Awareness mengacu pada kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat merek sebagai anggota dari suatu kategori
produk tertentu Aaker, 2008. Dimensi relevan yang menjelaskan brand knowledge dan mempengaruhi respon konsumen adalah kesadaran terhadap
merek dalam hal ini brand recall dan recognition, dan keuntungan, kekuatan, serta keunikan brand association di benak konsumen Keller,
1993. Dengan kata lain, brand awareness dan brand association merupakan dua konstruk yang saling berkaitan. Brand association sendiri
merupakan segala sesuatu terkait dalam memori konsumen terhadap merek Aaker, 1991 dalam Tong dan Hawley, 2009.
Secara garis besar, suatu merek dikatakan memiliki brand equity yang kuat ketika merek tersebut memiliki struktur mental yang dapat
menumbuhkan asosiasi mengenai pengetahuan merek tersebut dalam benak konsumen. Pengetahuan tersebut kemudian akan membantu konsumen
dalam melakukan keputusan pembelian ulang repurchase intention pada
commit to user
xlv
suatu produk perusahaan Batey, 2008 : 36. Berdasarkan penjelasan di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut:
H1a : Brand distinctiveness berpengaruh positif terhadap brand equity.
H1b : Brand loyalty berpengaruh positif terhadap brand equity.
H1c : Brand awarenessassociation berpengaruh positif terhadap brand
equity.
2. Pengaruh Country of Origine Image Terhadap Brand Equity Konsumen memiliki asosiasi terhadap entitas seperti produk, tempat,
merek dan negara asal Pappu et al., 2005. Beberapa penelitian terdahulu juga telah menggagas bahwa informasi mengenai negara asal digunakan
sebagai indikator atas kualitas produk dari suatu negara Hong dan Wyer, 1989; Bluemelhuber et al., 2007; Lampert dan Jaffe, 2007; Chowdhury dan
Ahmed, 2009; Al-Sulaiti dan Baker, 1998; Keller, 1993. Country of origin sendiri didefinisikan sebagai negara tempat perusahaan kantor pusat
perusahaan pemasaran produk atau merek berada Johansson et al., 1985 dan Ozsomer and Cavusgil 1991 dalam Khalid dan Micheal 1998.
Dalam membentuk brand equity, akan diuji bagaimanakah pengaruh country of origin image terhadap aset pembentuk brand equity, dalam hal
ini adalah dimensi brand equity. Merujuk pada penelitian yang dilakukan Yasin et al., 2007 dimensi brand equity yang membentuk brand equity
adalah brand distinctiveness, brand loyalty, dan brand
awarenessassociation, maka disusun hipotesis sebagai berikut:
commit to user
xlvi
H2a : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand
distinctiveness.
H2b : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand
loyalty.
H2c : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand
awarenessassociation.
3. Pengaruh Country of Origin Image Terhadap Repurchase intention Dengan Brand Equity Sebagai Pemediasi
Sebuah premis dasar dari country of origin effect menyebutkan bahwa evaluasi konsumen terhadap country of origin akan mempengaruhi
evaluasi-evaluasi selanjutnya mengenai produk tersebut serta mempengaruhi perilaku untuk membeli purchase atau pembelian ulang
repurchase terhadap produk tersebut Ouellet, 2007 dalam Josiassen dan Assaf, 2009. Yoo et al., 2000 menyatakan bahwa evaluasi konsumen
dalam melakukan pembelian ulang repurchase intention dapat dilakukan dengan membandingkan country of origin image antara merek produk yang
digunakan saat ini dengan merek lain dalam kategori produk yang sama. Sebagai contoh, ketika seorang konsumen yang menggunakan produk
elektronik buatan Jepang hendak membeli lagi produk elektronik buatan Jepang konsumen tersebut kemungkinan akan membandingkan produk yang
akan ia beli dengan produk sejenis yang dibuat oleh negara lain.
commit to user
xlvii
Country of origin juga dikenal dalam membawa asosiasi di benak konsumen Aaker, 2008 dan Keller, 1993. Keduanya berpendapat bahwa
country of origin dapat mempengaruhi brand equity dengan menghasilkan asosiasi sekunder terhadap merek. Sebagai contoh, konsumen mungkin
asosiasi negara Jepang dan Cina dengan atribut keandalan dan daya tahan, untuk tingkatan yang berbeda. Gagasan bahwa informasi mengenai
negara asal digunakan sebagai indikator atas kualitas produk dari suatu negara sangat didukung oleh beberapa penelitian terdahulu Hong dan
Wyer, 1989; Bluemelhuber et al., 2007; Lampert dan Jaffe, 2007; Chowdhury dan Ahmed, 2009; Al-Sulaiti dan Baker, 1998; Keller 1993.
Karena country of origin dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam evaluasi dan tindakan yang akan dilakukan konsumen
terhadap suatu merek produk, maka disusun hipotesis sebagai berikut:
H3a : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand
equity yang dimediasi oleh brand distinvtiveness.
H3b : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand
equity yang dimediasi oleh brand loyalty.
H3c : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand
equity yang dimediasi oleh brand awarenessassociation.
F. MODEL PENELITIAN