commit to user
xxvi
A. Country of Origin
1. Definisi Country of Origin
Country of origin didefinisikan sebagai negara tempat perusahaan kantor pusat perusahaan pemasaran produk atau merek berada
Johansson et al., 1985 dan Ozsomer and Cavusgil 1991 dalam Al-Sulaiti dan Baker 1998. Nagasima 1970 dalam Yasin et al., 2007
mendefinisikan Country of origin sebagai citra, reputasi, stereotip yang dilampirkan pengusaha dan konsumen untuk produk dari negara tertentu,
citra ini dibentuk oleh variabel seperti perwakilan produk, karakteristik nasional, latar belakang politik dan ekonomi, sejarah, serta tradisi.
Beberapa peneliti lain memandang citra country of origin sebagai persepsi umum konsumen mengenai kualitas produk yang dibuat dalam
negara tertentu Hong dan Wyer, 1989; Chattalas et al., 2007 sementara yang lain memandang sebagai definisi mengenai keyakinan tentang
industrialisasi suatu negara dan kualitas nasional standar Srikatanyoo dan Gnoth, 2002. Citra secara garis besar dapat dikategorikan menjadi
dua macam, yaitu citra yang menguntungkan favorable maupun citra yang tidak menguntungkan unfavorable. Oleh karena itu, dapat dibuat
dikotomi tentang citra country of origin yang favorable tentunya akan mengangkat citra kualitas produk dan citra country of origin yang
unfavorable akan menurunkan citra kualitas produk.
2. Efek Country of Origin
commit to user
xxvii
Konsumen mengevaluasi sebuah produk tidak hanya melalui penampilan dan karakteristik-karakteristik saja, tetapi juga negara asal di
mana produk itu dibuat. Nagashima 1970 dalam Al-Sulaiti dan Baker 1998 juga menyebutkan bahwa citra “made in” sangat dipengaruhi oleh
keakraban dan ketersediaan produk dari negara yang bersangkutan. Gagasan bahwa informasi mengenai negara asal digunakan sebagai
indikator atas kualitas produk dari suatu negara sangat didukung oleh beberapa penelitian terdahulu Hong dan Wyer, 1989; Bluemelhuber et
al., 2007; Lampert dan Jaffe, 2007; Chowdhury dan Ahmed, 2009; Al- Sulaiti dan Baker, 1998; Keller 1993.
Ketika seorang konsumen mengidentifikasi sebuah produk dengan negara, muncul peluang dimana evaluasi secara keseluruhan
mengenai negara akan mempengaruhi evaluasi produk Chowdhury dan Ahmed, 2009. Beberapa konsumen juga mempercayai bahwa label
“Made in…..” menunjukkan apakah suatu produk itu “superior” atau “inferior” tergantung pada persepsi dari negaranya Yasin et al., 2007.
Dampak dari negara asal terhadap persepsi konsumen atau evaluasi produk disebut “country of origin effect” Samiee, 1994.
Menurut Hong dan Wyer 1989, ketika konsumen diperkenalkan dengan isyarat mengenai country of origin bersama-sama dengan isyarat
lainnya, seperti harga dan merek, efek dari country of origin dalam proses kognitif mereka dapat diamati dengan dua cara: yaitu 1 the halo
effect dan 2 the summary construct. Ketika konsumen tidak familiar
commit to user
xxviii
dengan produk suatu negara, citra negara bertindak sebagai halo yang secara langsung mempengaruhi keyakinan konsumen tentang produk-
produk dan secara tidak langsung mempengaruhi keseluruhan evaluasi dari mereka melalui keyakinan. Artinya, menyebutkan suatu negara
tertentu memicu perasaan positif atau negatif dalam benak konsumen. Sebaliknya, ketika konsumen sudah familiar dengan produk-produk dari
suatu negara, summary construct model beroperasi di mana konsumen menyimpulkan citra suatu negara dari informasi produk, yang kemudian
secara tidak langsung mempengaruhi sikap merek Han dan Terpstra, 1987. Citra negara kemudian berfungsi sebagai saluran tidak langsung
dalam mempengaruhi atribut produk dan sikap merek.
B. Brand Equity
1. Definisi Brand Equity
Aaker 2008 menyatakan bahwa merek memberikan value, sehingga nilai total dai produk “bermerek” baik akan menjadi lebih tinggi
dibanding produk yang hanya dinilai secara objektif tanpa merek. Aaker menyebut nilai tersebut sebagai brand equity. Cobb-Walgren et
al., 1995 juga menyatakan sulit untuk mengelola added value tanpa mengetahui nilai yang sebenarnya ditambahkan nama merek ke dalam
produk, oleh karena itu dikembangkan suatu konsep yang disebut brand equity. Aaker dalam Kotler 2002:189 membedakan lima tingkat sikap
pelanggan terhadap merek, yaitu:
commit to user
xxix
1. Konsumen akan berganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak ada loyalitas.
2. Konsumen puas. Tidak ada alasan untuk berganti merek. 3. Konsumen puas dan mau mengeluarkan biaya dengan
berganti merek. 4. konsumen menghargai merek dan menganggapnya sebagai
teman 5. Konsumen setia pada merek.
Brand equity sangat berkaitan dengan berapa banyak pelanggan di kelas 3, 4, atau 5.
Yoo et al., 2000 mendefinisikan brand equity sebagai perbedaan pada pilihan konsumen antara fokus produk bermerek dan
produk tidak bermerek mengingat produk memiliki tingkat fitur yang sama. Ekuitas merek brand equity merupakan seperangkat aset dan
kewajiban yang berkaitan dengan nama merek dan simbol yang menambah atau mengurangi dari nilai yang diberikan oleh produk atau
jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan Aaker, 2008. Secara garis besar aset disini dikategorikan sebagai : brand name
awareness, brand loyalty, perceived quality, dan brand association. Aaker 2008 menjelaskan secara panjang lebar mengenai
beberapa deifini aspek dari brand equity. Pertama, brand equity merupakan serangkaian aset. Manajemen ekuitas merek melibatkan
investasi untuk menciptakan dan meningkatkan aset-aset ini. Kedua,
commit to user
xxx
masing-masing aset menciptakan nilai dalam berbagai cara yang berbeda. Dalam rangka mengelola brand equity secara efektif dan untuk membuat
keputusan informasi tentang kegiatan pembentukan merek, penting untuk peka terhadap cara-cara di mana merek yang kuat akan menciptakan
value. Ketiga, ekuitas merek menciptakan value bagi pelanggan maupun perusahaan. Pelanggan yang dimaksud adalah end user maupun rang-
orang di tingkat infrastruktur. Keempat, untuk assets atau liabilities yang mendasari brand equity, mereka harus terkait dengan nama yang sama
atau simbol dari merek. jika nama merek atau simbol berubah, beberapa atau semua assets atau liabilities dapat terpengaruh dan bahkan hilang,
walaupun beberapa mungkin bergeser ke nama baru atau simbol. Maka, suatu produk dikatakan memiliki brand equity apabila
merek dari produk tersebut memberikan added value, sedangkan apabila suatu merek tidak memberikan added value atau bahkan mengurangi
nilai produk berarti produk itu tidak memiliki brand equity. Salah satu karakteristik merek yang memiliki brand equity yang tinggi adalah
adanya konsumen yang loyal terhadap merek tersebut.
2. Dimensi Brand Equity