Potensi hutan kota sebagai alternatif substitusi fungsi alat pendingin ruangan (Air Conditioner) (Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga)

(1)

(Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga)

DAHLAN

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

Dahlan. E34070096. Potensi Hutan Kota Sebagai Alternatif Substitusi Fungsi Alat Pendingin Ruangan (Air Conditioner), Studi Kasus di Kampus IPB

Darmaga. Dibawah Bimbingan: (1) Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. dan (2) Dr. Ir. Irzaman, M.Si.

Kota merupakan lingkungan yang memiliki tingkat pembangunan infrastruktur, kepadatan penduduk dan segala aktifitasnya sangat tinggi, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu udara perkotaan. Pada umumnya masyarakat menggunaan alat pendingin ruangan (Air Conditioner) di rumah-rumah maupun perkantoran. Upaya tersebut tidak murah mengingat biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengoperasikan alat pendingin tersebut relatif tinggi dan belum terjangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu, Air Conditioner (AC) memiliki banyak kekurangan antara lain yaitu menyebabkan dehidrasi, potensi infeksi bakteri Legionella sp., panas sebagai efek samping justru menambah pemanasan suhu udara di luar ruangan, dan merupakan salah satu penyebab terjadinya Global Warming. Sementara itu, vegetasi hutan kota dapat memberikan manfaat ekologis pada lingkungan sekitarnya, salah satunya dapat mereduksi peningkatan suhu udara di perkotaan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji kemampuan vegetasi hutan kota dalam menyerap panas serta potensinya untuk menggantikan fungsi alat pendingin ruangan, sehingga dapat diketahui nilai efisiensi hutan kota.

Penelitian diawali dengan melakukan pengukuran kebutuhan pendingin pada ruangan dengan menggunakan instrumen berupa data check list. Potensi hutan kota dalam menurunkan suhu dilakukan melalui pendugaan serapan panas dengan mengukur densitas fluks panas pada vegetasi dan dengan dilengkapi data sekunder yaitu laju panas laten dari permukaan, laju evapotranspirasi air, intensitas cahaya matahari, albedo pada vegetasi hutan kota, dan kerapatan fluks penyerapan radiasi oleh permukaan atau intensitas cahaya matahari bersih yang diterima oleh pohon.

Berdasarkan analisis data, dapat diketahui bahwa pohon memiliki kemampuan serapan panas rata-rata sebesar 3.192 KJ/jam. Dengan demikian satu unit AC 1 PK (kapasitas 9.495 KJ/jam) dapat disubstitusi tiga pohon, sementara satu unit AC 1,5 PK (kapasitas 18.990 KJ/jam) dapat disubstitusi dengan enam pohon dan untuk satu unit AC 2 PK (kapasitas 28.485 KJ/jam) dapat disubstitusi dengan sembilan pohon. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan vegetasi hutan kota mampu mengurangi tingkat penggunaan alat pendingin ruangan yang membutuhkan biaya yang tinggi dan memiliki berbagai kelemahan. Efisiensi hutan kota untuk satu ruangan dengan pemasangan AC yang tepat yaitu dua sampai sembilan kali lebih murah dibandingkan penggunaan AC. Sedangkan total efisiensi pada delapan ruangan yang diteliti yaitu sebesar Rp 44.765.259,-/tahun. Dengan demikian, pembangunan hutan kota untuk menggantikan AC sangat rasional karena mampu menghemat biaya pengeluaran suatu ruangan dengan sangat signifikan. Kata kunci : Hutan kota, Substitusi, Air Conditioner, Kampus IPB Darmaga.


(3)

SUMMARY

Dahlan. E34070096. Potential of Urban Forest as an Alternative Substitution of Air Conditioner Function, Study Case on IPB Darmaga Campus: Under Supervision of (1) Dr. Ir. Endes N. Dahlan MS. and (2) Dr. Ir. Irzaman, M.Si.

The city is an environment that has very high level of infrastructure development, population density and activities, resulting in an increase of urban air temperatures. Generally, community effort is to use air conditioning in homes and offices. The effort is not cheap considering that the cost to acquire and operate the cooling equipment is relatively high and not affordable by the lower middle society class. In addition, air conditioner (AC) has many shortcomings, among others causing dehydration, potential for Legionella bacteria infections, hot as a side effect adds to warming outdoors air temperatures, and is one of the causes of Global Warming. Meanwhile, the urban forest vegetation can provide ecological benefits to the surrounding environment; one can reduce urban air temperatures increase. The purpose of this research is to assess the ability of urban forest vegetation to absorb heat as well as its potential to replace air conditioner function, so that can know the value of the efficiency of urban forest.

Research begins by performing measurements at room cooling requirements by using the instrument in the form of check list data. The potential of urban forest in heat wels estimated made through use of measuring the heat flux density on vegetation and equipped with secondary data i.e. the rate of latent heat from the surface, the rate of evapotranspiration of water, sunlight intensity, vegetation albedo in the urban forest, and the flux density of radiation absorption by the surface.

Based on data analysis, it is known that the trees had the capability of heat absorption on average by 3.192 KJ/hour. Thus an air conditioning unit 1 PK (capacity 9.495 KJ/h) can be substituted by three trees, while one unit of AC 1,5 PK (capacity 18.990 KJ/h) can be substituted with six trees and one air conditioning unit 2 PK (capacity 28.485 KJ/h) can be substituted with nine trees. Based on these results we can conclude that the existence of urban forest vegetation can reduce the level of use of air conditioning equipment that require high cost and have various drawbacks. The efficiency of urban forest for the room that is twice until nine times cheaper than the use of air conditioning. While the total efficiency of the eight rooms studied is Rp 44.765.259,-/year. Thus, the development of urban forests to replace the AC is rational because it can save the cost of a room spending with very significant.


(4)

POTENSI HUTAN KOTA SEBAGAI ALTERNATIF SUBSTITUSI

FUNGSI ALAT PENDINGIN RUANGAN (

Air Conditioner

)

(Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga)

DAHLAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Potensi Hutan Kota Sebagai Alternatif Substitusi Fungsi Alat Pendingin Ruangan (Air Conditioner),

Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai Karya Ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Dahlan NIM E34070096


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Potensi Hutan Kota Sebagai Alternatif Substitusi Fungsi Alat Pendingin Ruangan (Air Conditioner), Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga.

Nama Mahasiswa : Dahlan

NRP : E34070096

Menyetujui Pembimbing I

Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. NIP. 19501226 198003 1 002

Pembimbing II

___Dr. Ir. Irzaman, M.Si.___ NIP.19630708 199512 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bungaraya, Kabupaten Siak, Provinsi Riau pada 18 Juli 1988 sebagai putra pasangan Sandarjo dan Sayem. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu; pendidikan Sekolah Dasar di SDN 004 Bungaraya (Provinsi Riau) dan SDN UPT IV Air Senda (Provinsi Sumatera Selatan), lulus pada tahun 2001, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP N 1 Bungaraya, lulus pada tahun 2004, dan sekolah menengah atas di SMA N 1 Bungaraya, lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis mendapat Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemerintah Kabupaten Siak untuk melanjutkan studi S1 di Institut Pertanian Bogor dengan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan yakni anggota Kelompok Pemerhati Burung (KPB “Perenjak”) HIMAKOVA (2008-2011), Pengurus UKM FORCES IPB (2009), anggota Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau-Bogor (2008-2011), anggota Himpunan Mahasiswa Siak Sri Inderapura (2008-2011). Prestasi yang pernah penulis dapatkan dalam masa studi diantaranya; dibiayai Dikti dalam PKM-Penelitian (2009), penghargaan Dikti untuk PKM-Artikel Ilmiah (2009), penghargaan Dikti untuk PKM-Gagasan Tertulis (2010), dan dibiayai Dikti dalam PKM-Penelitian (2011).

Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CA Gunung Burangrang-KPH Cikiong, Jawa Barat (2009), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat (2010). Selain itu, penulis juga telah melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (2011). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul “Potensi Hutan Kota Sebagai Alternatif Substitusi Fungsi Alat Pendingin Ruangan (Air Conditioner), Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga” di bawah bimbingan Dr. Ir. Endes N. Dahlan MS. dan Dr. Ir. Irzaman, M.Si.


(8)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian yang kami rangkum dalam penulisan skripsi berjudul “Potensi Hutan Kota Sebagai Alternatif Substitusi Fungsi Alat Pendingin Ruangan (Air Conditioner), Studi Kasus di Kampus IPB Darmaga”. Penulisan ini terinspirasi oleh terjadinya peningkatan suhu udara yang sangat signifikan terutama di wilayah perkotaan. Semetara itu, alat pendingin ruangan (AC) yang umum digunakan untuk menghadapi problema tersebut kurang efesien karena membutuhkan biaya yang besar untuk pembelian unit dan pengoperasiannya.

Karya tulis ini merupakan hasil pemikiran yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya dan mudah-mudahan dapat dijadikan rujukan atau acuan adanya suatu perubahan dalam pengelolaan sumberdaya alam sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Disamping itu, dengan adanya pemanfaatan sumberdaya alam sebagai alternatif penunjang kebutuhan hidup manusia diharapkan dapat meningkatkan upaya efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi upaya efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan manusia, khususnya dalam menghadapi peningkatan suhu udara di Indonesia.

Bogor, Juli 2011


(9)

ii

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan hasil penelitian (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, dan bimbingan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu dan Ayahanda tercinta atas kasih sayang, do‟a, dan motivasi yang selalu tercurahkan kepada penulis,

2. Dr. Ir. Endes N. Dahlan MS. dan Dr. Ir. Irzaman, M.Si. sebagai dosen pembimbing dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini,

3. Direktorat Fasilitas dan Properti Institut Pertanan Bogor atas bantuan materil berupa data sekunder,

4. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Darmaga, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor atas bantuan materil berupa data sekunder,

5. Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) Cibinong atas bantuan materil berupa data sekunder,

6. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan bantuan materil berupa dana penelitian,

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu dalam administrasi dan pelaksanaan penelitian,

8. Teman-teman Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah membantu selama kegiatan penelitian berlangsung, serta

9. Seluruh pihak terkait yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam pelaksanaan penelitian yang tidak sempat disebutkan satu-persatu.


(10)

iii

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL..………vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 2

1.3. Tujuan... 4

1.4. Manfaat ... 4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Peningkatan Suhu... 5

2.2. Air Conditioner (AC) ... 6

2.3. Pohon dan Hutan Kota ... 8

2.4 Hubungan Hutan Kota dan Iklim Mikro ... 9

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi dan Waktu ... 11

3.2. Alat dan Bahan... 11

3.3. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 11

3.4. Analisis Data ... 12

3.5. Efisiensi Hutan Kota ... 16

BAB IVKONDISI UMUM LOKASI ... 17

4.1 Kondisi Fisik secara Umum ... 17

4.2 Letak dan Luas ... 17

4.3 Kondisi Biotik ... 18

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

5.1 Kebutuhan Pendingin pada Ruangan ... 19

5.2 Kemampuan Pohon dalam Menyerap Panas ... 21


(11)

iv

5.4 Efisiensi Pembangunan Hutan kota ... 26

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN ... 30

6.1 Kesimpulan ... 30

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31


(12)

v

DAFTAR GAMBAR

No. halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran ... 3

2. Fluktuasi suhu udara di Indonesia ... 5

3. Fluktuasi suhu udara di Kampus IPB Darmaga ... 5

4. Siklus kerja sistem Air Conditioner ... 7

5. Vegetasi hutan kota di Arboretum Plasmanutfah Hutan Tropika ... 22

6. Vegetasi hutan kota di Arboretum Fakultas Kehutanan ... 22


(13)

vi

DAFTAR TABEL

No. halaman

1. Kemampuan hutan dalam mengendalikan gelombang

pendek dan gelombang panjang (%) ...10

2. Sistematika metodologi penelitian ...11

3. Daftar perhitungan beban room air conditioner ...13

4. Kebutuhan pendinginan ruangan ...19

5. Rekapitulasi perhitungan kemampuan pohon dalam menyerap panas ...21

6. Potensi pohon mensubstitusi Alat Pendingin Ruangan (AC) ...24

7. Biaya penggunaan AC ...26

8. Biaya penanaman dan pemeliharaan pohon dalam waktu 10 tahun ...27


(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. halaman

1. Tally sheet pengukuran Room Air Conditioner ...35

2. Tally sheet penggukuran kemampuan serap panas oleh pohon ...43

3. Analisis vegetasi ...57

4. Data suhu udara dan intensitas cahaya matahari ...58

5. Perhitungan Beban Room Air Conditioner ...59

6. Perhitungan kemampuan pohon dalam menyerap panas ...67


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah perkotaan merupakan daerah yang memiliki tingkat pembangunan sangat tinggi. Namun, pesatnya perkembangan kota seringkali tidak diikuti dengan pengembangan daya dukung kota yang memadai, sehingga menimbulkan perubahan kualitas lingkungan hidup. Pertambahan populasi penduduk sebagai akibat peningkatan jumlah kelahiran dan penurunan jumlah kematian serta arus urbanisasi dari daerah sekitar kota juga merupakan faktor penyebab perubahan kualitas lingkungan daerah perkotaan. Pertumbuhan populasi ini akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan konversi lahan untuk pembangunan, seperti pembuatan sarana dan prasarana, perkantoran, daerah industri, pemukiman dan peruntukan lain khususnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, Irwan (2008) menyatakan bahwa peningkatan suhu perkotaan salah satunya disebabkan oleh padatnya bangunan dan gedung-gedung yang tinggi, sehingga memantulkan cahaya matahari ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari.

Salah satu perubahan kualitas lingkungan yaitu terjadinya peningkatan suhu atau pemanasan lingkungan (iklim mikro) kota. Fluktuasi suhu cenderung meningkat setiap tahunnya, terutama di kota-kota di benua Eropa terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun 1980 sampai tahun 2000 yaitu 0,55 °C (Hansen et al. 2005). Suhu udara di Indonesia juga telah meningkat sebesar 0,3 °C sejak tahun 1950 sampai tahun 2000 (Hulme and Sheard 1999). Selain itu, BMKG (2010) menunjukkan terjadinya peningkatan suhu udara sebesar 0,25 °C sejak tahun 2001 sampai tahun 2010 di Kampus IPB Darmaga. Berbagai fenomena dan problema di perkotaan menyebabkan terjadinya efek Pulau Bahang (Heat Island). Widyasari (1993) dalam Fatimah (2004) menyatakan bahwa data suhu udara hasil estimasi dari pencitraan satelit NOAA-AVHRR memperlihatkan adanya kejadian Pulau Bahang di Jabotabek, dengan pusat di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.

Pada umumnya upaya responsif masyarakat terhadap pemanasan suhu lingkungan yaitu dengan penggunaan alat pendingin ruangan (Air Conditioner) di


(16)

rumah-rumah maupun perkantoran. Sementara itu, biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengoperasikan alat pendingin tersebut relatif mahal. Manfaat yang diperoleh dari alat pendingin ruangan (AC) hanya terbatas pada ukuran dan ruangan (indoor) saja, sedangkan panas yang dihembuskan keluar ruangan akan menambah pemanasan suhu di luar ruangan. Alat tersebut juga menyebabkan dehiderasi pada pengguna ruangan dan turut berperan sebagai penyebab terjadinya Global Warming karena AC menggunakan gas Freon dalam mekanisme kerjanya. Selain itu, pendingin udara tersebut berpeluang besar dalam menyebarkan berbagai virus dan bakteri, salah satunya yaitu bakteri Legionella sp.. Berkaitan dengan hal ini Hendrawati (2009) menjelaskan bahwa pernah terjadi kasus yang cukup fenomenal mengenai penyebaran bakteri melalui AC sentral terjadi di Philadelphia, Amerika Serikat, tahun 1976 saat 34 orang meninggal yang diketahui penyebabnya adalah terinfeksi bakteri Legionella sp. dalam suatu hotel karena sistem cooling tower AC sentral yang kurang baik.

Penanggulangan masalah pemanasan suhu dapat dilakukan melalui pembangunan hutan kota yang dapat berperan dalam ameliorasi (perbaikan) iklim mikro kawasan perkotaan. Hutan kota juga memiliki berbagai manfaat yaitu pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan air, mengatasi instrusi air laut, produksi terbatas, dan ameliorasi iklim (Dahlan 1992). Berkaitan dengan fungsi ameliorasi iklim mikro, Kuchelmeister dan Braatz (1993) dalam Dahlan (2004) menyebutkan bahwa tumbuhan yang mengitari sebuah gedung mampu memberikan efek kesejukan setara dengan 15 buah AC dengan kemampuan 4.200 KJ. Namun demikian, perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai kemampuan hutan kota sebagai stabilitator iklim mikro sehingga dapat menggantikan fungsi alat pendingin ruangan. Dengan demikian, nilai efisiensi hutan kota dapat diketahui.

1.2 Kerangka Pemikiran

Kota merupakan lingkungan dimana pembangunan infrastruktur, kepadatan penduduk dan segala aktifitasnya sangat tinggi, hal ini mengakibatkan peningkatan suhu udara perkotaan tersebut. Masyarakat pada umumnya menggunakan Alat


(17)

pendingin ruangan sebagai pilihan untuk menghadapi masalah tersebut. Namun, selain memiliki berbagai kelemahan, upaya tersebut juga tidaklah murah. Sementara itu, hutan kota memberikan manfaat ekologis pada lingkungan sekitarnya. Vegetasi hutan kota dapat mereduksi peningkatan suhu di perkotaan, sehingga mampu mengurangi tingkat penggunaan alat pendingin ruangan yang membutuhkan biaya yang besar dan tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian kemampuan hutan kota menggantikan fungsi alat pendingin ruangan perlu dilakukan. Sistematika kerangka pemikiran disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran. Kota

Peningkatan suhu (pemanasan kawasan kota) Vegetasi (hutan

kota)

Penggunaan air conditioner (AC)

Menyerap panas (panas), Memperkecil albedo,

Biaya pembangunan Vegetasi: Penanaman dan

pemeliharaan

Biaya penggunaan AC,

Nilai efisiensi

Dehiderasi,

Pemicu Global Warming,

Infeksi bakteri

legionella,


(18)

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan hutan kota dalam menggantikan fungsi alat pendingin ruangan AC. Dalam hal ini akan dikaji jumlah pohon yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pendinginan suatu ruangan, sehingga dapat diketahui nilai efisiensi dari pembangunan hutan kota.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain yaitu:

1. Memberikan informasi kemampuan pohon dalam hutan kota sebagai pengganti alat pendingin ruangan, sehingga dapat mengurangi tingkat penggunaan alat pendingin ruangan.

2. Kontribusi informasi kepada masyarakat mengenai nilai hutan kota, sehingga dapat membuka pemikiran mereka untuk turut berpartisipasi menjaga dan mengembangkan hutan kota.

3. Sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan pada manajemen perkotaan berbasis lingkungan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peningkatan Suhu Udara

Fluktuasi suhu cenderung meningkat setiap tahunnya, terutama di kota-kota di benua Eropa. Pada kota-kota tersebut terjadi peningkatan suhu yang signifikan dari tahun 1980 sampai tahun 2000 yaitu 0,55°C (Hansen et al. 2005). Peningkatan suhu udara juga terjadi di Indonesia, terutama di wilayah perkotaan. Peningkatan yang terjadi sejak 1950 yaitu 0,3°C (Hulme dan Sheard 1999). Pantauan melalui citra satelit NOAA-CIRES pada tahun 2005 juga menunjukkan adanya peningkatan suhu udara yang signifikan di Indonesia (Gambar 2). Selain itu, BMKG (2010) menunjukkan terjadinya peningkatan suhu udara sebesar 0,25°C sejak tahun 2001 sampai tahun 2010 di Kampus IPB Darmaga (Gambar 3).

Gambar 2 Fluktuasi suhu udara Indonesia.


(20)

Permasalahan lingkungan perkotaan ditandai dengan semakin luasnya areal terbangun yang menggantikan permukaan unsur-unsur alami seperti hutan dan permukaan air telah mengakibatkan perbedaan suhu udara yang tinggi antara daerah

kota dengan pinggiran kota, yang dikenal dengan istilah „Heat Island‟ atau Pulau Bahang. Givoni (1989) dalam Fatimah (2004) menyatakan bahwa pulau panas terjadi akibat adanya lima faktor pendukung, yaitu:

1. Perbedaan keseimbangan radiasi neto antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka disekitarnya,

2. Terjadinya penyimpangan energi panas matahari pada bangunan-bangunan diperkotaan selama siang hari dan dilepaskan pada malam harinya,

3. Tingginya konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas penduduk kota, 4. Evapotranspirasi rendah karena terbatasnya vegetasi,

5. Adanya sumber panas tambahan akibat penggunaan mesin pendingin ruangan/AC, yang dilepaskan ke udara perkotaan.

Perkembangan daerah Jabotabek sebagai penyangga kegiatan di Ibukota Jakarta dari waktu ke waktu semakin pesat, sehingga wilayah ini tidak luput dari problema gejala Pulau Bahang (heat island). Widyasari (1993) dalam Fatimah (2004) menyatakan bahwa data suhu udara hasil estimasi dari pencitraan satelit NOAA-AVHRR memperlihatkan adanya kejadian Pulau Bahang di Jabotabek, dengan pusat di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.

2.2 Air Conditioner (AC)

Air Conditioner adalah suatu alat yang digunakan untuk mengatur atau mengkondisikan kualitas udara yang meliputi sirkulasi udara, mengatur kelembaban udara, mengatur kebersihan udara dan untuk memurnikan udara (purification). Jones dan Stoecker (1977) menjelaskan bahwa pada refrigerasi dan pengkondisian udara terjadi perpindahan energi panas dengan mekanisme penggunaan udara, air atau refrigerant. Perpindahan energi panas ini seringkali dengan membawa energi tersebut dari suatu ruangan ke suatu penyerap panas sentral (unit refrigerasi) atau membawa panas dari sumber panas (pemanas atau ketel) ke ruangan.

Penggunaan AC di dunia semakin meningkat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah pemasaran AC tersebut di masyarakat luas. Menurut Ednot dan


(21)

Paris (2002) Negara Spanyol dan Italia adalah Negara dengan tingkat konsumsi terbesar terhadap AC yaitu 24 % dan 25 % pada tingkat dunia tahun 1998.

Prinsip kerja Air Conditioner akan dijelaskan selanjutnya pada gambar siklus kerja AC (gambar 4) adalah sebagai berikut:

a. Kompresor menguapkan gas/uap refrigerant yang bertemperatur tinggi dan bertekanan tinggi karena menyerap panas dari evaporator ditambah panas yang dihasilkan saat langkah pengeluaran (discharge).

b. Gas refrigerant mengalir ke dalam kondensor, didalam kondensor gas refrigerant dikondensasikan menjadi cairan atau terjadi perubahan keadaan (phasa) yaitu pengembunan refrigerant.

c. Cairan refrigerant mengalir ke dalam receiver untuk disaring antara cairan refrigerant dengan oli sampai evaporator memerlukan refrigerant untuk diuapkan.

d. Katup ekpansi menurunkan tekanan dan temperatur/suhu cairan refrigerant yang bertekanan dan bertemperatur tinggi menjadi rendah.

e. Gas refrigerant yang dingin dan berembun ini mengalir ke dalam evaporator. Refrigerant menguap dan menyerap panas dari udara luar atau terjadi pengkabutan udara sehingga suhu diluar akan dingin.

Gambar 4 Siklus kerja sistem air conditioner. (Jones dan Stoecker 1977)


(22)

2.3 Hutan Kota

2.3.1 Pengertian Hutan Kota

Menurut Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988, hutan kota adalah suatu ruang terbuka hijau yang ditanami berbagai tanaman tahunan, dengan maksud sebagai tempat perlindungan kelestarian tanah dan air, penyelamatan plasma nutfah serta paru-paru kota. Hutan kota tidak hanya berarti hutan yang berada di kota, tetapi dapat tersusun dari komponen hutan dan kelompok vegetasi lainnya yang berada di kota (taman, jalur hijau, kebun, pekarangan).

Hutan kota merupakan komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau di sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dan membentuk suatu habitat tertentu untuk kehidupan satwa serta menciptakan kondisi lingkungan yang sehat dan nyaman (Irwan 2008). Keberadaan pohon-pohon memberikan pengaruh terhadap suhu udara, terutama peranannya dalam mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam suatu daerah dan mengurangi intensitas angin yang membawa uap air ke permukaan (Sulistyo 2004).

2.3.2 Peranan Hutan Kota

Pohon-pohon dalam hutan kota sangat penting untuk diperhatikan karena bagi jutaan penduduk pohon adalah sumber yang memberikan konstribusi melalui cara yang signifikan dalam membangun lingkungan yang nyaman (Endress 1990). Kondisi iklim mikro di bawah naungan tajuk berbeda dengan bila tidak bertajuk. Hal ini juga berkaitan dengan karakteristik bentuk dan penutupan tajuk. Keuntungan utama vegetasi pohon yaitu mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk dan menurunkan suhu udara dalam kaitannya dengan penutupan tajuk dan evapotransporasi (Spangenberg et al. 2008).

Komponen hutan kota yang meliputi struktur vegetasi pohon, jalur hijau dan taman kota akan mampu mengurangi polusi udara, menurunkan suhu udara, meningkatkan kelembaban udara dan meningkatkan estetika lingkungan (Dahlan 1992). Menurut Koto (1991), hutan kota mampu memodifikasi iklim mikro sebagai akibat dari naungan, mengurangi kecepatan angin, meningkatkan radiasi gelombang panjang, menahan tetes air hujan, pendinginan udara, melalui evapotranspirasi dan meningkatkan kelembaban udara.


(23)

Pada daerah pinggiran kota, daerah yang banyak ditemukan jenis pohon dewasa memiliki suhu udara yang lebih rendah dibandingkan daerah yang tidak terdapat jenis pohon. Keterkaitan suhu dengan kelembaban relatif di bawah tajuk atau naungan pohon yaitu suhu yang semakin rendah dan kelembaban relatif yang lebih tinggi dan pengurangan sinar matahari yang melewati tajuk pohon (Georgi dan Zafiriadis 2006). Adanya penurunan suhu udara dari suhu udara awal yang relatif tinggi, dapat meningkatkan kondisi suhu yang nyaman bagi pejalan kaki dan mengurangi energi untuk melepaskan panas akibat suhu udara yang tinggi (Spangenberg et al. 2008). Vegetasi berupa pohon sangat berpengaruh positif terhadap lingkungan termalnya dalam hal laju penurunan temperatur udara dan temperatur udara rata-rata (Wonorahardjo et al. 2007).

2.4 Hubungan Hutan Kota dan Iklim Mikro

Hutan kota sangat erat kaitannya dengan iklim mikro suatu daerah. Hutan kota yang tersusun atas vegetasi-vegetasi yang direncanakan dengan pertimbangan jenis vegetasi sangat mempengaruhi komponen-komponen iklim dalam suatu daerah yang sempit. Adapun mekanisme hubungan hutan kota dan iklim mikro adalah ketika radiasi matahari terdiri dari cahaya dan sinar matahari yang terdiri dari gelombang pendek dan panjang. Sinar infra merah dan infra jauh yang panjang gelombangnya antara 780-3000 nm memiliki energi termis yang besar. Radiasi energi sebesar itu akan mengakibatkan tanah dan benda lainnya menjadi panas Robinette (1983) dalam (Dahlan 2004).

Suhu udara pada daerah berpepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi pohon. Hal ini disebabkan karena daun mempunyai kemampuan untuk memantulkan kembali sinar infra merah sebesar 70 %, sedangkan untuk cahaya tampak dengan berbagai panjang gelombang (380-780 nm) hanya berkisar antara 6-12 %. Sinar dengan panjang gelombang sekitar 2000 nm (infra merah dekat) tidak banyak diserap oleh daun, sementara sinar dengan panjang gelombang lebih dari 7000 nm akan diserap dengan baik, yakni sekitar 97 %. Dengan demikian daun dapat dipersamakan dengan benda gelap yang berwarna hitam. Tabel 1 menerangkan kemampuan hutan dalam mengendalikan gelombang pendek dan gelombang panjang Robinette (1983) dalam (Dahlan 2004).


(24)

Tabel 1 Kemampuan Hutan dalam Mengendalikan Gelombang Pendek dan Gelombang panjang (%)

Respon Daun Gelombang Pendek Gelombang panjang

Dipantulkan 10 -

Diserap 80 (100)

Dibiaskan - 10

Diteruskan 10 90

Sumber : Robinette (1983) dalam (Dahlan 2004)

Tumbuhan yang tinggi dan luasan yang cukup akan mengurangi efek pemanasan tersebut. Namun, dengan semakin berkurangnya lahan yang tertutup oleh pepohonan sebagai akibat dari meningkatnya pembangunan gedung bertingkat untuk perkantoran, kegiatan bisnis, perumahan dan lain-lain, maka lingkungan kota menjadi semakin panas. Oleh karena itu untuk mengatasinya hutan kota perlu dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan yang terasa semakin panas.

Beberapa hal yang turut mempengaruhi kemampuan serapan pohon terhadap radiasi matahari antaralain albedo hutan yaitu 0,12 (Campbell dan Norman 1998) untuk hutan hujan tropis, konduktifitas udara yaitu 5,7 x 10-5 Cal/sec cm °C (Sears dan Zemansky 1960), panas laten evapotranspirasi (λ) yaitu 2.450 KJ/kg (Chavez et al. 2005). Untuk mengetahui kemampuan hutan kota dalam menciptakan iklim mikro yang sejuk dan nyaman, Wenda (1991) dalam Dahlan (2004) telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang berpepohonan dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan yang dibandingkan dengan lahan permukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa:

1. Pada areal hanya berpepohonan suhu hanya berkisar 25,5-31,1 °C dengan kelembaban 66-92 %.

2. Pada areal yang kuarang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal, suhu yang terjadi 27,7-33,1 °C dengan kelembaban 62-78 %.

3. Areal terbuka mempunyai suhu 27,3-32,1 °C dengan kelembaban 62-78 %. Koto (1991) juga melakukan penelitian dibeberapa tipe vegetasi disekitar gunung manggala wanabhakti. Perbedaan suhu udara diatas lapisan tanah yang ditutupi dengan beton dibandingkan dengan udara yang ada di dalam hutan sebesar 3-5 °C. Dari hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa hutan kota sangat penting dalam menurunkan suhu udara kota.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kampus IPB Darmaga, Bogor pada bulan Februari sampai Mei tahun 2011. Lokasi-lokasi pengambilan data antara lain di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB dan Arboretum Plasma nutfah Hutan Tropika (untuk pengukuran kemampuan pohon dalam menyerap panas), dan di gedung-gedung kuliah serta ruang perkantoran (untuk melakukan pengukuran kebutuhan pendinginan ruangan).

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui penyewaan dan pembelian. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alat pendingin ruangan (AC) dan ruangan, pohon sebagai penyusun hutan kota, thermometer, kamera, kalkulator, meteran, tali rafia, tangga tali, kompas, alat tulis dan peralatan pendukung lainnya.

3.3 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Metode pengumpulan dan analisis data secara umum disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sistematika metodologi penelitian

No. Jenis data Metode pengumpulan

Analisis data Luaran

1. Data Primer :

a. Ukuran dan deskripsi ruangan (termasuk pemakaian AC dan daya listrik),

b. Suhu udara di bawah tajuk pohon,

c. Luas tajuk plot (L) dan kerapatan pohon,

a. Pengukuran ruangan dan pengisian check list

b. Pengukuran perbedaan suhu vertikal (1m - 6 m) c. pengukuran luas plot a. Deskriptif kuantitatif (perhitungan room air conditioner) (Handoko 1979) b. Menghitung nilai H (Hukum Fourier)

c. Rn = a X i X L

a. Kebutuhan pendinginan suatu ruangan

b. Nilai H (densitas fluks panas vegetasi) c. intensitas cahaya bersih (Rn)

2. Data sekunder:

a. Panas laten permukaan (λ), b. Evapotranspirasi (E), c. Intensitas cahaya matahari (i) d. Albedo hutan (a),

e. Biaya hutan kota. f. Keadaan umum

a. Pustaka b. Pustaka c. Data BMKG d. Pustaka e. Pustaka f. Pustaka

(a. sampai d.): G = Rn – H –λE (Campbell dan Norman 2000)

(a. sampai d.): G (Laju Penyimpanan Panas dalam pohon) f. Nilai ekonomi


(26)

3.3.1 Pengukuran Kebutuhan Pendingin pada Ruangan/Gedung

Pengukuran untuk memperoleh data kebutuhan tingkat pendinginan untuk suatu ruangan dilakukan dengan menggunakan instrument yang berupa data check list (Tabel 3). Pengisian check list tersebut dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa meteran panjang. Dalam hal ini meteran dipakai untuk mengukur panjang dan lebar jendela-jendela, panjang dan lebar ruangan, dan panjang pintu. Ruangan yang akan diukur sebanyak delapan ruangan di Kampus IPB Damaga dengan tipe, bentuk atau ukuran berbeda yang dilakukan secara purposif. Penentuan tersebut antara lain didasarkan pada kemudahan akses terhadap ruangan, izin untuk dilakukan pengukuran, dan kemampuan peneliti untuk melakukan pengukuran. Selain itu, penggunaan alat pendingin ruangan (AC) juga dihitung untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan terhadap penggunaannya.

3.3.2 Pengukuran Kemampuan Pohon dalam Menyerap Panas

Kemampuan pohon dalam menyerap panas dilakukan dengan mengukur suhu udara pada beberapa ketinggian tertentu dari pohon untuk mengetahui laju penyimpanan panas dalam vegetasi pada lokasi penelitian. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pengukuran dilakukan pada saat suhu maksimum yaitu antara pukul 12.00 dan 14.00 (Tjasyono, 2004). Jarak yang ditentukan dalam pengukuran ini yaitu pada setiap satu meter mulai pada titik satu meter sampai enam meter. Pengukuran pada masing-masing lokasi dilakukan dengan enam kali ulangan/hari selama tujuh hari yang cerah. Penentuan rentang jarak tersebut didasarkan atas tingkat kesulitan untuk melakukan pengukuran pada titik yang lebih tinggi. Pengukuran kemampuan pohon dalam menyerap panas dilakukan pada tipe pohon yang berkelompok. Kerapatan pohon dalam suatu luasan komunitas vegetasi diukur melalui analisis vegetasi sederhana khusus untuk tingkat pohon.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Kebutuhan Pendinginan Ruangan dan Biaya Alat Pendingin (AC)

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif yang merupakan olahan data yang diperoleh dari hasil pengukuran. Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan rumusan yang tersaji dalam Tabel 3.


(27)

Tabel 3 Daftar perhitungan beban room air conditioner (RAC) ( Handoko 1979 ) Bagian Satuan Faktor Perkalian Beban dingin

BTU/jam Ukuran x Faktor 1. JENDELA-JENDELA

Menghadap matahari :

(Pilih satu, beban yang terbesar) a) Timur Laut

b) Timur c) Tenggara d) Selatan e) Barat Daya f) Barat g) Barat Laut h) Utara

Siang hari

….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2

Tanpa penutup Ditutup tirai Tenda luar 807,29 322,92 215,28 1076,39 430,56 269,09 807,29 322,92 215,28 807,29 376,74 215,28 1291,67 538,20 376,74 1614,58 699,65 484,38 1291,67 538,20 376,74 807,29 376,74 215,28 2. JENDELA-JENDELA

Tidak menghadap Matahari: Jumlah semua jendela a) Gelas Tunggal

b) Gelas ganda atau Glass Block

….. m2 ….. m2

150,69 75,35

3. DINDING-DINDING a) Bagian Luar

Menghadap matahari b) Bagian Dalam

Hanya pada dinding yang merupakan batas dengan ruangan lain yang tidak didinginkan

Panjang

….. m

….. m

konstruksi Ringan Berat 196,81 98,42

98,42 4.ATAP atau LANGIT-LANGIT

(Pilih sebuah saja) a) Atap tanpa isolasi b) Atap berisolasi

c) Langit-langit di atasnya bertingkat

d) Langit-langit berisolasi di atasnya ada ruangan

e) Langit-langit tanpa isolasi di atasnya ada ruangan

….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2 ….. m2

204,51 86,11 32,29 53,82 129,17 5. LANTAI

(Hilangkan jika langsung di atas tanah atau di atas ruang bawah tanah)

….. m2 32,29

6. ORANG & VENTILASI

Jumlah orang ….. 600

7. LAMPU-LAMPU & ALATALAT LISTRIK YANG

DIPAKAI……… Watt 3

8. PINTU

Terus-menerus terbuka ke ruangan yang tidak didinginkan. Lebar

Panjang ….. m ….. m

3229,17

3229,17 9. JUMLAH 1 s/d 8


(28)

Keterangan untuk mengisi daftar perhitungan beban dari RAC:

1. Mengalikan luas jendela dari tiap-tiap arah dengan faktor-faktor dari arah jendela. Faktor yang diberikan tergantung pada pemakaian penutup tirai, gorden, atau tenda dari luar.

2. a. Mengalikan jumlah panjang dari semua dinding yang menghadap ke luar dengan faktor yang sesuai ketentuan pada tabel. Pintu dianggap sebagai bagian dari dinding. Dinding yang tidak berisolasi atau dinding batu yang tebalnya 20 cm atau kurang dianggap konstruksi ringan. Dinding yang berisolasi atau dinding batu yang tebalnya lebih dari 20 cm dianggap konstruksi berat.

b. Mengalikan jumlah semua dinding dari dinding-dinding bagian dalam yang berbatasan dengan ruangan yang tidak didinginkan dengan faktor yang diberikan. Dinding yang membatasi ruangan lain yang juga didinginkan tidak perlu ikut dijumlahkan untuk dihitung.

3. Mengalikan jumlah luas atap atau langit-langit dengan faktor-faktor yang diberikan yang paling sesuai bentuk atap atau langit-langit.

4. Mengalikan jumlah luas lantai dengan faktor yang diberikan. Hilangkan bagian ini jika lantai berada langsung di atas tanah atau diatas ruangan bawah tanah (basement).

5. Mengalikan jumlah orang yang ada di dalam ruangan yang diatur udaranya dengan faktor yang diberikan. Jumlah orang dihitung sesuai kapasitas maksimum ruangan. 6. Menghitung jumlah daya lampu-lampu dan alat-alat listrik yang dipakai dalam

ruangan, kemudian mengalikan jumlah daya dengan faktor yang diberikan pada metode RAC ini.

7. Mengalikan lebar dari pintu atau dinding yang terbuka atau terus menerus terbuka dan berhubungan dengan lain ruangan yang tidak didinginkan dengan faktor yang diberikan.

8. Menjumlahkan beban-beban dari semua bagian diatas : 1 s/d 8

9. Mengalikan jumlah beban yang didapat dari bagian 9 dengan faktor koreksi dan hasilnya adalah jumlah perkiraan beban dingin dalam BTU/jam.

Tahap selanjutnya akan dihitung biaya listrik dan pembelian unit serta jumlah AC yang terdapat pada ruangan tersebut. Perhitungan biaya penggunaan AC dilakukan dengan persamaan 1.


(29)

BAC = BU + BL (1)

Keterangan:

BAC = Biaya penggunaan AC suatu ruangan BU = Biaya pembelian Unit AC

BL = Biaya listrik yang harus ditanggung pada penggunaan alat (asumsi pemakaian AC selama delapan jam/hari).

3.4.2 Potensi Kemampuan Vegetasi Hutan Kota

Potensi hutan kota dalam menurunkan suhu dilakukan melalui pendugaan menggunakan bantuan data sekunder yaitu laju panas laten dari permukaan, intensitas cahaya matahari, albedo, laju evapotranspirasi, dan panas laten evapotranspirasi. Berdasarkan perhitungan tersebut maka dapat diketahui berapa jumlah pohon yang diperlukan untuk menciptakan suhu yang nyaman berdasarkan perhitungan beban dari RAC. Namun, perlu dilakukan perhitungan densitas fluks panas di dalam vegetasi terlebih dahulu. Data perbedaan suhu digunakan untuk menghitung nilai H (Hukum Fourier), untuk transfer panas dihitung dengan persamaan 2.

H = -k A ΔT (2)

ΔZ

Keterangan:

H = densitas fluks panas (W/m2) di dalam vegetasi A = luas penapang/tajuk (m2)

ΔT = rentang suhu (0C)

ΔZ = rentang tinggi/ jarak (meter)

k = konduktansi udara (-5,7 x 10-5 Cal/cm.sec.0C) (Sears and Zemansky 1960)

Hasil perhitungan di atas dan data lapangan berupa absorbsi energi melalui fotosintesis serta data-data sekunder kemudian digunakan untuk menghitung kemampuan penyimpanan panas oleh pohon/vegetasi. Berdasarkan prinsip keseimbangan energi pada permukaan vegetasi yang menunjukkan input, output atau storage energy dengan persamaan 3 (Campbell and Norman 2000).


(30)

G = Rn – H –λE (3) Keterangan:

= laju penyimpanan panas dalam vegetasi dan tanah,

= kerapatan fluks penyerapan radiasi oleh permukaan atau intensitas cahaya matahari bersih yang diterima oleh pohon

= laju pelepasan panas (aliran panas melalui konveksi atau konduksi ditentukan oleh perbedaan suhu),

= laju panas laten dari permukaan, = laju evapotranspirasi air,

= panas laten evapotranspirasi (panas yang diserap ketika 1 gram air diuapkan).

3.5 Efisiensi Hutan Kota

Perhitungan nilai atau efisiensi hutan kota dianalisis dengan membandingkan dan mencari selisih antara biaya yang diperlukan untuk penggunaan alat pendingin ruangan dengan biaya pembangunan hutan kota pada tingkat pemenuhan kebutuhan pendinginan suatu ruangan yang sama. Dengan demikian akan diketahui perbandingan biaya yang dibutuhkan oleh kedua objek yang diteliti. Nilai ekonomi Hutan kota dihitung dengan persamaan 4.

NHK = BAC – BHK (4)

Keterangan:

NHK = Nilai ekonomi Hutan kota

BAC = Biaya penggunaan AC (biaya pembelian dan listrik)

BHK = Biaya pembangunan hutan kota (pohon untuk memenuhi kebutuhan penyejuk ruangan berdasarkan perhitungan beban dari RAC)


(31)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI

4.1 Kondisi Fisik secara Umum

Topografi Kampus IPB Darmaga sangat beragam, mulai dataran sampai bergelombang dengan gedung-gedung yang dikelilingi oleh kawasan hutan. Kondisi topografi kampus IPB Darmaga yaitu :

a. 41 % dari luas kawasan memiliki kemiringan 0-5 % b. 37 % dari luas kawasan memiliki kelerengan 5-15 % c. 17 % dari luas kawasan areal memiliki kelerengan 15-25 % d. 5 % dari luas kawasan memiliki kelerengan lebih besar dari 25 %.

Jenis tanah di Kampus IPB Darmaga termasuk jenis Latosol dengan ketinggian tempat berkisar antara 145-200 meter di atas permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson Kampus IPB Darmaga termasuk daerah yang memiliki tipe hujan A dengan bulan basah lebih dari 9 bulan Balen et al. (1986) dalam Kurnia (2003).

Curah hujan tahunan wilayah Darmaga dalam 1 tahun terakhir (2010) mencapai 4051,20 mm, dengan temperatur udara tahunan rata-rata 25,8 °C, suhu maksimum 33,2°C dan minimum 22,7 °C. Sedangkan kelembaban nisbi 84,00 %, kecepatan angin 2,1 km/jam dan laju penguapan 4,1 % (BMKG 2010).

4.2 Letak dan Luas

Balen et al. (1986) dalam Kurnia (2003) menyebutkan bahwa kampus IPB Darmaga memiliki lahan dengan luas 256,97 ha. Secara administratif, kampus tersebut terletak di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor yang berjarak kurang lebih 10 KM ke arah barat Kota Bogor. Secara geografis terletak

antara 6°30‟ - 6°45‟ LS dan 106°45‟ - 106°50‟ BT. Sebelah timur berbatasan dengan pemukiman penduduk desa Babakan, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan sungai Cihideung (Desa Cihideung Ilir), dan sebelah utara berbatasan dengan sungai Ciapus dan Cisadane.


(32)

4.3 Kondisi Biotik 4.3.1 Flora

Jenis tumbuhan yang terdapat di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB dan di Arboretum Plasmanutfah hutan Tropika IPB diantaranya yaitu Kayu Afrika (Maesopsis eminii), Pinus (Pinus merkusii), Merawan (Hopea mengarawan), Pulai (Alstonia scholaris), Meranti (Shorea spp.), Gmelina (Gmelina arborea), Karet (Hevea brasiliensis), Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Mahoni (Swietenia mahagoni), Eboni (Diospyros celebica), Kaya (Khaya sp.), Keruing (Dipterocarpus sp.), Burahol (Stelechocarpus burahol), Rasamala (Altingia excelsa), Laban (Vitex pubescens), Durian (Durio zibethinus), Matoa (Pometia pinnata), Angsana (Pterocarpus indicus) dan lain-lain (Yuliana 2000).

4.3.2 Fauna

Kampus IPB Darmaga memiliki keanekaragaman satwaliar yang tinggi. Menurut Hernowo et al. (1991) ditemukan 12 jenis mamalia dan 68 jenis burung di Kampus IPB Darmaga. Yuliana (2000) menyatakan bahwa amfibi yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga sebanyak 13 jenis (yang semuanya berasal dari ordo anura), katak yang dapat ditemukan di Arboretum Fakultas Kehutanan terdiri dari 6 jenis. Keenam jenis katak tersebut antara lain katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii), katak pohon bergaris (Polypedates leucomistax), katak tegalan (Fejervarya limnocharis), katak batu raksasa (Limnonectes macrodon) dan kodok buduk (Bufo asper).


(33)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kebutuhan Pendingin pada Ruangan

Pengukuran kebutuhan pendinginan ruangan dilakukan pada delapan ruangan yang ada di kampus IPB Darmaga. Berdasarkan pengukuran dengan metode Room Air Conditioner dapat diketahui kebutuhan masing-masing ruangan terhadap pendinginan (Tabel 4).

Table 4 Kebutuhan pendinginan ruangan

No. Nama

Ruangan

Deskripsi ruangan Kebutuhan

pendinginan (KJ/jam) 1. Ruang Auditorium 1, Fakultas kehutanan

Ruangan berukuran 12,28 m x 8,14 m; mempunyai 2 jendela 1 m x 0, 8 m, kapasitas 91 orang, terpasang lampu 6 x 36 watt, dan kipas angin 2 buah x 80 watt. Terdapat 2 buah AC 1,5 PK (18.990 KJ/jam).

86.648

2. Ruang Sidang Silva, Fakultas Kehutanan

Ruangan berukuran 17,5 m x 10 m; mempunyai 20 jendela 1 m x 0, 75 m dan 16 buah jendela ukuran 1,5 m x 0, 75 m, kapasitas 105 orang, terpasang lampu 32 x 36 watt, dan kipas angin 1 buah x 80 watt. Terdapat 6 buah AC 1,5 PK.

106.881

3. Ruang Departemen Tanah, Fakultas Pertanian

Ruangan berukuran 9 m x 4,5 m; mempunyai 3 jendela 2 m x 1m dan 6 jendela ukuran 2 m x 0,5 m, kapasitas 16 orang, terpasang lampu 12 x 36 watt, dan kipas angin 1 x 450 watt. Terdapat 2 buah AC 1,5 PK.

22.771

4. Ruang perpustakaan Fakultas Pertanian

Ruangan berukuran 36 m x 9 m; mempunyai 14 jendela 2 m x 1m, 16 jendela ukuran 2 m x 0,5 m, dan 16 jendela gelas tunggal ukuran 1 x 0,5 m, kapasitas 67 orang, terpasang lampu 72 x 36 watt, dan komputer 2 x 450 watt. Terdapat 4 buah AC 2 PK (Kapasitas 28485 KJ/jam).

141.059

5. Gedung Kuliah B1, Fakultas Teknologi Pertanian

Ruangan berbentuk limas dengan sisi alas berukuran 17,5 m, sisi atas ukuran 2,5, dan jarak antara sisi tersebut 20 m; mempunyai 4 jendela 1 m x 1m dan 8 buah jendela ukuran 1m x 0,5m, kapasitas 120 orang, dan lampu 64 x 36 watt. Terdapat 4 buah AC 1,5 PK.

133.050

6. Ruang Kuliah H101, Fakultas Teknologi Pertanian

Ruangan berukuran 13,55 m x 9 m; mempunyai 36 jendela 1 m x 0,5 m, kapasitas 114 orang, terpasang lampu 6 x 36 watt, kipas angin 2 x 270 watt, dan proyektor 1 x 36 watt. Terdapat 4 buah AC 1,5 PK.

103.771

7. RK OFAK B11, Fakultas Pertanian

Ruangan berbentuk limas dengan sisi alas berukuran 17,5 m, sisi atas ukuran 2,5, dan jarak atra sisi tersebut 20 m; mempunyai 4 jendela 1 m x 1m dan 8 buah jendela ukuran 1m x 0,5m, kapasitas 120 orang, dan lampu 64 x 36 watt. Terdapat 4 buah AC 1,5 PK.

133.050

8. RK OFAK B12, Fakultas Pertanian

Ruangan berbentuk limas dengan sisi alas berukuran 17,5 m, sisi atas ukuran 2,5, dan jarak atra sisi tersebut 20 m; mempunyai 4 jendela 1 m x 1m dan 8 buah jendela ukuran 1m x 0,5m, kapasitas 120 orang, dan lampu 64 x 36 watt. Terdapat 4 buah AC 1,5 PK.


(34)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ruang perpustakaan Fakultas Pertanian memerlukan pendinginan yang paling besar yaitu 141.059 KJ/jam. Sedangkan ruangan yang memerlukan pendinginan paling kecil adalah Ruang Departemen Tanah Fakultas Pertanian yaitu 22.771 KJ/jam. Hal ini memperlihatkan bahwa besar kecilnya kebutuhan pendinginan suatu ruangan ditentukan oleh ukuran ruangan, dinding, jumlah dan luas jendela, kapasitas ruangan, dan peralatan listrik yang digunakan.

Besarnya ukuran ruangan akan mendukung besarnya kebutuhan pendinginan pada suatu ruangan karena pada ukuran ruangan yang semakin besar maka semakin besar volume udara dan semakin banyaknya jumlah bagian lain seperti jendela yang menerima panas matahari dari luar ruangan. Adapun jendela itu sendiri merupakan bagian yang berperan besar tehadap suhu udara ruangan, karena bagian ini merupakan penghubung kondisi di dalam ruangan dengan luar ruangan. Apabila jendela mendapatkan radiasi cahaya matahari secara langsung maka secara otomatis jendela akan menjadi konduktor panas dari radiasi tersebut. Jendela berkaca dapat menjadi perangkap panas karena frekuensi panas (gelombang pendek 700-3.000 nm) dapat menembus kaca dan memanasi bagian dalam gedung, sedangkan bahan yang dipanasi akan berfrekuensi gelombang panjang (3.000-100.000 nm) yang tidak dapat menembus kaca lagi (Frick et al. 2008). Winarto (2007) juga membenarkan bahwa jendela dapat membawa panas thermal dari luar ruangan.

Demikian pula halnya dengan dinding ruangan, bagian ini akan meningkatkan kebutuhan pendinginan suatu ruangan. Sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi mengalami proses refleksi, transmisi dan absorbsi. Pulau panas pada umumnya terdapat pada bagian wilayah kota yang tidak bervegetasi, karena ketiga proses tersebut saling bersinergi dalam meningkatkan suhu udara (Grey dan Deneke 1986 dalam Fandeli et al. 2004). Jalan aspal, paving, tembok dan atap gedung, merupakan sebagian contoh dari permukaan kota yang berpotensi menaikan suhu udara melalui refleksi, transmisi dan absorbsi radiasi matahari. Dinding ruangan memiliki tingkat kejenuhan saat terkena radiasi secara langsung dan akan memancarkan panas ke segala arah (Grey dan Deneke 1986 dalam Fandeli et al. 2004, Frick et al. 2008), termasuk ke dalam ruangan.


(35)

Kapasitas ruangan memiliki peranan paling besar terhadap suhu udara ruangan. Hal ini disebabkan karena kapasitas ruangan yang semakin besar akan mampu menampung jumlah orang yang semakin banyak pula. Proses metabolisme pada tubuh manusia akan menghasilkan panas yang akan ditransfer ke lingkungannya. Syamsuri (2007) mengungkapkan bahwa panas tubuh akan dikeluarkan bersamaan dengan keringat manusia. Panas yang terakumulasi di dalam ruangan akibat mekanisme tersebut akan meningkatkan suhu udara di dalam ruangan.

Bagian kelengkapan ruangan yang juga mempengaruhi suhu udara suatu ruangan yaitu peralatan listrik yang digunakan. Peralatan listrik seperti lampu akan menghasilkan efek samping berupa panas yang dipancarkan ke udara lingkungannya (Frick et al. 2008). Sebagai akibatnya suhu udara ruangan akan meningkat, sehingga tingkat kebutuhan akan pendinginan ruangan menjadi besar.

5.2 Kemampuan Pohon dalam Menyerap Panas

Cahaya matahari merupakan salah satu pemicu pemanasan suhu udara, termasuk suhu udara di dalam ruangan. Pohon dalam hutan kota dapat menyerap panas melalui mekanisme penyerapan cahaya matahari yang dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Dengan demikian radiasi panas matahari tidak memanaskan suhu udara ruangan yang berada dalam jangkauan pohon tersebut. Efek pendinginan terjadi karena adanya absorbsi panas (radiasi matahari) sehingga sering diistilahkan endothermis (menyerap panas). Berdasarkan data hasil pengukuran dan data sekunder serta dianalisis menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Campbell dan Norman (2000) dapat diketahui kemampuan vegatasi pohon dalam menyerap panas (Tabel 5). Kerapatan suatu vegetasi pohon, jenis dan laju evapotranspirasi jenis akan mempengaruhi kemampuan individu pohon.

Tabel 5 Rekapitulasi perhitungan kemampuan pohon dalam menyerap panas

No. Lokasi Luas

tajuk

Kerapatan Kemampuan

pohon dalam

kelompok

Kemampuan individu pohon

Kemampuan individu rata-rata

1. Arboretum Fakultas Kehutanan

400 m2 19 pohon/400m2 51.455,72 KJ/jam 2.708 KJ/jam

3192 KJ/jam 2. Arboretum

Plasmanutfah Hutan Tropika


(36)

Kemampuan individu pohon yang diperoleh merupakan hasil perhitungan berdasarkan asumsi bahwa kemampuan dalam kelompok vegetasi hutan kota merupakan gabungan kemampuan pohon-pohon sebagai komponen penyusun vegetasi hutan kota. Berdasarkan perhitungan dapat diketahui nilai serapan panas pohon pada vegetasi hutan kota yang satu dengan yang lain akan berbeda, tergantung pada kerapatannya. Kemampuan serapan panas pohon di Arboretum Fakultas Kehutanan lebih kecil dibandingkan dengan pohon di Arboretum Plasmanutfah Hutan Tropika. Hal ini disebabkan karena pohon-pohon di Arboretum Fakultas Kehutanan memiliki luasan tajuk rata-rata yang lebih sempit yaitu 21 m2/pohon (Gambar 6), sedangkan pohon-pohon di Arboretum Plasmanutfah Hutan Tropika memiliki luasan tajuk rata-rata yang lebih luas yaitu 28 m2/pohon (Gambar 5). Berkaiatan dengan hal tersebut maka luasan tajuk yang lebih luas mampu menyerap panas radiasi sinar matahari lebih banyak.

Gambar 5 Vegetasi hutan kota di arboretum plasma nutfah hutan tropika IPB.


(37)

Besarnya daya serap pohon terhadap panas dipengaruhi oleh radiasi atau cahaya matahari, metabolism (evapotranspirasi dan fotosintesis), densitas fluks panas, dan albedo permukaan vegetasi yang termasuk komponen iklim mikro. Sebagaimana dinyatakan oleh Grey dan Deneke (1986) dalam Fandeli et al. (2004) bahwa elemen iklim mikro dalam hal ini adalah suhu, kelembapan relatif, intensitas cahaya serta arah dan kecepatan angin.

Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur iklim yang ada di sekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan, serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro (Indriyanto, 2006). Selain itu, Tauhid (2008) menjelaskan bahwa vegetasi merupakan absorban radiasi matahari yang efektif. Jumlah radiasi matahari yang dipantulkan dapat direduksi oleh vegetasi. Keberadaan vegetasi sebagai komponen lingkungan biotik mampu menyerap radiasi matahari. Radiasi matahari diserap oleh vegetasi dalam suatu mekanisme fisiologis untuk kelangsungan hidupnya.

Efek dari metabolisme yang memerlukan panas tersebut menyebabkan terjadinya pendinginan suhu udara di sekitar vegetasi. Meningkatnya intensitas radiasi matahari akan memacu laju fotosintesis. Efeknya berupa pendinginan suhu udara sekitar vegetasi. Delta pendinginan suhu (Δt) semakin tinggi seiring dengan bertambahnya laju proses fotosintesis sampai pada batas tertentu. Batas tertentu dimaksud bergantung pada batas maksimal suhu udara dimana matabolisme tumbuhan masih dapat berlangsung. Uap air yang dilepaskan vegetasi melalui transpirasi berperan dalam mendinginkan udara sekitanya. Proses transpirasi berjalan secara silmultan dengan proses fotosintesis sebagai mekanisme lain pendinginan suhu udara (Campbell et al. 1999).

Proses metabolisme atau fisiologis tumbuhan memiliki efek terhadap suhu udara lingkungan sekitarnya. Menurut Fandeli et al. (2004), proses ekofisiologi yang menyebabkan terbentuknya iklim mikro adalah proses transpirasi dan evapotranspirasi. Irwan (2008) menyatakan bahwa evapotranspirasi merupakan pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa (sensibel). Udara sekitar akan kehilangan panas karena terjadinya evapotranspirasi yang menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk.


(38)

Lakitan (1997) menjelaskan, bahwa penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama untuk menjaga stabilitas suhu tumbuhan). Transpirasi akan menggunakan sebagian besar air yang berhasil diserap tumbuhan dari tanah.

5.3 Potensi Pohon Mensubstitusi Alat Pendingin Ruangan (AC)

Berdasarkan hasil perhitungan kemampuan pohon dalam menyerap panas, maka dapat diketahui bahwa pohon dapat menggantikan peran Air Conditioner. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian, salah satunya Fandeli et al. (2004) yang menyatakan bahwa udara panas dapat dikurangi dengan menanam pohon pada kawasan sumber polusi panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi hutan kota dapat menggantikan atau mengurangi tingkat penggunaan alat pendingin ruangan. Berdasarkan hasil analisis data bahwa pohon memiliki kemampuan serapan panas rata-rata sebesar 3.192 KJ/jam, maka satu unit AC 1 PK (kapasitas 9.495 KJ/jam) dapat disubstitusi tiga pohon, sementara satu unit AC 1,5 PK (kapasitas 18.990 KJ/jam) dapat disubstitusi dengan enam pohon dan untuk satu unit AC 2 PK (kapasitas 28.485 KJ/jam) dapat disubstitusi dengan sembilan pohon.

Jumlah pohon yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan suatu ruangan berdasarkan perhitungan ini harus ditanam sesuai kerapatan vegetasi hutan kota yang diukur. Selain itu, pohon yang dapat menyerap panas dengan baik pada umumnya yaitu pohon yang berusia 10 tahun atau lebih, dengan tajuk yang rindang dan rapat. Untuk memenuhi kebutuhan pendinginan suatu ruangan maka pohon-pohon tersebut ditanam di sekeliling ruangan. Jumlah pohon yang dibutuhkan untuk mensubstitusi AC tersebut tergantung pada besarnya kebutuhan pendinginan ruangan (Tabel 6). Tabel 6 Potensi pohon mensubstitusi Alat Pendingin Ruangan (AC)

No. Nama Ruangan Kebutuhan

pendinginan (KJ/jam)

Pohon yang dibutuhkan

1. Ruang Auditorium 1, Fakultas kehutanan 86.648 27 Pohon 2. Ruang Sidang Silva, Fakultas Kehutanan 106.881 34 Pohon 3. Ruang Departemen Tanah, Fakultas

Pertanian

22.771 7 Pohon

4. Ruang perpustakaan Fakultas Pertanian 141.059 44 Pohon 5. Gedung Kuliah B1, Fakultas Teknologi

Pertanian

133.050 42 Pohon

6. Ruang Kuliah H101, Fakultas Teknologi Pertanian

103.771 33 Pohon


(39)

Jenis-jenis pohon hutan kota yang terdapat di lokasi penelitian antaralain yaitu Ki hujan (Albizia saman), Beringin (Ficus benjamina), Bungur (Lagerstromia speciosa), Manggis (Garcinia mangostana), Matoa (Pometia pinnata), Angsana (Pterocarpus indicus), Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Shorea sp.. Adapun jarak antara pohon-pohon dengan ruangan yang ingin didinginkan jaraknya tidak lebih dari 24 meter (Tauhid 2008). Jarak tersebut masih memungkinkan adanya pengaruh dari suatu vegetasi terhadap suhu udara (Gambar 7).

Angin yang memiliki frekuensi yang dominan menjadi acuan menempatkan vegetasi pohon pada posisi tepat terhadap ruangan. Proses distribusi panas (baik panas dari aktivitas kota maupun radiasi matahari) di permukaan bumi umumnya secara konveksi. Menurut Waryono et al. (1987), konveksi adalah salah satu bentuk proses transfer panas di atmosfer. Konveksi yaitu transfer panas oleh gerakan benda yang dipanasi. Udara mempunyai sifat konvektif yang besar. Udara yang mendapat panas baik secara radiasi maupun konduksi akan mengembang dan bergerak naik, kemudian diganti oleh udara dingin yang bergerak turun. Transfer panas secara konveksi ini sangat penting artinya dalam pertukaran udara dari vegetasi pohon tidak hanya disekitar pohon tersebut tetapi sampai pada ruangan yang ingin didinginkan.

Keterangan: P= pusat kanopi; U= ujung kanopi, 8 m dari P; V30= area dengan jarak 12 m dari P;

V10= area dengan jarak 24 m dari P.

Gambar 7 Suhu udara berdasarkan jarak dari pusat kanopi. Suhu udara


(40)

5.4 Efisiensi Pembangunan Hutan Kota

Penentuan nilai lingkungan (hutan kota) dari suatu kegiatan yang berdampak pada kehidupan sangat diperlukan. Hal ini menjadi penting karena program

konservasi lingkungan seperti hutan kota sering tidak mampu ”bersaing”, bila

dihadapkan pada kondisi yang mempertentangkannya dalam kerangka ekonomi, ketidakmampuan bersaing ini juga didasari karena hutan kota tidak diketahui nilai dari manfaat-manfaatnya. Pada kenyataannya hutan kota memiliki nilai untuk ameliorasi (perbaikan) suhu lingkungan yang cukup signifikan, dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pohon di kampus IPB mampu menyerap panas radiasi matahari cukup besar yang merupakan penyebab tingginya suhu udara ruangan.

5.4.1 Biaya Penggunaan AC

Nilai lebih hutan kota dapat diketahui dengan membandingkan biaya yang dibutuhkan untuk penggunaan AC dan biaya pengadaan pohon sebagai komponen hutan kota. Biaya penggunaan AC dapat dihitung dengan mengetahui harga unit AC dan biaya listrik dalam pengoperasiannya (tabel 7).

Tabel 7 Biaya penggunaan AC

No. Ruangan AC yang

digunakan Daya listrik (1 unit AC) Biaya listrik

(1 unit AC selama 1

bulan)

Harga AC

( 1 unit )

Total Biaya

(10 tahun)

1. Ruang Auditorium 1, Fakultas Kehutanan

2 buah AC 1,5 PK (18000 BTU/jam)

1170 watt Rp207.376,- Rp3.443.000,- Rp56.656.240,-

2. Ruang Sidang Silva, Fakultas Kehutanan

6 buah AC 1, 5 PK (18000 BTU/jam)

1150 watt Rp204.928,- Rp3.712.000,- Rp169.820.160,-

3. Ruang Departemen Tanah, Fakultas Pertanian

2 buah AC 1,5 PK (18000 BTU/jam)

1420 watt Rp 241.638,- Rp3.170.000,- Rp64.333.120,-

4. Ruang perpustakaan Fakultas Pertanian

4 buah AC 2 PK (27000 BTU/jam)

1650 watt Rp266.110,- Rp7.340.000,- Rp157.092.800,-

5. Gedung Kuliah B1, Fakultas Teknologi Pertanian

2 buah AC 1,5 PK (18000 BTU/jam)

1170 watt Rp207.376,- Rp3.443.000,- Rp56.656.240,-

6. Ruang Kuliah H101, Fakultas Teknologi Pertanian

4 AC 1,5 PK (18000 BTU/jam)

1170 watt Rp207.376,- Rp3.443.000,- Rp106.426.480,-

7. RK OFAK B11, Fakultas Pertanian

2 buah AC 1,5 PK (18000 BTU/jam)

1170 watt Rp207.376,- Rp3.443.000,- Rp56.656.240,-

8. RK OFAK B12, Fakultas Pertanian

2 buah AC 1,5 PK (18000 BTU/jam)

1170 watt Rp207.376,- Rp3.443.000,- Rp56.656.240,-


(41)

Berdasarkan perhitungan biaya pembelian dan biaya listrik yang dipakai, dapat diketahui bahwa penggunaan AC menghabiskan biaya yang sangat besar. Biaya AC diperhitungkan selama 10 tahun pemakaian mengingat daya tahan AC itu sendiri kurang lebih mampu bertahan 10 tahun dan juga pertimbangan bahwa pohon sebagai pembandingnya juga mampu bertahan 10 tahun setelah waktu penanaman. Hal ini mengingat bahwa usia pohon rata-rata yaitu 20-30 tahun (Widiarti 2003).

Sebuah ruangan yang menggunakan dua buah AC 1,5 PK membutuhkan biaya sebesar 50 juta sampai 60 juta rupiah dalam waktu 10 tahun. Ruangan yang menggunakan empat buah AC 1,5 PK membutuhkan biaya mencapai 150 juta rupiah dalam 10 tahun. Ruangan yang menggunakan enam buah AC 1,5 PK membutuhkan biaya mencapai 170 juta rupiah dalam 10 tahun. Sementara itu, yang menggunakan empat buah AC 2 PK membutuhkan biaya mencapai 160 juta rupiah dalam 10 tahun. Total pengeluaran untuk pengoperasian AC pada delapan ruangan tersebut dalam waktu 10 tahun yaitu Rp 724.297.520,- atau senilai Rp 72.429.752,-/tahun.

5.4.2 Biaya Pembangunan Hutan kota

Pohon-pohon yang mampu menurunkan suhu udara tidak serta-merta ada dan tumbuh sendiri, walaupun ada sebagian pohon yang tumbuh alami. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan untuk sebuah pohon antara lain biaya-biaya pengadaan bibit, biaya-biaya penanaman, penyulaman, pemupukan, penyiraman dan monitoring disesuaikan dengan standar Gerhan yang diacu dalam Asyravy (2008) (Tabel 8).

Tabel 8 Biaya penanaman dan pemeliharaan satu pohon dalam waktu 10 tahun

Tahun Jenis

kegiatan

Satuan Volume Biaya satuan Total biaya Keterangan

0 Penanaman Penyiraman

HOK HOK

1 1

Rp 50.000,- Rp 2.270,-

Rp 50.000,- Rp 2.270,- 1 Penyiraman

Pemupukan Penyiangan HOK HOK HOK 48 12 12

Rp 2.270,- Rp 10.000,- Rp 25.000,-

Rp 108.960,- Rp 120.000,- Rp 300.000,-

Setiap minggu 12 kali/tahun 12 kali/tahun 2 Pemupukan

Penyiangan

HOK HOK

12 1

Rp 10.000,- Rp 25.000,-

Rp 120.000,- Rp 25.000,-

12 kali/tahun 1 kali/tahun 3 Pemupukan

Penyiangan Monitoring HOK HOK HOK 12 1 12

Rp 10.000,- Rp 25.000,- Rp 1.000,-

Rp 120.000,- Rp 25.000,- Rp 12.000,-

12 kali/tahun 1 kali/tahun 12 kali/tahun 4-10 Monitoring HOK 72 Rp 1.000,- Rp 72.000,- 72 kali

Pengadaan bibit

Bibit 1 Rp. 26.000,- Rp 26.000,- 1 kali

Pengadaan pupuk

Kg 36 Rp. 1.100 Rp. 39.600 12 kali/tahun untuk tahun ke-1, ke-2, dan ke-3 Total biaya Rp 1.020.830 ,-


(42)

Biaya pembangunan dan pemeliharaan hingga pohon mampu memberikan manfaat secara ekologis, diasumsikan membutuhkan waktu 10 tahun. Selama 10 tahun tersebut mengeluarkan biaya dari Tahun ke-0 hingga Tahun ke-10. Berdasarkan perhitungan biaya pengadaan pohon di atas maka dapat diketahui biaya yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan suatu ruangan. Ruang Auditorium 1 Fakultas Kehutanan yang membutuhkan 27 pohon menghabiskan biaya sebesar Rp 27.562.410,-, Ruang Sidang Silva Fakultas Kehutanan yang membutuhkan 34 pohon menghabiskan biaya sebesar Rp 34.708.220,-, Ruang Departemen Tanah Fakultas Pertanian yang membutuhkan 7 pohon menghabiskan biaya sebesar Rp 7.145.810,-, Ruang perpustakaan Fakultas Pertanian yang membutuhkan 44 pohon menghabiskan biaya sebesar Rp 44.916.520,- Gedung Kuliah B1 Fakultas Teknologi Pertanian, RK OFAK B11, RK OFAK B12 yang membutuhkan 42 pohon menghabiskan biaya sebesar Rp 42.874.860,- dan Ruang Kuliah H101 Fakultas Teknologi Pertanian yang membutuhkan 33 pohon menghabiskan biaya sebesar Rp 33.687.390,-.

5.4.3 Rasionalitas Pembangunan Hutan Kota

Efisiensi pengeluaran dengan pengembangan hutan kota dapat diketahui dengan membandingkan biaya yang dibutuhkan untuk penggunaan AC dan biaya pengadaan pohon sebagai komponen hutan kota (Tabel 9). Dengan demikian maka dapat diketahui selisih biaya yang digunakan, sehingga dapat terlihat efisiensinya. Tabel 9 Perbandingan biaya penggunaan AC dengan biaya pengadaan pohon No. Ruangan Biaya AC (A) Biaya Pohon (P) Selisih (A – P) 1. Ruang Auditorium 1, Fakultas

kehutanan

Rp 56.656.240,- Rp 27.562.410,- Rp 29.093.830,-

2. Ruang Sidang Silva, Fakultas Kehutanan

Rp 169.820.160,- Rp 34.708.220,- Rp 135.111.940,-

3. Ruang Departemen Tanah, Fakultas Pertanian

Rp 64.333.120,- Rp 7.145.810,- Rp 57.187.310,-

4. Ruang perpustakaan Fakultas Pertanian

Rp 157.092.800,- Rp 44.916.520,- Rp 112.176.280,-

5. Gedung Kuliah B1, Fakultas Teknologi Pertanian

Rp 56.656.240,- Rp 42.874.860,- Rp 13.781.380,-

6. Ruang Kuliah H101, Fakultas Teknologi Pertanian

Rp 106.426.480,- Rp 33.687.390,- Rp 72.739.090,-

7. RK OFAK B11, Fakultas Pertanian

Rp 56.656.240,- Rp 42.874.860,- Rp 13.781.380,-

8. RK OFAK B12, Fakultas Pertanian

Rp 56.656.240,- Rp 42.874.860,- Rp 13.781.380,-


(43)

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa biaya pembangunan hutan kota lebih kecil dibandingkan dengan biaya penggunaa AC, sehingga pembangunan hutan kota sebagai alternatif pengganti AC sangat rasional. Penggunaan pohon untuk pendinginan suatu ruangan lebih efisien dalam menekan tingkat pengeluaran dibandingkan penggunaan AC. Pemilik ruangan dapat menghemat pengeluaran sebesar Rp 447.652.590,- dalam waktu 10 tahun atau Rp 44.765.259,-/tahun apabila tidak menggunakan AC dan menggantinya dengan pohon. Ruang Auditorium 1 Fakultas Kehutanan, Gedung Kuliah B1 Fakultas Teknologi Pertanian, Ruang Kuliah H101 Fakultas Teknologi Pertanian, RK OFAK B11 Fakultas Pertanian, dan RK OFAK B12 Fakultas Pertanian jumlah AC-nya ternyata masih kurang sesuai untuk memenuhi kebutuhan ruangan tersebut. Keuntungan penggunaan pohon seharusnya lebih besar apabila perhitungan didasarkan pada kebutuhan AC secara tepat sesuai metode RAC, karena jumlah AC yang dipakai seharusnya lebih banyak.


(44)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pohon memiliki kemampuan serapan panas rata-rata sebesar 3.192 KJ/jam. Dengan demikian satu unit AC 1 PK (kapasitas 9.495 KJ/jam) dapat disubstitusi tiga pohon, sementara satu unit AC 1,5 PK (kapasitas 18.990 KJ/jam) dapat disubstitusi dengan enam pohon dan untuk satu unit AC 2 PK (kapasitas 28.485 KJ/jam) dapat disubstitusi dengan sembilan pohon. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan vegetasi hutan kota mampu mengurangi tingkat penggunaan alat pendingin ruangan yang membutuhkan biaya yang tinggi dan memiliki berbagai kelemahan. Efisiensi hutan kota untuk satu ruangan dengan pemasangan AC yang tepat yaitu dua sampai sembilan kali lebih murah dibandingkan penggunaan AC. Sedangkan total efisiensi pada delapan ruangan yang diteliti yaitu sebesar Rp 447.652.590,- dalam waktu 10 tahun atau Rp 44.765.259,-/tahun. Dengan demikian, pembangunan hutan kota untuk menggantikan AC sangat rasional karena mampu menghemat biaya pengeluaran suatu ruangan dengan sangat signifikan.

6.2 Saran

1. Diperlukan penelitian mengenai albedo pada suatu jenis pohon agar dapat dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan kemampuan pohon dalam menyerap panas pada tingkat induvidu setiap jenis pohon.

2. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai kemampuan pohon dalam menyerap panas pada tingkat individu setiap jenis pohon.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Asyravy. 2008. Valuasi Ekonomi Hutan Kota Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan (Studi Kasus Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta) [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2010. Data klimatologi Darmaga, Bogor, Jawa Barat tahun 2010. Bogor : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Campbell, N.A., J.B. Reece dan L.G. Mitchell. 1999. Biologi. Dalam www.bima.ipb.ac.id. [Diunduh 5 Mei 2011].

Campbell GS, Norman JM. 1998. An Introduction to Environmental Biophysics-First edition. New York: Springer-Verlag New York, Inc.

. 2000. An Introduction to Environmental Biophysics-Second edition. New York: Springer-Verlag New York, Inc.

Chavez JL, N CMU, Hipps LE, Preuger JH and Kustas WP. 2005. Comparing aircraft-based remotely sensed energy balance fluxes with eddy covariance tower data using heat flux source area functions. Journal of Hydrometeorology: 6 (6), 923 - 940.

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Bogor: APHI.

. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press.

Ednot J, Ecole M Paris. 2002. Central (Comercial) Air Conditioner System in Europe. Paris: St Michael.

Endress AG. 1990. The Importance of Diversity in Selecting Trees for Urban Areas. Journal of Arboriculture 16(6):143-147. http://joa.isa-arbor.com/ request. asp?JournalID=1&ArticleID=2359&Type=2 [16 Oktober 2010].

Fandeli, C., Kaharuddin dan Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota, Cet. I. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Fatimah IS. 2004. Studi potensi dan manfaat badan air dalam mengatasi problema panas lingkungan di wilayah prkotaan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Frick H, Ardiyanto A, dan Darmawan AMS. 2008. Ilmu Fisika Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

Georgi NJ, Zafiriadis K. 2006. The Impact of Park Trees on Microclimate in Urban Areas. Urban Ecosystems 9:195-209. http://www.biology.duke.edu/


(46)

wilson/EcoSysServices/papers/GeorgiZafiriadis2006.pdf [16 November 2009].

Handoko K. 1979. Room Air Conditioner. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru.

Hansen JE, R. Ruedy, M. Sato, and K. Lo. 2005. Global Temperature Trends: 2005 Summation. Dalam Http://data.giss.nasa.gov/gistemp/2005 [19 Oktober 2010].

Hendrawati. 2009. Waspadai Polusi Dalam Ruang. Dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/waspadai-polusi-dalam-ruang/ [18 Juni 2011].

Hernowo JB, Soekmadi R dan Ekarelawan. 1991. Kajian pelestarian satwaliar di Kampus IPB Darmaga. Media konservasi III (2): 43-65.

Hulme M and N Sheard. 1999. Climate Change Scenarios for Indonesia. Leaflet CRU and WWF. Climatic Research Unit, UEA, Norwich,UK.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan, Cetakan I. Jakarta: Bumi Aksara.

Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Jones JW dan Wilbert F. Stoecker. 1977. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. McGraw-Hill, Inc.

Koto E. 1991. Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti Jakarta. [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Kurnia I. 2003. Studi keanekaragaman jenis burung untuk pengembangan wisata birdwatching di Kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Lakitan, B. 1997. Dasar-dasar Klimatologi, Cet. II. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Pudjiharta A. 2000. Aspek Ekologis dan Peranan Jenis Pohon Ekaliptus (Eucalyptus

sp.) dalam Kaitannya dengan Penurunan Tinggi Muka Air Danau Toba. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Sears FW, Zemansky MW. 1960. College Physics Third Edition. London:

Eddison-Wesley Publishing Company.

Spangenberg J, Shinzato P, Johansson E, Duarte D. 2008. Simulation of The Influence of Vegetation on Microclimate and Thermal Comfort in The City of Sao Paulo. Rev. SBAU, Piracicaba 3(2): 1-19. http://www.revsbau.esalq.usp. br/artigos_cientificos/artigo36.pdf [16 Oktober 2010].

Sulistyo A. 2004. Pengukuran Iklim Mikro Kota Srengseng Jakarta Barat. [Diploma III]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.


(47)

Syamsuri I. 2007. Ilmu Pengetahuan Alam: Biologi. Jakarta: Erlangga.

Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan [Tesis]. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.

Tjasyono H.K., B. 2004. Klimatologi,Ed. II. Bandung: ITB.

Waryono, R. Ali, dan D.H. Gunawan. 1987. Pengantar Meteorologi dan Klimatologi. Cet. I. Surabaya: Bina Ilmu.

Widiarti R. 2003. Penentuan kayu johar dan ki hiang sebagai bahan baku pulp kertas[skripsi]. Sumedang: Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Unaya Mukti.

Winarto ED. 2007. Pengaruh Penerangan Alam pada Ruangan Kerja Dosen. Jurnal Rekayasa Perencanaan : 4 (1).

Wonorahardjo S, Tedja S, Edward B. 2007. Studi Pengaruh Kualitas Vegetasi pada Lingkungan Termal Kawasan Kota di Bandung Menggunakan Data Citra Satelit. http://sappk.itb.ac.id/tb/templates/kk-tb/images/Fullpaper Green Infrastructure a[1].n. Sujarmanto ITB.pdf [1 Oktober 2010].

Yuliana S. 2000. Keragaman jenis amfibi (Ordo anura) di Kampus IPB Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.


(48)

(1)

Lampiran 6

Perhitungan kemampuan pohon dalam menyerap panas

Lokasi : Arboretum Fakultas Kehutanan

Jumlah pohon rata-rata perpetak : 19 pohon Luas plot penelitian : 400 m2

Evapotranspirasi jenis Shorea spp. : 2339 mm/tahun (Pudjiharta 2000)

Panas laten evapotranspirasi (λ) : 2450 KJ/kg (Campbell and Norman 1998) Intensitas cahaya matahari : 257 kal/cm2hari = 889,5 KJ/m2 jam (BMKG 2010) Albedo hutan : 0,12 (Campbell and Norman 1998)

Konduktifitas udara : 5,7 x 10-5 kal/sec cm 0C = 86,18 x 10-3 J/ jam m 0C (Sears and Zemansky 1960)

Suhu pada ketinggian 6 m (T6): 32 0C Suhu pada ketinggian 1 m (T1): 30,3 0C G = Rn – H – λE

Rn = Albedo X intensitas X luas tajuk plot = 0,88 X 889,5 KJ/m2jam X400 m2 = 313.104 KJ/jam

λE = λ X Evapotranspirasi dalam massa E dalam massa:

V = A X h

= 400 m2 X 2,339 m/tahun = 935,6 m3/tahun

m= massa jenis air X V

= 1000 kg/m3 X 935,6 m3/tahun = 935600 kg/tahun

= 106,8 kg/jam

λE = 2450 KJ/kg X 106,80 kg/jam = 261.660 KJ/jam

H = -k X A X ( T6 - T1) (h2 – h1)

= - 86,18 x 10-3 X 400 m2 X (320C – 30,30C) 6 m – 1 m = - 11,72 KJ/jam

G = Rn – H –λE

= 313.104 KJ/jam – ( - 11,72 KJ/jam) - 261.660 KJ/jam = 51.455,72 KJ/jam

Kemampuan perpohon:

= 51.455,72 KJ/jam = 2,708 KJ/jam 19 pohon


(2)

Perhitungan kemampuan pohon dalam menyerap panas

Lokasi : Arboretum Plasmanutfah Hutan Tropika

Jumlah pohon rata-rata perpetak : 14 pohon Luas plot penelitian : 400 m2

Evapotranspirasi jenis Shorea spp. : 2339 mm/tahun (Pudjiharta 2000) Panas laten evapotranspirasi (λ) : 2450 KJ/kg (Chavez et all. 2005)

Intensitas cahaya matahari : 257 kal/cm2hari = 889,5 KJ/m2 jam (BMKG 2010) Albedo hutan : 0,12 (Campbell and Norman 1998)

Konduktifitas udara : 5,7 x 10-5 kal/sec cm 0C = 86,18 x 10-3 J/ jam m 0C (Sears and Zemansky 1960)

Suhu rata-rata pada ketinggian 6 m (T6): 30,66 0C Suhu rata-rata pada ketinggian 1 m (T1): 29,33 0C G = Rn – H –λE

Rn = Albedo X intensitas X luas tajuk plot = 0,88 X 889,5 KJ/m2jam X400 m2 = 313.104 KJ/jam

λE = λ X Evapotranspirasi dalam massa E dalam massa:

V = A X h

= 400 m2 X 2,339 m/tahun = 935,6 m3/tahun

m= massa jenis air X V

= 1000 kg/m3 X 935,6 m3/tahun = 935600 kg/tahun

= 106,8 kg/jam

λE = 2450 KJ/kg X 106,80 kg/jam = 261.660 KJ/jam

H = -k X A X ( T6 - T1) (h2 – h1)

= - 86,18 x 10-3 X 400 m2 X (30,660C – 29,330C) 6 m – 1 m = - 9,17 KJ/jam

G = Rn – H –λE

= 313.104 KJ/jam – ( - 9,17 KJ/jam) - 261.660 KJ/jam = 51.453 KJ/jam

Kemampuan perpohon: = 51.453 KJ/jam 14 pohon = 3,675 KJ/jam


(3)

Lampiran 7

Perhitungan biaya listrik pada pemakaian AC

a. Ruang Audit 1 Fahutan, Gedung Kuliah B1 Fateta, Ruang Kuliah H101 Fateta, RK OFAK B11 Faperta, RK OFAK B12 Faperta.

AC 1170W = lampu tsb. mengkomsumsi energi listrik sebesar 1170 Joule setiap detiknya.

Kalau AC dinyalakan selama 8 jam/hari = energi listrik yg dikomsumsi adalah 8 X 1170 Wh (watt-hour), = 9360 Wh

Penggunaan selama 1 bulan = 30 X 9360 Wh = 280,8 KWh Penggunaan Tarif

20 KWh pertama Rp 390 40 KWh kedua Rp 445 Per KWh berikutnya Rp 495

Jadi setelah dihitung akan menjadi seperti berikut:

Penggunaan Tarif Biaya

20 KWh (0 - 20) = 20 x Rp 390 = Rp 7.800 40 KWh (20 - 60) = 40 x Rp 445 = Rp 17.800 KWh berikutnya (60 – 280,8) = 220,8 x Rp 495 = Rp 109.296 +

Total = Rp 134.896

Rumus menghitung Abodemen listrik PLN: Abodemen PLN = (Daya/1000) x (Rp/kVA)

Untuk R1/2200, Rp/kVA yang ditetapkan PLN adalah Rp 30.200,-. Jadi Abodemen untuk R1/2200 adalah:

(2200/1000) x Rp 30.200,- = Rp 66.440,- Jadi total tagihan listrik tanpa pajak adalah Rp 134.896,- + Rp 66.440,- = Rp 201.336,-

Rumus menghitung pajak (3% dari total tagihan listrik): 3% x Rp 201.336,- = Rp 6.040,-

Jadi total tagihan PLN setelah dikenakan pajak adalah: Rp 201.336,- + Rp 6.040,- = Rp 207.376,- / Bulan


(4)

b. Ruang Sidang Silva, Fahutan

Kalau AC 1150W dinyalakan selama 8 jam/hari = energi listrik yg dikomsumsi adalah 8 X 1150Wh (watt-hour), = 9200 Wh

Penggunaan selama 1 bulan = 30 X 9200 Wh = 276 KWh

Penggunaan Tarif Biaya

20 KWh (0 - 20) = 20 x Rp 390 = Rp 7.800 40 KWh (20 - 60) = 40 x Rp 445 = Rp 17.800 KWh berikutnya (60 – 216) = 216 x Rp 495 = Rp 106.920 +

Total = Rp 132.520

Rumus menghitung Abodemen listrik PLN: Abodemen PLN = Rp 66.440,-

Jadi total tagihan listrik tanpa pajak adalah Rp 132.520,- + Rp 66.440,- = Rp 198.960,-

Rumus menghitung pajak (3% dari total tagihan listrik): 3% x Rp 198.960,- = Rp 5.968,-

Jadi total tagihan PLN setelah dikenakan pajak adalah: Rp 198.960,- + Rp 5.968,- = Rp 204.928,- / Bulan


(5)

c. Ruang Departemen Tanah, Faperta

Kalau AC 1450W dinyalakan selama 8 jam/hari = energi listrik yg dikomsumsi adalah 8 X 1420Wh (watt-hour), = 11.600 Wh

Penggunaan selama 1 bulan = 30 X 11.600 Wh = 348 KWh

Penggunaan Tarif Biaya

20 KWh (0 - 20) = 20 x Rp 390 = Rp 7.800 40 KWh (20 - 60) = 40 x Rp 445 = Rp 17.800 KWh berikutnya (60 – 216) = 288 x Rp 495 = Rp 142.560 +

Total = Rp 168.160

Rumus menghitung Abodemen listrik PLN: Abodemen PLN = Rp 66.440,-

Jadi total tagihan listrik tanpa pajak adalah Rp 132.520,- + Rp 66.440,- = Rp 234.600,-

Rumus menghitung pajak (3% dari total tagihan listrik): 3% x Rp 234.600,- = Rp 7.038,-

Jadi total tagihan PLN setelah dikenakan pajak adalah: Rp 234.600,- + Rp 7.038,- = Rp 241.638,- / Bulan


(6)

d. Ruang perpustakaan Faperta

Kalau AC 1650W dinyalakan selama 8 jam/hari = energi listrik yg dikomsumsi adalah 8 X 1650Wh (watt-hour), = 13200 Wh

Penggunaan selama 1 bulan = 30 X 13200 Wh = 396 KWh

Penggunaan Tarif Biaya

20 KWh (0 - 20) = 20 x Rp 390 = Rp 7.800 40 KWh (20 - 60) = 40 x Rp 445 = Rp 17.800 KWh berikutnya (60 – 216) = 336 x Rp 495 = Rp 166.320 +

Total = Rp 191.920

Rumus menghitung Abodemen listrik PLN: Abodemen PLN = Rp 66.440,-

Jadi total tagihan listrik tanpa pajak adalah Rp 191.920,- + Rp 66.440,- = Rp 258.360,-

Rumus menghitung pajak (3% dari total tagihan listrik): 3% x Rp 258.360,- = Rp 7.750,-

Jadi total tagihan PLN setelah dikenakan pajak adalah: Rp 258.360,- + Rp 7.750,- = Rp 266.110,- / Bulan