5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Bakar Hidrokarbon
Bahan bakar adalah suatu materi yang bisa terbakar dan bisa diubah menjadi energi. Bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar yang didominasi
oleh susunan unsur Hidrogen dan Karbon. Pada proses pembakaran terbuka, umumnya bahan bakar yang digunakan tersususun dari bahan hidrokarbon seperti
solar dan kerosin yang di peroleh dari hasil proses penyulingan minyak bumi atau minyak mentah Gambar 2.1 .
Gambar 2.1 Penyulingan Minyak Sumber : http:id.wikipedia.orgwikiKilang_minyak
2.2 Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar diesel yang sering disebut solar light oil merupakan suatu campuran hidrokarbon yang diperoleh dari penyulingan minyak mentah pada
temperatur 200
o
C –340
o
C.Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel.
Minyak solar ini digunkan untuk bahan bakar mesin “Compression Ignition
” udara yang dikompresi menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga membakar solar yang disemprotkan oleh injektor. Indonesia
menetapkan solar dalam peraturan Ditjen Migas No. 3675K24DJM2006.
Universitas Sumatera Utara
6
2.3 Karakteristik Bahan Bakar Diesel Solar
Dapat menyala dan terbakar sesuai dengan kondisi ruang bakar adalah syarat umum yang harus dipenuhi oleh suatu bahan bakar. Minyak solar sebagai
bahan bakar memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat seperti Cetane Number CN, penguapan volality, residu karbon, viskositas,
belerang, abu dan endapan, titik nyala, titik tuang, sifat korosi, mutu nyala.
a. Cetane Number CN
Mutu penyalaan yang diukur dengan indeks yang disebut Cetana. Mesin diesel memerlukan bilangan cetana sekitar 50. Bilangan cetana bahan bakar adalah
persen volume dari cetana dalam campuran cetana dan alpha-metyl naphthalene. Cetana mempunyai mutu penyalaaan yang sangat baik dan alpha-
metyl naphthalene mempunyai mutu penyalaaan yang buruk. Bilangan cetana 48 berarti bahan bakar cetana dengan campuran yang terdiri atas 48 cetana
dan 52 alpha- metyl naphthalene. Angka CN yang tinggi menunjukkan bahwa minyak soloar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah dan
sebaliknya angka CN yang rendah menunjukkan minyak solar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi.
b. Penguapan Volality
Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90 suhu penyulingan. Ini adalah suhu dengan 90 dari contoh minyak yang telah disuling, semakin
rendah suhu ini maka semakin tinggi penguapannya.
c. Residu karbon
Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis Bahan yang diuapkan dari minyak, diperbolehkan residu
karbon maksimum 0,10 .
Universitas Sumatera Utara
7 d.
Viskositas Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume
tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil tertentu, semakin rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah viskositasnya.
e. Belerang atau Sulfur
Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama
ketika mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun; kandungan belerang dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 0,5 -1,5 .
f. Kandungan abu dan endapan
Kandungan abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang
diijinkan adalah 0,01 dan endapan 0,05.
g. Titik nyala
Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika
disinggungkan dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 60
o
C.
h. Titik Tuang
Titik tuang adalah suhu minyak mulai membekuberhenti mengalir. Titik tuang minimum untuk bahan bakar diesel adalah -15
o
C.
i. Sifat korosif
Bahan bakar minyak tidak boleh mengandung bahan yang bersifat korosif dan tidak boleh mengandung asam basa.
Universitas Sumatera Utara
8 j.
Mutu penyalaan Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika
diinjeksikan ke dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan
sedikit keterlambatan penyalaan bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk akan menyala dengan sangat terlambat. Mutu penyalaan adalah salah
satu sifat yang paling penting dari bahan bakar diesel untuk dipergunakan dalam mesin kecepatan tinggi. Mutu penyalaan bahan bakar tidak hanya
menentukan mudahnya penyalaan dan penstarteran ketika mesin dalam keadaan dingin tetapi juga jenis pembakaran yang diperoleh dari bahan bakar.
Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, tidak bising, terutama akan menonjol pada beban
ringan. Minyak solar yang dihasilkan harus memiliki standar dan mutu
spesifikasi yang memenuhi persyaratan yang bisa dilihat dalam tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Spesifikasi minyak solar sesuai Surat Keputusan Dirjen Migas 3675KDJM2006
No Karakteristik
Unit Batasan
Metode Uji ASTMlain MIN
MAX ASTM
IP
1 Angka Setana
45 -
D-613 2
Indeks Stana 48
- D4737
3 Berat Jenis pada 15
o
C Kgm
3
815 870
D-1298 D-4737 4
Viskositas pada 40
o
C Mm
2
sec 2.0
5.0 D-445
5 Kandungan Sulfur
mm -
0.35 D-1552
6 Distilasi : T95
o
C -
370 D-86
7 Titik Nyala
o
C 60
- D-93
8 Titik Tuang
o
C -
18 D-97
9 Karbon Residu
merit -
Kelas I D-4530
10 Kandungan Air
Mgkg -
500 D-1744
11 Biological Grouth
- Nihil
12 Kandungan FAME
vv -
10 13
Kandungan Metanol Etanol
vv Tak Terdeteksi
D-4815 14
Korosi bilah tembaga Merit
- Kelas I
D-130 15
Kandungan Abu mm
- 0.01
D-482 16
Kandungan Sedimen mm
- 0.01
D-473 17
Bilangan Asam Kuat mgKOHgr
- D-664
18 Bilangan Asam Total
mgKOHgr -
0.6 D-664
Universitas Sumatera Utara
9
19 Partikulat
Mgl -
- D-2276
20 Penampilan Visual
- Jernih dan Terang
21 Warna
No.ASTM -
3.0 D-1500
2.4 Magnet 2.4.1 Asal Kemagnetan