Latar Belakang Masalah IMPLIKASI PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN

8 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pabrik Gula Kwala Madu atau sering disebut orang dengan istilah PGKM merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara II PTPN II. Di Sumatera Utara, PT. Perkebunan Nusantara II merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara di bidang perkebunan yang sampai saat ini pasir sebagai produknya. Pabrik Gula Kwala Madu awalnya merupakan salah satu dari unit produksi PT. Perkebunan IX PTP IX. Selain Pabrik Gula Kwala Madu, PT. Perkebunan IX juga memiliki pabrik gula lain yang juga memproduksi gula pasir yaitu Pabrik Gula Sei Semayang PGSS yang terletak di Kabupaten Deli Serdang. Pabrik Gula Sei Semayang dalam pendiriannya lebih cepat setahun dari Pabrik Gula Kwala Madu. Oleh sebab itu ketika Pabrik Gula Kwala Madu selesai dibangun pabrik ini dinamakan Pabrik Gula Sei Semayang II PGSS II. Namun karena letaknya bukan di wilayah Kabupaten Deli Serdang melainkan di Kabupaten Langkat dan atas permintaan dari masyarakat sekitar maka Pabrik Gula Sei Semayang II PGSS II kemudian diubah namanya menjadi Pabrik Gula Kwala Madu. Latar belakang didirikannya Pabrik Gula Kwala Madu adalah pertimbangan akan kebutuhan gula pasir di kawasan pulau sumatera yang produksi gulanya tidak segencar pulau jawa mengingat jenis tanah di pulau sumatera kurang cocok untuk budidaya tanaman tebu, 9 oleh karena itu pemerintah memberlakukan program 1 1. Mengubah cara pengusahaan tebu yang selama ini berlaku sistem sewa oleh manajemen perusahaan yang dalam hal ini adalah PT.Perkebunan Nusantara II, dengan cara melibatkan petani yang mengusahakan secara mandiri tanaman tebu diatas lahan pertaniannya. Tebu Rakyat Intensifikasi yang tujuannya antara lain adalah : 2. Menjamin peningkatan dan kemantapan produksi gula. 3. Meningkatkan produktifitas perusahaan dengan cara pengelolaan usaha tani yang lebih intensif yang juga diharapkan dapat memperbaiki penghasilan para petani tebu. Dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi tersebut, diharapkan perusahaan dapat membina kerja sama yang baik dan intensif dengan masyarakat setempat yakni masyarakat Desa Sambirejo dan desa kwala begumit yang secara administratif kebunpabrik gula kwala madu berada di wilayah kedua desa ini. Di Sumatera Utara, program Tebu Rakyat Intensifikasi mulai diterapkan sekitar tahun 1986, yaitu di Kabupaten Langkat dan meluas di Kabupaten Deli Serdang sekitar tahun 1988. Dalam program ini, pemerintah mengalihkan sistem penyewaan lahan petani menjadi pengusahaan sendiri oleh petani di bawah bimbingan pabrik gula PG dan Bank Rakyat Indonesia sebagai institusi bantuan permodalan dalam bentuk kredit.Dalam kenyataannya Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang letaknya secara geografis memang bersebelahan dan wilayah kebun kwala madu terletak di sekitar perbatasan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat meskipun secara administratif kebunpabrik gula kwala madu terletak di wilayah Kabupaten Langkat. Di antara kedua kabupaten inilah terdapat 1 TRI atau Tebu Rakyat Intensifikasi diatur dalam Inpres No. 9 tahun 1975 yang dikeluarkan tanggal 22 April 1975. Lihat dalam Mubyarto dan Daryanti, Gula: Kajian Sosial-Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media, 1991 10 Pabrik Gula Kwala Madu yang letaknya di Kebun Kwala Begumit Desa Kwala Begumit Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Di sekitar Pabrik Gula Kwala Madu terdapat areal persawahan milik penduduk Desa Sambi Rejo dan Desa Sendang Rejo. Persawahan tersebut ditanami padi dan diselingi tanaman palawija. Sebagai salah satu unit PT Perkebunan Nusantara II yang bergerak di bidang produksi gula, maka Pabrik Gula Kwala Madu tentunya memiliki komitmen dalam menjalankan bisnis yang mengedepankan prinsip kemitraan dengan masyarakat setempat. Seperti yang selama ini banyak diberitakan oleh media cetak seperti surat kabar maupun media elektonik bahwa pihak PTPN II kerap melaksanakan kegiatan PKBL Program Kemitraan Bina Lingkungan dan selain itu PTPN II juga pernah dikabarkan memperoleh penghargaan seperti yang diberitakan oleh media cetak Tribun medan, Bupati Langkat Haji Ngogesa Sitepu SH yang diwakil Kadisnaker Langkat H.Syaiful Abdi SH,SE dalam sambutannya mengatakan, pemkab Langkat bersama PTPN 2 saling berkaitan, karena areal perkebunan PTPN 2 sangat luas di Kabupaten Langkat. Pada kesempatan ini Bupati menyambut baik penerimaan penghargaan ISO 9001 kepada PTPN 2 PG Kwala Madu, mudah mudahan dengan diterimanya ISO ini meningkatkan kinerja PGKM. Ngongesa menjelaskan keberadaan Pabrik Gula Kwala Madu telah mampu memberikan efek positif bagi peningkatan hasil panen masyarakat khususnya masyarakat Desa Sidomulyo, Sambirejo dan Sendangrejo yang ketiganya berada di Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat atas pemanfaatan sirkulasi air kondensor yang mengairi sawah petani kurang lebih mencapai 1.250 Ha. Selain itu pabrik gula kwala madu juga melibatkan pemanfaatan tenaga kerja masyarakat lokal, dan memperoleh penghargaan di bidang pengelolaan limbah. Bagaimanapun CSR dalam bentuk pengelolaan lingkungan adalah penting,sejalan dengan isu lingkungan hidup seperti ISPO International Sustainable Palm Oil dan permasalahan yang berhubungan dengan limbah industri yang sudah semakin 11 mengkhawatirkan. Hal tersebut berkaitan dengan landasan hukum yang menjelaskan keutamaan prinsip pengelolaan sumber daya alam dengan pendekatan ekologi telah ditegaskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN 1973, yang mengatakan bahwa “Sumber daya alam harus digunakan secara nasional dan penggunaanya harus diusahakan agar tidak merusak lingkungan hidup, dilaksanakandengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang” . Masalah lingkungan mulai ramai dibicarakan sejak diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia, pada tanggal 15 Juni 1972.Seiring dengan petambahan penduduk dan perkembangan berbagai industri, maka isu lingkungan telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh manusia. Pentingnya pengendalian lingkungan ataupun pengelolaan lingkungan, mengingatkan bahwa manusia memerlukan materi, energi dan informasi dari alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup pangan- sandang-papanatau sustenance needs mereka. Sementara itu alam, lebih banyak mendapatkan energi, materi dan informasi dari manusia dalam bentuk waste and pollutant termasuk radio-active waste yang lebih banyak mendatangkan kerugian bagi kehidupan seluruh penghuni planet bumi. Para peneliti dan ilmuwan yang bergerak di bidang lingkungan sudah sangat ngeri membayangkan bencana besar yang akan melanda umat manusia. Yang jadi masalah, kesadaran akan permasalahan lingkungan ini belum merata di tengah umat manusia. Ini akan lebih jelas lagi kalau melihat tingkat kesadaran masyakat di negara berkembang. Jangankan masyarakat umum, di kalangan pemimpin pun kesadaran masalah lingkungan ini masih belum merata. Pencemaran lingkungan merupakan masalah bersama. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C 1.33 ± 0.32 °F selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC menyimpulkan bahwa, “Sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 12 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan.” Bagaimanapun juga, lingkungan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan manusia. Fiennes 2 Lebih lanjut Ahimsa Putra 1994 menjelaskan bahwa menurut perspektif ekologi budaya unsur-unsur pokok adalah pola-pola perilaku behavior patterns, yakni kerja

1964, lebih jauh lagi mengajukan pendapatnya bahwa penyakit yang

ditemukan dalam populasi manusia adalah suatu konsekuensi yang khusus dari suatu cara hidup yang beradab, dimulai dari pertanian yang menjadi dasar bagi timbulnya dan berkembangnya pemukiman penduduk yang padat.Dapat menjadi perhatian kita bersama bahwa pentingnya pola perilaku dalam pengelolaan lingkungan dapat mempengaruhi kesejahteraan umat manusia, lebih jauh lagi juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Ada tiga langkah dasar yang perlu diikuti dalam studi antropologi ekologi, yakni : 1 Melakukan analisis atas hubungan antara lingkungan dan teknologi pemanfaatan dan produksi; 2 Melakukan analisis atas pola-pola perilaku dalam eksploitasi suatu kawasan tertentu yang menggunakan teknologi tertentu. 3 Melakukan analisis atas tingkat pengaruh dari pola-pola perilaku dalam pemanfaatan lingkungan terhadap aspek-aspek lain dari kebudayaan Steward dalam Putra, Ahimsa. 1994. Selanjutnya Steward juga mengatakan bahwa beberapa sektor kebudayaan lebih erat kaitannya dengan pemanfaatan lingkungan daripada sektor-sektor yang lain. 2 Lebih jelas lihat Dampak Lingkungan Terhadap Penyakit oleh Fiennes dalam Foster dan Anderson, Antropologi Kesehatan, Jakarta : Grafiti, 1986 13 work dan teknologi yang dipakai dalam proses pengolahan atau pemanfaatan lingkungan. Dengan demikian studi ekologi budaya pertama-tama adalah mengenai the process of work, its organization, its cycles and rhythms and its situational modalities Murphy, 1970 : 155. Perhatian baru diarahkan pada lingkungan, yakni bagaimana lingkungan mempengaruhi atau menetukan pola-pola tingkah-laku atau organisasi kerja. Secara keseluruhan mekanisme-mekanisme adaptif adaptive mechanism yang ada tersebut menghasilkan akibat yang sama, yaitu: cenderung terus-menerus menggerus sumberdaya alam secara cepat, memperlemahdaya dukung lingkungan weakening the carrying capacity of the ecosphere yang mengarah pada terjadinya krisis ekologi ecological crisis secara berkepanjangan 3 3 Lebih jelas lihat Dinamika Sosio-Ekologi Pedesaan: Perspektif dan Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia,Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Politik ,Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 01, No. 01 . Krisis ekologi di planet bumi yang sangat tampak nyata itu antara lain direpresentasikan oleh situasi seperti: 1 Kelangkaan sumber pangan yang mengakibatkan bencana kelaparan dan insiden gizi-buruk yang makin meluas. 2 Kelangkaan sumber energi, pasca habisnya fosil-fuel energy yang makin serius. 3 Pemburukan kualitas kehidupan akibat polusi dan ledakan penduduk di atas habitat yang makin sempit. 4 Eskalasi erosi, banjir, dan longsor akibat ekspansi kegiatan manusia hingga ke kawasan rawan bencana alam. 5 Biodiversity lossakibat eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, dan 14 6 Kriminalitas, perilaku menyimpang, dan masalah sosial lain akibat tingginya kompetisi karena terbatasnya relung kehidupan yang memadai bagi kehidupan lestari. Dari perspektif krisis ekologi, yang bermula dari jumlah penduduk manusia di planet bumi yang terus meningkat secara signifikan dari dua milyar jiwa di akhir abad 19 menjadi sekitar enam milyar jiwa di akhir abad 20, yang manaledakan populasi manusia itu menyebabkan interaksi manusia dan alam mengalami dinamika yang luar biasa. Dinamika itu menghasilkan perubahan status stabil ke status instabil sebuah ekosistem yang sangat cepat, dimana sebagai konsekuensinya alam mengalami tekanan ekologis yang luar biasa atas perubahan-perubahan tersebut. Destabilitas kesetimbangan ekosistem itu bisa dijelaskan oleh sifat hubungan interaksional antara manusia dan alam yang lebih banyak berada dalam mekanisme pertukaran yang timpang jika dibandingkan dengan beberapa abad yang lalu manakala jumlah penduduk masih terbatas. Makin terbatasnya ruang kehidupan Lebensraum sebagai akibat tekanan penduduk, telah memaksa manusia untuk mengembangkan proses pemanenan energi dan materi yang semakin eksploitatif. Alam dipaksa untuk terus berkompromi terhadap kehadiran manusia yang semakin berlipat jumlahnya. Dua akibat yang pasti dari proses ini adalah: kehancuran lingkungan dan kemiskinan.

1.2. Rumusan Masalah