mengetahui bahwa seseorang dapat terinfeksi kecacingan melalui makananminuman kotor dan tidak memakai alas kaki. Hanya sedikit responden
yang mengetahui cara mencegah kecacingan diantaranya mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, memotong kuku saat kuku panjang dan mulai
kotor, dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chadijah, et al.2013 dimana ditemukan dari 90 orang
responden, 67 orang 33,67 memiliki tingkat pengetahuan tidak baik dan terinfeksi cacing.
5.2.2. Sikap Siswa-siswi
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sikap sebagian besar responden pada kategori baik sebanyak 49 orang 59 dan yang bersikap tidak baik sebanyak 34 orang 41,0
. Hal ini dapat dilihat bahwa banyak responden setuju bahwa kecacingan dapat mengakibatkan badan kurus dan malas belajar, pengobatan kecacingan penting
dilakukan untuk mencegah penularan, dan responden juga setuju bahwa pencegahan kecacingan adalah tanggung jawab semua anggota keluarga. Namun
hanya sedikit responden yang setuju bahwa memelihara kebersihan dan lingkungan dapat mengurangi kecacingan pada anak. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Salbiah 2008, dimana sebagian besar responden bersikap baik yang terinfeksi cacing yaitu sebanyak 29 orang 53,7 . Hasil ini tidak sejalan dengan
penelitian Tumanggor 2008, dimana sebagian besar responden bersikap tidak baik yaitu 47 orang 63,5 .
5.2.3. Tindakan Siswa- siswi
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berada pada kategori baik yaitu 51 orang 61,4 . Responden telah melakukan tindakan
mencuci tangan pakai sabun pada saat sebelum dan sesudah makan dan sesudah buang air besar, mencuci buah- buahan sebelum di makan, membersihkan kuku
dan menggunting kuku secara teratur serta meminum obat cacing teratur 2x setahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Salbiah 2008, dimana
sebagian besar responden memiliki tindakan baik yaitu 23 orang 62,2 .
Universitas Sumatera Utara
Namun berdasarkan jawaban responden pada variabel tindakan, masih sedikit responden yang menggunakan toilet WC apabila buang air besar. Hal ini
mungkin disebabkan kurang mampunya masyarakat untuk menyediakan toilet WC yang sesuai standar.
5.2.4. Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths
Dari 83 sampel yang diperiksa, seluruh sampel 100 positif terinfeksi kecacingan
.
Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yaitu sebesar 90,3 , prevalensi infeksi Trichiuris trichiura sebesar 89,1 dan infeksi campuran
sebesar 79,5 . Angka kecacingan ini memiliki nilai diatas angka prevalensi kecacingan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2012 yaitu sebanyak 32,3 . Hal ini disebabkan karena anak usia sekolah dasar memiliki kontak yang sangat sering dengan tanah Salbiah, 2008. Kondisi
sanitasi lingkungan sekolah dan rumah siswa- siswi yang tidak sesuai standar juga merupakan suatu faktor yang mendukung tingginya angka prevalensi ini.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ginting 2003, dimana angka prevalensi kecacingan yang dilakukannya di Kecamatan Tiga Panah
Kabupaten Karo sebesar 70 , dimana infeksi campuran 55,8 , askariasis 6,75 , dan trikuriasis sebanyak 7,5 . Hasil penelitian juga tidak sejalan dengan
penelitian Pasaribu 2004 yang mendapatkan prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo sebesar 91,3 .
5.2.5. Hubungan Perilaku Terhadap Intensitas Infeksi STH