Epidemiologi Patologi dan Gejala Klinis Morfologi

b. Siklus hidup

Setelah keluar bersama tinja penderita, telur Ascaris yang jatuh di tanah lembab akan tumbuh menjadi telur infektif berisi larva cacing. Apabila tertelan, telur infektif ini akan menetas di dalam usus. Larva keluar dari telur, menembus dinding usus dan masuk ke vena porta hati.Lalu bersama aliran darah masuk ke jantung, menuju paru-paru. Larva akan melakukan penetrasi pada dinding alveoli, ke cabang bronkus, kerongkongan hingga akhirnya tertelan dan berakhir di usus halus menjadi cacing dewasa. Peredaran larva cacing bersama aliran darah memasuki organ jantung, paru-paru, sampai ke usus halus disebut lung migration. Dalam waktu dua bulan, telur infektif akan menjadi cacing dewasa yang mampu menghasilkan telur hingga 200.000 butir perhari Soedarto, 2009. Gambar 2.2 Siklus hidup Ascaris lumbricoides Dikutip dari: Centers for Disease Control and Prevention CDC

c. Epidemiologi

Ascaris lumbricoides tersebar di seluruh dunia. Cacing ini menginfeksi 1300 juta orang terinfeksi. Di daerah tropis , tanah lembab dan terlindung dari sinar matahari sangat mendukung berlangsungnya siklus hidup Ascaris lumbricoides secara terus menerus. Prevalensi Ascaris lumbricoides meningkat di daerah dengan sanitasi yang buruk dan berpenduduk padat. Kasusnya lebih sering pada anak- anak terutama umur 5-9 tahun Ideham dan Pusarawati, 2007. Universitas Sumatera Utara

d. Patologi dan Gejala Klinis

Pada infeksi berat, Larva Ascaris dapat menyebabkan reaksi hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi, dan pada individu sensitif dapat menyebabkan gejala seperti asma misalnya batuk, demam, dan sesak napas. Migrasi larva akan mensensinitasi jaringan dalam bentuk inflamasi eosinofilik sindrom Loffler’s. Inflamasi ini akan meningkatkan sekresi mucus, inflamasi bronkiolar, dan eksudat serosa Ideham dan Pusarawati, 2007. Sekresi metabolik cacing dewasa dapat menimbulkan gejala alergi seperti urtikaria, kemerahan di kulit, nyeri pada mata dan insomnia. Sementara pada intestinal, cacing dewasa dapat membentuk bolus atau massa yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal dan menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah, dan kadang-kadang massa dapat di raba. Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa pada saluran pencernaan atas akan menyebabkan cacing keluar lewat mulut dan hidung. Hal ini dipicu oleh rangsangan panas 38,9 C. Cacing dewasa dapat menyebabkan kolangitis, pankreatitis, dan apendiksitis. Askariasis dapat mengakibatkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang mengalami infeksi oleh 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein hari Ideham dan Pusarawati, 2007

e. Pengobatan

Beberapa obat yang efektif dalam mengatasi askariasis adalah pirantel pamoat dengan dosis 11 mg kg BB, mebendazol dengan dosis 100 mg, piperasin sitrat 75 mgkg BB dan albendazol 400 mg Soedarto, 2009.

2.2.2. Trichiuris trichiura

Trichiuris trichiura disebut sebagai cacing cambuk whip worm karena bentuknya mirip cambuk.Infeksi cacing ini disebut sebagai trikuriasis.Trichiuris trichiura hanya dapat ditularkan dari manusia ke manusia sehingga cacing ini bukan parasit zoonosis Soedarto, 2008. Universitas Sumatera Utara

a. Morfologi

Cacing ini memiliki bentuk tubuh yang khas yaitu sperti cambuk, dengan bagian depan halus seperti benang sepanjang 35 dari seluruh tubuh. Bagian belakang tubuhnya tebal seperti gagang cambuk, namun batas antara bagian depan dan belakang tidak jelas. Cacing jantan berukuran 30-45 mm, sementara cacing betina 35-50 mm. Ujung ekor cacing betina membulat dan cacing jantan mempunyai ujung posterior kekuningan yang melengkung dan spikula tunggal Ideham dan Pusarawati, 2007 Telur Trichiuris trichiura berbentuk guci atau sitron dengan dua kutub.Lapisan luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalam transparan.Pertumbuhan telur ini berlangsung dengan baik di daerah panas, dengan kelembapan tinggi terutama di tempat yang berlindung Irianto, 2009. Gambar 2.3. Telur Trichiuris triciura Dikutip dari: Centers for Disease Control and Prevention CDC

b. Siklus Hidup

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Higiene dengan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths pada Siswa-siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

0 38 78

Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths Dengan Status Gizi pada Siswa/I Sekolah Dasar Negeri 060839 Medan Tahun 2016

1 16 79

HUBUNGAN ANTARA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) DENGAN KADAR EOSINOFIL DARAH TEPI PADA SISWA SD BARENGAN DI KECAMATAN TERAS BOYOLALI.

0 0 12

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 13

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 4

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 15

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 3

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 38

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KECACINGAN (INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS) DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA MURID SD NEGERI 3 BAJUR, KECAMATAN LABUAPI, KABUPATEN LOMBOK BARAT - Repository UNRAM

0 0 18