Kerangka Konsep Definisi Operasional 1. Pengetahuan Alat ukur : Kuesioner c. Cara ukur : Wawancara Hipotesis Jenis Penelitian Kesimpulan

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variabel Independen: Variabel Dependen: Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pengetahuan a. Defenisi : Pengetahuan ialah hal-hal yang diketahui responden mengenai penyakit yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths.

b. Alat ukur : Kuesioner c. Cara ukur : Wawancara

d. Kategori : 1. Nilai baik, apabila responden mendapat nilai 76-100 dari seluruh skor yang ada. 2. Nilai tidak baik, apabila responden mendapat nilai ≤ 75 dari seluruh skor yang ada.

e. Skala : Ordinal

3.2.2. Sikap

a. Definisi : Sikap merupakan respon positif atau negatif responden dalam upaya pencegahan kecacingan. b. Alat ukur : Kuesioner c. Cara ukur : Wawancara Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths - Pengetahuan - Sikap - Tindakan Universitas Sumatera Utara d. Kategori : 1. Nilai baik, apabila responden mendapat nilai 76-100 dari seluruh skor yang ada. 2. Nilai tidak baik, apabila responden mendapat nilai ≤ 75 dari seluruh skor yang ada. e. Skala : Ordinal

3.2.3. Tindakan

a. Definisi : Praktik merupakan tindakan responden dalam melaksanakan apa yang diketahui atau yang disikapinya dinilai baik dalam upaya pencegahan kecacingan. b. Alat ukur : Kuesioner c. Cara ukur : Wawancara d. Kategori : 1. Nilai baik, apabila responden mendapat nilai 76-100 dari seluruh skor yang ada. 2. Nilai cukup, apabila responden mendapat nilai ≤ 75 dari seluruh skor yang ada. e. Skala : Ordinal

3.2.4. Intensitas Infeksi STH

a. Definisi : Intensitas cacing yang dinilai melalui infeksi merupakan angka serangan dari masing-masing jenis penghitungan jumlah telur. b. Alat ukur : Sampel feses c. Cara ukur : Pemeriksaan laboratorium feses dengan metode Kato- Katz d. Kategori : Sesuai dengan tabel 2.1 1. Infeksi Berat : ≥ 50.000 A.lumbricoides, ≥10.000 T. trichiura, ≥4.000 hookworm 2. Infeksi Sedang : 5.000 – 49.999A.lumbricoides, 1.000 - 9.999 T. trichiura, 2.000-3.999 hookworm 3. Infeksi Ringan : 1- 4.999 A.lumbricoides, 1- 999 T. trichiura, 1- 1.999 hookworm e. Skala : Ordinal Universitas Sumatera Utara

3.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara perilaku dengan intensitas infeksi Soil Transmitted Helminths pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014. Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional study yaitu melihat hubungan antara perilaku tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan intensitas infeksi Soil Transmitted Helminths pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 040470 di Desa Lingga Julu Kabupaten Karo. Alasan pemilihan lokasi adalah faktor geografis dan demografis, dimana lokasi berada di kawasan tanah yang lembab dan subur. Kebersihan lingkungan sekolah juga kurang terjaga. Penduduk yang tinggal di lokasi ini sebagian besar bekerja sebagai petani. Anak-anak yang berada di lokasi ini juga sering tidak menggunakan alas kaki, sehingga sangat beresiko cukup tinggi untuk terinfeksi cacing.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Maret – Desember 2014. 4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Negeri 040470 kelas III - VI.

4.3.2 . Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling Sampel terdiri dari siswa kelas III - VI SD Negeri 040470 sebanyak 101 orang. Universitas Sumatera Utara

4.3.3. Kriteria Inklusi

1. Siswa- siswi yang bersedia mengikuti penelitian dan mendapatkan persetujuan dari orang tua. 2. Siswa- siswi yang bersedia membawa feses.

4.3.4. Kriteria Eksklusi

1. Siswa- siswi yang menderita penyakit berat sehingga tidak dapat mengikuti penelitian. 2. Siswa-siswi yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap. 3. Siswa-siswi yang telah menerima pengobatan cacing dalam 6 bulan terakhir 4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer Data Primer merupakan data yang diperoleh dari anak SD dan dari pemeriksaan feses anak. Data dari anak SD diperoleh dengan metode angket yang menggunakan kuesioner. Pemeriksaan feses anak dilakukan untuk mengetahui infeksi kecacingan pada anak. Pemeriksaan feses ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan metode Kato-Katz.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data mengenai keadaan lingkungan disekitar lokasi penelitian yang diperoleh dari SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo.

4.4.3. Metode Pemeriksaan feses dengan metode Kato katz

A. Bahan yang diperlukan: • Lembar selofan yang sudah direndam dengan larutan gliserin hijau malaikit Universitas Sumatera Utara • Kawat kasa stainless 60 atau 80 meshs atau kasa nilon 105 meshs berukuran 3 cm x 3 cm • Karton persegi 3 cm x 4 cm x 1,37 mm dengan lubang berdiameter 6 mm. • Lidi • Kaca benda • Kertas minyak B. Cara kerja: • Taruh contoh feses di atas kertas minyak • Tekan bagian atas feses dengan kasa • Feses halus yang keluar melalui kasa diambil dengan lidi • Isi lubang karton dengan feses sampai penuh • Keluarkan dengan lidi seluruh feses yang ada di dalam lubang karton dan letakkan di atas kaca benda. • Tutup feses dengan lembar selofan dan tekan sediaan yang sudah dibalikkan, yaitu dengan permukaan selofan di bawah, di atas kertas saring, sehingga menyebar rata. • Diamkan selama 15 menit pada suhu kamar • Periksa dengan mikroskop C. Interpretasi hasil: Telur per gram tpg = hasil telur x 24 Hadidjaja, 1990.

4.5. Aspek Pengukuran

Pertanyaan tentang perilaku pengetahuan, sikap, dan tindakan anak terhadap pencegahan infeksi cacing berjumlah 30 pertanyanan, dimana untuk menilai pengetahuan, sikap , dan tindakan masing-masing terdiri dari 10 pertanyaan. Kriteria penilaian menurut Arikunto 2006 dalam Agustin 2011: Universitas Sumatera Utara 1. Nilai baik, apabila responden mendapat nilai 76 -100 dari seluruh skor yang ada. 2. Nilai tidak baik, apabila responden mendapat nilai ≤ 75 dari seluruh skor yang ada. Untuk variabel pengetahuan, ketentuan penilaian ialah skor jawaban benar adalah 1, dan skor jawaban salah adalah o. Untuk variabel sikap, ketentuan penilaian ialah skor jawaban setuju adalah 3, skor jawaban kurang setuju adalah 2 dan skor jawaban tidak setuju adalah 1. Untuk variabel tindakan , ketentuan penilaian ialah skor jawaban sering adalah 3, skor jawaban kadang - kadang adalah 2, dan skor jawaban tidak pernah adalah 1. Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Editing, yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. 2. Coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. 3. 3. Entry , yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program computer dengan menggunakan program SPSS versi17.0. 4. Cleaning, mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak Wahyuni, 2008. • Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner yang telah selesai disusun akan diuji validitasnya dengan menggunakan SPSS 17.0. Angket penelitian ini telah disusun sebelumnya dengan jumlah 30 pertanyaan, kemudian dilakukan uji validitas dan keseluruhan 30 soal dinyatakan valid. Pengujian ini menggunakan program SPSS 17.0. Sampel untuk uji validitas Universitas Sumatera Utara sebanyak 25 orang yang diambil dari siswa-siswi SDN 030283 Sidikalang. Uji validitas ini dilakukan pada bulan Oktober 2014. Uji validitas dilakukan dengan korelasi Pearson. Skor setiap pertanyaan dikorelasikan dengan dengan skor total untuk tiap variabel. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. Apabila nilai koefisien korelasi Pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada di atas nilai r tabel maka pertanyaan tersebut valid. • Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan suatu indeks yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan.Kuesioner yang telah selesai disusun akan diuji reliabilitasnya dengan menggunakan SPSS 17.0. Sampel untuk uji reliabilitas adalah sebanyak 25 orang yang diambil dari siswa- siswi SDN 030283 Sidikalang. Angket penelitian ini berjumlah 30 pertanyaan. Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan yang valid dengan koefisien Reliabilitas Alpha pada aplikasi SPSS 17.0. Jika nilai Alpha lebih besar dari nilai r tabel maka pertanyaan tersebut reliabel.

4.6.2. Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan menyajikan data dalam bentuk tabel kemudian dilanjutkan dengan analisa statistik untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel-variabel dalam penelitian yaitu hubungan perilaku pengetahuan, sikap, tindakan dengan intensitas infeksi Soil Transmitted Helminths pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014 . Karena data yang digunakan adalah data yang diklasifikasikan atas kategori dikelompokkan maka uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dengan α = 0,05. Universitas Sumatera Utara BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini diadakan di SD Negeri 040470 di Desa Lingga Julu Kabupaten Karo. Sekolah ini berada di kawasan tanah yang lembab dan subur, berada di kaki gunung Sinabung. Kondisi sanitasi lingkungan masyarakat desa Lingga Julu belum memenuhi standar kesehatan. Sarana pembuangan sampah di lingkungan rumah belum berfungsi dengan baik, dimana masih banyak sampah yang berserakan di sekitar rumah. Kebersihan lingkungan sekolah juga kurang terjaga. Sekolah tidak memiliki WC untuk anak sekolah, sehingga siswa-siswi sering kali buang air kecil atau buang air besar tidak pada tempatnya. Di halaman sekolah juga terdapat sampah yang berserakan meskipun sekolah menyediakan tempat sampah. Sekolah ini juga tidak memiliki kantin sekolah, sehingga siswa-siswi jajan di luar sekolah dimana kebersihan makanannya kurang terjaga.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 83 orang. Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh karakteristiknya meliputi: jenis kelamin, usia, dan tingkat kelas. Jumlah responden laki-laki adalah 46 orang 55,4 dan jumlah responden perempuan adalah 37 orang 44,6 . Sebagian besar responden berada pada kelompok umur 6- 10 tahun yaitu sebanyak 42 orang 50,6 . Sementara responden yang berada pada kelompok umur 11- 15 tahun berjumlah 41 orang 49,3 . Sebagian besar responden berada pada tingkat kelas 6 yaitu 26 orang 31,3 , dan diikuti kelas 5 25, 3 , kelas 4 22,9 , dan kelas 3 20,5 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Sampel No Karakteristik Frekuensi n Presentase n A. Jenis kelamin Laki-laki 46 55,4 Perempuan 37 44,6 B. Usia 6-10 tahun 42 50,6 11-15 tahun 41 49,3 C. Kelas 3 17 20,5 4 19 22,9 5 21 25,3 6 26 31,3 5.1.3. Hasil Analisis Data 5.1.3.1. Pengetahuan Anak tentang Kecacingan Pada penelitian ini, dalam kuesioner terdapat 10 pertanyaan mengenai pengetahuan tentang kecacingan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Sehingga pertanyaan tersebut dapat mewakili pengetahuan responden tentang kecacingan. Data lengkap mengenai distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Variabel Pengetahuan No Pertanyaan Benar Salah Frekuensi Frekuensi 1 Defenisi Kecacingan 49 59,0 34 40.9 2 Melalui apa telur cacing masuk ke dalam tubuh 51 61,4 32 38,5 3 Cara mengetahui seseorang menderita kecacingan 64 77,1 19 22,8 4 Bersama dengan apa telur cacing dikeluarkan dari tubuh 73 87,9 10 12,0 5 Gejala kecacingan 56 67,4 27 32,5 6 Berapa kali minum obat cacing dalam setahun 32 38,5 51 61,4 7 Cara penularan kecacingan 21 25,3 62 74,6 8 Kapan sebaiknya memotong kuku 44 53,0 39 46,9 9 Kapan sebaiknya mencuci tangan 39 46,9 44 53,0 10 Pencegahan kecacingan 41 49,3 42 50,6 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pertanyaan pengetahuan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan nomor 4 dan 3 yaitu sebesar 87,9 dan 77,1 . Sementara pertanyaan pengetahuan yang paling banyak dijawab dengan salah adalah nomor 7 yaitu sebesar 74,6 . Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu baik dan tidak baik. Seorang responden akan dikatakan berpengetahuan baik bila memperoleh nilai melebihi 76 dari total nilai dan berpengetahuan tidak baik bila memperoleh nilai kurang atau sama dengan 75 . Berdasarkan hal tersebut, Universitas Sumatera Utara maka tingkat pengetahuan siswa-siswi kelas III-VI SD Negeri 040470 dapat dikategorikan pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden Pengetahuan Frekuensi Baik 14 16,9 Tidak baik 69 83,1 Total 83 100,0 Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori baik memiliki persentase 16,9 dan tingkat pengetahuan yang dikategorikan tidak baik sebesar 83,1.

5.1.3.2. Sikap Anak tentang Kecacingan

Pada penelitian ini, dalam kuesioner terdapat 10 pernyataan mengenai sikap terhadap kecacingan. Pernyataan-pernyataan tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Sehingga pertanyaan tersebut dapat mewakili sikap responden tentang kecacingan. Data lengkap mengenai distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Variabel Sikap No Pertanyaan SS KS TS N N N 1 Cacing biasanya berkembang biak di usus 8 9,63 25 30,1 50 60,2 2 Memelihara kebersihan diri dan lingkungan dapat mengurangi kecacingan pada anak 13 15,6 21 25,3 49 59 3 Memotong kuku dengan teratur dapat mencegah kecacingan 14 16,8 9 10,8 60 72,2 Universitas Sumatera Utara 4 Kecacingan bisa timbul karena menggunakan alas kaki jika keluar rumah 29 34,9 21 25,3 33 39,7 5 Cacingan tidak berbahaya karena cacingan merupakan penyakit yang banyak di masyakat. 26 31,3 26 31,3 31 37,3 6 Pengobatan penyakit kecacingan dapat dilakukan di sekolah 10 12 17 20,4 56 67,4 7 Kecacingan dapat mengakibatkan badan kurus dan malas belajar 22 26,5 11 13,2 50 60,2 8 Setiap orang yang cacingan apabila tidak diobati akan dapat menularkan kecacingan pada orang lain 23 27,7 22 26,5 38 45,7 9 Jajan sembarangan tidak akan menyebabkan kecacingan 18 21,6 24 28,9 41 49,3 10 Pencegahan kecacingan adalah tanggung jawab semua anggota keluarga 18 21,6 10 12 55 66,2 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pernyataan sikap yang paling disetujui oleh responden adalah pernyataan nomor 4 yaitu sebesar 34,9 . Pernyataan sikap yang paling banyak dijawab dengan tidak setuju adalah nomor 3 yaitu sebesar 72,2 . Penilaian sikap dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu baik dan tidak baik. Seorang responden akan dikatakan bersikap baik bila memperoleh nilai melebihi 76 dari total nilai dan bersikap tidak baik bila memperoleh nilai Universitas Sumatera Utara kurang atau sama dengan 75 . Berdasarkan hal tersebut, maka sikap siswa-siswi kelas III-VI SD Negeri 040470 dapat dikategorikan pada tabel 5.5. Tabel 5.5. Distribusi Kategori Sikap Responden Pengetahuan Frekuensi Baik 49 59,0 Tidak baik 34 41,0 Total 83 100,0 Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sikap responden dengan kategori baik memiliki persentase 59,0 dan sikap yang dikategorikan tidak baik sebesar 41 .

5.1.3.3. Tindakan Anak tentang Kecacingan

Pada penelitian ini, dalam kuesioner terdapat 10 pernyataan mengenai tindakan pencegahan kecacingan. Pernyataan-pernyataan tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Sehingga pernyataan tersebut dapat mewakili tindakan responden terhadap kecacingan. Data lengkap mengenai distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel tindakan dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Variabel Tindakan No Pertanyaan Sering Kadang- kadang Tidak pernah N N N 1 Adik mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan 4 4,8 26 31,3 53 63,8 2 Adik menggunakan jamban apabila buang air besar 5 6,0 36 43,3 42 50,6 3 Adik selalu membersihkan kuku dan menggunting kuku 5 6,0 38 45,7 40 48,1 Universitas Sumatera Utara adik secara teratur sedikitnya 1 minggu sekali 4 Adik suka menggigit kuku 12 14,4 32 38,5 39 46,9 5 Adik menggunakan alas kaki apabila keluar rumah 9 10,8 27 32,5 47 56,6 6 Adik mencuci tangan sesudah buang air besar 19 22,8 32 38,5 32 38,5 7 Adik minum obat cacing secara teratur 2x setahun 10 12,0 34 40,9 39 46,9 8 Adik suka jajan di sembarang tempat langsung beli tanpa melihat kebersihannya 13 15,6 37 44,5 33 39,7 9 Adik mencuci buah-buahan sebelum di makan 19 22,8 40 48,1 24 28,9 10 Adik mencuci anus hingga bersih setelah Buang Air Besar 6 7,2 22 26,5 55 66,2 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pernyataan tindakan yang paling banyak dijawab dengan sering oleh responden adalah pernyataan nomor 6 dan 9 yaitu sebesar 22,8 . Pernyataan tindakan yang paling banyak dijawab dengan tidak pernah adalah nomor 10 yaitu sebesar 66,2 . Penilaian tindakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu baik dan tidak baik. Seorang responden akan dikatakan bertindakan baik bila memperoleh nilai melebihi 76 dari total nilai dan bertindakan tidak baik bila memperoleh nilai kurang atau sama dengan 75 . Berdasarkan hal tersebut, maka tindakan siswa-siswi kelas III-VI SD Negeri 040470 dapat dikategorikan pada tabel 5.7. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.7 Distribusi Kategori Tindakan Responden Tindakan Frekuensi Baik 51 61,4 Tidak baik 32 38,6 Total 83 100,0 Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa tindakan responden dengan kategori baik memiliki persentase 61,4 dan tindakan yang dikategorikan tidak baik sebesar 38,6 .

5.1.3.5. Intensitas Kecacingan Pada Anak

Pada penelitian ini, telah dilakukan pemeriksaan feses secara kualitatif yaitu dengan metode Kato-Katz untuk melihat intensitas infeksi kecacingan pada anak. Dari hasil pemeriksaan feses 83 sampel, dapat diketahui bahwa seluruh sampel positif terinfeksi STH 100 . Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yaitu sebesar 90,3 , prevalensi infeksi Trichiuris trichiura sebesar 89,1 dan infeksi campuran sebesar 79,5 . Dalam penelitian ini, sampel tidak terinfeksi cacing tambang hookworm. Tabel 5.8. Distribusi Infeksi STH Infeksi Frekuensi Ascaris lumbricoides 8 9,6 Trichiuris trichiura 9 10,8 Infeksi campuran 66 79,5 Dari tabel 5.8 dapat dilihat sebagian besar responden mengalami infeksi campuran Ascaris lumbricoides dan Trichiuris trichiura yaitu sebanyak 66 orang 79,5 . Sampel yang menderita trikuriasis sebanyak 9 orang 10,8 , dan sampel yang menderita askariasis sebanyak 8 orang 9,6 . Universitas Sumatera Utara Tabel 5.9. Distribusi Intensitas Infeksi STH pada Sampel Infeksi STH Frekuensi Ringan 49 59,0 Sedang 31 37,3 Berat 3 3,6 Total 83 100,0 Klasifikasi intensitas infeksi STH ditentukan berdasarkan kriteria WHO 2012, yang dibagi dalam 3 kategori yaitu intensitas ringan, sedang, dan berat. Sampel yang mengalami infeksi campuran Ascaris lumbricoides dan Trichiuris trichiura , di tentukan intensitas infeksinya berdasarkan intensitas terberat dari masing- masing spesies. Dari tabel 5.9 dapat dilihat sebagian besar responden mengalami infeksi STH dengan intensitas ringan yaitu sebanyak 49 orang 59,0 . Sementara responden dengan infeksi STH intensitas sedang sebanyak 31 orang 37,3 . Responden dengan infeksi STH intensitas berat sebanyak 3 orang 3,6 . Namun berdasarkan hasil pemeriksaan feses sampel, ditemukan bahwa sebagian besar sampel dengan intensitas infeksi STH sedang, memiliki jumlah telur yang lebih cenderung ke intensitas berat. Maka dalam penelitian ini sampel dengan intensitas infeksi sedang digabung dengan sampel yang intensitas infeksinya berat. Hal ini juga dilakukan untuk mempermudah analisis data. Sehingga intensitas infeksi STH dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 kategori, yaitu intensitas ringan dan intensitas sedang-berat.

5.1.3.6. Hubungan Pengetahuan dengan Intenitas Infeksi STH pada Anak

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat adanya hubungan antara perilaku terhadap intensitas infeksi STH. Untuk mengetahui hasil tersebut maka data dari 83 sampel yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan uji Chi Square . Universitas Sumatera Utara Tabel 5.10 . Hubungan Pengetahuan dengan Intensitas Infeksi STH pada Anak Perilaku Infeksi STH Jumlah Ringan Sedang + Berat N N N Baik 11 13,3 3 3,6 14 16,9 Tidak Baik 38 45,8 31 37,3 69 83,1 Total 49 34 83 100 X 2 = 2,658 Df = 1 P = 0,103 Berdasarkan tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik, dengan intensitas infeksi STH ringan sebanyak 11 orang 13,3 dan yang intensitas sedang-berat sebanyak 3 orang 3,6 . Responden yang memiliki pengetahuan tidak baik, dengan intensitas infeksi STH ringan sebanyak 38 orang 45,8 dan yang intensitas sedang- berat sebanyak 31 orang 37,3 . Dari hasil uji statisik Chi- Square X 2 diperoleh p0,05 artinya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan anak dengan intensitas infeksi STH. 5.1.3.7. Hubungan Sikap dengan Intenitas Infeksi STH pada Anak Tabel 5.11. Hubungan Sikap dengan Intensitas Infeksi STH pada Anak Sikap Infeksi STH Jumlah Ringan Sedang + Berat N N N Baik 32 38,5 17 20,5 49 59,0 Tidak Baik 17 20,5 17 20,5 34 41,0 Total 49 34 83 100 X 2 =1,945 Df=1 P=0,163 Berdasarkan tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap baik, dengan intensitas infeksi STH ringan sebanyak 32 orang 38,5 dan Universitas Sumatera Utara yang intensitas sedang-berat sebanyak 17 orang 20,5 . Responden yang memiliki sikap tidak baik, dengan intensitas infeksi STH ringan sebanyak 17orang 20,5 dan yang intensitas sedang-berat sebanyak 17 orang 20,5 . Dari hasil uji statisik Chi-Square X 2 diperoleh p0,05 artinya tidak ada hubungan antara sikap anak dengan intensitas Infeksi STH. 5.1.3.8. Hubungan Tindakan dengan Intenitas Infeksi STH pada Anak Tabel 5.12. Hubungan Tindakan dengan Intensitas Infeksi STH pada Anak Tindakan Infeksi STH Jumlah Ringan Sedang + Berat N N N Baik 28 33,7 23 27,7 51 61,4 Tidak Baik 21 25,3 11 13,3 32 38,6 Total 49 34 83 100 X 2 =0.935 Df=1 P=0,334 Berdasarkan tabel 5.11 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki tindakan baik, dengan intensitas infeksi STH ringan sebanyak 28 orang 33,7 dan yang intensitas sedang-berat sebanyak 23 orang 27,7 . Responden yang memiliki tindakan tidak baik, dengan intensitas infeksi STH ringan sebanyak 21 orang 25,3 dan yang intensitas sedang-berat sebanyak 11 orang 13,3 . Dari hasil uji statisik Chi-Square X 2 diperoleh p0,05 artinya tidak ada hubungan antara sikap anak dengan intensitas Infeksi STH. Universitas Sumatera Utara

5.2. Pembahasan

Berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki lebih banyak yang terinfeksi STH yaitu 46 orang 55,4 dibandingkan dengan jumlah responden perempuan sebanyak 37 orang 44,6 . Hasil ini sesuai dengan penelitian Pertiwi, et al. 2008, yang memperoleh data bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak terinfeksi kecacingan yaitu sebanyak 93 orang 84,5 . Menurut penelitian Salbiah 2008, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi kecacingan p=0,943. Dalam penelitian ini diperoleh sebagian besar responden berada pada kelompok umur 6- 10 tahun yaitu sebanyak 42 orang 50,6 . Menurut data WHO pada tahun 2004, infeksi STH sering terjadi pada anak usia sekolah. Dimana angka kejadian tertinggi infeksi STH ditemukan pada anak kelompok umur 5-15 tahun Tarigan, 2012. Penelitian Winita et al.2011, yang dilakukan pada anak sekolah dasar di paseban Jakarta menyatakan bahwa kelompok umur 6- 8 tahun angka infeksi kecacingannya lebih tinggi dibanding umur 9-12 tahun. Faktor usia dengan infeksi kecacingan tidak memiliki hubungan bermakna. Ginting, 2003. Dari 83 responden yang positif kecacingan, presentase infeksi STH tertinggi berasal dari kelas 6 yaitu 26 responden 31,3 . Sementara Pertiwi, et al. 2008, memperoleh data bahwa presentase tertinggi berasal dari kelas 4 yaitu 37 responden 86.

5.2.1. Pengetahuan Siswa-siswi

Hasil penelitian terhadap 83 orang responden siswa-siswi SD Negeri 040470 di Desa Lingga Julu menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang tidak baik mengenai infeksi kecacingan yaitu sebanyak 69 orang 83,1 . Hal ini dapat diketahui dari jawaban yang tidak tepat dari responden pada kuesioner bahwa kecacingan merupakan terdapatnya satu atau lebih cacing dalam tubuh manusia. Sebagian besar responden tidak mengetahui berapa kali dalam setahun perlu meminum obat cacing dan responden juga tidak Universitas Sumatera Utara mengetahui bahwa seseorang dapat terinfeksi kecacingan melalui makananminuman kotor dan tidak memakai alas kaki. Hanya sedikit responden yang mengetahui cara mencegah kecacingan diantaranya mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, memotong kuku saat kuku panjang dan mulai kotor, dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chadijah, et al.2013 dimana ditemukan dari 90 orang responden, 67 orang 33,67 memiliki tingkat pengetahuan tidak baik dan terinfeksi cacing.

5.2.2. Sikap Siswa-siswi

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sikap sebagian besar responden pada kategori baik sebanyak 49 orang 59 dan yang bersikap tidak baik sebanyak 34 orang 41,0 . Hal ini dapat dilihat bahwa banyak responden setuju bahwa kecacingan dapat mengakibatkan badan kurus dan malas belajar, pengobatan kecacingan penting dilakukan untuk mencegah penularan, dan responden juga setuju bahwa pencegahan kecacingan adalah tanggung jawab semua anggota keluarga. Namun hanya sedikit responden yang setuju bahwa memelihara kebersihan dan lingkungan dapat mengurangi kecacingan pada anak. Hasil ini sejalan dengan penelitian Salbiah 2008, dimana sebagian besar responden bersikap baik yang terinfeksi cacing yaitu sebanyak 29 orang 53,7 . Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Tumanggor 2008, dimana sebagian besar responden bersikap tidak baik yaitu 47 orang 63,5 .

5.2.3. Tindakan Siswa- siswi

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berada pada kategori baik yaitu 51 orang 61,4 . Responden telah melakukan tindakan mencuci tangan pakai sabun pada saat sebelum dan sesudah makan dan sesudah buang air besar, mencuci buah- buahan sebelum di makan, membersihkan kuku dan menggunting kuku secara teratur serta meminum obat cacing teratur 2x setahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Salbiah 2008, dimana sebagian besar responden memiliki tindakan baik yaitu 23 orang 62,2 . Universitas Sumatera Utara Namun berdasarkan jawaban responden pada variabel tindakan, masih sedikit responden yang menggunakan toilet WC apabila buang air besar. Hal ini mungkin disebabkan kurang mampunya masyarakat untuk menyediakan toilet WC yang sesuai standar.

5.2.4. Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths

Dari 83 sampel yang diperiksa, seluruh sampel 100 positif terinfeksi kecacingan . Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yaitu sebesar 90,3 , prevalensi infeksi Trichiuris trichiura sebesar 89,1 dan infeksi campuran sebesar 79,5 . Angka kecacingan ini memiliki nilai diatas angka prevalensi kecacingan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012 yaitu sebanyak 32,3 . Hal ini disebabkan karena anak usia sekolah dasar memiliki kontak yang sangat sering dengan tanah Salbiah, 2008. Kondisi sanitasi lingkungan sekolah dan rumah siswa- siswi yang tidak sesuai standar juga merupakan suatu faktor yang mendukung tingginya angka prevalensi ini. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ginting 2003, dimana angka prevalensi kecacingan yang dilakukannya di Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo sebesar 70 , dimana infeksi campuran 55,8 , askariasis 6,75 , dan trikuriasis sebanyak 7,5 . Hasil penelitian juga tidak sejalan dengan penelitian Pasaribu 2004 yang mendapatkan prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo sebesar 91,3 .

5.2.5. Hubungan Perilaku Terhadap Intensitas Infeksi STH

Perilaku merupakan suatu kegiatan seseorang yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang yang berpengetahuan baik mengenai sesuatu hal, diharapkan akan memiliki sikap yang baik pula. Selanjutnya sikap yang baik diharapkan akan menghasilkan suatu tindakan yang baik pula Salbiah, 2008. Namun dalam penelitian ini, hal tersebut tidak sesuai. Dimana responden sebagian besar berpengetahuan tidak baik, namun memilki sikap dan tindakan yang tidak baik. Universitas Sumatera Utara 5.2.5.1. Hubungan Pengetahuan Siswa-siswi Terhadap Intensitas Infeksi STH Dari hasil pengolahan data yang menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,05. Dimana hubungan pengetahuan dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi memiliki nilai p=0,103. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang yang bermakna antara pengetahuan siswa-siswi terhadap intensitas infeksi STH. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mustafa, et al .2013. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan infestasi cacing pada siswa SD di Kota Manado p=1,000. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tumanggor 2008 tentang hubungan perilaku dan higiene siswa dengan infeksi kecacingan di Kecamatan Siempat Nempu, menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan infeksi kecacingan p= 0,000 0,05. 5.2.5.2. Hubungan Sikap Siswa-siswi Terhadap Intensitas Infeksi STH Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,05. Dimana hubungan sikap dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi memiliki nilai p=0, 163. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang yang bermakna antara sikap siswa-siswi terhadap intensitas infeksi STH. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Salbiah 2008, tentang hubungan karakter siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi kecacingan pada siswa SD di Kecamatan Medan Belawan. Dimana hasil analisis bivariate menyatakan nilai p = 0,960 0,05. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Dachi 2005 yang meneliti hubungan perlikau terhadap infeksi cacing perut di Kabupaten Samosir. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan antara sikap dengan infeksi kecacingan dengan nilai p=0,001 0,05. Universitas Sumatera Utara 5.2.5.3. Hubungan Tindakan Siswa-siswi Terhadap Intensitas Infeksi STH Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,05. Dimana hubungan tindakan dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi memiliki nilai p=0, 334. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang yang bermakna antara tindakan siswa-siswi terhadap intensitas infeksi STH. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mustafa, et al .2013 pada siswa SD di Kecamatan Mapanget Kota Manado dengan hasil analisis bivariate menyatakan nilai p = 0,470 0,05. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Salbiah 2008, dimana terdapat hubungan antara tindakan dengan infeksi kecacingan p= 0,002 0,05. Adanya perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbedaan lokasi penelitian dengan kondisi sanitasi lingkungan dan hygiene siswa yang berbeda. Penelitian ini juga tidak hanya melihat sampel positif terinfeksi STH atau tidak, tetapi juga meneliti intensitas infeksi STH. Menurut Rawina et al. 2011, salah satu faktor penyebab masih tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi perilaku hidup bersih sehat seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar BAB, kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat, perilaku BAB tidak di WC, serta ketersediaan sumber air bersih. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan intensitas infeksi STH. Penelitian lain yang dilakukan oleh Andaruni, et al.2012, menyatakan bahwa faktor penyebab infeksi cacingan pada anak ialah personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Sementara penelitian Bagus 2010 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan yang disebabkan oleh STH di Indonesia diantaranya antara lain, faktor iklim, tingkat pendidikan dan sosio ekonomi. Jadi dalam hal ini, bukan hanya faktor perilaku yang mempengaruhi infeksi kecacingan. Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1. Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminths pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Lingga Julu sebesar 100 . Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yaitu sebesar 90,3 , prevalensi infeksi Trichiuris trichiura sebesar 89,1 dan infeksi campuran sebesar 79,5 . 2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan anak dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Lingga Julu. 3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap anak dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Lingga Julu. 4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tindakan anak dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi SD Negeri 040470 Lingga Julu.

6.2. Saran

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Higiene dengan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths pada Siswa-siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

0 38 78

Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths Dengan Status Gizi pada Siswa/I Sekolah Dasar Negeri 060839 Medan Tahun 2016

1 16 79

HUBUNGAN ANTARA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) DENGAN KADAR EOSINOFIL DARAH TEPI PADA SISWA SD BARENGAN DI KECAMATAN TERAS BOYOLALI.

0 0 12

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 13

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 4

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 15

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 3

Hubungan Antara Perilaku dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri 040470 Desa Lingga Julu Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 38

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KECACINGAN (INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS) DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA MURID SD NEGERI 3 BAJUR, KECAMATAN LABUAPI, KABUPATEN LOMBOK BARAT - Repository UNRAM

0 0 18