Namun berdasarkan jawaban responden pada variabel tindakan, masih sedikit responden yang menggunakan toilet WC apabila buang air besar. Hal ini
mungkin disebabkan kurang mampunya masyarakat untuk menyediakan toilet WC yang sesuai standar.
5.2.4. Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths
Dari 83 sampel yang diperiksa, seluruh sampel 100 positif terinfeksi kecacingan
.
Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yaitu sebesar 90,3 , prevalensi infeksi Trichiuris trichiura sebesar 89,1 dan infeksi campuran
sebesar 79,5 . Angka kecacingan ini memiliki nilai diatas angka prevalensi kecacingan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2012 yaitu sebanyak 32,3 . Hal ini disebabkan karena anak usia sekolah dasar memiliki kontak yang sangat sering dengan tanah Salbiah, 2008. Kondisi
sanitasi lingkungan sekolah dan rumah siswa- siswi yang tidak sesuai standar juga merupakan suatu faktor yang mendukung tingginya angka prevalensi ini.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ginting 2003, dimana angka prevalensi kecacingan yang dilakukannya di Kecamatan Tiga Panah
Kabupaten Karo sebesar 70 , dimana infeksi campuran 55,8 , askariasis 6,75 , dan trikuriasis sebanyak 7,5 . Hasil penelitian juga tidak sejalan dengan
penelitian Pasaribu 2004 yang mendapatkan prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo sebesar 91,3 .
5.2.5. Hubungan Perilaku Terhadap Intensitas Infeksi STH
Perilaku merupakan suatu kegiatan seseorang yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang yang berpengetahuan baik mengenai
sesuatu hal, diharapkan akan memiliki sikap yang baik pula. Selanjutnya sikap yang baik diharapkan akan menghasilkan suatu tindakan yang baik pula Salbiah,
2008. Namun dalam penelitian ini, hal tersebut tidak sesuai. Dimana responden sebagian besar berpengetahuan tidak baik, namun memilki sikap dan tindakan
yang tidak baik.
Universitas Sumatera Utara
5.2.5.1. Hubungan Pengetahuan Siswa-siswi Terhadap Intensitas Infeksi STH Dari hasil pengolahan data yang menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai
p 0,05. Dimana hubungan pengetahuan dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi memiliki nilai p=0,103. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang yang bermakna antara pengetahuan siswa-siswi terhadap intensitas infeksi STH.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mustafa, et al .2013. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan infestasi cacing pada siswa SD di Kota Manado p=1,000.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Tumanggor 2008 tentang hubungan perilaku dan higiene siswa dengan infeksi kecacingan di Kecamatan Siempat Nempu,
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan infeksi kecacingan p= 0,000 0,05.
5.2.5.2. Hubungan Sikap Siswa-siswi Terhadap Intensitas Infeksi STH Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,05. Dimana hubungan
sikap dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi memiliki nilai p=0, 163. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang yang bermakna antara
sikap siswa-siswi terhadap intensitas infeksi STH. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Salbiah 2008, tentang hubungan karakter siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi kecacingan pada siswa SD di Kecamatan Medan Belawan. Dimana
hasil analisis bivariate menyatakan nilai p = 0,960 0,05. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Dachi 2005 yang meneliti hubungan perlikau
terhadap infeksi cacing perut di Kabupaten Samosir. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan antara sikap dengan infeksi kecacingan dengan
nilai p=0,001 0,05.
Universitas Sumatera Utara
5.2.5.3. Hubungan Tindakan Siswa-siswi Terhadap Intensitas Infeksi STH Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,05. Dimana hubungan
tindakan dengan intensitas infeksi STH pada siswa-siswi memiliki nilai p=0, 334. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang yang bermakna antara
tindakan siswa-siswi terhadap intensitas infeksi STH. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Mustafa, et al .2013 pada siswa SD di Kecamatan Mapanget Kota Manado dengan hasil analisis bivariate menyatakan nilai p = 0,470 0,05. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Salbiah 2008, dimana terdapat hubungan antara tindakan dengan infeksi kecacingan p= 0,002 0,05.
Adanya perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbedaan lokasi penelitian dengan kondisi sanitasi lingkungan dan hygiene siswa yang berbeda.
Penelitian ini juga tidak hanya melihat sampel positif terinfeksi STH atau tidak, tetapi juga meneliti intensitas infeksi STH.
Menurut Rawina et al. 2011, salah satu faktor penyebab masih tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi perilaku hidup bersih sehat
seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar BAB, kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat, perilaku BAB tidak di WC,
serta ketersediaan sumber air bersih. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan intensitas
infeksi STH. Penelitian lain yang dilakukan oleh Andaruni, et al.2012, menyatakan
bahwa faktor penyebab infeksi cacingan pada anak ialah personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Sementara penelitian Bagus 2010 menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi kejadian kecacingan yang disebabkan oleh STH di Indonesia diantaranya antara lain, faktor iklim, tingkat pendidikan dan sosio ekonomi. Jadi
dalam hal ini, bukan hanya faktor perilaku yang mempengaruhi infeksi kecacingan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan