area yang
nyeri, terjadi
pening- katan
tekanan darah. Klien
mengang- gap
nyerinya bersifat
merusak akibat
fraktur  yang dialaminya
dan me-
lindungi area  tubuh
yang nyeri.
2. Tn.R
Klien melaporkan
nyeri  terasa tertekan,
skala  nyeri 5,
nyeri hilang
timbul. Nyeri  tidak
menjalar, serta
diakibatkan oleh
perubahan posisi
tubuh. Klien terlihat
mengaduh, wajah
meringis, serta
melindungi area  tubuh
yang  nyeri dan  adanya
peningkatan tekanan
darah. Klien me-
nganggap nyerinya
bersifat merusak
Klien melapor-
kan nyerinya
terasa tertekan,
skala nyeri 3,
nyeri hilang
timbul. Pasien
terlihat me-
lindungi area  tubuh
yang nyeri,
serta wajah
meringis. Nyeri
muncul bila
berubah posisi
tubuh. Klien
melapor- kan  nyeri
terasa tertekan,
skala nyeri 3,
nyeri muncul
bila berubah
posisi tubuh,
serta bersifat
hilang timbul.
Pasien terlihat
meringis. Klien
melapor- kan
nyeri terasa
tertekan, skala  nyeri
2,
nyeri bersifat
hilang timbu,  dan
muncul  bila berubah
posisi tubuh.
Klien melapor-
kan nyeri
terasa tertekan,
skala  nyeri 2,
nyeri bersifat
hilang timbu,  dan
muncul  bila berubah
posisi tubuh.
akibat kecelakaan
yang dialaminya.
3. Ny. N  Klien
melaporkan nyeri  terasa
tertekan, skala  nyeri
6,
nyeri hilang
timbul. Nyeri  tidak
menjalar, serta
diakibatkan oleh
perubahan posisi
tubuh. Klien terlihat
mengaduh, wajah
meringis, serta
melindungi area  tubuh
yang  nyeri dan  adanya
peningkatan tekanan
darah. Klien me-
nganggap nyerinya
bersifat merusak
akibat kecelakaan
yang dialaminya.
Klien melapor-
kan  nyeri terasa
berdenyut dengan
skala nyeri 6.
Nyeri muncul
bila berubah
posisi, serta
bersifat hilang
timbul. Pasien
mengaduh, wajahnya
terlihat meringis,
dan
me- lindungi
area  tubuh yang
nyeri. Klien
melapor- kan  nyeri
terasa berdenyut,
skala nyeri 4,
nyeri hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang
nyeri. Klien
melapor- kan
nyeri terasa
berdenyut, skala  nyeri
4,
nyeri hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
Klien melapor-
kan nyeri
terasa berdenyut,
skala  nyeri 3,
nyeri hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
4 Ny. R
Klien melaporkan
nyeri  terasa tertekan,
skala  nyeri 5,
nyeri hilang
Klien melapor-
kan  nyeri terasa
berdenyut dengan
skala nyeri Klien
melapor- kan  nyeri
terasa berdenyut,
skala nyeri 3,
nyeri Klien
melapor- kan
nyeri terasa
berdenyut, skala  nyeri
3,
nyeri Klien
melapor- kan
nyeri terasa
berdenyut, skala  nyeri
3,
nyeri
timbul. Nyeri  tidak
menjalar, serta
diakibatkan oleh
perubahan posisi
tubuh. Klien terlihat
mengaduh, wajah
meringis, serta
melindungi area  tubuh
yang  nyeri dan  adanya
peningkatan tekanan
darah. Klien me-
nganggap nyerinya
bersifat merusak
akibat kecelakaan
yang dialaminya.
5. Nyeri
muncul bila
berubah posisi,
serta bersifat
hilang timbul.
Pasien mengaduh,
wajahnya terlihat
meringis, dan
me- lindungi
area  tubuh yang
nyeri. hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang
nyeri. hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
hilang timbul.
Klien terlihat
meringis dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
5. Tn. P
Klien melapor-
kan nyeri
terasa  ber- denyut,
skala  nyeri 4,
nyeri bersifat
hilang timbul,  dan
nyeri  terjadi bila berubah
posisi tubuh. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
Klien melapor-
kan  nyeri terasa
berdenyut, skala nyeri
4,
nyeri hilang
timbul, dan  nyeri
muncul bila
berubah posisi
tubuh. Klien
terlihat meringis
Klien melapor-
kan  nyeri terasa
berdenyut, skala nyeri
4,
nyeri hilang
timbul, dan  nyeri
muncul bila
berubah posisi
tubuh. Klien
terlihat meringis
Klien melapor-
kan nyeri
terasa berdenyut,
skala  nyeri 3,
nyeri hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
Klien melapor-
kan nyeri
terasa berdenyut,
skala  nyeri 2,
nyeri hilang
timbul. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
area yang
nyeri, terjadi
pening- katan
tekanan darah. Klien
mengang- gap
nyerinya bersifat
merusak akibat
fraktur  yang dialaminya
dan me-
lindungi area  tubuh
yang nyeri.
dan me-
lindungi area  tubuh
yang nyeri.
6. Tn.
PO Klien
melapor- kan
nyeri terasa  ber-
denyut, skala  nyeri
6,
nyeri bersifat
hilang timbul,  dan
nyeri  terjadi bila berubah
posisi tubuh. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area yang
nyeri, terjadi
pening- katan
tekanan darah. Klien
mengang- gap
nyerinya bersifat
merusak akibat
fraktur  yang dialaminya
Klien melapor-
kan  nyeri terasa  ber-
denyut, skala nyeri
6,
nyeri bersifat
hilang timbul,
dan  nyeri terjadi  bila
berubah posisi
tubuh. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  yang nyeri,
terjadi pening-
katan tekanan
darah. Klien
melapor- kan  nyeri
terasa berdenyut,
skala nyeri 4,
nyeri hilang
timbul, dan  nyeri
muncul bila
berubah posisi
tubuh. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang
nyeri. Klien
melapor- kan
nyeri terasa
berdenyut, skala  nyeri
4,
nyeri hilang
timbul,  dan nyeri
muncul  bila berubah
posisi tubuh. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
Klien melapor-
kan nyeri
terasa berdenyut,
skala  nyeri 4,
nyeri hilang
timbul,  dan nyeri
muncul  bila berubah
posisi tubuh. Klien
terlihat meringis
dan
me- lindungi
area  tubuh yang nyeri.
B. Analisa Pembahasan
Nyeri merupakan suatu masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu  alasan utama  seseorang untuk  datang  mencari bantuan medis  Meliala
Pinzon,  2007.  Nyeri  adalah  pengalaman  sensorik  dan  emosional  yang  tidak menyenangkan  bagi  pasien.  Telah  lama  diketahui  bahwa  nyeri  merupakan  suatu
sistem  respons  stress  yang  kompleks  akibat  injuri  jaringan,  yang  digambarkan sebagai  suatu  model  “sistem  psikofisiologis”.  Nyeri  dengan  segala  gejala  yang
menyertainya dapat mengakibatkan stress kronis  pada individu,  yang selanjutnya akan  menyebabkan  penurunan  fungsi  imunitas  tubuh,  gangguan  kognifif  dan
depresi  Caltagirone  dkk,  2009.  Akibatnya,  nyeri  tidak  boleh  dipandang  oleh tenaga  kesehatan,  khususnya  perawat,  sebagai  keluhan  pasien  yang  dapat
diabaikan  karena  membingungkan,  melainkan  harus  sesegera  mungkin diintervensi untuk mencegah efek negatif yang ditimbulkannya.
Pemahaman  tentang  nyeri  sebagai  suatu  masalah  kesehatan  utama  telah sejak dahulu dilakukan. Dahulu manusia mengganggap nyeri sebagai suatu bagian
kehidupan  yang  tak  dapat  dihindari,  karena  adanya  anggapan  bahwa  nyeri disebabkan  oleh  pengaruh  supranatural  Meliala,  2004.  Seiring  dengan
perkembangan  ilmu  pengetahuan,  pemahaman  tentang  nyeri  pun  semakin berkembang.    Nyeri  kemudian  dipahami  berdasarkan  konsep  fisiologis,
psikologis,  dan  sosiokultural.  Sekarang  telah  diketahui  bahwa  nyeri  merupakan suatu  fenomena  mulitidimensional  yang  memerlukan  penatalaksaan  yang
komprehensif Kopf  Patel, 2010.
Penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengindentifikasi kausa sehingga kausa
tersebut dapat dihilangkan, apabila mungkin. Pengkajian nyeri yang tidak adekuat merupakan  salah  satu  faktor  utama  kejadian  penatalaksanaan  nyeri  pasien  yang
tidak tepat. Untuk itu, telah dikembangkan berbagai skala nyeri untuk membantu mengidentifikasi  nyeri  yang  dialami  pasien.  Dalam  penelitian  ini,  peneliti
menggunakan  Skala  Nyeri  Numerik, Skala  Nyeri Verbal,  dan Skala  Nyeri  Wajah untuk mengkaji laporan nyeri pasien. Bashir dkk 2012 menemukan bahwa skala
nyeri  numerik,  skala  nyeri  verbal,  dan  skala  nyeri  wajah  Wong-Baker  memiliki sensitifitas  yang  baik  untuk  mengkaji  nyeri  pada  pasien  osteoarthritis  kronik.
Untuk  melakukan  pengkajian  nyeri  dalam  penelitian  ini,  peneliti  memvalidasi skor nyeri pasien dengan keluhan nyeri verbal dan eskpresi nonverbal, serta hasil
observasi respons fisiologis pasien. Standar    operasional  yang  dapat  dilakukan  untuk  memaksimalkan
intervensi nyeri pasien diawali dengan pengkajian nyeri yang komprehensif serta pemantauan berkala kemajuan intervensi yang telah dilakukan kepada pasien, baik
farmakologis  maupun  nonfarmakologis.  Nyeri  merupakan  keluhan  subjektif pasien, sehingga untuk mengkaji nyeri, tenaga kesehatan semata-mata bergantung
pada  penjelasan  pasien  tentang  keluhannya.  Dalam  penelitian  ini,  peneliti menggunakan  Skala  Nyeri  Numerik, Skala  Nyeri Verbal, dan Skala  Nyeri  Wajah
untuk  dapat  mengkaji  nyeri  yang  dialami  oleh  pasien.  Sehingga  dengan pelaksanaan pengkajian nyeri secara periodik dan berkesinambungan, diharapkan
dapat  memaksimalkan  intervensi  keperawatan  pada  pasien  di  ruang  rawat  inap rumah sakit.
1. Faktor Pendukung dan Penghambat
Setiap  pengkajian  yang  dilakukan  pada  pasien  di  ruangan  rumah  sakit selalu  memiliki  faktor  pendukung  dan  faktor  penghambat.  Salah  satunya  adalah
adalah dalam pengaplikasian pengkajian nyeri dengan menggunakan  Skala Nyeri Numerik,  Skala  Nyeri  Verbal,  dan  Skala  Nyeri  Wajah  di  ruang  rawat  inap  RB-3
Orthopedi  RSUP  Haji  Adam  Malik,  Medan.  Selama  melakukan  aplikasi pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal,
dan Skala Nyeri Wajah, peneliti menemukan instrumen tersebut cukup sederhana, praktis, dan efisien.
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa ketiga jenis instrumen tersebut memiliki  efektifitas  yang  cukup  baik  untuk  mengkaji  nyeri  pasien.  Briggs  dkk
2009  menemukan  bahwa  skala  nyeri  verbal  lebih  efektif  untuk  mengkaji  nyeri postoperasi  pada  pasien-pasien  orthopedi.  Bashir  dkk  2012  menyatakan  bahwa
ketiga  jenis  skala  nyeri  tersebut  memiliki  sensitifitas  yang  baik  untuk  mengkaji nyeri pasien osteoarthritis kronis. Kawamura dkk 2008 menemukan bahwa skala
nyeri  wajah  efektif  untuk  mengkaji  nyeri  pada  pasien  post  gastrectomy.    Dalam penelitian  ini,  peneliti  menggunakan  ketiga  skala  nyeri  tersebut  untuk  mengkaji
nyeri  pasien.  Peneliti  dapat  menilai  tingkat  keparahan  nyeri  pasien  dengan meminta  pasien  menunjukkan  angka  yang  dapat  mendesripsikan  nyerinya,  serta
melakukan  validasi  nyeri  berdasarkan  keluhan  verbal,  eskpresi  nonverbal  dan observasi  respons  fisiologis  pasien  sehingga  pengkajian  nyeri  dapat  dilakukan
secara komprehensif.
Dalam  pelaksanaan  pengkajian  nyeri  pasien  dengan  menggunakan  Skala Nyeri  Numerik,  Skala  Nyeri  Verbal,  dan  Skala  Nyeri  Wajah  di  ruang  rawat  inap
RB-3 Orthopedi, peneliti juga menemukan faktor penghambat. Tenaga kesehatan, khususnya  perawat,  kurang  melakukan  pengkajian  nyeri  pasien  di  ruang  rawat,
dikarenakan  faktor  kesibukan  perawat  dalam  melakukan  tugas  setiap  hari, sehingga  intervensi  keperawatan  untuk  nyeri  pasien  menjadi  kurang  maksimal.
Hadjistavropoulos  dkk  2009  menemukan  bahwa  pengkajian  nyeri  pasien  yang dilakukan  rutin  sekalipun  tetap  tidak  menghasilkan  perubahan  yang  signifikan
pada praktik klinis yang berlaku di rumah sakit. Hal ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan  bagi  pihak  rumah  sakit  untuk  membenahi  sistem  pelayanan
kesehatan kepada pasien, khususnya pada pasien dengan keluhan nyeri. Nyeri  bukan  hanya  sebuah  gejala,  tetapi  merupakan  suatu  isu  kompleks
yang  dapat  menyebabkan  perubahan  pada  sistem  saraf  dan  mengakibatkan penyakit  kronis  bagi  pasien  APHA,  2014.  Sebagai  langkah  awal  untuk  dapat
memaksimalkan penatalaksanaan nyeri pasien, dibutuhkan pengkajian nyeri yang komprehensif yang harus dapat diaplikasikan dengan tepat oleh tenaga kesehatan
secara berkala Fraenkel dkk, 2011. Nyeri  merupakan  keluhan  subjektif  pasien,  sehingga  peneliti  menemukan
sedikit kesulitan untuk memvalidasi skor nyeri pasien dengan keluhan verbal dan respons nyeri pasien yang bersifat subjektif. Rowbotham dkk 2014 menemukan
bahwa  peningkatan  intensitas  nyeri  diikuti  dengan  peningkatan  keluhan  verbal, ekspresi dan gestur tubuh pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan. Dalam hal
ini, perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri individu, antara lain usia, jenis kelamin, budaya dan pengalaman masa lalu nyeri pasien.
Keperawatan  memandang  klien  secara  holistik,  dengan  dasar  pemikiran bahwa  setiap  individu  adalah  unik  Potter    Perry,  2009.  Nyeri  merupakan
pengalaman  subjektif  yang  sekaligus  bersifat  sensori  dan  emosional  bagi  pasien. Keluhan  nyeri  individu  yang  berbeda  tidak  sama,  sehingga  tenaga  kesehatan,
khususnya  perawat,  harus  mempertimbangkan  nyeri  sebagai  suatu  masalah multidimensional pasien Meliala  Pinzon, 2007.