Corporate Governance Bank Pan Indonesia Tbk PNBN

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Corporate Governance

2.1.1 Pengertian Corporate Governance

Corporate governance atau tata kelola perusahaan akan membantu terciptanya hubungan kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan dewan komisaris, dewan direksi, dan para pemegang saham dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam teori keagenan dijelaskan bahwa corporate governance merupakan suatu tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Menurut Sutedi 2012: bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan pemegang sahampemilik modal, komisarisdewan pengawas dan direksi untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Sedangkan menurut Mal An Abdullah 2010: 13 menyatakan bahwa GCG merujuk pada sistem dan metode dalam mengarahkan, menata dan mengendalikan perusahaan yang meliputi ketentuan-ketentuan hukum dan kelaziman-kelaziman yang memengaruhi inefisiensi akibat moral hazard dan adverse selection. Definisi corporate governance berdasarkan Forum for Corporate Governance in Universitas Sumatera Utara 13 Indonesia FGCI dalam Mal An Abdullah 2010: 13 sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Dikalangan pebisnis, secara umum GCG diartikan sebagai tata kelola perusahaan atau sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah value added untuk semua stakeholders. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan dua hal yang ditetapkan, yaitu: 1. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. 2. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan disclosure secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.

2.1.2 Kode Corporate Governance Indonesia

Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa tujuan dari keseluruhan mekanisme corporate governance adalah untuk mengurangi agency cost yang muncul akibat pemisahan kepemilikan dan kontrol pada perusahaan publik yang besar. Untuk itu pemerintah Indonesia melalui Komite Nasional Corporate Governance telah mendesain sebuah instrumen yang disebut Kode Corporate Governance. Kode corporate governance versi terakhir yang dipublikasikan oleh Komite Nasional Corporate Governance, terdiri atas dalam Kamal, 2011: Universitas Sumatera Utara 14

2.1.2.1 Penciptaan Situasi Kondusif untuk Melaksanakan Good Corporate Governance

Kode ini mewajibkan pemerintah, komunitas bisnis, dan masyarakat bekerja secara simultan sebagai governance tripod. Pemerintah sebagai regulator memiliki tanggung jawab melahirkan hukum dan aturan-aturan yang relevan yang mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, di samping menegakkan hukum dan aturan yang dibuat. Komunitas bisnis harus mengimplementasikan prinsip-prinsip corporate governance sebagai dasar dalam aktivitas bisnisnya. Kode juga menyatakan bahwa masyarakat diminta menjalankan kontrol secara objektif dan bertanggung jawab dengan cara mengkomunikasikan pendapat atau keberatannya kepada komunitas bisnis dan pemerintah.

2.1.3 Asas Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip umum Kode Corporate Governance Indonesia tidak berbeda dengan prinsip umum corporate governance OECD, kecuali prinsip kewajaran Tjager, 2003: 52-53. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: a. Transparansi Transparansi berkaitan dengan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan. b. Kemandirian Kemandirian yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan tekanan dari pihak manapun. Universitas Sumatera Utara 15 c. Akuntabilitas Akuntabilitas mencakup kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. d. Pertanggungjawaban Prinsip pertanggungjawaban merupakan kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap regulasi pemerintah dan prinsip-prinsip korporasi. e. Kewajaran Prinsip kewajaran mencakup keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang muncul berdasarkan perjanjian dan peraturan yang berlaku. Penerapan dari prinsip-prinsip tersebut tentu akan membawa dampak positif dari penerapan GCG sendiri. Widyaningrum 2014, menyatakan manfaat penerapan prinsip-prinsip dari corporate governance adalah: 1. Meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara principal dan agen. 2. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal. 3. Meningkatkan citra perusahaan. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah. 4. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara 16 Sedangkan Effendi 2009: 2-3 menguraikan dalam bukunya mengenai prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD yang mencangkup 5 hal yaitu: 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham the rights of shareholders. 2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham the equitable treatment of shareholders. 3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan the role of stakeholders. 4. Pengungkapan dan transparani disclosure and transparency. 5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi the responsibilities of the board.

2.1.4 Faktor-Faktor Pembentuk Corporate Governance

Steger dan Aman 2008: 17-18 mengemukakan bahwa selain model bisnisindustri dan perangkat hukum yang berlaku, terdapat dua faktor lain yang membentuk sistem corporate governance, yaitu personalities karakteristik dewan komisaris dan dewan direksi serta ownership kepemilikan. Karakteristik dewan komisaris dan dewan direksi akan memengaruhi setiap pengambilan keputusan dalam perusahaan, termasuk keputusan pengelolaan intellectual capital. Karakteristik dewan yang diteliti dapat berupa gender, independensi, latar belakang pendidikan, dan kebangsaan Williams dan O’Reilly, 1998. Universitas Sumatera Utara 17

2.1.4.1 Proporsi Komisaris Independen

Proporsi anggota independen dalam dewan komisaris dapat dikatakan sebagai indikator independensi dewan dari manajemen. Keputusan Direksi BEJ Nomor Kep-305BEJ07-2004 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance, perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari jumlah seluruh anggota komisaris. Secara lebih rinci komisaris independen didefinisikan sebagai anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertidak semata-mata demi kepentingan perusahaan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, 2006. Menurut Surya 2008: 135 komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan Komisaris independen diharapkan dapat menciptakan keseimbangan atas berbagai kepentingan para pihak dalam hal pengambilan keputusan bisnis. Universitas Sumatera Utara 18

2.1.3.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan saham oleh manajemen dapat diartikan sebagai kepemilikan sejumlah saham suatu perusahaan oleh dewan direksi dan komisarisnya. Kepemilikan manajerial ini diasumsikan dapat menurunkan potensi agency problem. Kepemilikan saham manajerial juga dapat menyatukan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, diharapkan manajer akan berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah Novitasari, 2009. Dewan direksi dan dewan komisaris yang memiliki saham di dalam perusahaan yang mereka pimpin akan memiliki rasa kepemilikan yang kuat sehingga akan menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kekayaan perusahaan Makki, 2010: 22.

2.1.3.3 Kepemilikan Insitusional

Kepemilikan institusional mencerminkan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun lembaga lain seperti perusahaan-perusahaan. Menurut Hanafi 2003 dalam Lorena 2014, kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh investor institusional yang dapat dilihat dari proporsi saham yang dimiliki institusi dalam perusahaan. Institusi merupakan lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Universitas Sumatera Utara 19

2.1.5 Return on Asset ROA

ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki. Menurut Dendrawijaya 2003:146, semakin besar ROA suatu perusahaan maka semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut Munawir, 2002.

2.1.6 Leverage

Leverage merupakan aktivitas pembiayaan oleh utang. Leverage diproksikan oleh rasio debt to assets ratio DAR yang dihitung dari besarnya total utang terhadap keseluruhan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan Perusahaan yang memiliki proporsi utang yang tinggi dalam struktur modalnya akan menanggung biaya keagenan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang proporsi hutangnya kecil. Untuk mengurangi cost agency tersebut manajemen perusahaan dapat mengungkapkan lebih banyak informasi yang diharapkan dapat semakin meningkatkan seiring dengan semakin tingginya tingkat leverage. Leverage menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang pada pihak di luar perusahaan. Leverage diperkirakan memiliki efek negatif terhadap kinerja modal intelektual. Perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi akan lebih fokus pada memperbaiki citra perusahaan daripada menambah investasi jangka panjang perusahaan. Tingkat hutang perusahaan yang Universitas Sumatera Utara 20 tinggi akan mengurangi aktivitas perusahaan dalam investasi pada research and development R D dan pengembangan IC Williams, 2000 dalam Novitasari 2009.

2.2 Intellectual Capital