mempermudah akses masyarakat terhadap pendidikan. Namun hingga saat ini pendidikan masih belum gratis, bahkan masih cukup mahal, terutama
pendidikan dengan kualitas dan tingkat yang tinggi Siagian,2012: 15
2.5.3 Jenis-Jenis Kemiskinan
Kemiskinan sebagai suatu polemik di Indonesia terdiri dari beberapa jenis. Adapun jenis-jenis kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Kemiskinan Absolut Istilah atau jenis kemiskinan absolut dikenal juga jika kita
mengidentifikasi kemiskinan berdasarkan bagaimana kita mengkaji kemiskinan tersebut. Lebih luas lagi, tinjauan konsep kemiskinan dari sudut
bagaimana kita memandang atau mengkaji kemiskinan tersebut akan mengenalkan kita pada dua jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi, dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tersebut memilikki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak
serta tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Lebih dari itu kondisi kehidupan seseorang atau sekelompok orang itu sedemikian rupa
sehingga secara fisik mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang itu tidak mampu melakukan aktivitas yang wajar.
2. Kemiskinan Relatif Seperti telah dikemukakan, kemiskinan relatif dikenal jika kita
melakukan kajian atas kemiskinan berdasarkan bagaimana kita memandang
Universitas Sumatera Utara
dan mengkajinya. Kemiskinan relatif sendiri dipertentangkan dengan kemiskinan absolut. Lebih khusus lagi, kemiskinan relatif justru ditemukan
jika kajian kita tentang kemiskinan tersebut didasarkan pada komparasi kondisi kehidupan antara seseorang dengan orang lain atau antara satu
kelompok dengan kelompok lain. Kajian komparatif juga dapat dilakukan antara kehidupan seseorang dengan kelompoknya dimana ia menjadi bagian
dari kelompok tersebut. Kajian jenis kemiskinan relatif sering didasarkan atas konsumsi rata-rata
perkapita di suatu daerah. Sebagai contoh, jika konsumsi rata-rata disuatu desa Rp. 1.250.000 perorang perhari, maka seseorang atau sekelompok orang
mengkonsumsi di bawah konsumsi rata-rata tersebut Rp. 1.250.000 di identifikasi sebagai seseorang atau sekelompok orang yang miskin.
Sebaliknya, seseorang atau sekelompok orang yang mengkonsumsi rata-rata di wilayah tersebut diidentifikasi sebagai seseorang atau sekelompok orang
yang tidak miskin. Berdasarkan uraian di atas dapatlah kiranya kita pahami, bahwa
penggunaan istilah kemiskinan relatif tersebut. Relatif berarti, bahwa identifikasi tersebut dibatasi sesuatu, tegasnya dibatasi oleh wilayah atau
lingkungan. Dapat saja terjadi, dimana seseorang atau sekelompok orang yang bermukim di suatu kota dengan kondisi kehidupan tertentu, termasuk di
dalamnya kuantitas dan kualitas konsumsi tertentu tergantung miskin. Namun dengan kondisi kehidupan yang sama, termasuk didalamnya dengan
pendapatan yang sama maupun dengan kuantitas dan kualitas konsumsi yang
Universitas Sumatera Utara
sama pula, justru dapat saja diidentifikasi sebagai seseorang atau sekelompok orang yang tidak miskin jika mereka pindah atau bermukim di desa atau
daerah lain, dimana konsumsi rata-rata masyarakat di sana lebih kecil dari Rp. 1.250.000.Siagian,2012: 49
3. Kemiskinan Massa Secara sederhana kemiskinan massa dapat diartikan sebagai kemiskinan
yang dialami secara massal penduduk dalam suatu lingkungan wilayah. Hal ini berarti, terdapat demikian banyak orang secara faktual tidak mampu
memenuhi kebutuhan fisik minimumnya sehingga terpaksa hidup serba kekurangan, serta mengalami kondisi hidup yang tidak layak jika dlihat dari
segi harkat dan martabat manusia. Kemiskinan massa biasanya terjadi disebabkan daya dukung wilayah
terhadap kehidupan manusia diwilayah itu tidak memadai. Kondisi seperti ini disebabkan minimnya potensi wilayah tersebut. Sebagai contoh, pada
umumnya wilayah-wilayah yang sangat terpencil menghadapi masalah kemiskinan massa. Keterpencilan wilayah dipastikan menghambat interaksi
wilayah tersebut dengan wilayah sekitarnya, terlebih dengan wilayah dimana terdapat pusat-pusat pertumbuhan. Identik dengan seseorang tidak akan
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan dan kerja sama orang lain, maka suatu wilayah, seperti sebuah desa tidak akan mampu
menyediakan seluruh kebutuhan masyarakat yang berdiam di wilayah atau desa itu.
Universitas Sumatera Utara
4. Kemiskinan Non Massa
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa kemiskinan non massa adalah kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir orang. Memang asal muasal
konsep kemiskinan non massa itu adalah terdapatnya segelintir atau sebagian kecil penduduk suatu wilayah yang menghadapi dan mengalami hidup yang
serba kekurangan, kondisi mana mengakibatkan merekat tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak sebagaimana seharusnya
manusia mempunyai harkat dan martabat. 5.
Kemiskinan Alamiah Jenis kemiskinan lain adalah kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah
dikemukakan jika kajian tentang kemiskinan itu didasarkan atas faktor-faktor penyebab kemiskinan itu terjadi. Dalam hal ini kemiskinan alamiah
diidentifikasi sebagai kemiskinan yang terjadi sebagai konsekwensi dari kondisi alam dimana seseorang atau sekelompok orang tersebut bermukim.
Lebih jauh lagi, daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia sangat tergantung pada potensi lingkungan atau wilayah dimana mereka
hidup. Dalam konteks ini, jika ternyata daya dukung lingkungan secara alamiah dimana seseorang atau sekelompok orang tersebut berada tidak
cukup menopang kehidupan mereka, produknya adalah seseorang atau sekelompok orang tersebut akan teridentifikasi sebagai manusia atau
masyarakat miskin. Hal ini disebabkan potensi alamiah dari lingkungan dimana mereka berada tidak cukup menopang kehidupan manusia itu,
Universitas Sumatera Utara
akibatnya seseorang atau sekelompok orang itu pun hidup dibawah kewajaran Geertz, dalam Siagian, 2012: 57.
6. Kemiskinan Kultural
Kasus lain berlaku pada konsep kemiskinan kultural atau kemiskinan budaya. Dalam kasus ini, budaya diidentifikasi sebagai faktor penyebab
terjadinya kemiskinan tersebut. Sangat banyak pendapat yang berkenaan dengan kemiskinan budaya. Hal mana merupakan konsekwensi logis dari
fakta, bahwa membicarakan budaya sesungguhnya kita telah memasuki wilayah dengan unsur-unsur yang sangat sensitif dan sangat berpeluang
menimbulkan polemik. Namun demikian, tentu ada satu kepastian, bahwa semua orang
menginginkan hidup yang baik, layak dan sejahtera. Sementara itu budaya dengan segala faktor-faktor yang terkait di sana justru akumulasi dari
berbagai unsur yang kehadirannya justru bersifat kontra produktif dengan upaya mempertahankan hidup.
Jika dianalisis semua unsur yang ada dalam budaya tersebut ada kalanya menghasilkan suatu konsklusi bahwa unsur-unsur dari budaya tersebut
sepertinya sering justru tidak atau kurang mendukung keberhasilan hidup manusia. Seperti misalnya, terlihat dari ethos kerja yang rendah, yang pada
gilirannya menghambat manusia itu mengembangkan kehidupan. Budaya justru dapat menjadi suatu beban bagi mereka, sehingga mereka sering
melakukan kegiatan yang mengindikasikan bahwa mereka justru menjadi hamba dari budaya itu sendiri Myrdal, dalam Siagian, 2012: 58.
Universitas Sumatera Utara
7. Kemiskinan Terinvolusi
Kemiskinan terinvolusi tergolong kemiskinan kultural yang sudah sedemikian parah. Oleh karena itu kemiskinan terinvolusi sangat sulit
diselesaikan. Setidaknya ada dua kondisi yang menyebabkan demikian sulitnya memecahkan masalah kemiskinan terinvolusi, yaitu :
a. Seseorang atau sekelompok orang yang diidentifikasi miskin itu
sendiri sepertinya dapat menerima kemiskinan itu. Bagi mereka kemiskinan itu bukanlah masalah yang esensial, dan mereka pun
tidak mempermasalahkan kondisi hidup mereka yang jauh dari standar. Justru orang lain yang memandang kondisi kehidupan
mereka tidak layak dan mempermasalahkan. b.
Sesungguhnya seseorang atau sekelompok orang yang dikategorikan miskin itu menyadari kondisi kehidupan mereka sebagai sesuatu yang
tidak layak. Namun mereka juga menyadari bahwa tidak ada jalan bagi mereka untuk keluar dari kondisi tersebut. Mereka sepertinya
menganggap kemiskinan itu bagaikan takdir. Akibatnya mereka tidak pernah berikhtiar untuk menata hidup dan keluar dari kondisi
kehidupan yang tidak layak Lipton, dalam Siagian, 2012: 60. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa
kemiskinan terinvolusi terkait dengan masalah mental yang sudah semakin parah, sehingga sulit dirancang intervensi sosial yang bagaimana
yang dapat mengatasi kemiskinan tersebut. Diperlukan proses panjang dalam melakukan perubahan mental yang telah demikian kental.
Universitas Sumatera Utara
Kemiskinan terinvolusi merupakan bentuk dan kondisi khusus dari kemiskinan kultural. Ciri khusus kemiskinan terinvolusi adalah telah
terinternalisasinya nilai-nilai negatif dalam diri seseorang atau sekelompok orang dalam memandang diri dan kehidupannya, sehingga mereka
menganggap kehidupan dengan segala kondisinya sebagai sesuatu yang tidak dapat berubah.
8. Kemiskinan Struktural
Seperti halnya kemiskinan alamiah, kultural dan terinvolusi, kemiskinan struktural juga ditemukan jika masalah kemiskinan dikaji dari segi faktor-
faktor penyebab kemiskinan itu. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep kemiskinan struktural antara lain mendeskripsikan bahwa struktur sosial
masyarakat itu seedemikian rupa, sehingga menghambat masyarakat tersebut mengembangkan kehidupannya Jay, dalam Siagian, 2012: 61.
Kemiskinan struktural sering juga dikaitkan dengan kebijakan yang digariskan oleh pemerintah. Pada umumnya kebijakan itu adalah kebijakan
pembangunan. Dengan demikian adalah sangat antagonis, jika kita mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah justru mengakibatkan
masyarakat atau rakyatnya mengalami kemiskinan. Bukankah pembangunan dengan segala kebijakan dan implementasinya bermuara pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat secara global, Namun ada kalanya kondisi empiris membuktikan bahwa kebijakan negara justru memiskinkan masyarakat
tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk lain dari kemiskinan struktural adalah kelembagaan, seperti kelembagaan sewa-menyewa lahan senantiasa lebih menguntungkan pemilik
lahan. Juga kelembagaan sistem upah disektor pertanian yang tidak menguntungkan buruh tani, karena proses penyempitan lahan pertanian
mengakibatkan posisi buruh tani makin power less. Kemiskinan struktural juga dapat muncul sebagai akibat kelembagaan
upah disektor industri. Kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah cenderung lebih memihak pengusaha daripada buruh mengakibatkan kondisi
kehidupan buruh tidak layak. Dalam kasus kemiskinan struktural yang terkait dengan kelembagaan dapat dikemukakan bahwa kelembagaan tersebut
sedemikian rupa sehingga benar-benar menghambat mobilitas sosial ekonomi secara vertikal.
9. Kemiskinan Situasional
Istilah kemiskinan situasional juga ditemukan jika kajian kemiskinan menjadikan penyebab sebagai titik fokus. Secara umum dapat dikemukakan
bahwa kemiskinan situasional adalah kondisi kehidupan masyarakat yang tidak layak yang disebabkanoleh situasi yang ada. Lebih tegasnya, situasi
yang ada dilingkungan mana dan saat mana seseorang atau sekelompok orang itu hidup sedemikian rupa sehingga tidak kondusif bagi mereka untuk
memenuhi kebutuhan. Akibatnya mereka menghadapi dan mengalami kondisi hidup yang tidak layak.
10. Kemiskinan Buatan
Universitas Sumatera Utara
Kemiskinan buatan juga merupakan konsep yang ditemukan jika kajian kemiskinan dititikberatkan pada aspek penyebab. Kemiskinan buatan secara
khusus dipertentangkan dengan kemiskinan alamiah.
2.5.4 Faktor- Faktor Penyebab Kemiskinan 2.5.4.1 Kajian Faktor Penyebab Kemiskinan Secara Sistematik