Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara Indonesia seperti halnya berbegai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan
sosial berdasarkan finded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
46
B. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Sejarah dimulainya jaminan sosial mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951
tentang Kecelakaan kerja, Peraturan Menteri perburuhan Nomor 48 Tahun 1952 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang pengaturan Bantuan
untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, peraturan
Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial YDJS dan selanjutnya diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan hokum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS harus
dibentuk dengan undang-undang. Mahkamah konstitusi menyatakan bahwa frase dengan undang-undang dalam ketentuan tersebut diatas menunjuk pada pengertian
bahwa pembentukan setiap badan penyelenggara jaminan sosial harus dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU SJSN adalah dimaksudkan untuk
pembentukan badan penyelenggara tingkat nasional yang berada di pusat. Lebih lanjut
46
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 122.
Universitas Sumatera Utara
dikemukakan bahwa keberadaan undang-undang yang mengatur tentang Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di tingkat pusat merupakan
kebutuhan, karena belum adanya badan penyelenggara jaminan social yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan.
47
Undang-undang tidak member penjelasan lebih lanjut mengenai penyesuaian tersebut. Apakah dengan undang-undang BPJS nanti jumlah BPJS yang ada masih
dipertahankan atau disatukan? Pembentukan UU SJSN tidak bermaksud untuk menetapkan satu badan penyelenggara untuk seluruh program jaminan sosial. Hal ini
ternyata dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU SJSN yang menentukan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan
sosial oleh beberapa penyelenggara jaminan social”. Digunakan kata “beberapa” dalam ketentuan tersebut menunjukkan pembentuk Undang-Undang menghendaki
adanya lebih dari satu badan penyelenggara. Mengenai UU SJSN menentukan bahwa semua ketentuan yang mengatur
mengenai BPJS disesuaikan dengan undang-undang ini paling lambat 5 tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa BPJS dalam undang-
undang ini adalah transformasi dari BPJS yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika
perkembangan jaminan sosial.
48
Penjelasan umum UU SJSN juga menegaskan hal tersebut sebagai berikut: “sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun sistem jaminan social
nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta member manfaat yang lebih besar bagi setiap
peserta. Lebih lanjut dikemukakan sebagai berikut : “BPJS dalam undang-undang ini
47
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
48
Ibid
Universitas Sumatera Utara
adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan
dinamika perkembangan jaminan sosial.”
49
BPJS adalah Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial yang dibentuk dengan undang-undang sedangkan BUMN adalah Badan Usaha dan Perseroan
Terbatas merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha. Oleh karena itu Pasal 52 ayat 2 UU SJSN menentukan
agar semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan UU SJSN. Sebagai badan yang menyelenggarakan jaminan social, maka bentuk BPJS dapat
diuraikan sebagai berikut : Sebenarnya UU SJSN tidak menentukan secara spesifik bentuk badan hukum
BPJS, yang diatur dalam UU SJSN adalah asas, tujuan dan prinsip penyelenggaraan SJSN, keharusan BPJS dibentuk dengan undang-undang, kewajiban BPJS, kerjasama
BPJS dengan fasilitas kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan dan pengelolaan dana jaminan sosial.
50
1. Badan Trust Fund Dana Amanat yang independen
Suatu bentuk badan tripartit yang independen terhadap birokrasi pemerintahan yang disebut Wali Amanat Board if Trustee dan diawasi oleh wakil-
wakil pihak yang berkepentingan stakeholders merupakan pilihan yang paling banyak dianut di dunia. Bentuk dana amanat adalah bentuk badan hokum yang umum
digunakan di Negara-negara maju dengan berbagai nama. Badan ini dapat disebut sebagai suatu Badan Penyelenggara Publik yang bukan BUMN, bukan perusahaan
swasta dan bukan lembaga pemerintah. Bentuk dana amanat pada prinsipnya adalah
49
Kertonegoro, Sentanoe 1998, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakartam hal
38
50
Suriaatmadja, S. 1995. “Perkembangan PT. ASTEK dalam Jaminan Kesehatan”. Makalah Pada Kongres IAKMI VIII tanggal 8 -11 Oktober 1995. Yogyakarta, hal 71
Universitas Sumatera Utara
suatu badan quasi Pemerintah yang tidak dimiliki oleh sekelompok orang akan tetapi dimiliki oleh seluruh pesertanya, yang peruntukan dananya telah ditetapkan. Dana
amanat dimiliki seluruh peserta, maka apabila terdapat sisa hasil usaha maka sisa hasil usaha tersebut menjadi milik seluruh peserta. Jadi tidak ada pembagian dividen untuk
sekolompok orang maupun untuk pemerintah seperti yang terjadi dalam bentuk BUMN. Dana sisa hasil usaha dapat diberikan sebagai pengurangan iuran tahun
berikutnya, disimpan sebagai dana cadangan umum untuk seluruh peserta atau untuk perbaikan pelayanan. Dana amanat merupakan milik seluruh rakyat, apabila cakupan
jaminan sosial sudah universal, maka sisa hasil usaha juga tidak perlu dikenakan pajak penghasilan badan karena setiap dana yang diperoleh sudah menjadi hak
seluruh rakyat seperti halnya dan yang dikumpulkan dari pajak. Bedanya, dalam dana amanat pemerintah tidak ikut campur mengelola dana tersebut. Pengelolaan dana
amanat diatur oleh undang-undang dan pengelola yang terdiri dari Board of Trustees Wali Amanat dan Executive Boards Dewan Eksekutif yang terdiri atas Direksi
beserta kelengkapannya secara independen atau otonom tanpa campur tangan pemerintah atau partai. Wali AmanatDewan jaminan sosial nasional adalah lembaga
penentu kebijakan dan sekaligus pengawas keuangan maupun penyelenggaraan lainnta yang dilaksanakan oleh eksekutif. Wali Amanat terdiri dari wakil-wakil
berbagai peserta wakil tenaga kerja, wakil perusahaan, wakil pemerintah dan unsur lain yang dimulai perlu dan memiliki kemampuan menjalankan fungsi Wali Amanat.
Bentuk Dana Pensiun Pemberi kerja dan Universitas otonom atau badan hukum pendidikan adalah badan hukum yang mendekati bentuk dana amanat.
2. Badan Usaha Milik NegaraDaerah
Badan usaha Milik Negara BUMN adalah suatu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar midalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara
Universitas Sumatera Utara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Sedangkan Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh daerah Propinsi dan atau kabupatenKota, melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah Propinsi atau KabupatenKota yang
dipisahkan. Saat ini jaminan sosial dikelola oleh badan hukum BUMN seperti PT. Askes,
Asabri, Jamsostek dan Taspen. Dalam undang-undang asuransi memang diatur bahwa asuransi sosial harus dikelola oleh BUMN. Dari segi tanggungjawab pemerintah,
memang bentuk BUMN lebih menjamin solvabilitas jika sewaktu-waktu-waktu terjadi masalah keuangan yang erat. Namun demikian, bentuk BUMN yang pada hakikatnya
lembaga pencari laba untuk kas Negara tidak sesuai dengan nafas jaminan social yang perlu memaksimalkan manfaat atau jaminan. Bentuk badan usaha ini pula yang
menimbulkan tuntutan agar pengelolan jaminan social atau asuransi sosial tidak monopoli. Padahal, jika bentuk penyelenggara kembali kepada sifat alamiahnya yang
wajib kontribusi, maka bentuk BUMN tidak cocok. Jaminan sosial bukanlah urusan usaha bisnis karena jaminan social justru terbentuk sebagai jawaban atas kegagalan
usaha bisnis mewujudkan keadilan sosial dan memberikan kepastian perlindungan yang berkelanjutan. Karena di Indonesia banyak pihak belum memahami dan belum
percaya dengan bentuk khusus dana amanat. Jalan keluar yang mungkin bisa ditempuh adalah banyak BUMN khusus yang nirlaba dan aturan mainnya di atur
sendiri. Dalam SJSN tidak diatur oleh UU BUMN. Namun itupun masih bisa menimbulkan kebingungan.
3. Badan Usaha Milik Swasta Free Choce
Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hokum ‘perseroan terbatas’ atau Limited Liability Company selanjutnya disingkat
Universitas Sumatera Utara
“PT”, sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD dan segala perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun
1971, lalu kemudian digantikan posisinya oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang tentang Perseroan Terbatas, sampai kemudian pada 16 Agustus 2007
digantikan lagi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tuntutan pihak swasta untuk ikut serta terjun mengelola jaminan social
merupakan alternatif liberal yang dapat dipertimbangkan untuk pengelola jaminan sosial.
C. AsasPrinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN