antar-masyarakat. Konflik juga dianggap sebagai salah satu bentuk perjuangan, maka dalam menyelesaikan konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang
konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok, peningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain,dan perasaan positif ke
arah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.
2.1.2 Kategori Konflik
Marquis Huston 2010, mengemukakan bahwa konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: konflik intrapersonal, konflik interpersonal, dan konflik
interkelompok. Konflik intrapersonal terjadi didalam diri orang tersebut. Konflik intrapersonal meliputi upaya internal untuk mengklarifikasi nilai atau keinginan
yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen. Tanggung
jawab manajer terhadap organisasi, pegawai, konsumen, profesi, serta diri sendiri kadang kala menimbulkan konflik dan konflik tersebut diinternalisasi. Timbulnya
kesadaran diri dan secara sadar bekerja untuk menyelesaikan konflik segera setelah pertama kali dirasakan adalah hal yang sangat penting bagi kesehatan
mental dan fisik pemimpin tersebut. Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan,
dan keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami pertentangan dalam komunikasi ke atas, ke bawah, horizontal, dan diagonal.
Konflik interkelompok terjadi antara dua orang atau lebih kelompok orang, departemen, atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan
dua partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam organisasi, konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horizontal
terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang sama. Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik Marquis Huston,
2010.
2.1.3 Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik, terutama dalam suatu organisasi. Arwani Supriyatno 2005 mengemukakan bahwa ada
beberapa faktor-faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya konflik, yaitu: perilaku menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, nilai
atau keyakinan, eksklusifisme, peran ganda, kekurangan sumber daya manusia, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog yang rasional, dapat menimbulkan gangguan penerimaan dan interaksi dengan orang
lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu competitive bomber yang bercirikan dengan perilaku
yang mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja. Martyred accommodation
merupakan suatu kepatuhan terhadap kerja sama dengan orang lain, tapi kepatuhannya itu palsu atau semu, sambil menghina dan mengejek. Avoider
merupakan suatu penginderaan kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
Universitas Sumatera Utara
Stres juga dapat mengakibatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres juga dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam
lingkungan kerja seseorang. Contohnya, terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain
yang ada dalam organisasi, misalnya di ruangan bangsal keperawatan. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan
kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang dapat memperburuk keadaan dalam ruangan tersebut dapat berupa adanya hubungan
yang monoton atau konstan dalam di antara satu individu dengan individu yang lainnya, dan dapat juga terjadi jika terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam
satu ruangan atau bangsal, dan dapat juga berupa aktivitas dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang banyak didalam satu ruangan. Hal ini dapat memperparah
kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan
usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang
merasa tidak acuh dengan saran-saran dari dokter untuk kesembuhan pasien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini kan semakin runyam jika
diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan pasien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal.
Nilai atau keyakinan, adanya perbedaan nilai dan keyakinan antara satu orang dengan orang lain dapat menimbulkan terjadinya konflik. Misalnya, perawat
begitu percaya dengan persepsinya sendiri tentang pendapat pasiennya, dan tidak
Universitas Sumatera Utara
yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Jika hal ini terjadi, secara tidak sederhana konflik muncul karena telah
mengikutsertakan banyak variabel di dalamnya. Eksklusifisme merupakan adanya suatu pemikiran bahwa kelompok tertentu
memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu
tatanan organisasi. Misalnya, pada sebuah kelompok didalam tatanan organisasi seperti bangsal keperawatan bahwa kelompok diberikan tanggung jawab oleh
manajer untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas kelompok tersebut memisahkan diri dari system atau kelompok lain yang ada di bangsal
tersebut, karena merasa bahwa kelompoknyalebih mampu dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Peran ganda merupakan dimana seorang perawat yang menjalankan perannya lebih dari satu peran pada waktu yang bersamaan. Fenomena ini sering terjadi
didalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit ataupun dikomunitas. Contoh peran ganda antara lain, satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan kepada pasien, namun pada saat yang bersamaan juga harus berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau manajer diruangan yang bersangkutan.
Dalam kondisi ini perawat bingung menetukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya
sering terjadi kegagalan dalam melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas yang diberikan oleh setiap individu ataupun kelompok.
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan sumber daya manusia merupakan suatu tatanan dalam organisasi yang dapat dianggap sebagai sumber absolute terjadinya konflik. Sedikit tidaknya
sumber daya insani atau manusia sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contohnya, persaingan untuk memperoleh
uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatunya pasti dihubungkan dengan uang, persaingan untuk memperebutkan menangani pasien, dan sangat tidak jarang juga
terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan. Perubahan dianggap sebagai proses yang alamiah. Tetapi terkadang perubahan
justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang sering dilkukan tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilkukan terlalu
lambat, dapat menimbulkan konflik. Individu yang tidak siap mnerima perubahan yang cepat, memandang bahwa perubahan tersebut merupakan suatu ancaman.
Sedangkan individu yang selalu menginginkan perubahan akan menjadi tidak nyaman bila terjadi perubahan, atau perubahan dilkukan terlalu lambat dalam
tatanan organisasinya. Imbalan ini terkadang tidak cukup berpengaruh dengan motivasi seseorang.
Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Pemberian imbalan
yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional, maka ini akan dapat menimbulkan konflik juga.
Masalah komunikasi juga dapat menimbulkan konflik. Contohnya, penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang
Universitas Sumatera Utara
diajak berbicara oleh atasan, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang sering tidak tepat.
2.1.4 Proses Konflik