Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian tentang bahasa sangat beraneka ragam, bergantung kepada teori apa yang dipakai. Setiap teori mempunyai definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ada berbagai definisi mengenai bahasa yang dinyatakan oleh para pakar linguistik, namun hakikat bahasa tetaplah sama. Salah satu di antaranya yaitu bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia Keraf, 1984:16. Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat pasti terjalin suatu komunikasi. Untuk keperluan komunikasi, maka digunakan suatu wahana yang dinamakan bahasa. Pada hakikatnya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia Sutedi, 2003:2. Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada di sekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, hasil cipta karya manusia dan sebagainya mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, kemudian disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi. Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna. Setiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing dan setiap unsur kalimat memiliki fungsinya masing-masing. Semua unsur kalimat tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah kalimat yang maknanya dapat dipahami oleh Universitas Sumatera Utara pendengar atau lawan bicara. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman untuk mengetahui tata bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa tersebut. Peranan bahasa tidak hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai sarana integrasi dan adaptasi serta untuk memahami maksud orang lain, maka tidak sedikit orang yang mempelajari bahasa asing, khusunya bahasa dari bangsa-bangsa yang telah maju seperti bahasa Inggris, Prancis, Jepang, Jerman dan lain-lain. Hal ini terbukti, di mana saat ini bahasa Jepang menjadi salah satu bahasa asing yang banyak diminati oleh orang Indonesia baik pelajar, mahasiswa, pekerja ataupun siapa saja yang memiliki minat terhadap bahasa Jepang. Agar kita dapat berkomunikasi dengan orang Jepang dan memahami maksud mereka, maka kita harus mampu menguasai bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak mudah memahami konsep tata bahasa Jepang karena struktur kalimatnya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Strukur kalimat bahasa Jepang menggunakan susunan pola Subjek-Objek-Predikat SOP. Sedangkan bahasa Indonesia menggunakan susunan pola Subjek-Predikat-Objek SPO. Selain masalah struktur kalimat sintaksis, masalah lainnya yaitu makna kalimat semantik. Contohnya dalam memaknai kalimat pasif. 例文: 私は タイ人の友達にタイ料理を教えられた。 Watashi wa tai jin no tomodachi ni tai ryouri wo oshierareta. Saya diajarkan masakan Thailand oleh teman orang Thailand. Sunagawa, 1998:284 Apabila dilihat dari segi struktur kalimat, maka kalimat di atas termasuk kalimat pasif ukemi atau judoubun. Penggunaan kalimat pasif dalam bahasa Jepang umumnya hanya untuk mengungkapkan kekecewaan atau rasa tidak puas, Universitas Sumatera Utara karena merasa terganggu atau terbebani oleh perbuatan seseorang Sutedi, 2008:79. Oleh karena itu, jika dilihat dari segi makna, kalimat tersebut bermakna gangguan bagi si penderita saya atau si penderita tidak merasa senang setelah diajarkan masakan Thailand oleh si pelaku teman orang Thailand. Jadi, jika ingin menyampaikan makna atau maksud senang, tidak digunakan kalimat pasif seperti yang di atas, tetapi menggunakan pola kalimat “...te morau te itadaku「~て もらう ~て いただく」. 例文: 私は タイ人の友達にタイ料理を教えてもらった Watashi wa tai jin no tomodachi ni tai ryouri wo oshiete moratta. 。 Saya diajarkan masakan Thailand oleh teman orang Thailand. Sunagawa, 1998:284 Pola pikir yang seperti ini tidak ada dalam tata bahasa Indonesia, sehingga kesalahan berbahasa seperti di atas sering dilakukan oleh orang asing yang hendak mempelajari bahasa Jepang. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tata bahasanya masing-masing termasuk bahasa Jepang. Untuk itu, perlu sekali memahami tentang aturan tata bahasa yang terdapat pada suatu bahasa. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan bahasa yang komunikatif. Tata bahasa adalah pengetahuan atau pembelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat Poerwadarminta, 1976:1024. Apabila kata-kata digabungkan, maka akan membentuk unsur kalimat. Lalu apabila unsur-unsur kalimat itu digabungkan, maka akan membentuk sebuah kalimat. Di dalam pembentukan itu terdapat masing-masing aturannya. Aturan-aturan yang umum dan sistematis di dalam masing-masing bahasa itu disebut gramatika Katoo dalam Dahidi dan Sudjianto, 2007:133. Universitas Sumatera Utara Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besarnya terdiri dari: 1 subjek shugo主語, 2 predikat jutsugo述語, 3 objek taishougo対象語, 4 keterangan joukyougo状況語, 5 modifikator shuushokugo修飾語 dan 6 konjungsi setsuzokugo接続語. Masing-masing unsur pembentuk kalimat tergolong ke dalam kelas kata yang berbeda-beda Sutedi, 2008:73. Pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi bunrui. Hashimoto dalam Sutedi 2008:26 menyebutkan bahwa terdapat 9 macam kelas kata. Yaitu: doushi, keiyoushi, meishi futsuu, daimeishi, suushi, fukushi, fukutaishi rentaishi, setsuzokushi, kandoushi, jodoushi dan joshi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hinshi kelas kata. Karena ada beberapa kata yang termasuk ke dalam dua kelas kata sekaligus atau lebih. Salah satu contohnya yaitu kata mou dan ato. Kedua kata tersebut bisa berfungsi sebagai fukushi juga rentaishi. Bahkan kata ato juga dipakai sebagai kata sambung setsuzokushi. Untuk itu mari perhatikan contoh kalimat di bawah ini. 例文:1. すみません、もう Sumimasen, mou gofun koko ni kitekudasai. 五分ここに来てください。 Maaf silakan datang ke sini lima menit lagi Sunagawa, 1998: 578 . 2. この子はもう Kono ko wa mou juu sai dakara, juubun jiko no shounin ni nareru. 十才だから、十分事故の証人になれる。 Anak ini karena sudah Sunagawa, 1998:580 berumur 10 tahun, cukup bisa menjadi saksi kecelakaan. Universitas Sumatera Utara 3. もう Mou sukoshi de chikokusuru tokoro datta. 少しで遅刻するところだった。 Sedikit lagi Noriko, Matsumoto dan Sasaki. 2010: 98 saya hampir telat. 4. この車は四人乗りだから、あと Kono kuruma wa yon nin nori dakara, ato hitori noremasu yo. 一人乗れますよ。 Mobil ini karena 4 orang yang naik, jadi bisa naik 1 orang lagi Hirotase dan Masayoshi, 1994:40 . 5. 卒業式まであと Sotsugyou shiki made ato isshuukan da. 一週間だ。 Wisuda tinggal seminggu lagi Sunagawa, 1998:10 . 6. 彼はアルバイトをやめたあと Kare wa arubaito wo yameta ato, toku ni suru koto mo nakute mainichi bura bura shiteiru. 、特にすることもなくて毎日 ぶらぶらしている。 Setelah Sunagawa, 1998:8 dia berhenti kerja paruh waktu, setiap harinya bermalas- malasan karena tidak ada hal yang dikerjakan secara khusus. Jika ditinjau dari letak dalam kalimat, mou pada kalimat nomor 1 menerangkan verba kuru dan kalimat nomor 3 menerangkan kata keterangan lain yaitu sukoshi. Oleh karena itu, mou pada kalimat nomor 1 dan 3 termasuk kelas kata fukushi. Sedangkan mou pada kalimat nomor 2 merupakan kelas kata rentaishi, karena menerangkan nomina suuryou no meishi juusai. Untuk kata ato pada kalimat nomor 4, 5 dan 6 masing-masing merupakan kelas kata fukushi menerangkan verba noreru, rentaishi menerangkan kata nomina isshuukan dan setsuzokushi menerangkan verba yameru yang ada di depannya. Universitas Sumatera Utara Sedangkan apabila dilihat dari maknanya, mou pada kalimat 1 bermakna “lagi”. Maksudnya adanya penambahan jumlah tertentu dari keadaan yang sekarang. Lawan bicara diminta untuk datang 5 menit lagikemudian. Mou pada kalimat nomor 2 bermakna “sudah”. Maksudnya menunjukkan hal yang sampai pada batas akhir. Sedangkan mou pada kalimat nomor 3 mempunyai arti yang sama dengan kalimat nomor 1, tetapi kondisinya berbeda. Ato pada kalimat nomor 4 dan 5 bermakna “lagi”. Maksudnya menunjukkan jumlahangka yang tersisa untuk tercapainya tujuan. Sedangkan ato pada kalimat nomor 6 artinya “setelah”. Maksudnya ada pekerjaan berikutnya yang dikerjakan setelah pekerjaan pertama selesai. Melihat keenam contoh kalimat di atas dapat diketahui bahwa kata mou dan ato tidak hanya menduduki satu kelas kata saja, melainkan bisa tergolong ke dalam kelas kata yang lain juga. Juga fungsinya di dalam kalimat dan nuansa maknanya berbeda-beda. Karena adanya persamaan dan perbedaan pada kata mou dan ato tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Analisis Nuansa Makna Kata Mou dan Ato dalam Kalimat Bahasa Jepang ”.

1.2 Rumusan Masalah