Gambar 27. Skema Proses Giling Teh Hitam CTC
2.3.5 Fermentasi Oksidasi Enzimatis
Fermentasi merupakan proses pembentukan sifat-sifat teh yang paling penting dalam pengolahan teh hitam. Proses ini lebih tepat jika disebut sebagai proses oksidasi enzimatis,
karena reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi senyawa polifenol dengan enzim polifenol oksidase dengan adanya oksigen. Sifat-sifat teh hitam yang terpenting seperti
warna, aroma, rasa, dan warna air seduhan timbul selama proses ini. Fermentasi dalam pabrik teh ialah bercampurnya zat-zat yang terdapat di dalam
cairan sel yang terperas keluar selama proses penggilingan yang selanjutnya mengalami perubahan kimiawi dengan bantuan enzim-enzim dan oksigen dari udara Lehninger et al,
1951; Adiprayoga, 1971; Eden, 1958. Tujuan dari oksidasi enzimatis ini adalah untuk memberikan kesempatan terjadinya reaksi oksidasi enzimatis antara substrat polifenol
dengan enzim polifenol oksidase pada pucuk teh yang dibantu oleh oksigen. Oksidasi senyawa polifenol, terutama epigalochatekin dan galatnya akan
menghasilkan quinon-quinon yang kemudian akan mengkondensasi lebih lanjut menjadi senyawa-senyawa bisflavanol, teaflavin dan tearubigin. Proses kondensasi dan polimerasi
berjalan membentuk substansi-substansi tidak larut. Jumlah total antara teaflavin dan tearubigin mempengaruhi rasa teh Roberts, 1958.
Untuk teh kering yang berkualitas baik, yaitu baik kekuatan dan kesegarannya, maka jumlah teaflavin dan tearubigin kemungkinan mempunyai perbandingan 1 : 10 atau 1 : 12.
Tetapi untuk teh yang kekurangan kesegaran dan kekuatan, kemungkinan mempunyai perbandingan 1 : 20 atau lebih Harler, 1970. Teaflavin berhubungan erat dengan
karakteristik air seduhan liquor seperti kecerahan brightness, kesegaran briskness, dan kekuatan strength. Sedangkan tearubigin berhubungan dengan penampakan terutama
warna air seduhan.
Continuous Fermenting Unit CFU
Waktu fermentasi 60-120 menit
Suhu bubuk 26-36 ˚C
24
Pada sistem CTC, proses fermentasi dilakukan pada CFU Continuous Fermenting Unit. CFU merupakan conveyor berjalan. Setelah keluar dari mesin CTC, bubuk teh
segera masuk ke CFU melalui conveyor. Pada CFU terdapat alat penggaru yang berfungsi untuk meratakan bubuk teh yang melalui CFU sehingga tebal hamparan bubuk merata.
Selain itu ada pembalik yang berfungsi untuk membalik bubuk teh yang berada di CFU sehingga bubuk yang awalnya berada di bawah berpindah ke atas dan yang berada di atas
berpindah ke bawah. Sepanjang bubuk teh bergerak melalui conveyor pada CFU, bubuk sedikit demi sedikit berubah warna menjadi kecoklatan.
Sebenarnya reaksi oksidasi enzimatis sudah terjadi sejak pucuk layu dirobek oleh Rotorvane. Sejak pucuk layu jatuh dari GLS dan masuk ke Rotorvane atau BLC, cairan sel
pucuk keluar. Cairan sel tersebut mengandung senyawa polifenol. Senyawa tersebut kemudian bereaksi dengan enzim polifenol oksidase pada daun. Karena kontak dengan
udara sekitar oksigen, maka terjadi reaksi oksidasi enzimatis. Kemudian bubuk teh menuju ke pengeringan.
Proses fermentasi harus didukung dengan adanya kondisi yang dapat menjamin keberhasilan proses tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian proses
maupun pengendalian mutu.
Pengendalian Proses
- Pengendalian suhu dan kelembaban menggunakan humidifier agar suhu terjaga pada range 18 – 24 °C. Apabila suhu di bawah 18 °C, maka proses fermentasi akan berjalan
lambat. Sedangkan apabila suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak. Sementara kelembaban udara yang dipersyaratkan adalah 90 – 98. Apabila kelembaban udara di
bawah 90, maka menyebabkan bubuk yang diproses akan mengalami penguapan air dan menurunkan mutu teh.
- Pada Proses CTC, pengendalian waktu sudah diatur oleh alat. Berjalannya CFU sudah diset sehingga waktu untuk fermentasi sudah diatur.
- Waktu fermentasi pada sistem CTC adalah 60 – 120 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi pada sistem CTC cukup singkat, karena pada sistem CTC prosesnya
continue. - Pengaturan keadaan bubuk selama proses fermentasi berlangsung. Yang dimaksud
keadaan bubuk adalah keadaan bubuk selama proses fermentasi. Meliputi suhu bubuk, ketebalan bubuk, kerataan bubuk dan kadar air bubuk. Suhu bubuk selama proses
fermentasi diupayakan 26,7 °C. Ketebalan bubuk diatur 6 – 10 cm, dan diupayakan 25
bubuk rata pada setiap tray. Pengaturan ketebalan bubuk dengan garu dan pembalik. Pengaturan kadar air bubuk terfermentasi adalah 72,4 basis basah untuk CTC.
Pengendalian Mutu
- Pemeriksaan mutu hasil fermentasi secara visual dengan cara di lihat, diraba dan dihirup aroma bubuk tehnya.
- Pemeriksaan mutu hasil fermentasi dengan Green Dhool Test. Selama oksidasi enzimatis, terjadi perubahan pada senyawa polifenol yaitu katekin.
Katekin yang mengalami perubahan adalah epigalokatekin dan epigalokatekin galat, yang dengan adanya O
2
dari udara dan polifenol oksidase, katekin akan mengalami reaksi oksidasi enzimatis membentuk ortoquinon. Sebagian ortoquinon akan diendapkan oleh
protein Harler, 1963. Ortoquinon akan berkondensasi membentuk bisflavanol, kemudian mengalami kondensasi lagi membentuk teaflavin yang berwarna kuning dan akan
mengalami kondensasi membentuk teharubigin yang berwarna merah dan coklat Kirk dan Othmer, 1965. Tearubigin bersama protein yang tersedia membentuk senyawa tidak larut.
Menurut Pintauro 1997, teaflavin akan terbentuk dalam jumlah maksimal pada jam kesatu dan kedua dari tahap fermentasi. Pada jam berikutnya, senyawa ini akan turun dan
disusul naiknya senyawa tearubigin. Perbedaan keduanya juga akan menentukan sifat seduhan teh seperti briskness kesegaran, kualitas, warna dan strength kekuatan rasa.
Teaflavin lebih banyak terbentuk pada suhu rendah. Perubahan fisik yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis adalah dihasilkannya
panas sebagai akibat reaksi oksidasi enzimatis dan kondensasi. Selain itu juga terjadi perubahan warna bubuk teh dari berwarna hijau menjadi merah tembaga sebagai akibat
pembentukan tehaflavin yang berwarna kuning cerah dan teharubigin yang berwarna merah coklat.
Senyawa yang menimbulkan aroma pada teh adalah senyawa-senyawa aldehid yang merupakan hasil oksidasi dari senyawa karotenoid. Oksidasi senyawa karotenoid
menghasilkan substansi volatil yang menimbulkan aroma pada teh Stahl, 1969. Menurut Bokuchava dan Skobeleva 1969, yang menimbulkan aroma teh adalah senyawa aldehid
sebagai hasil oksidasi senyawa asam amino dengan quinon dan sebagai hasil reaksi asam amino dengan gula sederhana. Sedangkan menurut Deuss 1915 dalam Bokuchava dan
Skobeleva 1969, mengatakan bahwa aroma teh dihasilkan dari hasil dekomposisi rantai glikosida tanin teh, menghasilkan tanin sederhana dan karbohidrat, yang selanjutnya
mengalami transformasi menjadi ester-ester. Pamaswamy 1958 mengemukakan bahwa 26
aroma akan bertambah baik bila kadar padatan yang larut, total zat yang dapat dioksidasi, tehaflavin dan zat yang larut dalam asam dan dioksidasi, terbentuk dalam jumlah yang
banyak. Tetapi ada batas tertentu agar diperoleh aroma yang baik, karena aroma dapat hilang jika oksidasi enzimatis terlalu lama.
Hasil oksidasi enzimatis yang diharapkan adalah apabila bubuk teh telah memiliki warna merah kecoklatan coklat tembaga dan beraroma khas harum. Pemeriksaan mutu
hasil fermentasi dilakukan dengan Green Dhool Test, yang bertujuan untuk memberikan penilaian bubuk teh hasil oksidasi enzimatis untuk menentukan lamanya oksidasi
enzimatis yang optimal. Penilaian rasa dilakukan dengan menimbang 2,8 g dan diseduh dengan air panas selama 6 menit. Selanjutnya air dituang dalam mangkuk seduhan.
Penilaian rasa dilakukan dengan mencicipi air seduhan. Kriteria penilaiannya adalah warna air colory, kesegaran briskness, kekuatan strength dan warna ampas. Warna ampas
seduhan dilakukan dengan cara memindahkan ampas seduhan ke atas tutup cangkir, dan diamati warna ampasnya.
Mesin dan Peralatan Fermentasi
CFU
CFU adalah tempat bubuk teh basah yang sedang difermentasi. CFU berupa tray terdiri atas trace-trace berjalan yang kecepatannya diatur sehingga bubuk teh
basah teroksidasi sempurna. Jumlah trace pada tray fermentasi pada CFU adalah 468 buah. Setiap trace memiliki lebar 10 cm dan panjang 180 cm. Trace harus
berlubang agar dapat ditembus oleh udara dari bawahnya sehingga bubuk dapat terfermentasi dengan baik.
Prinsip kerja CFU adalah bubuk teh basah diberi kesempatan untuk bereaksi dengan oksigen sampai terjadi oksidasi enzimatis. Bubuk basah terhampar di tray
berjalan dengan ketebalan 6-10 cm. Proses berakhir dan dihasilkan warna bubuk yang kecoklatan. Waktu yang dibutuhkan sampai fermentasi selesai adalah 60-120
menit. Di bawah ini adalah skema dan foto CFU pabrik Ciater. 27
Kayu bakar Ka maks
20 bk bkbk Tungku
dipanaskan ±1-2 jam
Udara panas kotor
Udara panas bersih
Tube bank Pipa api
Udara panas
Lingkungan Main fan
Lorong ducting
Lorong ducting
ID fan
Cyclone kering
Serat
Hopper sortasi
FVBD Cyclone
basah Karung
Fermentasi
Conveyor
Gambar 28. Skema CFU Gambar 29. CFU Pabrik Ciater
2.3.6 Pengeringan