LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG.pdf

(1)

i

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

TEKNOLOGI PENGERINGAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao. L) PADA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

INDONESIA (PPKKI), JEMBER

Oleh

YUYUN ROHMAWATI NIM.135100301111075

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016


(2)

(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang yang berjudul “Teknologi Pengeringan Biji Kakao (Theobroma cacao. L) Pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI), Jember” dengan baik. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang dan lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan ini, yaitu :

1. Ibu Dhita Morita Ikasari, STP.,MP., selaku dosen pembimbing PKL terima kasih atas bimbingan, arahan dan ilmunya yang telah diberikan.

2. Dr. Sucipto, STP, MP, selaku ketua jurusan Teknologi Industri Pertanian.

3. Hendy Firmanto, ST selaku pembimbing lapang yang telah mendamping selama prektek kerja lapang di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

4. Direktur, Staf dan Karyawan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atas kesediaannya untuk membantu pelaksanaan praktek kerja lapang.

5. Kedua Orang Tua dan kakak atas doa, perhatian, semangat dan dukungan yang diberikan.

6. Rina Dewi Setyowati, Rafenska Nabila Putri, El Poput JP, Muhammad Khoirul Anam dan Vernansyah Akbar yang telah membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan PKL ini.

7. Semua pihak yang berperan dalam pembuatan laporan praktek kerja lapang ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang ini, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan ini.

Malang, November 2016 Penulis


(5)

v

ABSTRAK

TEKNOLOGI PENGERINGAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao. L) PADA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

INDONESIA (PPKKI), JEMBER Oleh

Yuyun Rohmawati NIM 135100301111075

Biji kakao merupakan bahan dasar dari pembuatan cokelat dan merupakan salah satu komoditas pertanian yang berperan penting bagi perekonomian negara dan sumber pendapatan petani. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) adalah lembaga penelitian di Indonesia yang mendapat mandat melakukan penelitian dalam bidang agribisnis untuk komoditas kopi dan kakao, mulai dari bahan tanam, budidaya, perlakukan pasca panen sampai pengolahan produk. Pengolahan kakao sangat berperan dalam menentukan mutu produk akhir kakao, salah satunya yaitu proses pengeringan biji kakao. Proses pengeringan merupakan proses pengolahan pasca panen kakao yang sangat penting. Tujuan pengeringan biji kakao adalah menurunkan kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6%-7%. Proses pengeringan pada Puslitkoka ini termasuk kedalam proses pengolahan primer (hulu). Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan cara alami atau menggunakan pengering. Ada beberapa cara pengeringan biji kakao, yakni pengeringan dengan sinar matahari, dengan alat pengering dan kombinasi keduanya.

Kata kunci : Kakao, Biji Kakao, Pengeringan, Pengeringan biji kakao, Kadar air, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka).


(6)

vi

DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.2.1 Tujuan Umum ... 2

1.2.2 Tujuan Khusus ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Biji Kakao ... 3

2.2 Manajemen Industri ... 3

2.3 Pengeringan Biji Kakao ... 7

BAB III METODE PELAKSNAAN ... 9

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 9

3.2 Metode Pelaksanaan ... 9

3.3 Materi Kegiatan ...10

3.3.1 Materi Kegiatan Umum ...10

3.3.2 Materi Tugas Khusus ...10

3.4 Jadwal Kegiatan ...11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...13

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ...13

4.1.1 Sejarah Perusahaan ...13

4.1.2 Visi dan Misi ...14

4.1.3 Lokasi Perusahaan……….. .14

4.2 Struktur Organisasi ...16

4.3 Ketenagakerjaan ...17

4.3.1 Klasifikasi Tenaga Kerja ...17

4.3.2 Sistem Pengupahan dan Penggajian ...18


(7)

vii

4.3.4 Kompensasi ...20

4.4 Mesin dan Peralatan...23

4.5 Bahan Baku ...34

4.6 Proses Produksi ...37

4.6.1 Proses Produksi Primer (Hulu)……….. 37

4.5.2 Proses Produksi Sekunder (Hilir)……….. 42

4.7 Pengendalian Mutu……….. .46

4.7.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku ...46

4.7.2 Pengendalian Mutu Proses ...47

7.7.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir……….. 51

4.8 Tata Letak Fasilitas ...51

4.8.1 Tipe Layout……… .52

4.8.2 Pola Aliran Bahan……….. 52

4.9 Sanitasi dan Limbah ...53

4.9.1 Sanitasi……… 53

4.9.2 Limbah………. 55

4.10 Pemasaran ...57

BAB V TUGAS KHUSUS ...61

5.1 Proses Pengeringan ...61

5.2 Alat dan Bahan Pengeringan ...64

5.3 Metode Pengeringan Yang Digunakan ...65

5.4 Hasil Pengukuran Kadar Air ...68

5.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan………. 70

5.6 Uji Banding Citarasa (Hedonik) Biji Kakao Dengan Pengeringan Mekanis Vs Sun Drying……… .72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...89

6.1 Kesimpulan ...89

6.2 Saran ...89

DAFTAR PUSTAKA ...91


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang ... 12

Tabel 4.1. Waktu Tenaga Kerja Tidak Langsung …………19

Tabel 4.2. Waktu Tenaga Kerja Langsung ………...19

Tabel 4.3. Waktu Kerja Pengolahan Hulu ... .…………19

Tabel 4.4. Persyaratan Umum Kualitas Biji Kakao Kering 34 Tabel 4.5. Persyaratan Khusus Kualitas Biji Kakao ... 34

Tabel 4.6. Persyaratan Kualitas Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji………34

Tabel 4.7. Kadar Biji Kakao Cacat………. 35

Tabel 5.1 Kadar Air Pengeringan Mekanis ... 68

Tabel 5.2. Kadar Air Pengeringan Rumah Kaca ... 69

Tabel 5.3. Rangking Warna ... 73

Tabel 5.4. Rangking Aroma ... 76

Tabel 5.5. Rangking Kekerasan ... 78

Tabel 5.6. Rangking Tekstur... 80

Tabel 5.7. Rangking Aftertaste ... 82


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Logo Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia ...14

Gambar 4.2. Mesin Pemecah Buah Kakao ...22

Gambar 4.3. Mesin Pemeras Lendir Kakao ...22

Gambar 4.4. Peti Fermentasi ...23

Gambar 4.5. Mesin Pengering Mekanis ...23

Gambar 4.6. Mesin Grader ...24

Gambar 4.7. Digimost ...24

Gambar 4.8. Mesin Pengukusan ...25

Gambar 4.9. Mesin Silo ...25

Gambar 4.10. Mesin Sangrai Biji Kakao ...26

Gambar 4.11. Mesin Pemisah Kulit Biji Kakao ...27

Gambar 4.12. Mesin Pemasta ...27

Gambar 4.13. Mesin Pengempa ...28

Gambar 4.14. Mesin Pembubuk Kakao ...28

Gambar 4.15. Mesin Pengayak Bubuk Kakao...29

Gambar 4.16. Mesin Pemasta Halus ...29

Gambar 4.17. Mesin Conching ...30

Gambar 4.18. Oven ...30

Gambar 4.19. Mesin Pencetak Cokelat...31

Gambar 4.20. Kabinet Tempering ...31

Gambar 4.21. Timbangan Digital ...32

Gambar 4.22. Water Bath ...32

Gambar 4.23. Timbangan Duduk ...33

Gambar 5.1. Pengeringan Biji Kakao (Penjemuran) ...62

Gambar 5.2. Pengeringan Mekanis ...63

Gambar 5.3. Sampel Pengeringan ...65

Gambar 5.4. Sampel Dikeringkan di Dryer dan Rumah Kaca...66

Gambar 5.5. Proses Pengolahan Sangrai, Pemisah Biji Kulit dan Pemasta ...71

Gambar 5.6 Tiga Sampel Uji Hedonik ...71

Gambar 5.7 Hasil SPSS Uji Friedman Parameter Warna ...74


(10)

x

Gambar 5.9 Hasil SPSS Uji Friedman Parameter Kekerasan ...79 Gambar 5.10 Hasil SPSS Uji Friedman Parameter Tekstur.,81 Gambar 5.11 Hasil SPSS Uji Friedman Parameter Aftertaste..

...84 Gambar 5.12 Hasil SPSS Uji Friedman Parameter Tingkat


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Logsheet ...95 Lampiran 2. Lokasi Kebun Percobaan PPKKI ...97 Lampiran 3. Layout Pabrik dan Kebun Prercobaan di

Kaliwining ...98 Lampiran 4. Struktur Organisasi ...99 Lampiran 5. Tugas dan Tanggung Jawab Masing-masing

Jabatan di Puslitkoka ... 100 Lampiran 6. Diagram Alir Proses Produksi Primer ... 105 Lampiran 7. Diagram Alir Proses Produksi Sekunder ... 106 Lampiran 8. Diagram Pohon Keputusan CCP Proses

Pengolahan Cokelat ... 107 Lampiran 9. Identifikasi dan Penentuan CCP Proses

Pengolahan Cokelat ... 108 Lampiran 10. Layout Produksi Cokelat ... 109 Lampiran 11. Daftar Harga Produk Cokelat ... 110


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dengan kondisi iklim yang sangat mendukung bagi pengembangan budidaya tanaman. Salah satunya yaitu tanaman Kakao (Theobroma cacao. L) yang mempunyai potensi baik untuk peningkatan sumber devisa negara. Kakao Indonesia saat ini memiliki daya saing yang cukup kuat di pasar dunia. Pengolahan kakao sangat berperan dalam menentukan mutu produk akhir kakao, salah satunya yaitu proses pengeringan biji kakao. Menurut Susanto (2007), pengeringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu cokelat, disamping proses pemanenannya karena mutu biji kakao ditentukan dari kadar airnya.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) adalah lembaga penelitian di Indonesia yang berada dibawah naungan Lembaga Riset Perkebunan Indoneisa-Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (LRPI-APPI) yang mendapat mandat melakukan penelitian dalam bidang agribisnis untuk komoditas kopi dan kakao, mulai dari bahan tanam, budidaya, perlakukan pasca panen sampai pengolahan produk. Produk yang dihasilkan antara lain berbagai macam cokelat hasil kakao bermerek “Vicco” seperti permen cokelat, bubuk cokelat, cokelat batangan dan kopi seperti kopi instan, kopi jahe instan, kopi ginseng instan.

Proses pengeringan merupakan proses pengolahan pasca panen kakao yang sangat penting. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan cara alami atau menggunakan pengering. Menurut Wahyudi et al. (2008), pada proses pengeringan biji kakao, pemilihan cara pengeringan yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas biji kakao kering yaitu


(13)

2

biji memiliki kadar air 7%, warna cokelat merata, kadar lemak tinggi, keasaman rendah dan biji tidak mudah pecah.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari manajemen industri secara umum di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang meliputi, sejarah perusahaan, lokasi perusahaan, struktur organisasi, ketenagakerjaan, tata letak fasilitas, mesin dan peralatan, proses produksi, pengendalian mutu, sanitasi dan limbah serta pemasaran. 1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui dan memahami teknologi pengolahan pada proses pengeringan biji kakao (Theobroma cacao. L) pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.


(14)

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Kakao

Biji kakao merupakan bahan dasar dari pembuatan cokelat dan merupakan salah satu komoditas pertanian yang berperan penting bagi perekonomian negara dan sumber pendapatan petani (Wahyudi, 2008). Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Buah kakao memiliki kulit yang tebal, sekitar 3 cm. Setiap buah kakao mengandung biji sebanyak 30-50 biji. Warna biji sebelum proses fermentasi dan pengeringan adalah putih, dan berubah menjadi keunguan atau merah kecokelatan (Siregar et al., 2010).

Biji kakao mengandung senyawa polifenol cukup besar. Kandungan polifenol pada biji kakao meliputi katekin 33- 42 %, leukosianidin 23- 25 %, dan antosianin 5 %. Senyawa polifenol biji kakao memiliki aktifitas antioksidan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan dapat digunakan sebagai pewarna alami (Kusuma et al., 2013).

2.2 Manajemen Industri

Secara umum, manajemen industri dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Gambaran Umum Perusahaan

Gambaran umum perusahaan merupakan profil perusahaan secara menyeluruh meliputi sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, serta penentuan lokasi perusahaan. Penentuan lokasi perusahaan, perlu mempertimbangkan berbagai faktor yaitu: kedekatan terhadap pasar, kemudahan mendapatkan bahan baku, rendahnya biaya tenaga kerja, dan transportasi (Herjanto, 2007). Penentuan lokasi yang tepat akan meminimumkan beban biaya jangka pendek ataupun jangka


(15)

4

panjang, dan ini akan meningkatkan daya saing perusahaan (Prasetya dan Lukiastuti, 2009).

2. Struktur Organisasi

Menurut Budiasih (2012), struktur organisasi merupakan susunan sistem hubungan antar posisi kepemimpinan yang ada dalam organisasi. Hal ini merupakan hasil pertimbangan dan kesadaran tentang pentingnya perencanaan atas penentuan kekuasaan, tanggung jawab, spesialisasi setiap anggota organisasi. Organisasi terdiri dari manusia yang mempunyai kemampuan dan cara berpikir, serta mau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Hasibuan, 2007). Terdapat lima jenis struktur organisasi, yaitu organisasi lini, staf, lini dan staf, komite dan matriks. Setiap perusahaan dapat menggunakan salah satu bentuk organisasi tersebut sesuai kebutuhan perusahaan (Soegoto, 2014).

3. Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan di samping faktor lain seperti modal. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM) (Hariandja, 2007). Banyak sedikitnya tenaga kerja yang terlibat dalam proses industri sangat bergantung dari jenis industri, besar kecilnya upah yang ditawarkan oleh perusahaan, kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, seperti tingkat pendidikan, keahlian, atau profesionalisme (Utoyo, 2009).

4. Mesin dan Peralatan

Mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan atau tenaga yang digunakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk atau barang-barang produk


(16)

5

tertentu (Assauri, 2004). Mesin dan peralatan produksi mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyusunan letak fasilitas produksi di dalam pabrik yang didirikan oleh perusahaan yang bersangkutan. Mesin dan peralatan produksi yang dipergunakan berpengaruh terhadap produk, efisiensi produksi di dalam perusahaan yang bersangkutan (Ahyari, 2009).

5. Proses Produksi

Proses produksi merupakan serangkaian pekerjaan di mana sumber daya digunakan untuk memproduksi auatu barang atau jasa. Proses tersebut menyebutkan kombinasi berbagai sumber daya yang dialokasikan untuk produksi, pembagian pekerjaan, dan urutan pekerjaan. Proses produksi mengakibatkan diproduksinya suatu produk yang spesifik (Madura, 2007).

6. Bahan Baku

Bahan baku adalah faktor yang sangat penting dalam aktivitas industri (Utoyo, 2009). Bahan baku merupakan bahan langsung, yaitu membentuk suatu kesatuan dari produk. Bahan baku memiliki harga relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pembantu (Nafarin, 2007).

7. Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu (quality control) merupakan bagian dari manajemen mutu yang difokuskan pada pemenuhan persyaratan mutu. Dengan kata lain, pengendalian mutu adalah suatu tahapan dalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian dan/ atau kalibrasi. Melalui jaminan mutu dan pengendalian mutu yang sistematik dan terencana, tahapan dalam proses pengujian dan/atau kalibrasi dapat dikendalikan, dipantau, dan diperiksa untuk memastikan bahwa sistem jaminan mutu berjalan secara efektif


(17)

6

melalui mengukur apa yang sedang terjadi, membandingkan terhadap apa yang seharusnya terjadi, dan melakukan suatu tindakan apabila ada perbedaan atau ketidaksesuaian (Hadi, 2007).

8. Tata Letak Fasilitas

Tata cara pengaturan fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi (Wignjosoebroto, 2005). Pengaturan tata letak fasilitas produksi meliputi mesin, bahan, dan semua peralatan yang digunakan dalam proses pada area yang tersedia. Empat tipe dasar tata letak yaitu fixed layout, product layout, process layout, dan group layout (Siregar, 2013). 9. Sanitasi dan Limbah

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Sanitasi dalam proses pengolahan pangan dilakukan sejak proses penanganan bahan mentah sampai produk makanan siap dikonsumsi. Sanitasi meliputi kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan, dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja dan kesehatan pekerja, pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja pada semua tahapan proses (Purnawijayanti, 2006).

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu limbah padat, limbah cair, dan gas (Wijanto, 2010). Menurut (Purnawijayanti, 2006) tujuan diterapkannya sanitasi di industri pangan adalah untuk menghilangkan


(18)

7

kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah kontaminasi kembali.

10. Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen (Alam, 2007). Tujuan pemasaran adalah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dalam melakukan pemasaran diperlukan strategi gabungan dari unsur produk, harga, lokasi, dan promosi (Nugroho, 2007).

2.3 Pengeringan Biji Kakao

Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan sebagian air dari suatu bahan. Tujuan utama pengeringan adalah menurunkan aktivitas air sampai pada tingkat tertentu sehingga aktivitas mikroorganisme dan reaksi kimia serta biokimia yang terjadi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga produk menjadi lebih awet (Purwaningsih, 2007). Sedangkan tujuan pengeringan biji kakao adalah menurunkan kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6%-7%. Ada beberapa cara pengeringan biji kakao, yakni pengeringan dengan sinar matahari, dengan alat pengering dan kombinasi keduanya (Kusuma et al., 2013).

Pengeringan dengan sinar matahari dapat menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilat. Caranya adalah biji ditebarkan dilantai penjemuran atau menggunakan rak-rak dorong dan dijemur pada terik matahari. Pengeringan secara buatan misalnya dengan Samoan Dryer. Cara pengeringan dengan alat ini adalah pertama-tama biji dihamparkan setebal 5-15cm sekitar 48-60 jam. Suhu diatur sebagai berikut: pada hari pertama sekitar 50°C dan pada tahap kedua 45-50°C dan tahap ketiga suhunya 45°C. Pengeringan kombinasi yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan panas buatan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung dari cuaca dan bahan bakar lebih sedikit (Susanto, 2007).


(19)

(20)

9

BAB III METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek Kerja Lapang (PKL) akan dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2016 sampai dengan 18 Agustus 2016 bertempat di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) yang berada di Jl. PB. Sudirman 90, Jember, Jawa Timur.

3.2 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan yang akan digunakan selama Praktek Kerja Lapang PKL) di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dilakukan dengan sistem magang dan mengikuti aktivitas sesuai kondisi lapang. Bentuk kegiatan dan metode yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Metode ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung untuk mendapatkan data tentang objek yang diamati di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

2. Wawancara

Metode ini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pembimbing lapangan dan juga departemen yang berkaitan untuk mempermudah mendapatkan data atau pelajaran yang baru. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi yang tidak terdapat dalam bentuk data berupa proses pengolahan, dan beberapa aktivitas selama proses berlangsung.

3. Studi Literatur

Pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi baik lewat pustaka maupun pemanfaatan media


(21)

10

elektronik yang ada. Teknik ini dimaksudkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh selama pelaksanaan PKL dengan literatur yang berhubungan dengan proses pembahasan.

4. Praktek Kerja

Metode ini dilakukan dengan melakukan praktek kerja secara langsung bersama karyawan untuk mengikuti aktivitas proses produksi atau aktivitas perusahaan yang lainnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengalaman bekerja secara nyata.

5. Dokumentasi

Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data, buku dan laporan yang tersedia di perusahaan sebagai data yang dibutuhkan untuk mempermudah dalam pengerjaan laporan Praktek Kerja Lapang (PKL).

3.3 Materi Kegiatan

3.3.1 Materi Kegiatan Umum Perusahaan

Materi umum yang dipelajari dalam Praktik Kerja Lapang (PKL) di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia adalah: a. Gambaran Umum Perusahaan

Gambaran tentang profil perusahaan yang meliputi lokasi perusahaan, visi dan misi perusahaan, dan sejarah perusahaan..

b. Struktur Organisasi

Data mengenai struktur organisasi yang digunakan, hierarki kepemimpinan, job description.

c. Ketenagakerjaan

Data mengenai proses rekruitmen, jumlah tenaga kerja, penempatan dan jenis tenaga kerja, sistem penggajian, spesifikasi pelamar tenaga kerja.

d. Mesin dan Peralatan

Data tentang mesin yang digunakan, maintenance mesin atau perawatan mesin, dan jam kerja mesin.


(22)

11

Data terkait proses produksi yang digunakan perusahaan (batch atau continue).

f. Bahan Baku

Meliputi bahan baku tambahan, dan pengemas. g. Pengendalian Mutu

Data terkait spesifikasi dan standarisasi pada bahan baku, proses serta produk jadi.

h. Tata Letak Fasilitas

Data tentang tipe tata letak perusahaaan, pola aliran bahan yang akan digunakan oleh perusahaan.

i. Sanitasi dan Limbah

Data mengenai limbah yang dihasilkan perusahaan, dan sanitasi yang dilakukan perusahaan.

j. Pemasaran

Data terkait dengan bauran pemasaran (marketing mix) dan strategi STP (Segmenting, Targeting, Positioning).

3.3.2 Materi Kegiatan Khusus

Teknologi pengolahan pada proses pengeringan biji kakao, meliputi :

1. Proses pengeringan

2. Alat dan bahan pengeringan

3. Metode pengeringan yang digunakan 4. Pengukuran kadar air

5. Faktor yang mempengaruhi pengeringan 6. Uji Hedonik Biji Kakao

3.4 Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dapat dilihat dari Tabel 3.1.


(23)

12


(24)

13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka/PPKKI) merupakan lembaga penelitian di Indonesia yang berada dibawah naungan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia-Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (LRPI-APPI) yang melakukan penelitian dalam bidang agribisnis untuk komoditas kopi dan kakao. Puslitkoka berdiri sejak 1 Januari 1911. Puslitkoka pada awalnya memiliki nama Besoekish Proefstation. Puslitkoka didirikan oleh Belanda yang pada awalnya ingin memiliki perkebunan kopi, kakao dan karet di daerah Jember, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi. Selanjutnya Puslitkoka Indonesia dikembangkan oleh peneliti Indonesia dengan komoditas kopi dan kakao sampai sekarang.

Puslitkoka berkantor di Jl. PB Sudirman No.99, Jember. Pada tahun 1987, kegiatan operasional dipindahkan ke kantor baru yang berlokasi di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuj, Jember berjarak +20km arah barat daya dari kota Jember. Pada tahun 2008 terakreditasi oleh Lembaga Sertifikasi KNAPPP dengan Nomor Sertfikat: 006/Kp/KA-KNAPPP/I/2008. Sampai sekarang perkebunan kopi dan kakao di Puslitkoka ada 3 kebun. Kebun percobaan dan area kantor seluas 380 ha, terdiri atas kebun percobaan kopi arabika (KP. Andungsari ketinggian 100-1.200 m dpl.), kopi robusta dan kakao (KP. Kaliwining dan KP. Sumberasin ketinggian 45-550 m dpl). Laboratorium yang dipunyai seluas 2.365 m2 dengan peralatan sejumlah 850 unit.

Terdiri dari Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Laboratorium Fisika Tanah, Kimia Tanah dan Biologi Tanah, Laboratorium Kultur Jaringan, Laboratorium Mekanisasi Pertanian, Laboratorium Pengolahan Hasil, Laboratorium Pengawasan Mutu, Pusat Informasi dan Pelatihan. Koleksi buku dan majalah di perpustakaan sebanyak 38.706 judul dan 38.983 eksemplar,


(25)

14

terdiri atas 7.622 judul artikel tentang kopi, 5.024 judul artikel kakao, dan lebih dari 15.677 judul artikel tentang karet, tembakau, dan tanaman lainnya. Status tanah lokasi di kantor adalah tanah hak pakai (sertifikat No. 1 tanggal 11 Desember 1991) atas nama Departemen Pertanian Republik Indonesia. Sebagai kelanjutan dari keberadaan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (d/h LMOD-CPV tahun 1911), maka diperlukan kebun percobaan antara lain yang berlokasi di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. Logo perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Logo Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 4.1.2 Visi dan Misi

a. Visi

Menjadi lembaga penelitian yang handal dan produktif dalam menciptakan dan mengembangkan teknologi yang terkait dengan perkebunan kopi dan kakao.

b. Misi

1. Menjadi pelopor kemajuan industri kopi dan kakao.

2. Menjadi mitra pelaku usaha dengan pemerintah dalam mengembangkan inovasi teknologi baru.

3. Menjadi pusat informasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan daya saing.

4.1.3 Lokasi Perusahaan

Perencanaan lokasi sebuah perusahaan terdapat beberapa pertimbangan. Perencanaan lokasi bertujuan untuk


(26)

15

memaksimalkan keuntungan lokasi bagi perusahaan sehingga perusahaan atau pabrik dan beroperasi dengan lancar, dengan biaya rendah, dan memungkinkan perluasan di masa datang. Lokasi Puslitkoka terdiri dari beberapa lokasi yang terpisah. Perbedaan lokasi tersebut bertujuan agar dapat membedakan fungsi dari masing-masing lokasi. Lokasi di daerah sentral kabupaten Jember adalah kantor pusat dari Puslitkoka. Lokasi ini merupakan kantor dari jajaran utama Puslitkoka dan juga terdapat Laboratorium Pasca Panen dan Bioteknologi. Lokasi di Jalan PB Sudirman 90 ini di khususkan untuk bagian riset analisis pasca panen, urusan direksi dan administrasi dari Puslitkoka.

Pertimbangan pemilihan lokasi di jalan PB Sudirman adalah lebih mengarah pada keadaan lokasi yang berada di pusat kota karena lebih mudah diakses dari pihak luar dan sarana yang dibutuhkan lebih memadai. Faktor lainnya untuk lokasi di pusat kota lebih mempertimbangkan aspek hubungan komunikasi ke pihak luar serta sebagai sarana perantara bagi pihak yang membutuhkan jasa penelitian dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Adapun lokasi yang berada di Kaliwining atau lokasi di luar Jember yang dijadikan kebun percobaan juga berfungsi agar mendapat lahan yang luas sebagai kebun dari kopi dan kakao serta kondisi lingkungan yang masih sangat baik untuk kegiatan operasional. Lokasi dari kebun percobaan dan tempat aktivitas produksinya terletak di Desa Nogosari, Kec. Rambipuji, Kab. Jember, Jawa Timur yang berjarak sekitar 20 km arah barat daya dari kantor pusat dengan batas wilayah:

Sebelah Barat : Desa Gumuk Wulih Sebelah Timur : PTPN XII Renteng Sebelah Utara : PTPN XII Renteng

Sebelah Selatan : Perkebunan Desa Gumuk Bago

Keseluruhan wilayah kebun percobaan, pusat aktivitas produksi, dan kantor dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia berjumlah 380 ha. Status tanahnya adalah tanah hak pakai dengan sertifikat No. 1 tanggal 11 Desember 1991 atas


(27)

16

nama Departemen Pertanian Republik Indonesia. Menurut Herjanto, 2007), terdapat dua ha penting yang mendasari pemilihan lokasi yaitu merupakan komitmen jangka panjang dan berpengaruh terhadap biaya operasi dan pendapatan. Lokasi kebun percobaan Puslitkoka dapat dilihat di Lampiran 2. Lokasi di Kaliwining terdapat kebun percobaan dan laboratorium untuk kegiatan penelitian dan produksi. Di lokasi ini lebih ke arah operasionalnya, jadi terdapat penelitian dari kopi dan kakao serta produksi dari kopi dan kakao. Layout Pabrik dan kebun percobaan di Kaliwining dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan bagian yang penting dalam suatu perusahaan. Struktur organisasi yang baik dapat memudahkan pekerja untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Struktur organisasi yang diaplikasikan pada Puslitkoka yaitu struktur organisasi fungsional. Struktur organisasi fungsional memiliki kekuasaan tertinggi yang terletak pada direktur, namun direktur tidak berhubungan secara langsung dengan karyawan tingkat bawah. Direktur hanya melakukan komunikasi dengan manager dan kepala bagian yang tugasnya mengatur dan melakukan interaksi secara langsung dengan kepala urusan bagian dan staf-staf yang bertugas mengatur kerja pada karyawan masing-masing. Struktur Organisasi Puslitkoka dapat dilihat pada Lampiran 4. Puslitkoka menggunakan struktur organisasi fungsional karena pembagian wewenang dan tugas disini sudah jelas, oleh karena itu penggunaan struktur organisasi fungsional sangat cocok digunakan. Tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan di Puslitkoka dapat dilihat pada Lampiran 5.

Selain itu kelebihan lainnya adalah dapat mengembangkan keahliannya dibagian tertentu di perusahaan, spesialisasi karyawan dapat dikembangkan dan digunakan semaksimal mungkin di departemen yang di tempatinya. Menurut Hariandja (2007), kelebihan struktur organisasi


(28)

17

fungsional yaitu menunjang pengembangan keahlian, memberi kesempatan bagi para spesialis pekerjaan, hanya memerlukan koordinasi minimal. Sedangkan kekurangannya yaitu kemungkinan tanggapan dari atasan tidak segera diterima akan menimbulkan kemacetan proses. Di setiap departemen Puslitkoka di pegang oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya sehingga dapat terjadi keserasian antara tugas dan keahlian maka dari itu disebut struktur organisasi fungsional. 4.3 Ketenagakerjaan

4.3.1 Klasifikasi Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan bagian penting dalam sebuah perusahaan. Tenaga Kerja memiliki peranan penting menuju tujuan perusahaan. Tenaga kerja di Puslitkoka memiliki peranan penting dalam mengembangkan organisasi ke arah yang lebih baik. Berdasarkan status ketenagakerjaan, tenaga kerja di Puslitkoka dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Tenaga kerja tetap

Tenaga kerja tetap merupakan tenaga yang harus diperlukan untuk menjalankan berbagai aktivitas perusahaan yang terdiri dari tenaga kerja staf dan tenaga kerja non staf. Ciri-ciri dari tenaga kerja tetap adalah menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. Tenaga staf dengan status pegawai tetap terdiri dari direktur, administrator, sinder kepala, sinder kebun, dan sinder teknik pengolahan. Tenaga kerja staf ini berjumlah 294. Sedangkan tenaga kerja non staf terdiri dari pekerja bengkel, pekerja cleaning service, petugas keamanan, pengelola koperasi, dan pengurus musholla.

2. Tenaga kerja tidak tetap

Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang sifatnya sementara dan hanya menerima penghasilan sesuai jumlah hari kerja. Tenaga kerja ini dibutuhkan pada saat tertentu misalnya saat panen raya dan saat banyak permintaan pada


(29)

18

produk. Pekerja seperti ini dinamakan pekerja borongan karena mereka diberi upah borongan. Selain itu ada pula pekerja harian yang bekerja di kebun, pemetik buah, sortasi buah, dan pemecah buah. Tenaga kerja tidak tetap ini sebagian berasal dari penduduk lokal disekitar pabrik dan bekerja sesuai dengan waktu permintaaan dari Puslitkoka yang juga akan berpengaruh pada upah yang diberikan, dihitung berdasarkan dari banyaknya hari kerja.

Total seluruh tenaga kerja tetap Puslitkoka saat ini berjumlah 294 orang, yang terbagi dalam 4 bidang tugas, yaitu bidang penelitian, pelayanan, administrasi dan kebun percobaan. Pada bidang penelitian meliputi peneliti pasca panen, peneliti tanah dan agroklimat, peneliti agronomi, peneliti pemuliaan tanaman, peneliti perlindungan tanaman dan peneliti sosial ekonomi yang berjumlah 101 orang, terdiri atas 11 orang berijazah S3, 13 orang berijazah S2, 28 orang berijazah S1, 8 orang berijazah S0, 21 orang berijazah SLTA, 8 orang berijazah SLTP dan 12 orang berijazah S0/lainnya, Sedangkan pada bidang pelayanan berjumlah 54, terdiri dari 11 orang berijazah S1, 3 orang berijazah S0, 32 orang berijazah SLTA, 8 orang berijasah SD/lainnya. Pada bidang administrasi berjumlah 72 orang, terdiri atas 2 orang berijazah S2, 6 orang berijazah S1, 4 orang berijasah S0, 22 orang berijazah SLTA, 9 orang berijazah SLTP dan 29 orang berijasah S0/lainnya. Serta pada bidang kebun percobaan berjumlah 67 orang, terdiri atas 3 orang berijazah S1, 14 orang berijasah SLTA, 2 orang berijasah SLTP dan 48 orang berijasah S0/lainnya.

Tenaga kerja tidak tetap di Puslitkoka pada bagian pasca panen terdiri dari karyawan borongan bagian pabrik cokelat berjumlah 21 orang, bagian pabrik kopi berjumlah 10 orang, bagian outlet berjumlah 7 orang, bagian sabun berjumlah 3 orang dan bagian alsin berjumlah 95 orang. Dimana tenaga kerja tidak tetap ini didominasi oleh lulusan pendidikan SLTA ke bawah. Hal itu disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Pekerja non skill lebih banyak melakukan pekerjaan teknis sedangkan tenaga kerja skill full


(30)

19

lebih ke arah manajerial. Hampir disemua bidang pekerjaan di Puslitkoka lebih banyak berijazah SLTA.

4.3.2 SIstem Pengupahan dan Penggajian

Sistem pengupahan yang berlaku di Puslitkoka hampir sama dengan sistem pengupahan pada umumnya. Puslitkoka memiliki 2 golongan tenaga kerja yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Sitem pengupahan yang diterapkan pada tenaga kerja tetap dilakukan setiap 1 bulan sekali, diawal bulan dengan jumlah upah yang didapat sesuai dengan tingkat golongannya.

Tenaga kerja tidak tetap memiliki perbedaan sistem pengupahan. Pada tenaga kerja pasca panen dikenal dengan sistem rolling. Sistem rolling diterapkan pada beberapa pekerja. Pekerja yang terkena rolling akan diliburkan setiap minggu dan selama libur hanya dikenal hitungan kerja 1 bulan. Dengan adanya sistem rolling ini, maka sistem pengupahan bagian pasca panen dilakukan 2 kali selama sebulan. Menurut Wijanto (2011), sistem pengupahan dan pemberian insentif adalah satu hal yang penting untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi penggunaan tenaga kerja.

4.3.3 Waktu Jam Kerja

Berdasarkan klasifikasi tenaga kerjanya, tenaga kerja tetap terdiri dari tenaga kerja staff dan non staf. Tenaga kerja tetap staf yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan produksi menggunakan pedoman waktu kerja umum yang juga disebut tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung pengertiannya terbatas pada tenaga kerja di pabrik yang tidak terlibat secara langsung pada proses produksi dan biayanya dikaitkan pada biaya overhead pabrik. Tenaga kerja ini meliputi jajaran direksi, tenaga peneliti, tenaga pelayanan serta tenaga administrasi. Untuk tenaga kerja tetap non staf dan tenaga kerja tidak tetap yang terlibat langsung dalam kegiatan produksi


(31)

20

pabrik, bengkel alsin, serta koperasi disebut dengan tenaga kerja langsung dimana waktu jam kerjanya menggunakan pedoman waktu kerja produksi hilir. Tenaga kerja langsung pengertiannya terbatas pada tenaga kerja di pabrik yang secara langsung terlibat pada proses produksi dan biayanya dikaitkan pada biaya produksi atau pada barang yang dihasilkan. Sementara tenaga kerja yang terlibat langsung dalam kegiatan produksi di kebun percobaan menggunakan pedoman waktu kerja pengolahan hulu. Pembagian waktu tenaga kerja tidak langsung dilihat pada Tabel 4.1, waktu tenaga kerja langsung dilihat pada Tabel 4.2 dan waktu kerja pengolahan hulu dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.1 Waktu Tenaga Kerja Tidak Langsung

Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2016 Tabel 4.2 Waktu Tenaga Kerja Langsung

Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2016 Tabel 4.3 Waktu Kerja Pengolahan Hulu

Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2016

Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Hari Mulai

(WIB)

Istirahat (WIB) Selesai (WIB) Senin-Jumat 07.00 11.30-13.00 16.00

Hari Mulai

(WIB) Istirahat (WIB) Selesai (WIB) Senin-Kamis 07.00 11.45-12.45 16.00

Jumat 07.00 11.30-13.00 16.00 Sabtu 07.00 11.45-12.45 14.00

Hari Mulai (WIB) Selesai (WIB) Senin-Kamis 06.30 12.00

Jumat 06.30 11.30


(32)

21

khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, Undang-Undang No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telah disebutkan diatas yaitu:

 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau

 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

4.3.4 Kompensasi

Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya yang dapat dinilai dengan uang. Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu kompensasi finansial dan non-finansial. Pemberian kompensasi akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang ada. Sebagai bentuk penghargaan terhadap semua karyawannya, maka Puslitkoka memberikan berbagai kompensasi seperti:

1. Kompenasi finansial

Kompensasi finansial merupakan bentuk kompensasi yang bisa diukur dengan nilai uang. Kompensasi finansial dibagi menjadi kompensasi langsung dan tidak langsung.

a. Kompensasi finansial langsung

Tenaga kerja tetap di Puslitkoka mendapat gaji bulanan yang nilainya tidak dipengaruhi langsung oleh kinerjanya. Sementara tenaga kerja tidak tetap mendapat upah sesuai satuan waktu kerja dan hasil yang sudah diperoleh. Puslitkoka juga memberikan insentif serta bonus untuk karyawan berprestasi di semua lingkup departemen pada tiap bulannya.

b. Kompensasi finansial tidak langsung

Untuk meningkatkan kesejahteraan para karyawan, Puslitkoka memberikan kompensasi tambahan berdasarkan kebijakan yang sudah ditentukan. Beberapa diantaranya adalah pemberian kompensasi di luar jam


(33)

22

kerja seperti kompensasi lembur, libur hari besar, serta cuti sakit dan hamil untuk karyawan yang bersangkutan. Selain itu, karyawan yang ada masuk ke dalam program asuransi sebagai bentuk proteksi atas kesehatan dan keselamatan kerja. Puslitkoka juga memberikan pesangon untuk pemutusan hubungan kerja yang terjadi. Bentuk lain dari kompensasi tidak langsung adalah penyediaan fasilitas dan pengadaan program kegiatan. Fasilitas merupakan sarana yang diberikan perusahaan dalam upaya membuat karyawan menjadi sejahtera dan nyaman dalam bekerja. Fasilitas yang diberikan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan dalam melakukan pekerjaan. Manfaat yang dapat timbul karena fasilitas yang baik seperti meningkatkan produktivitas karyawan, mood bekerja dan kenyamanan pekerja. Fasilitas yang diberikan oleh Puslitkoka bagi seluruh karyawan beserta keluarga diantaranya :

1. Perumahan

Bagi karyawan disediakan perumahan dinas yang letaknya di lingkungan perkebunan Renteng.

2. Sarana ibadah

Sarana Ibadah berupa masjid “Baitul Muttaqin” yang berada dekat outlet.

3. Sarana olah raga

Sarana olahraga berupa lapangan bulu tangkis, tenis, dan tempat senam.

4. Sarana transportasi

Sarana transportasi yang disediakan oleh perusahaan adalah Bus karyawan.

5. Koperasi

Puslitkoka juga memiliki koperasi untuk tenaga kerja, yaitu Koperasi Sekar Arum.

6. Wisata

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia mengadakan acara kunjungan ke tempat wisata bersama seluruh staf dan karyawan.


(34)

23 7. Sarana Penelitian

Sarana penelitian di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia meliputi kebun percobaan, laboratorium, dan perpustakaan.

2. Kompensasi non finansial

Kompensasi non finansial merupakan bentuk kompensasi yang tidak bisa diukur dengan nilai. Kompensasi non finansial berhubungan dengan kondisi jiwa karyawan. Hal ini menyangkut rasa aman, nyaman, dihargai serta diperhatikan. Bentuk kompensasi non finansial yang diberikan Puslitkoka terhadap karyawannya adalah peluang untuk promosi serta jaminan atas jabatan. Selain itu, temuan baru dari karyawan akan mendapat pengakuan karya dengan cara diterbitkan di jurnal instansi. Puslitkoka juga terus berusaha untuk membentuk lingkungan kerja yang kondusif, sehat dan bersahabat bagi setiap karyawannya.

4.4 Mesin dan Peralatan

Alat dan mesin sangat penting dalam suatu industri. Alat dan mesin berfungsi sebagai penunjang dalam proses produksi yang akan memudahkan dalam melakukan proses produksi. Proses produksi akan terhambat bahkan terhenti apabila tidak menggunakan alat dan mesin dalam melakukan proses produksi. Mesin dan peralatan ini adalah mesin pengolahan produksi primer hingga pengolahan produksi sekunder cokelat yang dimulai pada saat proses penyimpanan biji kakao sampai menjadi produk akhir. Mesin tersebut diproduksi sendiri oleh Puslitkoka. Mesin yang digunakan biasanya cara kerjanya semi otomatis yaitu dengan sedikit bantuan tenaga kerja untuk melakukan operasi. Berikut ini adalah mesin dan peralatan pengolahan kakao :

1. Mesin Pemecah Buah Kakao dan Pemisah Biji (Pod Breaker)


(35)

24

Gambar 4.2. Mesin Pemecah Buah Kakao

Pod Breaker merupakan mesin yang digunakan untuk memecah kulit terluar dari buah kakao. Mesin pemecah buah kakao ini mampu memecah 3 ton buah/jam dengan mesin penggerak motor bahan bakar Honda 5,5 PK dilengkapi dengan Transmisi pulley, sabuk karet V, ayakan, dan rangka mesin terbuat dari baja. Mesin ini dilengkapi dengan pemisah biji yang telah terpisahkan dari kulit buah. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.

2. Mesin Pemeras Lendir Kakao (Depulper)

Gambar 4.3. Mesin Pemeras Lendir Kakao

Mesin pemeras ini berfungsi untuk mengurangi kandungan lendir (pulp) di permukaan biji kakao sehingga waktu fermentasi lebih singkat dan menurunkan tingkat keasaman biji kering. Kapasitas mesin ini adalah 1-1,25 ton/jam


(36)

25

dengan mesin penggerak motor bahan bakar Honda 5,5 PK. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.

3. Peti Fermentasi

Gambar 4.4. Peti Fermentasi

Peti fermentasi berfungsi menghasilkan senyawa-senyawa calon pembentuk rasa dan aroma khas cokelat di dalam biji kakao. Peti kayu berukuran kecil memiliki panjang 40 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 50 cm. Untuk proses fermentasi dilakukan selama 5 hari. Setelah 2 hari, dilakukan pembalikan agar proses fermentasi dapat merata. Di Puslitkoka terdapat 6 peti fermentasi kecil yang digunakan. 4. Mesin Pengering Mekanis (Dryer)

Gambar 4.5. Mesin Pengering Mekanis

Mesin pengering yang digunakan untuk mengeringkan biji kakao yang telah difermentasi. Memiliki kapasitas 750 kg-1,5 ton/batch (1 batch = 50 jam). Sumber panas dari


(37)

26

pembakaran berasal dari kayu bakar yang diletakkan dalam tungku dan ditiup oleh 2 kipas aksial. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.

5. Mesin Sortasi Kakao (Grader)

Gambar 4.6. Mesin Grader

Alat sortasi kakao yang digunakan digerakkan oleh motor listrik 1/2HP/5,5 PK dengan kapasitas 400-1200 kg/jam. Fungsi dari mesin sortasi tersebut adalah untuk memisahkan biji kakao kering ke dalam beberapa ukuran berdasarkan tingkat mutunya. Kopartemen I berupa pecahan biji dan biji kecil, kopartemen II biji mutu C, kopartemen III biji mutu A dan B, dan kopartemen IV biji mutu AA. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.

6. Pengukur Kadar Air (Digimost)


(38)

27

Digimost digunakan untuk melihat apakah biji kakao yang telah kering sudah memiliki kadar air dibawah 7,5% atau belum. Range kadar air untuk biji kakao antara 5-15%, dan 9-20%. Alat ini menggunakan baterai rechargeable dengan dimensi 13,5 cm x 12 cm, dan berat alat 690 gram. Di bagian produksi terdapat 2 buah digimost yang digunakan. 7. Mesin Pengukusan (Steaming)

Gambar 4.8. Mesin Pengukusan

Terdapat 1 buah mesin pengukusan yang digunakan. Bahan bakar menggunakan kayu bakar. Kapasitas mesin pengukusan adalah 80 kg. Lama waktu pengukusan adalah 30 menit.

8. Silo


(39)

28

Silo digunakan sebagai wadah sampel biji kakao kering, menjaga sampel dari kerusakan akibat lingkungan. Kapasitas maksimum adalah 300 kg biji kakao. Mempunyai skala yang berguna untuk menunjukkan jumlah (kg) biji kakao yang ada atau tersisa di dalam. Di Puslitkoka terdapat 2 buah silo yang digunakan.

9. Mesin Sangrai Biji Kakao

Gambar 4.10. Mesin Sangrai Biji Kakao

Mesin sangrai digunakan untuk menyangrai biji kakao yang telah di steam. Mesin sangrai merupakan mesin otomatis dengan kapasitas efektif 10 kg untuk setiap proses (30-45 menit). Penggerak menggunakan motor listrik ½ PK, 220 volt. Sumber api berasal dari gas LPG. Dilengkapi dengan rak atau wadah pendingin. Di Puslitkoka terdapat 2 buah mesin yang digunakan, 1 mesin untuk menyangrai biji kakao dan 1 mesin digunakan untuk menyangrai bubuk cokelat dan kacang mente.

10. Mesin Pemisah Kulit Biji Kakao (Desheller)


(40)

29

Desheller digunakan untuk memisahkan kulit biji dan nib. Merupakan mesin semi otomatis dengan kapasitas 115 kg biji kakao/jam. Penggerak menggunakan motor listrik 1 HP, 1 pase, 220 rpm. Terbagi atas mesin utama yang dilengkapi dengan rotary cutter serta mesin penunjang bernama siklon yang bertindak sebagai penghisap. Di Puslitkoka terdapat 2 buah mesin yang digunakan.

11. Mesin Pemasta

Gambar 4.12. Mesin Pemasta

Mesin pemasta digunakan untuk menghancurkan nib menjadi bentuk pasta. Mesin ini merupakan mesin semi otomatis dengan kapasitas efektif 25 kg bahan per jam. Tipe penggilingan berputar tanpa pemanas. Penggerak menggunakan motor listrik 1 HP, 1 phase, 1440 rpm. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.

12. Mesin Pengempa Lemak Kakao Hidrolik

Gambar 4.13. Mesin Pengempa Kakao Hidrolik Vertikal dan Horizontal


(41)

30

Mesin pengempa digunakan untuk memisahkan pasta kakao menjadi lemak kakao dan bungkil kakao. Mesin ini merupakan mesin semi otomatis dengan kapasitas 5 kg/batch (1 batch = 20-30 menit). Terdiri atas pompa, tangki oli, terbuat dari baja dan selang hidrolik yang bersifat tahan api serta pressure valve otomatis sebagai penghubung pompa hidrolik dengan tuas handle. Penggerak motor listrik 20 PK, 380 volt. Di Puslitkoka terdapat 2 buah mesin yang digunakan, 1 mesin berjenis hidrolik vertikal dan 1 mesin berjenis hidrolik horizontal. Perbedaan di antara dua mesin tersebut terletak pada adanya kain penyaring, di mesin hidrolik vertikal kain penyaring harus disertakan dari luar, sedangkan pada mesin hidrolik horisontal kain saring sudah berada di dalam mesin.

13. Mesin Pembubuk Kakao

Gambar 4.14. Mesin Pembubuk Kakao

Mesin pembubuk digunakan untuk menghaluskan bubuk kakao hasil pemecahan bungkil kakao, selanjutnya dilakukan proses pengayakan di mesin pengayak. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.

14. Mesin Pengayak Bubuk Kakao


(42)

31

Mesin pengayak digunakan untuk mengayak bubuk kakao yang telah halus. Di Puslitkoka terdapat 2 buah mesin pengayak yang digunakan.

15. Mesin Pemasta Halus (Ball Mill)

Gambar 4.16. Mesin Pemasta Halus

Ball Mill digunakan untuk mencampur dan menghaluskan formula permen cokelat. Merupakan mesin otomatis dengan kapasitas 25 kg dan 50 kg untuk setiap proses (16-18 jam). Terdapat bola-bola stainless steel yang berfungsi untuk menghaluskan formula permen cokelat. Penggerak menggunakan motor listrik 3 PK, 380 volt. Di Puslitkoka terdapat 6 buah mesin yang digunakan dengan kapasitas 25 kg dan 50 kg.

16. Mesin Conching

Gambar 4.17. Mesin Conching

Mesin Conching digunakan untuk meningkatkan rasa khas cokelat pada formula permen cokelat. Mesin ini merupakan


(43)

32

mesin otomatis dengan kapasitas 25 kg/batch (1 batch = 4 jam). Penggerak menggunakan motor listrik 1 PK, 220 volt. Di Puslitkoka terdapat 4 buah mesin yang digunakan.

17. Oven

Gambar 4.18. Oven

Oven digunakan untuk menyimpan formula permen cokelat dan lemak kakao, dan menjaga suhu formula permen cokelat. Berisi 4 rak dengan 2 sisi. Pemanas listril 1200 watt. Di Puslitkoka terdapat 1 buah oven yang digunakan.

18. Mesin Pencetak Cokelat (Molding)

Gambar 4.19. Mesin Pencetak Cokelat

Molding digunakan untuk mencetak permen cokelat. Molding merupakan mesin semi otomatis dengan kapasitas 15 kg/jam. Pemanas listrik 200 watt. Terdapat pengaduk dengan penggerak motor 150 watt. Pendingin 220 watt. Di Puslitkoka terdapat 1 buah mesin yang digunakan.


(44)

33 19. Kabinet Tempering

Gambar 4.20. Kabinet Tempering

Kabinet tempering digunakan untuk mendinginkan dan menguatkan tekstur dari permen cokelat. Mesin ini merupakan mesin otomatis yang memiliki 5 rak dengan 2 sisi. Bersuhu sampai 10oC. Di Puslitkoka terdapat 2 buah

kabinet tempering yang digunakan. 20. Timbangan Digital

Gambar 4.21. Timbangan Digital

Timbangan digital digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan permen cokelat. Di Puslitkoka terdapat 2 timbangan digital yang digunakan. 21. Water Bath


(45)

34

Water bath digunakan untuk menyimpan lemak kakao agar tetap dalam keadaan cair. Suhu dalam water bath diatur 105oC.

22. Freezer

Freezer digunakan untuk menyimpan bungkil kakao dan lemak kakao. Di Puslitkoka terdapat 2 freezer yang digunakan.

23. Timbangan Duduk

Gambar 4.23. Timbangan Duduk

Timbangan duduk digunakan untuk menimbang biji kakao sebelum di sangrai dan nib hasil pemisahan kulit. Kapasitas maksimal adalah 25 kg. Di Puslitkoka terdapat 2 timbangan duduk yang digunakan.

4.5 Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan kopi dan kakao adalah biji kopi dan biji kakao sendiri. Bahan baku di peroleh dari kebun Puslitkoka dan dari supplier. Ciri-ciri biji kakao dan kakao yang baik memiliki standar. Standar untuk biji kakao yang penting yaitu memiliki kadar air maksimal 7,5%. Bahan baku utama untuk semua produk olahan cokelat yaitu biji kakao. Biji kakao yang digunakan di Puslitkoka ada yang diperoleh dari kebun sendiri dan ada yang membeli dari supplier kakao dari daerah lain. Biji kakao yang diperoleh dari kebun sendiri adalah biji kakao Kaliwining-Jember dan biji kakao Sumberasin-Malang. Jenis biji kakao yang diperoleh dari kebun


(46)

35

sendiri yaitu jenis kakao mulia (Fine cocoa/F). Biji kakao mulia merupakan biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo dan Trinitario serta hasil persilangan. Sedangkan biji kakao dari supplier yaitu biji kakao Glenmore-Banyuwangi, biji kakao Blitar Baru-Blitar, biji kakao Kencong, dan biji kakao Trebasala.

Harga dari biji kakao yang berasal dari supplier ditentukan oleh pihak Puslitkoka berdasarkan analisa persyaratan umum. Misalnya jika biji kakao yang dibeli dari supplier kadar airnya tidak memenuhi standar yaitu maksimal 7,5% maka harga kakao yang dibeli akan semakin murah, karena masih akan dilakukan perulangan proses pengeringan terhadap biji kakao. Sebaliknya jika bahan baku memenuhi persyaratan maka harga akan semakin tinggi.

Biji kakao yang digunakan oleh Puslitkoka mengacu kepada beberapa syarat mutu yang sudah ber-SNI. Persyaratan atau ketentuan yang digunakan untuk menentukan mutu biji kakao di Indonesia tertuang dalam SNI 2323-2008 (BSN, 2008). SNI mengatur penggolongan mutu biji kakao kering maupun persyaratan umum dan khususnya guna menjaga konsistensi mutu biji kakao yang dihasilkan. Pemberlakuan aturan SNI kakao, oleh pemerintah juga disertai dukungan program Gerakan Nasional (Gernas) 10 Kakao untuk peremajaan di sistem produksi/budidayanya hingga tahun 2014. Hal ini disebabkan kualitas biji kakao kering yang dihasilkan tidak dapat lepas dari kualitas buah dan tanaman kakaonya.

Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas, yaitu mutu kelas I, II, dan III, dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum biji kakao dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan persyaratan khusus biji kakao kering dapat dilihat pada Tabel 4.5.


(47)

36 Tabel 4.4 Persyaratan Umum

No Parameter Uji Satuan Persyaratan

1. Serangga hidup - Tidak ada

2. Kadar air % fraksi massa Maks. 7,5% 3. Biji berbau asap atau

abnormal dan atau berbau asing

- Tidak ada

4. Kadar benda-benda asing - Tidak ada Sumber: SNI 2323: 2008

Tabel 4.5 Persyaratan Khusus Jenis Mutu Persyaratan Kakao Mulia (Fine Cocoa) Kakao Lindak (Bulk Cocoa ) Kadar biji berjamu r (biji/biji)

Kadar biji salty (biji/biji)

Kadar biji berseran gga (biji/biji) Kadar kotoran waste (biji/biji) Kadar biji berkeca mbah (biji/biji) I – F I – B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks 1,5 Maks. 2 II – F II – B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 3 III – F III – B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3 Sumber: SNI 2323: 2008

Persyaratan kualitas biji kakao kering juga ditentukan berdasarkan penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100 gram. Penggolongan ini terbagi menjadi lima (5) kelas yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Persyaratan Kualitas Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji

Ukuran Biji AA A B C D

Jumlah biji/100gr

Maks. 85 86-100 101-110 111-120 >120 Sumber: SNI 2323: 2008


(48)

37

Berdasarkan persyaratan SNI 2323-2008 (umum, khusus dan golongan berat) diatas, maka biji kakao kering hasil olahan petani dapat ditentukan kelas dan mutunya yang dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Kadar Biji Kakao Cacat

No Parameter Uji Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III

1. Kadar Biji Berjamur 2% 4% 4%

2. Kadar Biji tidak fermentasi 3% 8% 20% 3. Kadar Biji berserangga 1% 2% 2% 4. Kadar Kotoran (Waste) 1,5% 2% 3% 5. Kadar Biji berkecambah 2% 3% 3% Sumber: SNI 2323: 2008

Biji cacat adalah biji yang berjamur, biji slaty (biji tidak terfermentasi), biji berserangga, biji pipih (waste), biji berkecambah. Untuk menentukan biji cacat ini biji kakao dibelah tepat di bagian tengah, arah memanjang dari keping biji, permukaan biji yang terbelah dapat dilihat dengan jelas untuk kadar dari masing-masing biji cacat. Apabila pada suatu biji terdapat lebih dari pada satu jenis cacat, maka biji tersebut dianggap mempunyai jenis cacat yang terberat sesuai dengan tingkat resiko yang ditimbulkan, tingkatan tersebut jamur, serangga, kecambah, dan biji yang slaty.

Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 2323-2008 terbagi menjadi tiga, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau Trinitario serta hasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN, 2008).


(49)

38 4.6 Proses Produksi

Proses produksi di Puslitkoka bersifat batch atau terputus-putus. Menurut Hariandja (2007), proses jenis batch merupakan proses produksi yang terjadi secara tidak terus menerus mendapatkan perlakuan dan lingkungannya terus berubah. Proses produksi dimulai ketika biji kopi dan kakao sudah sesuai standar. Selanjutnya memasuki proses produksi. Proses produksi pengolahan kakao di Puslitkoka dibedakan menjadi 2, yaitu pengolahan primer dan sekunder.

4.6.1 Proses Produksi Primer (Hulu)

Tahapan proses pengolahan primer merupakan tahap pengelolaan bahan baku mentah hingga menjadi bahan baku yang siap untuk diolah selanjutnya. Tahapan (aliran) proses produksi yang menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas dengan tolak ukurnya. Diagram alir proses produksi primer dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tahapan pada proses pengolahan primer meliputi : a. Panen

Panen adalah proses awal yang menentukan kualitas biji kakao nantinya. Buah kakao masak ditandai dengan adanya alur pada buah yang berwarna kekuningan untuk buah yang ketika muda berwarna merah, dan kuning tua hingga jingga jika ketika muda buah berwarna hijau kekuningan. Pemanenan buah kakao dilakukan dengan menggunakan sabit, guting, atau pisau.

b. Sortasi Buah

Sortasi merupakan suatu yang penting untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi biasanya dilakukan oleh petani saat masa panen tiba. Sortasi dilakukan secara masal, di Puslitkoka sortasi dilakukan di kebun percobaan Kaliwining. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat. Buah sehat akan tercemar oleh buah busuk jika ditimbun dalam satu tempat yang sama. Buah


(50)

39

yang terkena serangan hama dan penyakit hendaknya ditimbun di tempat terpisah dan segera dikupas kulitnya. c. Pemecahan Kulit Buah

Tujuan pemecahan kulit buah adalah untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Biji kakao kemudian ditampung di wadah yang bersih, sedang kulit buah dan plasentanya dibuang sebagai limbah. Alat pemecah buah yang umum dipakai adalah golok atau sabit. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya biji tidak terlukai atau terpotong oleh alat pemecah. Petani yang sudah handal biasanya lebih memilih dengan menggunakan alat pemecah dibanding dengan menggunakan mesin. Menurut (Wahyudi dkk, 2008). Kerusakan biji segar karena terpotong pisau dapat meningkatkan biji terserang jamur. Oleh karena itu, syarat utama pemecahan adalah menghindari biji rusak oleh alat pemecah. Mesin pemecah akan memecah buah kakao dengan dua buah silinder yang berputar berlawanan arah, buah akan terpecah dan menjadi fraksi-fraksi yang lalu dipisahkan dengan ayakan getar dua tingkat, kulit buah yang berukuran besar tertahan di ayakan pertama dan biji yang ukuranya lebih kecil akan turun ke ayakan tingkat dua dimana kulit ukuran kecil akan lolos dari ayakan sedangkan biji kakao akan meluncur melalui corong dan ditampung dengan karung.

d. Pengurangan Pulp

Pengurangan pulp merupakan tahapan yang biasanya dilakukan oleh Puslitkoka. Pada umumnya pengolahan primer kakao tidak melakukan tahap ini, namun Puslitkoka beranggapan tahapan ini merupakan salah satu tahapan yang dapat memberikan hasil maksimal. Tujuan tahapan ini adalah untuk mempermudah proses fermentasi. Pengurangan pulp dilakukan secara manual dengan mengambil pulp dan memisahkannya dengan biji kakao. Pengurangan pulp ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses fermentasi. Pada proses akan sulit


(51)

40

untuk benar-benar menghilangkan pulp dari biji kakao, namun yang dilakukan hanyalah mengurangi jumlah pulp yang menempel pada biji kakao. Pulp kakao harus dikurangi karena mengandung gula yang bila terfermentasi akan dipecah menjadi alkohol dan asam asetat yang menyebabkan asam, selain itu plasenta pada biji kakao bila dibiarkan akan menyebabkan biji menggumpal menjadi agglomerate yang mengakibatkan biji sulit dipisahkan ketika sudah kering. Lendir hasil pemerasan dengan mesin depulper kemudian bisa diolah menjadi produk samping berupa “Nata de Cocoa” yang memiliki nilai ekonomis.

e. Fermentasi

Fermentasi merupakan tahapan yang paling penting dalam pengolahan primer kakao. Fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasa khas cokelat serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada di dalam biji kakao. Beberapa aspek penting untuk kesempurnaan proses fermentasi adalah berat biji yang akan difermentasi, pengadukan (pembalikan), lama fermentasi dan rancangan kotak fermentasi. Proses fermentasi berlangsung secara alami oleh mikroba dengan bantuan oksigen dari udara. Mikroba memanfaatkan senyawa gula yang ada di dalam pulpa sebagai media tumbuh sehingga lapisan pulpa terurai menjadi cairan yang encer dan keluar lewat lubang-lubang di dasar dan dinding peti fermentasi. Di puslitkoka fermentasi biji kakao dilakukkan selama 5 hari dalam peti kayu. Ada dua macam peti yang digunakan di puslit yaitu peti kayu kecil untuk 40kg biji dan peti kayu yang lebih besar yang digunakan untuk skala biji yang lebih banyak. Fermentasi dilakukkan selama 5 hari, pada peti kayu besar terdapat deret peti atas dan bawah. Fermentasi dipeti deret atas berlangsung selama 2 hari kemudian dibalik ke peti bawah dan difermentasi selama 3 hari.

f. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca fermentasi yang semula 50-55%


(52)

41

menjadi 7% agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan atau diangkut lanjut ke konsumen (Mulato et al., 2005). Batas maksimum kadar air menurut SNI adalah 7.5%. pengeringan bisa dilakukan dengan cara alami yaitu menggunakan bantuan sinar matahari dan bisa dengan cara mekanis menggunakan oven. Metode pengeringan dengan sinar matahari memakan waktu sekitar 5-7 hari. Pengeringan dengan sinar matahari mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya akan diperoleh warna biji cokelat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Namun demikian metode pengeringan alami memiliki kendala besar yaitu cuaca terutama saat musim hujan sehingga kadar air terkadang tidak mencapai batas yang sesuai dengan SNI. Kontinuitas sumber panas untuk proses pengeringan mekanis, dapat lebih terjamin siang dan malam hari sehingga biji kakao dapat langsung dikeringkan sampai kadar air 7% dalam waktu yang lebih terkontrol. Dengan kombinasi cara pengeringan tersebut, resiko kerusakan biji kakao karena serangan jamur dapat diminimalkan dan biaya pengeringan dapat ditekan. Ada beberapa pilihan sumber energi untuk pengeringan, minyak tanah, oli bekas, minyak jarak dan sejenisnya serta kayu bakar.

g. Sortasi Biji Kering

Setelah tahap fermentasi adalah tahapan sortasi. Sortasi biji kering kakao bertujuan untuk mengelompokkan biji kakao berdasarkan ukuran dan memisahkan biji kakao berdasarkan ukuran dan memisahkan dari kotoran atau benda asing lainnya seperti batu, kulit dan daun-daunan (Mulato et.al, 2007). Sortasi dilakukan menggunakan mesin sortasi ukuran jenis silinder berputar atau jenis datar dengan getaran berkapasitas 400-1.200 kg per jam. Pemilihan biji tersebut berdasarkan jenis biji yang sesuai dengan ketentuan. Jenis biji kakao yang tidak layak seperti biji slaty, biji berlubang, biji berjamur, biji pecah.


(53)

42 h. Grading

Grading atau biasa disebut dengan pengkelasan adalah tahapan dimana biji yang telah lolos tahap sortasi akan dibedakan berdasarkan mutu. Mutu yang dipakai berdasarkan ukuran biji. Mesin sortasi mempunyai tiga saringan dengan memisahkan biji dengan golngan mutu A, B dan C. Secara kuantitatif mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan mempunyai jumlah biji antara 85-90 untuk setiap 100 g. Mutu B adalah golongan biji antara 95-100. Sedangkan mutu C antara golongan biji dengan ukuran kecil dengan jumlah di atas 120. Biji pecah keluar dari ayakan paling bawah untuk mesin tipe getar. Mutu AA untuk biji ukuran sangat besar dengan jumlah biji kurang dari 85. Biji dengan mutu AA keluar dari corong paling atas. Biji hasil sortasi atas dasar ukuran kemudian dikemas di dalam karung goni. Setiap karung memiliki berat bersih 60 kg dan dilabel yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen dengan menggunakan pelarut non minyak.

i. Penggudangan

Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah dilakukan grading dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen. Penggudangan dilakukan di sebuah ruangan tertutup. Karung goni yang berisi biji kakao diletakan diatas pallet. Menurut Asri (2014), penggunaan pallet kayu sering digunakan pada keperluan logistik pabrik. Dimana fungsi utamanya adalah agar produk tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Rongga yang diciptakan oleh pallet berguna untuk sirkulasi udara sehingga tidak lembab. Pallet kayu dipilih karena sifatnya yang isolator terhadap panas maupun listrik. Biji kakao yang elah difermentasi dan dikeringkan hingga kadar air < 7,5% bisa disimpan selama 9 sampai 12 bulan di wilayah tropik. Berdasarkan pedoman teknis penanganan pascapanen kakao, jumlah tumpukan maksimum biji kakao adalah 6 karung, dengan tumpukan diberi alas pallet dari papan kayu setinggi 8 – 10 cm, jarak


(54)

43

dari dinding 15 -20 cm, dan jarak tumpukan karung dari plafon minimum 100 cm.

4.6.2 Proses Produksi Sekunder (Hilir)

Proses produksi sekunder yaitu tahapan proses pengolahan biji kakao hingga menjadi produk olahan cokelat yang siap untuk dipasarkan. Diagram alir proses produksi sekunder kakao dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tahapan pada proses pengolahan sekunder meliputi : a. Persiapan Bahan baku

Biji kakao yang telah melewati proses pengolahan primer selanjutnya akan diolah menjdi produk makanan cokelat. Biji kakao yang telah disortasi diambil dari gudang dan dimasukkan kedalam silo, biji yang dimasukkn haruslah memiliki kelas yang sama apabila biji yang akan dimasukkan kedalam silo adalah kelas AA maka semua biji yang dimasukkn harus biji dengan kelas AA semua. Silo merupakan tempat penampung biji kakao yang akan diolah lebih lanjut menjadi cokelat.

b. Steaming

Steaming adalah proses pengukusan menggunakan mesin steamer dengan kayu bakar selama 30 menit dengan kapasitas 50 kg. Mesin tersebut membutuhkan 224 liter. Pengukusan sebelum roasting bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal dan juga menghilangkan kotoran. Setelah dikukus didinginkan terlebih dahulu. Biji langsung dibawa untuk disangrai, jika kembali disimpan biji justru akan rentan serangan kapang dan bakteri.

c. Proses Penyangraian Biji Kakao

Setelah dilakukan proses steaming, kemudian dilakukan penyangraian biji kakao dengan menggunakan alat sangrai bernama Roaster. Roaster yang digunakan dalam pengolahan cokelat di Puslitkoka ini berkapasitas 10 kg/batch dengan suhu yang digunakan 120oC. Waktu penyangraian


(55)

44

dibiarkan dingin selama 10 menit sampai 15 menit untuk mempermudah proses selanjutnya. Tujuan dari penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib (Daging Biji), dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi dan Yusianto, 2008).

d. Proses Pemisahan kulit biji dan penghalusan

Proses pemisahan daging biji (nib) dari kulit menggunakan mesin desheller dengan kapasitas 25kg/jam dan mencatat berat nib dan kulit yang terpisahkan pada form pemisah kulit. Prinsip kerja dari mesin desheller ini menggunakan gaya gravitasi. Jadi biji yang sudah dikupas kemudian akan jatuh ke wadah penampung biji kakao yang sudah dikupas, sedangkan kulit arinya yang ringan akan diterbangkan oleh blower ke atas hingga masuk ke dalam penampungan kulit ari. Proses pengupasan ini bertujuan untuk memisahkan dan membersihkan biji kakao dari kulit arinya. Hasilnya biji kakao dapat langsung diproses di penggilingan awal, sedangkan untuk kulit arinya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Nib dihaluskan dengan mesin grinder sehingga didapatkan produk pasta dengan berat akhir sesuai dengan berat nib pada proses pemisahan nib dengan kulit.

e. Proses Pemastaan

Pemastaan mengubah bentuk biji kakao menjadi bentuk pasta cokelat. Ketika dilakukkan penggilingan minyak yang terdapat dalam biji keluar sehingga hasil penggilingan berbentuk pasta. Proses ini juga dapat melelehkan minyak dalam biji kakao tersebut, suhu pelelehan lemak yang terdapat di dalam biji kakao dengan titik leleh sebesar 31 – 32oC dan titik cair lemaknya 35oC. Pasta kakao dipisahkan

lemaknya untuk mendapatkan bungkil kakao menggunakan mesin pengempa dan mencatat berat pasta yang akan dikempa, berat bungkil dan lemak yang terpisahkan pada form pemisahan lemak. Kandungan lemak yang terdapat


(56)

45

dalam satu biji kakao sebesar 50-54%. Alat penggiling yang dimiliki oleh Puslitkoka ada dua macam yaitu yang berkapasitas 25kg/jam dan 60kg/jam dengan suhu yang dihasilkan 350C 700C. Mesin penggiling ini memiliki ulir

berbentuk pisau, didalam silinder penggiling bergesekan dengan grinder yang mengakibatkan peningkatan suhu yang melelehkan lemak sehingga hasil penggilingan berbentuk pasta. Sifat fisik dari pasta kakao di Puslitkoka memiliki warna yang cokelat pekat, berasa pahit, dan memiliki flavor khas cokelat. Pasta kakao di Puslitkoka memiliki karakteristik fisik 31-320C meleleh, 350C mencair dan dibawah 200C

merapuh dengan ukuran partikel 300 – 400 mikron. f. Pengempaan

Pengempaan merupakan pemberian tekanan pada pasta kakao sehingga lemak yang ada pada pasta terpisah sehingga dari pengempaan ini dihasilkan lemak kakao dan bungkil kakao. Rendemen pengempaan sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta seperti suhu, kadar air, ukuran partikel, dan tekanan kempa. Pasta disimpan dalam kantong yang berbahan kain per 500 atau 750 gram. Saat dikempa nanti, minyak akan keluar dari pori-pori dalam kain, dan yang tertinggal dalam kantong adalah bungkil kakao.

g. Proses Penghancuran bungkil

Bungkil kakao dibubukkan menggunakan mesin penghancur bungkil dan mencatat berat awal dan akhir pasca penghalusan pada form penghancuran bungkil. Bungkil yang akan dibubukkan didinginkan (di tempering) terlebih dahulu pada suhu ±15°C.

h. Penghalusan bungkil

Padatan bungkil dipecahkan terlebih dahulu menggunakan pemecah bungkil menjadi kepingan besar bungkil. Baru kemudian dipecah menjadi kepingan kecil. Padatan bungkil lalu dihaluskan dengan alat penghalus. Keberadaan senyawa lemak dalam bungkil sangat berpengaruh pada kinerja dan hasil penghalusan bungkil. Dengan kandungan lemak yang relatif masih tinggi (10-22%), bungkil hanya bisa dilembutkan


(57)

46

dengan cara cermat. Kandungan lemak kakao yang dihasilkan dari proses pengempaan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel pasta, suhu dan lama pengempaan. Proses pembubukan akan lebih optimal hasilnya apabila dilakukan di tempat atau ruangan yang dingin ±25°C, karena asam lemak kakao tidak akan mencair ke permukaan padatan bubuk dan bubuk terasa lebih kering atau tidak berminyak.

i. Proses Pengayakan dan Pencampuran

Setelah penghancuran bungkil, bubuk kakao dibubukkan menggunakan mesin pengayak tipe getar dan mencatat bubuk halus dan bubuk kasar yang didapatkan pada form pengayakan bubuk. Bubuk yang masih kasar (tertinggal di atas ayakan 120 Mesh) digiling lagi sampai halus, sedang bubuk halus yang lolos ayakan merupakan produk yang siap jual. Untuk membuat variasi jenis produk, bubuk cokelat halus dapat juga dicampur susu, gula dan bahan lain sebagai penyedap (Vanilla) dengan proporsi tertentu sesuai kesukaan pasar. Proses pencampuran bahan-bahan tersebut dilakukan pada mesin pencampur.

j. Tempering

Sebelum dicetak, adonan cokelat siap cetak harus melewati proses tempering atau penyimpanan adonan dalam ruangan dengan kondisi suhu dan waktu tertentu. Pada tahap awal ruang tempering dipanaskan secara perlahan sehingga suhu adonan cokelat meningkat dari suhu 33oC menjadi 48oC

selama lebih kurang 10-12 menit. Pada tahap ini seluruh kristal lemak di dalam adonan diharapkan mencair. Setelah itu diikuti proses pendinginan awal, suhu adonan diturunkan secara perlahan dari 48oC menjadi 33oC. Pada tahap ini

kristal lemak belum terbentuk sehingga suhu adonan perlu diturunkan lanjut sampai 26oC. Adonan perlu dipanaskan

ulang sampai suhu 33oC saat adonan akan dituang ke

cetakan dengan bentuk yang beraneka ragam. k. Pencetakan

Pencetakan merupakan hal yang penting untuk membentuk ukuran dan bentuk permen cokelat yang diinginkan. Permen


(58)

47

cokelat yang akan dicetak harus memiliki suhu sekitar 26

-330C. Formula permen cokelat yang akan dicetak dimasukan

dalam wadah yang terdapat pada mesin, lalu terdapat keran yang berfungsi mengatur keluar masuknya formula dalam jumlah yang diingkan. Cetakan permen cokelat berbahan dasar mika tebal seperti cetakan ice cube. Cetakan diletakan di meja getar yang berfungsi agar cokelat merata dengan prinsip getaran. Cetakan yang terdapat di Puslitkoka memiliki berbagai macam bentuk mulai dari segitiga, trapesium, pralin dan cetakan untuk permen premium. Saat melakukan pencetakan harus diruangan yang menggunakan AC dengan tujuan untuk menjaga suhu dari permen cokelat agar tetap dingin karena apabila suhu panas cokelat akan meleleh. Proses pencetakan yang bervariasi disesuaikan dengan persediaan jenis permen cokelat dipasaran. Setelah pencetakan selesai, permen cokelat segera dimasukan ke lemari pendingin dengan suhu 10 – 150C selama kurang

lebih 45 menit – 60 menit dengan tujuan untuk membentuk tekstur cokelat menyerupai cetakan.

l. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma, citarasa, dan sekaligus penampilan produk-produk makanan cokelat selama diangkut, dijajakan dan disimpan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan makanan cokelat adalah suhu lingkungan, kelembaban dan kandungan oksigen di dalam. Kemasan yang digunakan untuk permen cokelat Puslitkoka terdiri dari kemasan primer, sekunder dan tersier. Kemasan primer berbahan dasar alumunium foil dengan ketebalan 0,07 mm. Pemilihan alumunium foil digunakan sebagai kemasan primer karena alumunium foil adalah food grade, tidak terdapat uap air dan memiliki porositas yang kecil. Setelah dikemas dengan alumunium foil selanjutnya adalah melakukan proses sealing.


(59)

48 4.7 Pengendalian Mutu

4.7.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku

Pengendalian mutu bahan baku merupakan usaha untuk memilih bahan baku yang berkualitas sebelum diproses dan merupakan komponen utama dari proses produksi. Pengendalian mutu bahan baku akan mempengaruhi hasil akhir dari barang yang akan dibuat. Jadi sistem pengendalian mutu adalah suatu cara atau aktivitas yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk memeriksa dan meneliti suatu proses dengan acuan standar tertentu. Syarat mutu dibagi menjadi dua yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah persyaratan bagi setiap biji kakao yang dinilai dari tingkat mutunya. Biji kakao yang tidak memenuhi syarat umum tidak dapat dinilai tingkat mutu kakaonya. Sementara syarat khusus digunakan untuk menilai biji kakao berdasarkan tingkat mutunya.

Pengendalian mutu bahan baku dilakukan digudang saat bahan baku datang dari supplier atau pada saat bahan baku akan digunakan untuk proses produksi. Pengendalian mutu bahan baku dilakukan dengan proses sortasi secara manual dengan tenaga kerja yang sudah ahli dan berpengalaman dengan syarat-syarat mutu yang berlaku maupun dengan mesin grader. Jika pengendalian mutu bahan baku telah selesai dilakukan maka bahan baku biji kakao yang lolos sortasi akan disimpan untuk menjaga kualitas biji dan mempermudah untuk mengambil pada saat akan digunakan.

4.7.2 Pengendalian Mutu Proses

Pengendalian mutu proses merupakan penentu bahan baku menjadi produk yang berkualitas. Pengendalian mutu proses produksi berlangsung dibawah pengawasan bagian QC. Pengendalian mutu proses merupakan langkah tepat dalam menjaga mutu dari produk yang diinginkan dan menjaga kepuasan dari konsumen. Pengendalian mutu proses


(60)

49

pengolahan cokelat dilakukan oleh Puslitkoka mulai dari tahapan pengolahan hulu sampai hilir. Pengendalian mutu proses bertujuan untuk menghindari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi pada setiap proses pengolahan cokelat. Bahaya tersebut dapat mengurangi mutu produk akhir dari cokelat yang berujung kepada kerugian yang didapatkan oleh perusahaan tersebut. Adapun pengaruh bahaya terhadap mutu dari cokelat namun dari tingkat keparahan masih baik untuk dikonsumsi. Dengan adanya identifikasi dan analisis bahaya diharapkan dapat mengendalikan mutu produk cokelat.

Pengendalian mutu proses pengolahan cokelat juga perlu ditetapkan critical control point (CCP). Penetapan CCP dilakukan dengan menggunakan diagram pohon keputusan pada setiap titik proses produksi mulai dari pencampuran hingga pengemasan. Penggunaan pohon keputusan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan beberapa pertanyaan yang berurutan serta sesuai dengan kriteria masing-masing. Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan merupakan pertanyaan standar yang dipakai dalam aturan penyusunan rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Berdasarkan CCP yang telah ditentukan, maka dapat dilakukan penetapan control point (CP). CCP dibuat khusus untuk mengendalikan bahaya dan langkah selanjutnya tidak dapat mengendalikan bahaya yang ada. Batas kritis digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi yang aman dan tidak aman pada titik kendali kritis. Batas kritis ini disesuaikan dengan standar perusahaan yang telah ditentukan pada masing-masing perlakuan proses produksi. Adapun diagram pohon keputusan penetapan Critical Control Point (CCP) pada proses pengolahan cokelat dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pohon keputusan memiliki 4 pertanyaan yang disusun secara berurutan dan dirancang untuk menilai secara obyektif CCP yang ada dan tahapan proses mana yang diperlukan untuk mengendalikan potensi bahaya yang telah teridentifikasi. Cara penggunaan pohon keputusan untuk mengidentifikasi CCP adalah dengan menjawab pertanyaan secara berurutan.


(61)

50

Jawaban harus dikaitkan dengan masing-masing penyebab potensi bahaya yang teridentifikasi. Pertanyaan P1 : Apakah ada tindakan pengendalian? Bila jawabannya TIDAK, ikuti panah selanjutnya. Apabila jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan kedua. Pertanyaan 1 harus diinterpretasikan dengan baik oleh operator. Jawaban yang diberikan dapat menentukan cara pengendalian potensi bahaya yang teridentifikasi, baik pada tahap proses ini maupun pada tahap yang lain dalam industri pangan tersebut. Jelaskan jawaban dalam kolom yang sesuai pada lembar identifikasi CCP. Jika upaya pengendalian tidak ada (pada tahap ini maupun tahap yang lain di dalam proses), maka tim HACCP dapat mengusulkan modifikasi proses agar dapat mengendalikan potensi bahaya ini. Modifikasi ini harus dapat diterima tim dan diterima oleh departemen dan atau perusahaan.

Hasil identifikasi penetapan CCP dari pohon keputusan pada tiap tahapan proses secara ringkas disajikan pada Lampiran 9. Berikut identifikasi tahapan proses produksi cokelat yang memiliki potensi bahaya yang mempengaruhi keamanan pangan, yaitu:

1. Penerimaan biji kakao fermentasi

Pada proses ini kemungkinan terdapat kontaminasi mikroba berupa kapang yang kemungkinan tumbuh pada biji kakao. Dilihat dari pohon keputusan, pada pertanyaan 1 (P1) proses ini memiliki jawaban tidak yang artinya tidak ada tindakan pengendalian sehingga dikategorikan bukan CCP. 2. Steaming

Pada proses steaming, kemungkinan terjadi bahaya kontaminan pada saat pendinginan karena serangan kapang dan bakteri. Dilihat dari pohon keputusan, pada pertanyaan 1 (P1) proses ini memiliki jawaban ya, artinya ada tindakan pengendalian. Kemudian dilanjutkan pada pertanyaan 2 (P2) memiliki jawaban tidak dan dilanjutkan pada pertanyaan 3 (P3) memiliki jawaban tidak. Sehingga dapa disimpulkan bahwa proses steaming dikategorikan bukan CCP.


(1)

107

Lampiran 8. Diagram Pohon Keputusan Penetapan Critical

Control Point (CCP) Pada Proses Pengolahan Cokelat

Apakah ada tindakan Pengendalian?

Apakah langkah itu dibuat khusus untuk mengendalikan bahaya?

Apakah pencegahan pada tahap ini perlu untuk kualitas produk?

Modifikasi prosesnya

Bukan CCP

Dapatkah pencemaran terjadi?

Apakah langkah selanjutnya dapat mengendalikan bahaya?

Bukan CCP CCP Bukan CCP P1 P2 P3 P4 ya ya tidak tidak ya tiak tidak ya ya


(2)

108

Lampiran 9. Identifikasi Dan Penentuan CCP Pada Proses

Pengolahan Cokelat No Tahapan

Proses

Identifikasi CCP CCP/Bukan CCP P1 P2 P3 P4

1 Penerimaan biji kakao fermentasi

T - - - Bukan CCP

2 Steaming Y T T - Bukan CCP

3 Penyangraian T - - - Bukan CCP 4 Pemisahan

kulit dan nib

T - - - Bukan CCP

2 Pemastaan Y T T - Bukan CCP

3 Pengempaan Y Y - - CCP

4 Pencampuran dan

penghalusan

Y Y - - CCP

5 Pengoncingan Y Y - - CCP

6 Pencetakkan Y T T - Bukan CCP 7 Pelepasan

Cetakan

T - - - Bukan CCP


(3)

109 Lampiran 10. Layout Produksi Cokelat


(4)

110


(5)

111


(6)

112