Jenis Kegiatan Perhitungan a. Rotorvane RV Mesin atau Pisau CTC

BAB II PROSES PRODUKSI TEH HITAM CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII PERSERO PERKEBUNAN CIATER

2.1 Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan yang dilakukan adalah mempelajari dan mengetahui melalui observasi dan wawancara mengenai proses pengolahan teh hitam CTC di PT. Perkebunan Nusantara VIII Persero Perkebunan Ciater selanjutnya ditulis Perkebunan Ciater, khususnya melakukan perbandingan penggunaan mesin gilingan persiapan dan gilingan CTC.

2.2 Alat dan Bahan Kegiatan

Adapun alat dan bahan yang digunakan selama Praktek Kerja Lapang di Perkebunan Ciater adalah sebagai berikut:

2.2.1 Alat

1. Mesin gilingan persiapan Rotorvane 15” 2. Mesin gilingan CTC 3. Meteran 4. Termometer bola kering dan bola basah

2.2.2 Bahan

1. Daun teh

2.3 Tahapan Proses

Pengolahan pucuk daun teh merupakan proses mengubah komposisi kimia pucuk daun teh segar menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, yaitu warna, rasa dan aroma. Kriteria ini dapat dicapai dengan bahan mentah dan cara pengolahan yang baik yaitu sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan dan didukung oleh kondisi peralatan dan mesin yang baik. Pengolahan teh hitam di pabrik Perkebunan Ciater menggunakan dua sistem, yaitu CTC Crushing, Tearing, Curling dan Orthodoks. Namun yang dibahas hanyalah proses CTC, khususnya dalam proses penggilingan yang meliputi gilingan persiapan dan gilingan CTC. Hal ini dikarenakan proses pengolahan teh hitam CTC masih terbilang baru digunakan di Perkebunan Ciater sehingga diperlukan suatu kajian mengenai efektivitas penggunaan mesin penggiling sebagai bahan masukan kepada Perkebunan Ciater. 4 Pengangkutan dan Penerimaan Bahan Baku Pelayuan Penggilingan Oksidasi Enzimatis Pengeringan Sortasi Pengepakan Penyimpanan Pengangkutan Analisa petik dan pucuk Pengujian MC basah Pengujian kontaminasi Analisa petik min 60 Analisa pucuk min 70 Bebas kontaminasi Pengujian kerataan layuan Pengujian MC basah Pengujian densitas Pemeriksaan suhu bubuk Green Dhool Tasting Pemeriksaan suhu bubuk Pengujian MC kering Tea tasting seri pengeringan Pengujian MC teh jadi Pengujian densitas Tea tasting scoring Pengujian MC pengepakan Pengujian densitas Tea tasting scoring Pemeriksaan ketinggian pallet Pemeriksaan kelengkapan kemasan Pemeriksaan: SPA, TTP, PPT, BA pengangkutan MC layu 68-71 bb Kerataan layuan min 90 Densitas sesuai standar Suhu maks 35 ˚C Warna air coloury dan Liquor Strength not bitter Suhu akhir oksidasi enzimatis 26-28 ˚C MC kering 2,0-3,5 bb Tidak ada cacat dalam rasa MC teh jadi eksport maks 4 bb MC teh jadi lokal maks 6 bb Densitas sesuai standar Tidak ada cacat dalam rasa Kenampakan sesuai standar MC pengepakan maks 5 bb Densitas sesuai standar Tidak ada cacat dalam rasa Kenampakan sesuai standar Secara umum, proses pengolahan teh hitam CTC dapat digambarkan pada bagan alir berikut: Gambar 1. Bagan Alir Proses Pengolahan Teh Hitam CTC Sumber: SOP PTP. Nusantara VIII

2.3.1 Pengangkutan dan Penerimaan Bahan Baku Pucuk a. Pengangkutan Bahan Baku Pucuk

Pucuk teh yang telah ditimbang di los pucuk kemudian diangkut ke pabrik. Pengangkutan pucuk di Perkebunan Ciater dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 10.00 dan 13.00. Pengangkutan dilakukan dengan truk yang diberi penutup, agar pucuk terhindar dari sinar matahari. Kapasitas truk yaitu 2,5 ton atau sekitar 100 waring sack. Isi pucuk tiap waring sackkontainer maksimal 25 kg dan tidak dijejal, dengan ukuran keliling waring sackkontainer 126-140 cm dan tinggi 100 cm dalam keadaan sudah diikat. Diusahakan pengangkutan dengan truk tidak menyebabkan pucuk tergencet karena pucuk ketika tiba di pabrik harus dalam keadaan utuh, segartidak nyeupan dengan persentase rusakgencet maksimal 5. Kapasitas truk disesuaikan dengan ukuran luas bak truk di masing-masing kebun, maksimal 7 tujuh waring sackkontainer per m 2 . Namun kenyataannya, masih terjadi pengangkutan dengan muatan truk berlebih. Hal ini seharusnya tidak diijinkan dan dilakukan penanganan agar pucuk teh tidak rusak selama pengangkutan.

b. Penerimaan Bahan Baku Pucuk

Setelah sampai di pabrik, pucuk ditimbang ulang dan dilakukan pemeriksaan berdasarkan Surat Perintah SP. Penimbangan dilakukan di tempat penimbangan truk statsiun timbangan. Setelah dari kebun dan membawa pucuk segar, truk beserta isinya ditimbang. Kemudian truk menuju ke ruang pelayuan untuk menurunkan pucuk segar dari truk. Setelah pucuk segar diturunkan, truk kosong ditimbang lagi di tempat penimbangan. Pada saat penimbangan berlangsung, penumpang dan barang lainnya yang tidak berkaitan dengan penimbangan pucuk tidak dibenarkan untuk ikut ditimbang. 1 Stasiun Timbangan Stasiun timbangan adalah stasiun yang berfungsi untuk mengetahui jumlah daun teh yang diterima di pabrik dan jumlah hasil produksi baik produk inti maupun produk samping yang dikirim dari afdeling menggunakan alat jembatan timbang. Di pabrik Ciater terdapat satu buah jembatan timbang dengan spesifikasi sebagai berikut: Merk : Berkel Type : 76 Nomor : 163440-16591 Kapasitas : 15.000 kg Minimal menimbang : 300 kg Skala terkecil : 5 kg 6 Gambar 2. Stasiun Timbang Adapun komponen-komponen yang terdapat di jembatan timbang adalah sebagai berikut:  Konstruksi Jembatan Timbang platform Merupakan komponen yang menjadi tempat atau wadah bagi material yang akan ditimbang. Konstruksi jembatan timbang sedikit berbeda dengan jembatan pada umumnya, karena terbuat dari plat dan besi yang didesain khusus untuk jembatan timbang.  Load Cell Load cell merupakan alat pengukur berat benda yang bekerja karena adanya gaya gravitasi. Berat yang diterima tersebut ditransfer ke weighing indicator untuk diterjemahkan ke dalam bentuk angka. Load cell berada di antara pondasi dan konstruksi jembatan timbang yang pada umumnya terbuat dari alloy steel dan stainless steel.  Weighing Indicator Weighing indicator adalah suatu komponen yang berfungsi untuk menampilkan berapa besar berat dari suatu kendaraan yang ditimbang. Weighing ini mendapatkan sinyal- sinyal dari load cell, yang kemudian dikonversikan dalam bentuk besaran massa dalam kilogram dan kemudian data hasil timbangan dicetak ke dalam secarik kertas. Dikarenakan alat tersebut sudah mengalami kerusakan, maka data hasil timbangan tidak dapat dicetak melainkan harus dicatat secara manual oleh petugas jembatan timbang. Load cell Weighing Indicator Gaya gravitasi Gambar 3. Weighing Indicator Prinsip Kerja Jembatan Timbang Kendaraan bermuatan yang berada di atas jembatan timbang akan menekan lantai plat jembatan timbang. Dikarenakan ada gaya gravitasi, load cell menerima beban kendaraan bermuatan tersebut dan kemudian mentransfernya ke weighing indicator berupa data input elektronik. Output berupa tampilan angka akan muncul pada weight meter dengan skala terkecil sebesar 5 kg. Gambar 4. Prinsip Kerja Jembatan Timbang Cara Kerja Stasiun Timbang  Truk bermuatan daun teh masuk ke jembatan timbang, penumpang yang ada di dalam truk turun kecuali sopir.  Operator mencatat nomor kendaraan dengan muatan tersebut, asal afdeling, dan jam masuk.  Operator membaca berat yang ditampilkan oleh weighing indicator, berat tersebut menjadi berat bruto.  Kendaraan bermuatan masuk ke pabrik menuju bagian pelayuan untuk menurunkan daun teh untuk dilayukan. 9  Kendaraan yang telah kosong kembali lagi ke stasiun timbang untuk ditimbang kembali dan akan didapat nilai dari tara.  Operator akan mencatat data bruto dan tara yang telah didapat dan kemudian menghitung nilai netto daun teh yang masuk ke pabrik dengan cara memotong bruto dengan timbangan kosong tara.  Operator juga menghitung potongan wajib untuk berat karung yang digunakan pada saat pengangkutan sebesar 80 kg. Catatan : Pada keadaan tertentu biasanya diberikan potongan tambahan seperti potongan sebesar 10 untuk daun teh dalam keadaan basah, 8 untuk daun teh dalam keadaan agak basah, dan 4 untuk keadaan daun teh yang berembun

2.3.2 Analisis Petik dan Pucuk

Untuk mengevaluasi pelaksanaan pemetikan setiap hari, baik cara pemetikan, bekas petikan maupun hasilnya, perlu dilaksanakan analisis pemetikan yang terdiri dari analisis pucuk dan analisis petik. Analisis pucuk dan analisis petik ini dilakukan setelah pembeberan. Analisis Petik Analisis petik adalah pemisahan menurut formula pucuk hasil petikan tanpa potesan. Kegunaan analisis petik adalah untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan dan kondisi tanaman, antara lain: 1. Menilai kondisi tanaman, tanaman yang kurang sehat ditandai dengan banyaknya persentase pucuk burung. 2. Menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, baik daur petik maupun cara pemetikannya:  Daur pemetikan panjang akan tampak dalam analisis persentase pucuk kasar p+4, b+1t, b+2t, b+3t.  Daur petik yang pendek sesuai kondisi akan tampak persentase pucuk medium p+2, p+3, b+1m dan b+2m akan meningkat. 3. Menilai ketelitian pemetik. Cara pelaksanaan analisis petik, yaitu: 10 1. Analisis dilaksanakan setiap hari oleh petugas khusus kemudian dievaluasi oleh mandor besar dan sinder afdeling. 2. Dari setiap kemandoran diambil contoh sampel pucuk untuk kemudian dianalisis. Analisis Pucuk Analisis pucuk adalah pemisahan menurut formula keadaan pucuk muda-tua dengan potesan. Analisis pucuk bertujuan untuk mengevaluasi mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Analisis pucuk dilaksanakan di pabrik oleh petugas khusus. 2. Kriteria pucuk medium :  Pucuk medium p+2, p+3, b+1m, b+2m.  Kondisi pucuk segar dan mulus.  Bebas dari bahan di luar pucuk yang dapat menimbulkan kontaminasi. Cara pelaksanaan analisis pucuk, yaitu : 1. Contoh pucuk diambil sebanyak 1 kg, dari pucuk yang telah dibeberkan di atas trough, secara acak per kemandoran, saat pucuk tiba di pabrik. 2. Dari 1 kg contoh pucuk diambil lebih kurang 100 g untuk dipisahkan sesuai formula pucuknya. 3. Lembar daun yang terkena hama-penyakit dikeluarkan dari analisis. 4. Masing-masing kelompok formula pucuk hasil pemisahan ditimbang. 5. Angka persentase formula pucuk diperoleh dengan membandingkan berat dari kelompok pucuk yang bersangkutan dengan berat total pucuk contoh dikalikan 100. Gambar 5. Proses Analisis Pucuk

2.3.3 Pelayuan

11 Pelayuan merupakan proses tahap awal dari rangkaian tahap pengolahan teh hitam. Pelayuan menggunakan aliran udara segar yang dialirkan melalui bagian bawah palung dengan tujuan untuk:  Menurunkan kandungan air bebas sampai kadar air tertentu.  Membuat daun menjadi lemas, tidak mudah patah dan mudah digulung.  Mengurangi jumlah air yang harus diuapkan dalam proses pengeringan.  Memberi kesempatan terjadinya perubahan senyawa kimia dalam daun. Perubahan kimia berlangsung setelah pucuk dipetik di kebun sampai proses pelayuan. Dalam proses pelayuan ini terdapat 3 kegiatan, yaitu pembeberan, pelayuan itu sendiri dan turun layu. Pembeberan Pembeberan berfungsi untuk meratakan pucuk segar di palung pelayu agar ketebalannya merata. Penguapan air dipengaruhi oleh ketebalan dan kerataan beberan. Beberan yang terlalu tebal akan mengahalangi aliran udara dari bagian bawah withering trough ke pucuk yang terletak di bagian atas sehingga derajat layu tidak seragam. Pucuk segar yang telah ditimbang diletakkan di atas monorail yang berjalan mengitari withering trough. Kemudian pucuk segar diturunkan dari monorail, dimasukkan dalam withering trough dan diratakan. Dengan batas maksimum setiap withering trough 1.500 kg. Tinggi hamparan kurang lebih 30-40 cm. Pembeberan pucuk dilakukan dari ujung yang berlawanan arah dengan fan, agar udara segar tertahan oleh pucuk yang telah dibeberkan di ujung withering trough. Kemudian dilakukan pengkiraban dengan hamburan. Pengkiraban merupakan pembalikan pucuk. Pembalikan ini bertujuan untuk memindahkan posisi pucuk yang semula di atas dipindahkan ke bagian bawah sehingga pelayuan berlangsung sempurna, selain itu untuk memisahkan pucuk yang masih lengket. Udara segar yang digunakan dialirkan dengan menggunakan fan. Fungsi udara segar adalah untuk mempercepat proses pelayuan dan menghilangkan air di permukaan daun. Setelah pembeberan, dilakukan analisis pucuk dan analisis petikan. Syarat untuk analisis pucuk sekurang-kurangnya 65 dan optimalnya 70, sementara untuk analisis petik 70. Pelayuan 12 Pelayuan pada dasarnya menurunkan kadar air pucuk sampai 68-76 basis basah untuk proses CTC. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pelayuan adalah 14-16 jam. Suhu pada proses pelayuan di pabrik Ciater berkisar antara 20-22 ˚C tergantung dari cuaca luar, apabila malam hari suhunya bisa di bawah 20 ˚C. Besarnya udara yang dialirkan pada withering trough dari fan adalam sebesar 15-20 CFMkg. Untuk mendapatkan hasil layu yang baik, perlu dilakukan pembalikan pucuk 2-3 kali dan apabila pucuk terlalu kering, fan dihentikan dan pintu withering trough dibuka sehingga kuantitas udara yang mengenai pucuk berkurang. Prosentase kerataan layu di pabrik Ciater adalah berkisar 90. Pelayuan dihentikan jika:  Pucuk layu sudah berwarna kekuningan;  Jika pucuk layu digenggam akan membentuk gumpalan, jika dilepas akan mengembang secara perlahan; dan  Tangkai daun lentur, jika dibengkokkan tidak patah. Namun, pada kenyataannya, sering dijumpai pucuk yang kadar airnya belum mencapai kadar air yang ditentukan meskipun waktu pelayuannya melebihi 28 jam. Menurut Kustamiyati 1982, selama proses pelayuan terjadi perubahan-perubahan kimia, antara lain:  Kandungan zat padat menurun;  Kandungan pati dan gum menurun, kadar gula meningkat;  Kandungan protein menurun dan asam amino meningkat karena terjadi pembongkaran protein menjadi asam-asam amino;  Kadar katekin meningkat karena kandungan air turun; dan  Sebagian klorofil berubah menjadi feoforbid. Gambar 6. Proses Pelayuan Daun Teh Turun Layu 13 Merupakan proses pemindahan pucuk dari ruang pelayuan ke ruang penggilingan. Pengambilan pucuk layu dengan menggunakan tong-tong yang dilewatkan monorail berwarna kuning. Kemudian pucuk dimasukkan ke lorong menuju GLS. Selama proses pelayuan, terdapat hal-hal yang mempengaruhi proses, antara lain:  Kondisi Pucuk Teh Pucuk dapat berupa pucuk kasar, halus, tua, dan muda. Ditinjau dari keadaan airnya terdapat pucuk kering dan pucuk basah. Pucuk teh yang muda dan halus, layunya lebih cepat daripada pucuk kasar, sedangkan pucuk kering layunya lebih cepat daripada pucuk teh basah.  Suhu dan Kelembaban Udara Suhu pelayuan dianjurkan tidak melebihi 28 °C karena pada suhu di atas 28 °C, bagian protein dari enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim menjadi inaktif dan hal ini dapat menghambat reaksi oksidasi enzimatis pada tahap pengolahan berikutnya atau bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi oksidasi enzimatis tersebut. Tidak terjadinya atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan sifat-sifat khas warna, rasa, dan aroma teh hitam yang diinginkan tidak terbentuk Arifin, 1994. Kelembaban udara yang digunakan pada proses pelayuan di pabrik Ciater adalah 90-98.  Waktu Pelayuan Pelayuan yang dilakukan di pabrik Ciater berkisar antara 14-16 jam. Pelayuan yang terlalu cepat akan menghasilkan teh yang berbau harum tetapi sifat-sifat lainnya kurang. Sedangkan pelayuan yang lama akan menghasilkan teh dengan air seduhan berwarna gelap, rasa sepat, dan bau tidak enak.  Tebal Hamparan Tebal hamparan pucuk di palung pelayuan di pabrik Ciater adalah sekitar 30-40 cm, tergantung dari banyaknya produksi. Apabila produksi sedang banyak, maka biasanya tebal hamparan lebih tebal dari 40 cm. Akan tetapi hamparan pucuk teh tidak boleh terlalu tebal karena dapat menyebabkan panas udara tidak merata sehingga pelayuan menjadi lebih lama. Untuk mengetahui kadar air pada saat pelayuan apakah sudah sesuai standar atau belum, yaitu dengan cara mengambil sampel sebanyak ±100 g pucuk layu secara acak dari withering trough setiap ±6 jam sekali pada awal pembeberan, pertengahan, dan menjelang turun layu. Setelah itu dari sampel diambil 3-5 g kemudian diiris tipis-tipis dengan ketebalan ±1 mm dan diukur kadar airnya dengan alat Mettler Toledo. Apabila hasil pengukuran kadar air sudah mencapai 69-73 basis basah, maka hasil pelayuan segera dimasukkan ke ruang penggilingan. Sementara itu, jika daun teh tidak mencapai kadar layu yang ditentukan maka waktu pelayuan akan ditambah. Mesin dan Peralatan di Ruang Pelayuan  Monorail Monorail adalah alat untuk mengangkut pucuk segar dari truk ke palung pelayuan maupun untuk mengangkut pucuk layu menuju ruang penggilingan untuk turun layu. Spesifikasi : a. Merk : - b. Jumlah kursi : 90 unit c. Kecepatan : 14 menitputaran d. Kapasitas tiap kursi : 25 kg pucuk segar e. Panjang lintasan : 350 m Gambar 7. Perlengkapan Monorail Gambar 8. Monorail  Palung Pelayuan Withering Trough a. Leaf bed, untuk menghamparkan pucuk segar yang akan dilayukan terbuat dari wold net dan nilon net agar udara dari bawah palung dapat menembus ke pucuk yang dihamparkan di atasnya dan daun teh tidak jatuh ke bawah lihat Gambar 7. b. Pipa pengirim transmission duct, merupakan penghubung palung dengan kipas unit angin lihat Gambar 10 dan 12. 15 c. Unit kipas angin fan, terdiri dari elmot, kipas dan rumah kipas yang berbentuk bundar. Fan berfungsi sebagai penarik udara yang kemudian dihembuskan ke palung. Fan ini mempunyai kecepatan 1.500 rpm lihat Gambar 11. Withering trough di ruang pelayuan berjumlah 46 unit. Setiap withering trough mempunyai CFM Cubic Feed per Minute yang berbeda, besarnya CFM berkisar antara 22.000-28.000 CFM. Perbedaan besar CFM ini tergantung besar daya kW fan setiap withering trough semakin besar kW fan, maka semakin besar CFM. Prinsip kerja alat ini adalah menurunkan kadar air pucuk segar sampai kadar air yang ditentukan. Udara panas bercampur dengan udara segar di sekitar withering trough. Udara campuran ini dihembuskan ke dalam withering trough dengan penghembus udara yang digerakkan oleh elektromotor. Proses pelayuan pucuk CTC hanya menggunakan udara segar saja. Gambar 9. Withering Trough Gambar 10. Withering Trough dan Komponennya Gambar 11. Rumah Fan dengan Fan dan Elektromotor Gambar 12. Transmition Duct dan Rumah Fan  Penukar Kalor Heat Exchangers Heat Exchanger HE merupakan alat untuk menghasilkan udara panas yang akan digunakan untuk menurunkan kadar air pada pucuk segar. Bahan bakar yang 16 Kayu Bakar Ka maks 20 bk Tungku Dipanaskan terlebih dahulu ±1- 2 jam Udara Panas Udara Panas Bersih Udara Panas Kotor ID Fan Lingkungan Ducting Fan Elektromotor Withering Trough Tube Bank Pipa Api digunakan adalah Bahan Bakar Padat BBP berupa kayu bakar karena IDO International Diesel Oil sudah tidak dipergunakan lagi di pabrik Ciater. Untuk tahap pemakaian, kadar air dari kayu bakar yang digunakan maksimal 20 bk. Prinsip kerja alat ini adalah pembakaran bahan bakar kayu bakar yang akan menghasilkan panas yang akan mengenai plat-plat di ruang pembakaran. Kemudian, energi panas akan memanaskan udara di dalamnya. Udara panas ini dihisap oleh main fan dan dialirkan menuju palung pelayuan withering trough melaui ducting. Main fan merupakan sebuah fan berukuran besar dengan daya sebesar 40 HP. HE tidak hanya menghasilkan udara panas bersih yang dialirkan ke palung pelayuan, tetapi juga terdapat udara panas kotor yang kemudian dibuang ke lingkungan. Gambar 13. Bagan Alir Proses Kerja Heat Exchanger HE Gambar 14. Struktur Heat Exchanger Gambar 15. Heat Exchanger Gambar 16. Main fan Gambar 17. Tungku Pembakaran Mesin dan Peralatan Analisis Pucuk  Analisis pucuk dilakukan untuk mengetahui kualitas petikan yang dihasilkan di tiap kemandoran. Analisis ini dilakukan di ruang analisis yang terletak di ruang pelayuan. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, kotak analisis pucuk, wadah pucuk teh, dan tampir kecil. Di pabrik Ciater, peralatan untuk analisis pucuk dan petik berjumlah satu set seperti pada gambar di bawah ini. Gambar 18. Timbangan Digital 17

2.3.4 Penggulungan dan Penggilingan

Proses ini merupakan proses penting karena proses pembentukan mutu teh secara fisik dan kimiawi. Pada proses CTC, tidak dilakukan proses sortasi basah. Tetapi, sesuai dengan namanya, yaitu Crushing, Tearing dan Curling, proses penggilingannya meliputi 3 hal, yaitu perobekan pemotongan, pengepresan dan penggulungan. Tujuan penggilingan dan penggulungan yaitu: 1. Memperkecil ukuran pucuk teh layu; 2. Menggiling pucuk teh agar cairan sel keluar semaksimal mungkin sehingga terjadi kontak dengan oksigen, enzim dan substrat sehingga terjadi oksidasi enzimatis; dan 3. Mengoptimalkan terbentuknya inner quality. Di pabrik Ciater, proses CTC hanya memiliki 1 jalur. Untuk penggilingan awal digunakan mesin Rotorvane RV “15 dan jumlah mesin CTC ada 4 buah. Penggilingan pada proses CTC ini dimulai dari ketika pucuk teh layu diturunkan dari ruang pelayuan ke ruang penggilingan melalui corong menuju GLS Green Leaf Shifter. GLS digunakan untuk memisahkan pucuk layu dengan kotoran seperti tangkai, pasir, logam sehingga kotoran tidak merusak pisau CTC dan membuat macet pisau CTC. Dari GLS, masuk ke RV untuk dilakukan penggilingan awal. Pada alat ini, pucuk belum sepenuhnya halus. Tujuan penggilingan awal ini untuk memudahkan penggilingan berikutnya di mesin CTC. Setelah masuk CTC, potongan pucuk akan dirobek lagi, dipress dan digulung sehingga dihasilkan bubuk teh yang sangat halus. Selanjutnya menuju CFU Continuous Fermenting Unit untuk proses fermentasi. Dalam proses ini pucuk daun teh digulung menggunakan Rotorvane RV. Pabrik Ciater memilih menggunakan mesin gilingan persiapan Rotorvane daripada Barbora Leaf Conditioner BLC dengan petimbangan penggunaan alat-alat yang digunakan pada tahap selanjutnya. Penggunaan BLC untuk menggulung pucuk layu akan membutuhkan lebih banyak pisau CTC untuk memotong dan merobek pucuk layu sebelum masuk ke tray fermentasi. Sementara itu, penggunaan Rotorvane membutuhkan lebih sedikit pisau roll CTC untuk memotong dan merobek pucuk layu. Dari kondisi terbut, hasil yang didapatkan juga ikut terpengaruhi. Pada proses yang menggunakan gilingan persiapan BLC pucuk tergiling setelah melewati roll ke-3 masih memiliki ukuran yang kurang seragam. Sementara pada proses yang menggunakan RV, pucuk tergiling yang telah melewati pisau roll ke-3 telah memiliki ukuran yang seragam sehingga dapat segera dilanjutkan pada tahap fermentasi. Singkatnya, untuk mendapatkan hasil gilingan yang optimal, proses CTC dengan BLC memerlukan minimal 4 pisau roll CTC sedangkan proses CTC dengan RV memerlukan minimal 3 pisau roll CTC. Pada proses CTC, hampir seluruhnya dipengaruhi alat sedang tenaga kerja yang digunakan hanya sekedar untuk mengontrol jalannya peralatan. Untuk mendukung proses ini, suhu udara ruangan adalah 18-24 °C dan kelembaban relatif udaranya adalah 90-98. Kadar air bubuk teh hasil penggilingan adalah 72,4 basis basah. Untuk mempertahankan suhu udara dan kelembaban relatif udara yang dipersyaratkan dan dapat menghasilkan teh yang baik maka dipasang humidifier untuk menjaga kelembaban udara dan suhu ruangan. Selama proses penggilingan dan penggulungan, terjadi perubahan fisik maupun kimia pada pucuk yang sudah tergiling. Perubahan Fisik Perubahan fisik yang terjadi pada pucuk teh layu pada proses CTC adalah 1 Pucuk teh layu akan terpisah dari kotoran seperti tangkai, pasir dan logam menggunakan GLS; 2 Pucuk teh akan mengalami pengecilan ukuran menjadi bubuk kasar teh menggunakan Rotorvane; 3 Bubuk kasar teh akan mengalami perobekan, pengepresan dan penggulungan menjadi bubuk teh halus menggunakan CTC; dan 4 Bubuk halus teh akan mengalami perubahan warna menjadi hijau kecoklatan. Perubahan Kimia Perubahan kimia selama proses penggilingan ini yaitu terjadinya peristiwa oksidasi enzimatis yaitu karena adanya kontak antara substrat polifenol dengan enzim polifenol oksidase yang dibantu dengan oksigen. Reaksi ini akan membuat warna bubuk teh menjadi kecoklatan karena hasil dari reaksi ini adalah senyawa quinon yang menyebabkan bubuk berwarna coklat. Pengendalian Proses - Penggunaan 4 pisau roll CTC. - Pemasangan humidifier untuk mengatur kondisi ruangan agar selalu berada pada suhu udara 18-24 °C dan memiliki kelembaban relatif udara 90 – 98. Pengendalian Mutu - Pemeriksaan keseragaman dan warna bubuk teh oleh petugas secara visual. - Pengujian kadar air bubuk hasil penggilingan. Mesin dan Peralatan Penggilingan dan Penggulungan  GLS Alat ini berfungsi untuk memisahkan benda-benda asing dengan pucuk layu yang siap digiling, antara lain logam, pasir atau ranting. Prinsip kerja GLS adalah pemisahkan kotoran dari pucuk layu akibat gerakan ayakan yang maju mundur. Kotoran terlempar dan ditampung dalam baki. Getaran terjadi karena perputaran engkol yang digerakkan oleh elektromotor. Kotoran harus dihilangkan agar tidak merusak roll CTC, karena roll CTC cepat rusak oleh kotoran yang terbawa oleh pucuk. Dalam ayakan terdapat magnet yang berfungsi untuk menangkap kotoran berupa logam. Gambar 19. Green Leaf Shifter GLS Gambar 20. Green Leaf Shifter Asli  Rotorvane RV Rotorvane merupakan alat yang digunakan untuk memotong pucuk layu menjadi bagian yang ukurannya lebih kecil. Prinsip kerja alat ini adalah pucuk layu dibawa ulir menuju vanes, pucuk layu bergerak maju. Karena di pinggir RV terdapat resistor, maka pucuk yang bergerak maju tergencet oleh resistor. Terdapat vanes yang arahnya berlawanan review vanes yang menyebabkan pucuk kembali ke belakang dan tergencet lagi sehingga ukurannya lebih halus, dan bisa lolos celah antara end plate. 20 Gambar 21. Rotorvane RV “15 Keterangan: 1. Elektromotor 2. Gear Box 3. Corong 4. Rotor 5. Sudu resistor 6. Silinder 7. Spiral 8. Kipas 9. Kaki Gambar 22. Skema Rotorvane  Roll CTC Alat ini berfungsi untuk memotong, merobek dan menggulung pucuk sehingga pucuk dapat berbentuk granular. Pada roll CTC terdapat 2 buah roll yang kecepatannya berbeda. Roll 1 mempunyai kecepatan 70 rpm sedangkan roll 2 adalah 700 rpm. Roll 1 sebagai alas sedangkan roll 2 sebagai pemotong. Arah perputaran kedua roll ini adalah searah. Jarak antar kedua roll adalah 0,002 inch. Setiap roll CTC memiliki 2 alur, yaitu alur heliks dan alur vertikal. Alur heliks berfungsi untuk mengeluarkan pucuk yang berada di tengah kedua roll, sedangkan alur vertical sebagai pemotong yang membuat pucuk semakin halus. Setiap roll memiliki 15 segmen pisau. Satu segmen lebarnya 2 inch, dan terdapat 8-10 gigi Tooth per Inch. Untuk line Untuk line gilingan CTC di pabrik Ciater, CTC 1 setiap segmen 8 gigi, CTC 3 sampai CTC 4 setiap segmen 10 gigi. Pengaturan pemakaiannya bisa diubah-ubah sesuai dengan keadaan bahan baku yang diproses. Untuk mengasah alur heliks menggunakan milling cutter, sedang untuk mengasah pisau pemotong digunakan cheaser. Jumlah alur heliks pada CTC 8 TPI adalah 50 alur. Dan pada CTC 10 TPI adalah 60 alur. Pemakaian pisau CTC 8 TPI maksimal 100 jam, sedang CTC 10 TPI maksimal 80 jam. Setelah itu harus diasah lagi untuk menjaga ketajaman. Prinsip kerja roll CTC adalah penghancuran, penggulungan dan perobekan pucuk layu dilakukan oleh roll CTC yang memiliki kecepatan berbeda. Roll tersebut digerakkan oleh elektromotor. Perputaran ini menyebabkan pucuk layu yang sebelumnya sudah dipotong di RV atau BLC menjadi bubuk yang granular. Skema dan foto roll CTC dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 23. Skema Mesin CTC Gambar 24. Mesin Gilingan CTC 22 GLS Mengayak pucuk layu Mengeluarkan kontaminan fisik Rotorvane “15 Memperkecil ukuran daun agar mudah digiling dengan roll CTC CTC-1 Memotong, merobek, dan menggulung bubuk teh CTC-2 Memotong, merobek, dan menggulung bubuk teh CTC-3 Memotong, merobek, dan menggulung bubuk teh CTC-4 Memotong, merobek, dan menggulung bubuk teh Ferrous Ferrous Ferrous Ferrous Gambar 25. Mesin CTC Tanpa Tutup Gambar 26. Roll CTC 23 Gambar 27. Skema Proses Giling Teh Hitam CTC

2.3.5 Fermentasi Oksidasi Enzimatis

Fermentasi merupakan proses pembentukan sifat-sifat teh yang paling penting dalam pengolahan teh hitam. Proses ini lebih tepat jika disebut sebagai proses oksidasi enzimatis, karena reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi senyawa polifenol dengan enzim polifenol oksidase dengan adanya oksigen. Sifat-sifat teh hitam yang terpenting seperti warna, aroma, rasa, dan warna air seduhan timbul selama proses ini. Fermentasi dalam pabrik teh ialah bercampurnya zat-zat yang terdapat di dalam cairan sel yang terperas keluar selama proses penggilingan yang selanjutnya mengalami perubahan kimiawi dengan bantuan enzim-enzim dan oksigen dari udara Lehninger et al, 1951; Adiprayoga, 1971; Eden, 1958. Tujuan dari oksidasi enzimatis ini adalah untuk memberikan kesempatan terjadinya reaksi oksidasi enzimatis antara substrat polifenol dengan enzim polifenol oksidase pada pucuk teh yang dibantu oleh oksigen. Oksidasi senyawa polifenol, terutama epigalochatekin dan galatnya akan menghasilkan quinon-quinon yang kemudian akan mengkondensasi lebih lanjut menjadi senyawa-senyawa bisflavanol, teaflavin dan tearubigin. Proses kondensasi dan polimerasi berjalan membentuk substansi-substansi tidak larut. Jumlah total antara teaflavin dan tearubigin mempengaruhi rasa teh Roberts, 1958. Untuk teh kering yang berkualitas baik, yaitu baik kekuatan dan kesegarannya, maka jumlah teaflavin dan tearubigin kemungkinan mempunyai perbandingan 1 : 10 atau 1 : 12. Tetapi untuk teh yang kekurangan kesegaran dan kekuatan, kemungkinan mempunyai perbandingan 1 : 20 atau lebih Harler, 1970. Teaflavin berhubungan erat dengan karakteristik air seduhan liquor seperti kecerahan brightness, kesegaran briskness, dan kekuatan strength. Sedangkan tearubigin berhubungan dengan penampakan terutama warna air seduhan. Continuous Fermenting Unit CFU Waktu fermentasi 60-120 menit Suhu bubuk 26-36 ˚C 24 Pada sistem CTC, proses fermentasi dilakukan pada CFU Continuous Fermenting Unit. CFU merupakan conveyor berjalan. Setelah keluar dari mesin CTC, bubuk teh segera masuk ke CFU melalui conveyor. Pada CFU terdapat alat penggaru yang berfungsi untuk meratakan bubuk teh yang melalui CFU sehingga tebal hamparan bubuk merata. Selain itu ada pembalik yang berfungsi untuk membalik bubuk teh yang berada di CFU sehingga bubuk yang awalnya berada di bawah berpindah ke atas dan yang berada di atas berpindah ke bawah. Sepanjang bubuk teh bergerak melalui conveyor pada CFU, bubuk sedikit demi sedikit berubah warna menjadi kecoklatan. Sebenarnya reaksi oksidasi enzimatis sudah terjadi sejak pucuk layu dirobek oleh Rotorvane. Sejak pucuk layu jatuh dari GLS dan masuk ke Rotorvane atau BLC, cairan sel pucuk keluar. Cairan sel tersebut mengandung senyawa polifenol. Senyawa tersebut kemudian bereaksi dengan enzim polifenol oksidase pada daun. Karena kontak dengan udara sekitar oksigen, maka terjadi reaksi oksidasi enzimatis. Kemudian bubuk teh menuju ke pengeringan. Proses fermentasi harus didukung dengan adanya kondisi yang dapat menjamin keberhasilan proses tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian proses maupun pengendalian mutu. Pengendalian Proses - Pengendalian suhu dan kelembaban menggunakan humidifier agar suhu terjaga pada range 18 – 24 °C. Apabila suhu di bawah 18 °C, maka proses fermentasi akan berjalan lambat. Sedangkan apabila suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak. Sementara kelembaban udara yang dipersyaratkan adalah 90 – 98. Apabila kelembaban udara di bawah 90, maka menyebabkan bubuk yang diproses akan mengalami penguapan air dan menurunkan mutu teh. - Pada Proses CTC, pengendalian waktu sudah diatur oleh alat. Berjalannya CFU sudah diset sehingga waktu untuk fermentasi sudah diatur. - Waktu fermentasi pada sistem CTC adalah 60 – 120 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi pada sistem CTC cukup singkat, karena pada sistem CTC prosesnya continue. - Pengaturan keadaan bubuk selama proses fermentasi berlangsung. Yang dimaksud keadaan bubuk adalah keadaan bubuk selama proses fermentasi. Meliputi suhu bubuk, ketebalan bubuk, kerataan bubuk dan kadar air bubuk. Suhu bubuk selama proses fermentasi diupayakan 26,7 °C. Ketebalan bubuk diatur 6 – 10 cm, dan diupayakan 25 bubuk rata pada setiap tray. Pengaturan ketebalan bubuk dengan garu dan pembalik. Pengaturan kadar air bubuk terfermentasi adalah 72,4 basis basah untuk CTC. Pengendalian Mutu - Pemeriksaan mutu hasil fermentasi secara visual dengan cara di lihat, diraba dan dihirup aroma bubuk tehnya. - Pemeriksaan mutu hasil fermentasi dengan Green Dhool Test. Selama oksidasi enzimatis, terjadi perubahan pada senyawa polifenol yaitu katekin. Katekin yang mengalami perubahan adalah epigalokatekin dan epigalokatekin galat, yang dengan adanya O 2 dari udara dan polifenol oksidase, katekin akan mengalami reaksi oksidasi enzimatis membentuk ortoquinon. Sebagian ortoquinon akan diendapkan oleh protein Harler, 1963. Ortoquinon akan berkondensasi membentuk bisflavanol, kemudian mengalami kondensasi lagi membentuk teaflavin yang berwarna kuning dan akan mengalami kondensasi membentuk teharubigin yang berwarna merah dan coklat Kirk dan Othmer, 1965. Tearubigin bersama protein yang tersedia membentuk senyawa tidak larut. Menurut Pintauro 1997, teaflavin akan terbentuk dalam jumlah maksimal pada jam kesatu dan kedua dari tahap fermentasi. Pada jam berikutnya, senyawa ini akan turun dan disusul naiknya senyawa tearubigin. Perbedaan keduanya juga akan menentukan sifat seduhan teh seperti briskness kesegaran, kualitas, warna dan strength kekuatan rasa. Teaflavin lebih banyak terbentuk pada suhu rendah. Perubahan fisik yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis adalah dihasilkannya panas sebagai akibat reaksi oksidasi enzimatis dan kondensasi. Selain itu juga terjadi perubahan warna bubuk teh dari berwarna hijau menjadi merah tembaga sebagai akibat pembentukan tehaflavin yang berwarna kuning cerah dan teharubigin yang berwarna merah coklat. Senyawa yang menimbulkan aroma pada teh adalah senyawa-senyawa aldehid yang merupakan hasil oksidasi dari senyawa karotenoid. Oksidasi senyawa karotenoid menghasilkan substansi volatil yang menimbulkan aroma pada teh Stahl, 1969. Menurut Bokuchava dan Skobeleva 1969, yang menimbulkan aroma teh adalah senyawa aldehid sebagai hasil oksidasi senyawa asam amino dengan quinon dan sebagai hasil reaksi asam amino dengan gula sederhana. Sedangkan menurut Deuss 1915 dalam Bokuchava dan Skobeleva 1969, mengatakan bahwa aroma teh dihasilkan dari hasil dekomposisi rantai glikosida tanin teh, menghasilkan tanin sederhana dan karbohidrat, yang selanjutnya mengalami transformasi menjadi ester-ester. Pamaswamy 1958 mengemukakan bahwa 26 aroma akan bertambah baik bila kadar padatan yang larut, total zat yang dapat dioksidasi, tehaflavin dan zat yang larut dalam asam dan dioksidasi, terbentuk dalam jumlah yang banyak. Tetapi ada batas tertentu agar diperoleh aroma yang baik, karena aroma dapat hilang jika oksidasi enzimatis terlalu lama. Hasil oksidasi enzimatis yang diharapkan adalah apabila bubuk teh telah memiliki warna merah kecoklatan coklat tembaga dan beraroma khas harum. Pemeriksaan mutu hasil fermentasi dilakukan dengan Green Dhool Test, yang bertujuan untuk memberikan penilaian bubuk teh hasil oksidasi enzimatis untuk menentukan lamanya oksidasi enzimatis yang optimal. Penilaian rasa dilakukan dengan menimbang 2,8 g dan diseduh dengan air panas selama 6 menit. Selanjutnya air dituang dalam mangkuk seduhan. Penilaian rasa dilakukan dengan mencicipi air seduhan. Kriteria penilaiannya adalah warna air colory, kesegaran briskness, kekuatan strength dan warna ampas. Warna ampas seduhan dilakukan dengan cara memindahkan ampas seduhan ke atas tutup cangkir, dan diamati warna ampasnya. Mesin dan Peralatan Fermentasi  CFU CFU adalah tempat bubuk teh basah yang sedang difermentasi. CFU berupa tray terdiri atas trace-trace berjalan yang kecepatannya diatur sehingga bubuk teh basah teroksidasi sempurna. Jumlah trace pada tray fermentasi pada CFU adalah 468 buah. Setiap trace memiliki lebar 10 cm dan panjang 180 cm. Trace harus berlubang agar dapat ditembus oleh udara dari bawahnya sehingga bubuk dapat terfermentasi dengan baik. Prinsip kerja CFU adalah bubuk teh basah diberi kesempatan untuk bereaksi dengan oksigen sampai terjadi oksidasi enzimatis. Bubuk basah terhampar di tray berjalan dengan ketebalan 6-10 cm. Proses berakhir dan dihasilkan warna bubuk yang kecoklatan. Waktu yang dibutuhkan sampai fermentasi selesai adalah 60-120 menit. Di bawah ini adalah skema dan foto CFU pabrik Ciater. 27 Kayu bakar Ka maks 20 bk bkbk Tungku dipanaskan ±1-2 jam Udara panas kotor Udara panas bersih Tube bank Pipa api Udara panas Lingkungan Main fan Lorong ducting Lorong ducting ID fan Cyclone kering Serat Hopper sortasi FVBD Cyclone basah Karung Fermentasi Conveyor Gambar 28. Skema CFU Gambar 29. CFU Pabrik Ciater

2.3.6 Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pengaliran udara panas pada bubuk hasil fermentasi sehingga diperoleh bubuk yang kering. Pengeringan pada pengolahan teh hitam di pabrik Ciater dilakukan dengan VFBD Vibro Fluid Bed Dryer. Udara panas yang digunakan untuk pengeringan berasal dari udara luar yang dipanaskan dengan Heat Exchanger yang menggunakan bahan bakar bahan padat berupa kayu bakar. Udara panas yang dimaksud disini merupakan panas rambatan hasil dari pembakaran. Udara panas yang dihasilkan kemudian masuk melaui lorong ducting di sebelah bawah FVBD akibat adanya tarikan dari main fan. Selanjutnya udara panas bersih dialirkan menuju FVBD dan udara panas kotor dibuang ke lingkungan akibat hisapan ID fan melalui ducting. Di dalam FVBD terdapat blower yang membuat bubuk teh bergerak dancing selama proses pengeringan. Selama proses pengeringan, akan ada serat-serat dari bubuk teh yang terhisap ke cyclone kering dan cyclone basah. Serat yang terhisap oleh cylone basah dikembalikan ke unit fermentasi karena serat tersebut masih dapat diproses. Sedangkan untuk serat yang terhisap cyclone kering masuk ke karung dan dibuang karena biasanya yang terhisap cyclone kering berupa debu dan tidak dapat diproses. 28 Gambar 30. Skema Proses Pengeringan Teh Hitam CTC Menurut Arifin 1994, pengeringan pada pengolahan teh hitam memiliki tujuan, yaitu :  Menghentikan proses oksidasi enzimatis;  Menjaga sifat-sifat spesifik teh pada saat teh mencapai kualitas optimum; dan  Menurunkan kadar air sampai mencapai 2,0 – 3,5 basis basah, sehingga teh hitam mempunyai daya simpan yang lama. Selain itu, pengeringan pada pengolahan teh hitam juga dapat membunuh adanya mikroba karena pada suhu tinggi mikrobia tidak tahan dan mati. Kadar air yang dapat dicapai proses pengeringan di pabrik Ciater adalah 3 basis basah. Pengeringan pada sistem CTC dengan menggunakan alat Vibro Fluid Bed Dryer VFBD. Setelah proses penggilingan dan oksidasi enzimatis, bubuk teh segera masuk ke pengeringan melalui conveyor. Suhu udara yang masuk ke dalam mesin pengering VFBD suhu inlet adalah sebesar 110 – 120 ˚C dan suhu udara yang keluar suhu outlet 85 – 90 ˚C. Waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan sistem CTC di Pabrik Teh Ciater adalah 18-24 menit. Pengeringan pada CTC lebih lama dan suhunya lebih tinggi daripada pada pengeringan di Orthodoks. Hal ini karena kadar air dari bubuk teh pada sistem CTC 29 lebih tinggi daripada sistem Orthodoks sehingga perlu waktu dan suhu yang lebih tinggi untuk bisa mendapatkan kadar air yang rendah. Bubuk teh masuk ke pada plattray VFBD. Udara panas akan mengenai bubuk teh dari bagian bawah VFBD dengan bantuan blower. Pada VFBD, juga terdapat ball breaker yang berfungsi untuk menghancurkan gumpalan bubuk teh. Berbeda dengan sistem Orthodoks, pada VFBD tidak terdapat osilator yang digunakan untuk meratakan bubuk pada plat pengering. Pada VFBD, plat pengeringnya bergerak secara vibro getaran, sehingga bubuk bergerak secara dancing di atas plat pengering dan menjadikan tebal bubuk merata. Jadi tidak perlu osilator lagi untuk meratakan bubuk. Pada VFBD, juga terdapat tiga cyclone yang prinsip kerjanya sama dengan pada FBD. Perubahan yang terjadi selama proses pengeringan sistem CTC meliputi perubahan yang bersifat fisik maupun perubahan yang bersifat kimiawi.  Perubahan Fisik - Terjadi pengurangan kadar air pada bubuk teh menjadi 2,5 – 3,5 basis basah. - Warna bubuk teh menjadi coklat kehitaman setelah proses pengeringan.  Perubahan Kimiawi - Reaksi oksidasi enzimatis terhenti karena enzim polifenol oksidase terdenaturasi. - Lapisan gel pectin di permukaan bubuk teh akan mengering sehingga permukaan bubuk teh menjadi mengkilap. - Pembentukan teaflavin dan tearubigin terhenti. - Terjadi karamelisasi karbohidrat. Selama pengeringan perlu dilakukan pengendalian proses agar tercapai produk yang baik, pengendalian proses tersebut antara lain:  Suhu inlet maupun outlet baik Orthodoks dan CTC harus dijaga. Apabila suhu inlet ataupun outlet sudah tidak sesuai syarat, maka alarm di dekat FBD atau VFBD akan berbunyi. Selain itu juga diperlukan adanya pengendalian mutu dalam proses ini. Pengendalian mutu tersebut antara lain:  Dilakukan pengujian suhu bubuk hasil pengeringan sebelum masuk ruang sortasi.  Inner Test untuk pengujian teh kering yang meliputi pengujian kenampakan, rasa, aroma, dan warna air seduhan. 30  Pengujian kadar air basis kering bubuk teh dilakukan 2 jam sekali dengan sasaran kadar air 2,0-3,5 basis basah. Bubuk teh yang diinginkan setelah pengeringan adalah yang memenuhi kriteria:  Bubuk teh kering berwarna coklat mengkilap.  Partikel bubuk teh ringan dan saling terpisah.  Terbentuknya aroma yang kuat. Mesin dan Peralatan Pengeringan  VFBD Prinsip kerja alat ini yaitu mengeringkan bubuk teh yang berada pada tray VFBD. Bubuk teh bergerak maju dengan gerakan dancing sampai diperoleh bubuk teh kering. Udara panas yang digunakan untuk pengeringan berasal dari udara luar yang dipanaskan dengan Heat Exchanger yang menggunakan bahan bakar IDO. Udara segar yang nantinya dibuang ke luar, masuk melalui celah pemasukan sebelah bawah. Masuknya udara tersebut karena ditarik oleh main fan. Setelah udara masuk, kemudian melalui celah-celah pipa menuju cerobong pengeluaran. Sedangkan untuk udara segar yang digunakan untuk pengeringan, masuk melalui celah bagian atas yang ditarik oleh IDfan. Kemudian, udara masuk melalui celah dan melewati bagian bawah VFBD dan digunakan untuk mengeringkan bubuk teh. Bagian-bagian mesin VFBD, yaitu : a. Motor Vibro, untuk mengerakkan tray dengan getaran yang dihasilkan. Terletak pada bagian bawah VFBD; b. Ball Breaker, memecah gumpalan teh dan meratakan teh yang masuk ke pengering. Terletak di setelah feed conveyor; c. Cyclone, untuk mengeluarkan teh yang ikut terhisap karena ringan. Blower cyclone terletak di atas VFBD, sedangkan cyclone terletak di samping VFBD dekat lubang teh keluar pengering; d. Dustractor, untuk menghisap uap air untuk dibuang ke luar ruangan. Terdapat ducting sebagai saluran keluar ruangan dari mesin VFBD; e. Cold Air Blower, untuk mengatur suhu inlet dan outlet VFBD, dengan cara mengeluarkan udara panas dan memasukkan udara ke dalam VFBD. Terletak di dekat feed, di samping VFBD; serta f. Interconveyor, untuk membawa bubuk teh kering ke ruang sortasi. 31 Pengeringa n Conveyor ITX Hopper Conveyor Chota Shifter Tea winnower Teawan Bubuk I Bubuk II Bubuk III Bubuk IV Bubuk V Gambar 31. KilBurn Vibratory Fluidized Bed Drying VFBD Gambar 32. Vibratory Fluidized Bed Dryer VFBD Tampak Samping

2.3.7 Sortasi Kering

Sortasi kering pada dasarnya merupakan upaya untuk memperoleh produk teh hitam yang seragam dan baik ukurannya, bentuknya maupun beratnya, di samping teh tersebut harus bersih dari kotoran, tulang, atau serat-serat daun. Berdasarkan dasar tersebut, maka pelaksanaan sortasi kering meliputi: memotongmengecilkan ukuran, mengayak, membersihkan dari kotoran, dan menghembus teh untuk mendapatkan berat partikel yang seragam. Bubuk halus minimal harus 70, BP harus 5. Jangan terlalu banyak perlakuan di bagian sortasi karena dapat menyebabkan warna menjadi kusam Bubuk teh hasil pengeringan dipindahkan ke ruang sortasi kering dengan conveyor. Pemisahan berdasarkan ukuran partikel menggunakan mesin chota shifter. Pemisahan berdasarkan kandungan tulang atau serat menggunakan midleton dan vibrex. Pemisahan berdasarkan berat jenis menggunakan winnower. Dalam sortasi kering ini juga dilakukan pengecilan ukuran bagian-bagian teh yang belum memenuhi standar dengan menggunakan alat pemotong dan peremuk druckroll dan crusher. 32 Gambar 33. Skema Proses Sortasi Kering Teh Hitam CTC Menurut Arifin 1994, sortasi kering bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan warna partikel teh yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen, meliputi:  Memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh.  Membersihkan teh kering dari partikel-partikel lainnya seperti serat, tangkai, batu, partikel kayu dan sebagainya.  Menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna pada masing-masing grade. Untuk mendapatkan hasil sortasi yang baik dan sesuai dengan kualitas yang diinginkan, perlu dilakukan pengendalian proses, antara lain:  Pengaturan Suhu Udara Di ruang sortasi pabrik Ciater, suhu bola kering udara tdb 22 °C dan suhu bola basah twb adalah 21 °C. Dengan suhu ini, diharapkan dapat mempertahankan kadar air bubuk teh sehingga kadar air bubuk teh tidak naik selama proses sortasi. Namun, untuk menjaga suhu tetap konstan sangat sulit karena banyaknya ventilasi di ruang sortasi tersebut. 33  Pengaturan Kelembaban Udara Kelembaban udara yang dipersyaratkan selama proses sortasi adalah 80. Kondisi ini sesuai dengan ruangan sortasi di pabrik Ciater. Kelembaban ini sangat penting untuk dipertahankan untuk menjaga agar bubuk teh tidak menyerap uap air dari udara yang dapat menimbulkan kadar air bubuk meningkat. Sortasi kering di pabrik Ciater, dilakukan berdasarkan ukuran partikel, kandungan serat atau tulang, dan berat jenisnya dan juga dilakukan pemotongan atau pengecilan ukuran untuk bubuk teh yang belum memenuhi syarat. Mesin dan Peralatan Sortasi Kering  Vibro Blank Vibro Blank atau vibro ekstraktor merupakan alat yang fungsinya sama dengan middleton, yaitu memisahkan bubuk dari kotoran serat atau tulang. Prinsip kerja vibrek, yaitu roll vibro akan menggerakkan teh melewati silinder porselin yang berputar. Silinder porselin secara elektrostatis akan menarik bagian teh yang berwarna merah, yaitu serat atau tangkai teh terdapat pada daun teh yang tua. Bubuk teh yang berwarna hitam akan lolos dari vibrek, sedangkan tangkai dan serat akan tertarik oleh silinder porselin dan akan terpisah dari bubuk teh hitam. Gambar 34. Skema Vibrex  Chota Shifter Alat ini digunakan untuk memisahkan bubuk teh berdasarkan ukuran partikel. Prinsip kerja chota shifter adanya perputaran poros engkol yang menyebabkan ayakan berputar secara horisontal. Sehingga bubuk teh akan terpisah berdasarkan ukuran partikel dan keluar melalui corong pengeluaran. 34 Keterangan : 1. Corong pengeluaran 2. Ayakan 3. Penyangga ayakan 4. Kaki penghubung 5. Kaki penyangga 6. Kaki penyangga utama chouta shifter 7. Elektromotor chota shifter 8. Elektromotor conveyor 9. Pulley 10. Conveyor 11. Penampung teh masukan Gambar 35. Skema Chota Shifter  Winnower Alat ini berfungsi untuk memisahkan bubuk kering berdasarkan berat jenisnya. Mekanisme alat ini adalah bubuk teh yang dimasukkan dengan bantuan conveyor akan terhisap masuk oleh aliran udara. Aliran udara berasal dari udara yang dihisap oleh kipas penghisap ke ruangan winnower. Bubuk yang berat jenisnya kecil akan terhisap dan jatuh keluar corong yang dekat dengan fan, yang berat jenisnya besar akan jatuh jauh dari fan. 35 Gambar 36. Skema Winnower  Hopper Alat ini adalah penampung sementara bubuk teh yang berasal dari pengeringan yang akan disortasi. Hopper berbentuk seperti tabung besar yang bagian bawahnya berbentuk kerucut yang berfungsi sebagai corong pengeluaran. Gambar 37. Hopper  Vibro Separator Vibro separator digunakan untuk memisahkan bubuk teh mutu III dari winnower. Prinsip kerja alat berdasarkan berat jenis dan ukuran partikel. Bubuk teh yang tidak lolos ayakan mesh 24 dan mesh 30 akan keluar melalui corong pengeluaran dan ditampung pada 2 tong. Sedangkan bubuk teh yang lolos ayakan mesh 40 ditampung pada 1 tong. 36 Gambar 38. Skema Vibro Separator 2.4 Penanganan Produk 2.4.1 Pengepakan Pengepakan merupakan penuangan bubuk teh ke dalam kemasan sesuai dengan berat yang sudah ditentukan setiap grade-nya. Berat untuk setiap grade berbeda dalam setiap paper sack. Kemasan yang digunakan adalah sack yang terbuat dari kertas namun di bagian dalam dilapisi aluminium foil. Pengepakan mempunyai tujuan: 1. Melindungi bubuk teh dari kontaminasi mikroba ataupun kotoran fisik; 2. Memudahkan di dalam pengangkutan dan pemasaran; 3. Memperbaiki penampilan dalam rangka kepentingan penjualan; dan 4. Memudahkan di dalam penyimpanan dalam gudang efektivitas tempat. Pengepakan untuk teh hitam CTC di pabrik Ciater belum diberi penamaan karena pabrik Ciater belum mempunyai label jual. Hasil produksi teh hitam CTC pabrik Ciater selanjutnya dikirim ke pabrik seinduk untuk kemudian nantinya dicampur dengan produk dari sana dan komposisinya diatur oleh bagian teknologi. Produk hasil produksi di pabrik Ciater tidak bisa langsung di-blend karena hasil produksi teh hitam CTC dataran menengah memiliki karakteristik kenampakan kuat tetapi rasa kurang. Hasil teh jadi yang dihasilkan rasa dan aromanya tidak bisa bersaing seperti hasil teh jadi dari dataran tinggi sehingga perlu dilakukan pencampuran di pabrik seinduk.

2.4.2 Penyimpanan

37 Meskipun tahap pengolahan teh terakhir adalah pengepakan, tetapi setelah dikemas, teh dilakukan penyimpanan di gudang penyimpanan. Ruang penyimpanan sama dengan ruang pengepakan. Hal ini untuk memudahkan penataan, sehingga setelah dilakukan pengepakan, teh dalam sack dapat dilakukan pengechopan dan langsung ditata di ruangan tersebut. Penyimpanan dalam bentuk chop-chop. Satu chop terdiri atas 1 bottom pallet, 1 bottom pallet terdiri atas 20 sack. Ketinggian bottom pallet maksimal 220 cm. Hal ini untuk menjaga agar teh yang berada di bagian bawah tidak tergencet dan tidak rusak. Kemudian, ditutup plastik sungkup yang sebelumnya diikat dengan strapping plastik. Akhirnya, untuk chop yang siap dipasarkan diberi tulisan “OK”. Mesin dan Peralatan Pengepakan dan Penyimpanan Sementara  Tea Bin Tea bin merupakan penampung sementara bubuk teh yang akan dilakukan pengepakan setelah dari sortasi kering. Tea bin berbentuk seperti hopper silinder dengan corong pengeluaran di bagian bawahnya yang berbentuk kerucut. Gambar 39. Skema Tea Bin  Tea Bulker Tea bulker adalah alat yang digunakan untuk mencampur teh dengan grade yang sama namun waktu produksinya yang berbeda. Tea bulker berbentuk seperti silinder bersudut dengan 8 ruang di dalamnya. Ketika corong pengeluaran di 38 bagian bawahnya dibuka, bubuk teh dari kedelapan ruang tersebut keluar secara bersamaan. Gambar 40. Skema Tea Bulker Gambar 41. Tea Bulker Pabrik Ciater  Tea Packer Tea packer befungsi untuk menampung bubuk teh dari tea bulker yang siap untuk dikemas. Tea packer berbentuk seperti silinder bersudut yang di bagian bawahnya terdapat 4 corong pengeluaran. Cara kerjanya adalah paper sack disiapkan di bawah corong pengeluaran, kemudian corong dibuka, bubuk teh akan keluar dan ditampung dengan paper sack. Gambar 42. Skema Tea Packer Gambar 43. Tea Packer  Bag Shaper Merupakan alat untuk meratakan bubuk teh di dalam paper sack dan mengatur ketebalan paper sack menjadi kurang lebih 20 cm. Setelah dari vibrator, paper sack yang telah terisi teh diletakkan di atas bag shaper. Di bagian atas bag shaper 39 terdapat besi sebagai pengatur ketinggian paper sack. Sehingga tebal paper sack tidak lebih dari 20 cm. Gambar 44. Bag Shaper  Vibrator Vibrator berfungsi untuk meratakan teh kering ke dalam semua bagian paper sack dan mengumpulkan teh kering yang jatuh sehingga dapat digunakan lagi.  Timbangan Timbangan berfungsi untuk menimbang bubuk teh yang sudah berada di paper sack agar tercapai berat yang diinginkan. Gambar 45. Timbangan BAB III PERHITUNGAN KAPASITAS MESIN GILINGAN PERSIAPAN DAN MESIN GILINGAN CTC Tahap penggilingan pada proses pengolahan teh hitam CTC di pabrik Ciater terdiri dari 1 jalur. Pada jalur tersebut terdapat mesin gilingan persiapan yang berupa Rotorvane “15 dan mesin gilingan CTC sebanyak 4 unit. Kedua jenis mesin tersebut memiliki kapasitas yang berbeda dengan fungsinya yang berbeda pula.

3.1 Perhitungan a. Rotorvane RV

Penghitungan kapasitas dengan pendekatan batch, asumsi tidak adanya penyumbatan selama proses berlangsung. Dimensi untuk 1 putaran 1 gelombang Diameter poros : 15 inchi = 0,381 m Panjang poros : 40 inchi = 1,016 m Volume Poros : 0,1159 m 3 Diameter silinder : 40 inchi = 1,016 m Panjang silinder : 40 inchi = 1,016 m Volume silinder : 0,8240 m 3 Volume total : 0,8240- 0,1159 m 3 = 0,7081 m 3 Keliling poros : π x 0,381 m =1,1963 m Keliling silinder : π x 1,016 m =3,1902 m Keliling total : 3,1902 - 1,1963 m = 1,9939 m Bulk density : 118,6446 kg m 3 Putaran silinder : 49 rpm Kecepatan putaran : 49 rpm x 1,9939 mputaran = 97,7031 mmenit= 5.862,1836 mjam Panjang perpindahan : 1,106 m asumsi tiap pemindahan mencapai 1 putaran Kapasitas RV = volume panjang perpindahan ×bulk density× kecepatan ¿ 0,7081m 3 1,106 m ×118,6446 kgm 3 ×5.862,1836 m jam ¿ 484.739,3533 kg pucuk layu jam 40 Kapasitas equivalen RV terhadap pucuk segar: ¿ 100 kg pucuk segar 83,33 kg pucuk layu × 484.739,3533 kg pucuk layu jam ¿ 581.710,4923 kg pucuk segar jam Kapasitas equivalen RV terhadap teh kering: ¿ 20,94 kg teh kering 83,33 kg pucuk layu × 484.739,3533 kg pucuk layu jam ¿ 121.810,1771kg tehkering jam

b. Mesin atau Pisau CTC

Waktu proses : 12 jamhari Diameter roll d : 8,25 inchi = 0,20955 meter Putaran roll N : 700 rpm Panjang roll p : 0,8 meter Jarak terpendek antar roll s : 1 mm = 0,001 meter Bulk density : 0,4133 grml = 413,3 kgm³ Kecepatan roll v : Keliling roll x putaran roll = π x d x N = 3,14 x 0,20955 m x 700 rpm = 460,5909 mmenit = 27.635,45 mjam = 331.625,4 m hari Kapasitas mesin CTC : v x p x s x bulk density x jumlah alat = 27.635,45 mjam x 0,8m x 0,001m x 413,3 kgm³ x 2 = 18.274,7704 kg bubuk gilingjam Kapasitas equivalen mesin CTC terhadap pucuk segar : ¿ 100 kg pucuk segar 83,33 kg bubuk giling ×18.274,7704 kg bubuk giling jam ¿ 21.930,6017 kg pucuk segar jam Kapasitas equivalen mesin CTC terhadap teh kering: 41 ¿ 20,94 kg teh kering 83,33 kg bubuk giling × 9.137,3852kg bubuk giling jam ¿ 4.592,2680 kg teh kering jam

3.2 Pembahasan