demikian, keberadaan atau pemberian otonomi khusus kepada suatu daerah di Indonesia lebih merupakan sebuah “penjumlahan” atau “selisih” dari kekuatan
tawar dari daerah yang menuntut otonomi khusus dan Pemerintah Pusat yang berkepentingan mempertahankan keberadaan daerah tersebut dalam kesatuan
republik Indonesia. Apabila posisi tawar daerah lebih kuat, hasilnya adalah pemberian otonomi khusus. Sebaliknya, apabila posisi Pusat kuat, maka hasilnya
adalah tidak ada pemberian otonomi khusus KEMITRAAN,2008
2.2 Dana Otonomi Khusus
Dana otonomi khusus merupakan salah satu bentuk transfer Pemerintah Pusat kepada daerah yang memiliki status otonomi khusus. Tujuan utama
implementasi transfer Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah adalah mengurangi ketidakseimbangan fiskal yang terjadi baik secara vertikal maupun
horizontal Siddik, 2004: 131- 132. Selain itu, Pemberian dana otonomi khusus bertujuan untuk memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat
mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan transfer dari Pemerintah Pusat tentunya dapat mempengaruhi
besarnya anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD suatu daerah. Sebagai contoh, dana otonomi khusus yang diterima oleh Aceh, telah menjadi sumber
pendapatan utama dan terbesar melebihi pendapatan Asli daerah PAD dan dana perimbangan lainnya sejak diberlakukannya status otonomi khusus Aceh data
DJPK. Menurut UU No.18 Tahun 2001, Penerimaan dalam rangka otonomi
khusus, berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dari hasil sumber daya alam Migas di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar 55 untuk pertambangan
minyak bumi dan sebesar 40 untuk pertambangan gas alam selama delapan tahun sejak berlakunya undang-undang ini. Penerapan UU No. 11 Tahun 2006
memberikan perubahan terhadap sumber dana otonomi khusus untuk provinsi Aceh. Dana otonomi khusus dalam UU No. 11 Tahun 2006 adalah transfer
pemerintah pusat kepada Aceh yang bersumber dari pagu dana alokasi umum DAU nasional berlaku untuk jangka waktu 20 dua puluh tahun, dengan rincian
untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2 pagu dana alokasi umum nasional dan untuk tahun keenam belas
sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1 pagu dana alokasi umum nasional.
Tabel 2.2 Penerimaan Provinsi Aceh Dalam Rangka Otonomi Khusus
Sumber Dana Otsus UU No. 18 Tahun 2001
UU No. 11 Tahun 2006 Tambahan
dana bagi
hasil sumberdaya Migas provinsi Aceh
setelah dikurangi pajak sebesar 55 untuk minyak bumi dan 40 untuk
gas alam. 2 dari pagu dana alokasi umum
DAU nasional dari tahun ke-1 sampai tahun ke-15 dan 1 hingga
tahun ke-20.
Sumber: UU No. 18 Tahun 2001 dan UU No. 11 Tahun 2006 Pemberlakuan UU No.18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Nanggroe Aceh Darussalam yang kemudian diubah menjadi UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh telah membawa perubahan sistem desentralisasi
fiskal di Indonesia. Salah satu tujuan dari pemberian dana otonomi khusus adalah
meningkatkan taraf hidup masyarakat asli melalui pemanfaatan dan pengelolaan hasil kekayaan alam dengan empat program prioritas yaitu pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan ekonomi rakyat serta pembangunan infrastruktur. Dana Otonomi Khusus provinsi Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat 2 UU No.11
Tahun 2006 ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan
kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Sedangkan dalam UU No.18 Tahun 2001, Dana otonomi khusus yang merupakan salah satu bentuk
desentralisasi asimetris ditujukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik dengan rincian 30 ditetapkan untuk
pembiayaan pendidikan di Aceh dan 70 untuk program pembangunan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa tujuan dari dana otonomi khusus adalah untuk
meningkatkan indeks pembangunan manusia.
2.3 Belanja Modal