kerudung panjang sampai menutupi seluruh tubuh perempuan seperti mukena, yaitu pakaian salat untuk perempuan.
Pada jamaah salafiyyah aturan bagi perempuan untuk mengenakan jilbab sangat ditekankan. Bagi mereka aturan bentuk dan cara pemakaian jilbab harus
sesuai dengan apa yang telah diajarkan nabi kepada perempuan-perempuan Islam di zamannya dahulu. Perempuan pengikut dakwah salafiyyah, memiliki ciri khas
dalam mengenakan jilbab. Jilbab berwarna gelap seperti hitam dan menutupi seluruh bagian tubuh dari kepala sampai hampir ke kaki dan hanya tersisa muka
dan telapak tangannya saja seperti mukena, sudah menjadi pakaian yang lazim dipakai perempuan pengikut dakwah salafiyyah. Menurut pemahaman mereka
pakaian seperti itulah yang dikatakan jilbab yang diperintahkan Allah di dalam Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31.
Bahkan di kalangan pengikut dakwah salafiyyah bayak perempuannya juga mengenakan cadar pada jilbabnya. Walaupun sebenarnya di antara ulama mereka
terjadi perbedaan pendapat dalam masalah memakai cadar akan kewajibannya.
IV.1.3. Perkenalan Dengan Calon Istri Ta’aruf Dan Melihatnya Nazhor
Setelah mengetahui kriteria-kriteria perempuan yang akan dinikahinya melalui perantara. Seorang calon pengantin laki-laki kemudian memberikan
keputusan dan menilai mana perempuan yang cocok untuknya dan dilanjutkan seterusnya ke arah yang lebih serius yaitu perkenalan atau diistilahkan dengan
ta’aruf dan boleh melihat perempuan yang akan dinikahinya demgan tujuan penentuan untuk memantapkan diri ke tahapan selanjutnya yang lebih serius.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya perkenalan ini dilakukan setelah masing-masing pihak telah mendapatkan informasi mengenai jati diri calon pasangannya melalui perantara
secara terbatas, kemudian mereka baru memutuskan untuk mengenali lebih jauh calon pasangannya dengan bertemu dan duduk bersama untuk merundingkan hal
selanjutnya, apakah akan diteruskan atau tidak. Duduk bersama dan bertemu biasanya dilakukan tanpa berhadap-hadapan secara langsung dan berduaan saja.
Masing-masing calon pasangan membawa mahramnya. Laki-laki biasanya mengajak ustadz dan orang tuanya dan perempuan biasanya didampingi ustadzah
dan orang tuanya juga. Proses perkenalan biasanya disepakati dilakukan di mesjid, karena mesjid kebanyakan memiliki tirai sebagai pembatas antara laki-laki dan
perempuan sebagai tempat salat. Pada proses perkenalan, yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan baik dari pihak calon laki-laki maupun dari pihak calon
perempuan duduk terpisah dibatasi hijab atau tirai yang ada di mesjid. Proses selanjutnya adalah masing-masing orang tua dari masing-masing
calon pasangan mengungkapkan jati diri, sifat, kebiasaan baik atau buruk, kondisi fisik anak mereka seluruhnya tanpa ada yang disembunyikan sedikit pun apakah ia
memiliki cacat atau tidak. Dengan begitu nantinya sudah jelas baik buruknya secara fisik maupun sifat pasangan masing-masing sudah dijelaskan agar jika
hubungan terus dilanjutkan sampai menikah kemudian, pihak laki-laki tidak bisa menggugat dan protes kepada pihak perempuan tentang kekurangan yang tidak
disukainya dari isterinya. Untuk itu dari proses perkenalan ini, orang tua dari pihak perempuan sejelas-jelasnya menerangkan kondisi anak perempuannya tanpa
ada ditutup-tutupi.
Universitas Sumatera Utara
Setelah menerangkan sifat dan kondisi masing-masing calon, selanjutnya akan diikuti dengan melihat secara langsung calon pasangan yaitu perempuan
yang akan dinikahi tersebut. Proses melihat kondisi fisik perempuan yang akan dinikahi tersebut disebut nazhor. Nazhor menurut jamaah salafiyyah merupakan
perintah nabi kepada orang-orang yang akan menikah. Biasanya yang diperbolehkan untuk dilihat dari perempuan yang akan dinikahi tersebut adalah
sebatas wajah dan telapak tangannya saja, karena hal itu merupakan batas aurat perempuan yang boleh terlihat dan sesuai dengan tuntunan dan perintah nabi.
Adakalanya dalam proses melihat perempuan yang akan dinikahi, perempuan tersebut yang memakai cadar harus melepas cadarnya. Kebanyakan calon laki-laki
masih malu dan menundukkan pandangan saat melihat calon pasangannya. Menurut jamaah salafiyyah, dalam melihat hendaknya mencuri-curi pandangan
dan sesekali melihat perempuan yang akan dinikahinya tersebut. Proses melihat memungkinkan dilakukan karena tirai yang membatasi proses perkenalan akan
dibuka sebatas kedua calon dapat saling melihat dan berhadap-hadapan. Dalam proses perkenalan dan melihat calon pasangan ini adakalanya calon
laki-laki tidak sempat melihat, samar-samar dalam melihat, dan bahkan ada yang lupa dengan wajah calon pasangannya. Alasan mereka karena pada saat itu
mereka malu untuk melihat, jadi lebih sering menundukkan pandangan karena belum terlalu terbiasa melihat perempuan asing yang bukan mahramnya.
Kebiasaan menundukkan pandangan dan tidak boleh melihat perempuan yang bukan mahramnya menurut jamaah salafiyyah adalah kewajiban yang harus
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sebagimana perintah Al-Qur’an dan
Universitas Sumatera Utara
dicontohkan nabi. Bahkan menurut jamaah salafiyyah nabi mengatakan ada dosa bagi seseorang yang melihat perempuan yang bukan mahramnya. Dalam proses
perkenalan dan melihat pasangan ini selanjutnya akan ditentukan apakah masing- masing calon menerima kondisi pasangannya masing-masing baik secara fisik
maupun secara mentalnya. Adakalnya setelah melalui proses ini kedua calon berunding lagi dan
meminta waktu beberapa hari untuk berfikir untuk melanjutkan ke arah yang lebih serius atau tidak. Masing-masing calon boleh membatalkan keinginannya untuk
melanjutkan hubungan dengan kearah pernikahan dengan alasan ketidakcocokan setelah masa perkenalan ada yang kurang diinginkan dan tidak disetujui baik dari
segi fisik maupun mentalnya. Jika dari proses perkenalan ternyata tidak ada kecocokan di antara keduanya dan calon perempuan tidak memberikan izin untuk
dilamar, maka hubungan putus sampai di sini. Masing-masing pihak menjaga nama baik dan tidak menyebarkan aib dari calon pasangan yang telah
diketahuinya seluruhnya. Tetapi apabila pada saat perkenalan kedua calon pasangan cocok dan si perempuan mau dan memberikan izin untuk dilamar, maka
selanjutnya akan dibicarakan dan direncanakan proses pernikahannya. Suherman 23 tahun seorang pengikut dakwah salafiyyah bahwa ketika
pada masa ta’aruf ia tidak melihat calon pasangannyan. Padahal ia sudah dua kali berta’aruf dengan dua orang perempuan. Kedua perempuan itu belum pernah
dilihatnya karena malu untuk melihatnya. Ia mengatakan bahwa sebenarnya ia hampir jadi menikah dengan perempuan pertama bahkan sudah menentukan
tanggal dan mas kawin penikahan. Ketika pelaksanaan pernikahan tinggal satu
Universitas Sumatera Utara
minggu lagi pihak perempuan membatalkan pernikahan dan mengembalikan mahar yang telah diberikan daengan alasan walinya tidak menyetujui. Kemudian
ia mengaku mendapat tawaran dari seorang ustadz untuk ta’aruf dengan seorang perempuan dan kemudian menikah pada tanggal yang telah ditetapkan oleh
perempuan pertama yang ketika pelaksanaan nikahnya tinggal enam hari lagi. “…Ana sebenarnya udah ta’aruf dengan seorang akhwat yang seharusnya
menikah dengan dia hari ini tapi karena dia batalin peminangannya dan mengembalikan mahar yang udah ana kasih sama dia dengan alasan abangnya
sebagai wali gak nerima ana. Katanya abangnya mau nikahkan dia dengan orang yang satu pengajian dengan abangnya. Padahal tanggal pernikahan ana yang
udah ditetapkan tinggal satu minggu lagi. Untung ada ustadz yang nawari ana ta’aruf dengan akhwat yang sekarang ini ana nikahi. Terus ta’aruf sebentar dan
ana gak sempat ngeliat calon isteri ana dari akhwat yang ta’aruf yang pertama sampek sekarang ini udah sah nikah pun ana belum juga tau muka isteri ana yang
mana. Bayangkan aja dalam jarak satu minggu ana ta’aruf langsung dapat nikah untuk tanggal yang sama yang udah ditetapkan dengan akhwat yang pertama…”
IV.1.4. Penentuan Mas Kawin Mahar Dan Penetapan Hari Pernikahan