BAB III HUKUM DAN ATURAN PERNIKAHAN PADA JAMAAH
SALAFIYYAH
III.1. Pengertian Dan Tujuan Pernikahan Menurut Jamaah Salafiyyah
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang telah disebutkan pada bab pendahuluan, bahwa menurut Undang-undang Nomor.1 tahun 1974 Pasal 1, perkawinan atau pernikahan adalah
ikatan lahir dan batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Proses upacara pernikahan adalah rangkaian upacara peralihan rites de
passages yang mempunyai fungsi sosial yaitu menyatakan kepada masyarakat tentang tingkat hidup lingkungan sosial yang baru seorang individu
Koentjaraningrat,1993;5-6. Pernikahan adalah hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan
yang membawa hubungan-hubungan lain yang lebih luas, yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dengan kelompok kerabat perempuan bahkan antara masyarakat
yang satu dengan masyarakat lainnya. Dimana hubungan yang satu ini diawasi oleh sistem norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat itu
Hrebel,1968;283. Dengan pernikahan maka akan terbentuk relasi mulai dari orang-orang yang
memiliki jenis kelamin berbeda dan membentuk unit tersendiri, melalui proses pengakuan dari masyarakat dan pengesahan hukum baik dari sisi keagamaan
maupun sisi hukum negara. Karena itu, pernikahan menurut jamaah salafiyyah adalah penghimpunan antara laki-laki dan perempuan dalam satu akad atau
persetubuhan. Dalam kaidah bahasa Arab, nikah adalah penyebab tejadinya suatu persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Bagi jamaah salafiyyah pernikahan
merupakan jalan atau sarana yang halal dari hubungan kelamin antara laki-laki
Universitas Sumatera Utara
dan perempuan yang berkenaan dengan akad yang telah dipenuhi persyaratannya di dalam hukum Islam.
Pernikahan merupakan suatu sarana untuk memenuhi naluri manusia dalam hal mendapatkan keturunan karena tujuan umum dari pernikahan adalah untuk
mendapat keturunan sebagai generasi penerus. Bagi jamaah salafiyyah tujuan utama pernikahan menurut mereka adalah mencontohkan sunnah nabi, karena
menurut mereka pernikahan merupakan ibadah, dan setiap ibadah harus disertai niat tulus hanya ditujukan kepada Allah saja serta mengikuti sunnah rasul-Nya.
Jadi menurut mereka tujuan pernikahan adalah hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mencontoh sunnah nabi, karena nabi bersabda dalam haditsnya
“Barang siapa yang beramal tanpa ada tuntunan atau perintahnya dari kami maka amalan itu tertolak.”HR. Muslim dan Abbu Dawud. Oleh karena itu
menurut mereka setiap ibadah yang tidak ada contohnya dari nabi adalah bid’ah, dan bid’ah itu sesat berdasarkan perkataan nabi “Sesungguhnya sebaik-baik
perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Jauhi oleh kamu perkara bid’ah, karena setiap perkara bid’ah
adalah sesat, dan setiap yang sesat tempatnya di neraka.”HR. Abu Dawud dan Tirmidzi.
Mereka juga menyebutkan tujuan pernikahan seperti itu karena berdasarkan perkataan nabi Muhammad dengan mengatakan bahwa pernikahan itu merupakan
setengah dari pada agama “Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya, oleh karena itu hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”HR. Anas bin Malik. Jadi menurut
Universitas Sumatera Utara
mereka tujuan dari pernikahan itu adalah untuk mendapatkan dan menjaga setengah bahagian dalam agama Islam serta menjaga kehormatan agama
seseorang. Tujuan lain pernikahan menurut jamaah salafiyyah adalah untuk
memperoleh keturunan yang banyak. Mereka menyebutkan demikian karena menurut mereka nabi memerintahkan umatnya untuk menikah dengan perempuan
yang subur agar banyak menghasilkan keturunan karena menurut mereka di dalam hadits, bahwa nabi akan membanggakan jumlah umatnya di hari kiamat nanti
dengan umat lainnya ”Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga- banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari kiamat, dan
janganlah kalian seperti para pendeta nasrani.” HR. Al-Baihaqy. Oleh karena itu, pengikut dakwah salafiyyah mengharamkan pembatasan
jumlah anak ketika sudah menikah dengan alat-alat pencegah kehamilan atau obat-obatan pembatas kelahiran dengan alasan bahwa perbuatan demikian telah
menyelisihi sunnah nabi dan perbuatan mengikuti orang-orang di luar Islam karena komitmen jamaah salafiyyah yang berupaya keras mengikuti dan menuruti
sunnah nabi dari hal yang sekecil-kecilnya hingga yang besar.
III.2. Sistem Pernikahan Pada Jamaah Salafiyyah
Untuk melaksanakan pernikahan sesuai tujuannya tersebut di atas, pengikut dakwah salafiyyah memiliki kriteria khusus dalam memilih pasangan hidupnya.
Ini berarti laki-laki berhak memilih dan menentukan jodohnya dan perempuan hanya dimintai persetujuannya saja, apakah ia mau dinikahi ataukah tidak. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu, hal ini menjadi berpengaruh dalam bentuk pernikahan mereka nantinya.
Biasanya pernikahan jamaah salafiyyah yang ideal adalah menganut sistem endogami kelompok dari pada exogami karena dalam sistem pernikahan yang
bersifat endogami kelompok inilah seprang pengikut dakwah salafiyyah dapat melaksanakan tahap-tahap dalam pelaksanaan hukum-hukum pernikahan
mengikuti sunnah nabi menurut pemahaman mereka. Walaupun sebenarnya secara exogami kelompok tidak dilarang, namun nantinya mereka akan terbentur
dan kesulitan dalam penyelenggaraan pernikahan yang sesuai sunnah nabi menurut mereka. Oleh karena itu sistem pernikahan yang bersifat endogami
kelompok menurut mereka lebih ideal bagi seorang pengikut dakwah salafiyyah dengan alasan bahwa calon mempelai laki-laki dan prempuan yang berasal dari
pengikut dakwah salafiyyah telah mengetahui hukum-hukum pernikahan dan akan melaksanakan penyelenggaraan pernikahan tersebut sesuai dengan hukum-hukum
Islam menurut pemahaman mereka. Pada jamaah salafiyyah tidak ada bentuk pernikahan yang paling
ditonjolkan, yaitu apakah itu bersifat monogami atau bersifat poligami. Walaupun bentuk pernikahan monogami telah umum di dalam masyarakat, namun menurut
mereka bentuk pernikahan poligami dibolehkan dan mereka anggap bahagian dari pada sunnah nabi. Menurut mereka berdasarkan ayat di dalam Al-Qur’an yang
membolehkan menikah dengan paling banyak empat wanita dengan syarat dapat berlaku adil dalam hal materi, maka poligami tidak dilarang. Bahkan menurut
mereka nabi menikah dengan lebih dari seorang istri dan mampu berlaku adil
Universitas Sumatera Utara
secara materi. Jadi syarat pernikahan poligami menurut mereka hanyalah berkenaan dengan adil secara materi bukan adil dalam perasaan atau apa yang di
dalam hati. Menurut mereka nabi berpoligami dan berlaku adil dalam memberikan nafkah materi dan juga adil dalam perbuatan dan perkataan, tetapi tidak dengan
cinta atau kasih sayang di dalam hati untuk lebih condong kepada salah satu istri. Karena itu mereka beralasan bahwa nabi pernah bersabda bahwa yang dimaksud
adil adalah seseorang telah berlaku adil dalam pemenuhan materi dan adil dalam perbuatan serta perkataan, tetapi untuk masalah hati atau cinta kepada salah
satunya hati manusia tidak pernah ada yang sanggup berlaku adil termasuk juga nabi di dalam doanya “Ya Allah, inilah pembagianku pada apa yang aku miliki,
maka janganlah engkau mencelaku pada apa yang engkau miliki, sedang aku tidak memilikinya.“HR. Tirmidzi dan Nasa’i.
III.3. Pembatasan Jodoh Atau Perempuan Yang Tidak Boleh Dinikahi Pada Jamaah Salafiyyah
Pada jamaah salafiyyah terdapat aturan yang menegaskan pembatasan jodoh atau perempuan yang tidak boleh dinikahi. Aturan itu menurut mereka berasal dari
Qur’an maupun sunnah dan sesuai dengan syariat Islam yang mereka pahami. Dalam hukum Islam perempuan yang tidak boleh dinikahi atau haram dinikahi
tersebut disebut mahram. Setiap perempuan pada dasrnya menurut mereka asal mula hukumnya boleh
dinikahi kecuali jika ada dalil atau ketetapan hukum dari Qur’an maupun sunnah yang menjelaskan keharamannya. Jadi menurut mereka perempuan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
boleh dinikahi tersebut ditentukan oleh dalil dari Qur’an maupu sunnah adapun selebihnya yang tidak ada dalilnya maka boleh dinikahi.
Adapun perempuan yang tidak boleh dinikahi menurut jamaah salafiyyah berdasarkan pemahaman mereka terhadap syariat Islam adalah ;
Dilarang karena keturunan atau nasab yaitu; ibu kandung, anak
kandung, saudara perempuan kandung, saudara kandung perempuan dari ayah, saudara kandung perempuan dari ibu, anak perempuan
dari saudara kandung laki-laki, dan anak perempuan dari saudara kandung perempuan. Mereka menyebutkan demikian berdasarkan
Qur’an surat An-Nisa ayat 23-23. dan semua kerabat dari keturunan ayah maupun ibu sampai ke bawah termasuk tidak boleh dinikahi
kecuali sepupu atau anak paman dan bibi dari ayah atau ibu yang boleh dinikahi karena Qur’an surat Al-Ahzab ayat 50 membolehkan
untuk menikahinya.
Dilarang karena ikatan pernikahan atau mushaharah yang terjadi yaitu; ibu mertua, anak perempuan kandung dari isteri yang telah
dinikahi anak tiri, istri anak kandung menantu, menikah dengan menghimpun dua perempuan saudara kandung, perempuan yang
telah menikah dengan orang lain. Mereka menyebutkan demikian berdasarkan Qur’an surat An-Nisa ayat 23-23.
Dilarang karena alasan sepersusuan yaitu; perempuan yang telah
menyusui seseorang di waktu masih bayi yang lazim dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
bangsa Arab yang menitipkan anaknya kepada perempuan- perempuan yang bekerja mengambil upah dari menyusui bayi sampai
masa tertentu minimal lima kali susuan berdasarkan hadits nabi “Diantara ayat Qur’an yang diturunkan adalah tentang sepuluh
susuan. Kemudian dihapuskan dengan lima susuan yang dikenal.”HR. Muslim. Menurut mereka, perempuan saudara satu
susuan ketika ibu susuan juga menyusui bayi perempuan maka ia disebut saudara sepersusuan dan tidak boleh dinikahi. Mereka
menyebutkan demikian juga berdasarkan Qur’an surat An-Nisa ayat 23-23.
Dilarang menikahi perempuan karena kepercayaannya atau
agamanya selain dari Islam dan perempuan ahli kitab baik Yahudi maupun Nashrani boleh dinikahi tetapi dengan syarat-syarat tertentu.
Mereka menyebutkan demikian berdasarkan Qur’an surat Al- Baqarah ayat 221.
Dilarang menikahi perempuan dan menghimpunnya atau menikahi
juga bibinya baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Mereka menyebutkan pengharamannya berdasarkan hadits nabi “tidak boleh
dikumpulkan antara perempuan dengan bibinya baik dari pihak ayah maupun ibu.”HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud
dan Nasa’i.
Dilarang menikahi perempuan yang telah ditalaq tiga oleh seseorang sampai perempuan tersebut menikah lagi dengan orang lain dan
Universitas Sumatera Utara
bercerai, kemudian apabila sudah bercerai boleh dinikahi. Mereka menyebutkan demikian berdasarkan Qur’an surat Al-Baqarah ayat
230.
Dilarang menikahi perempuan yang telah memiliki suami yang statusnya belum diceraikan.
Dilarang menikahi perempuan pelacur. Mereka menyebutkan
larangannya berdasarkan Qur’an surat An-Nur ayat 3. Semua perempuan tersebut di atas tidak boleh dinikahi. Adapun wanita
selain dari yang disebutkan di atas menurut jamaah salafiyyah boleh dinikahi. Apabila seseorang melanggar aturan tersebut di atas maka pernikahannya
dianggap tidak sah dan hubungan suami istri yang dilakukan dinilai telah berzina dan berdosa besar, wajib segera menceraikan wanita tersebut menurut mereka
sebagai jalan untuk bertobat.
III.4. Bentuk-bentuk Pernikahan Yang Dilarang Pada Jamaah Salafiyyah
Di dalam setiap suku bangsa atau agama tentu ada aturan juga mengenai pernikahan yang di anggap tabu atau tidak boleh dilaksanakan. Jika sanksi yang
ada dalam aturan adat suku bangsa tentang hal ini dilanggar maka sanksinya berupa cemoohan atau dikucilkan dari pergaulan sosial atau dalam adat. Begitu
juga di dalam agama ada aturan-aturan mengenai bentuk pernikahan yang dilarang. Hanya saja sanksi yang melanggarmya berbeda, yaitu berhubungan
dengan hubungannya dengan Tuhan atau bisa juga berpengaruh dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
sosial. Pernikahan bisa dianggap tidak sah dan pelaku mendapat ancaman dosa dan siksa dari Tuhan.
Jamaah salafiyyah yang merupakan salah satu kelompok dalam Islam yang memiliki pemahaman tersendiri mengenai syariat Islam juga memiliki aturan-
aturan mengenai bentuk bentuk pernikahan yang mereka anggap menyimpang dan dilarang menurut peraturan agama Islam yang mereka pahami. Bemtuk-bentuk
pernikahan yang dilarang dalam syariat Islam yang mereka pahami adalah:
III.4.1. Pernikahan Ar-Rahth Atau Poliandri
Pernikahan Ar-rahth adalah pernikahan sejumlah laki-laki dengan seorang perempuan. Dalam istilah lain bentuk pernikahan seperti ini disebut dengan
poliandri. Menurut jamaah salafiyyah pernikahan seperti ini dahulu sering dilakukan pada masa ketika bangsa Arab masih pada zaman jahiliyyah, oleh
karena itu setelah diangkatnya nabi Muhammad menjadi nabi, bentuk pernikahan seperti ini dilarang. Pernikahan seperti ini masih ada di dunia ini sampai sekarang.
III.4.2. Pernikahan Al-Istibdha’
Bentuk pernikahan Al-Istibdha’ adalah bentuk pernikahan oleh seorang perempuan yang masih memiliki suami, kemudian perempuan tersebut diperintah
oleh suaminya agar menikah dengan laki-laki lain yang ditunjuk suaminya agar perempuan tersebut dapat hamil dan mengandung anak dari laki-laki yang
ditunjuk suaminya tersebut. Biasanya laki-laki yang ditunjuk suami dari perempuan tersebut adalah
orang pilihan yang meiliki kelebihan berupa ketampanan, gen keberanian, fisik
Universitas Sumatera Utara
yang kuat dan lain-lain agar anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut sama sifatnya seperti laki-laki yang ditunjuk suaminya tersebut. Menurut jamaah
salafiyyah pernikahan seperti ini dilarang karena termasuk kebiasaan di zaman jahiliyyah. Termasuk pernikahan jenis ini menurut jamaah salafiyyah yang juga
dilarang adalah seperti program bayi tabung. Di zaman sekarang ini ada orang yang memerintahkan atau suaminya merelakan istrinya agar menikah dengan laki-
laki lain agar istrinya dapat hamil karena mereka belum mendapatkan keturunan.
III.4.3. Pernikahan Mut’ah Atau Nikah Kontrak
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan masa waktu tertentu,. Jika waktu yang telah
ditentukan berakhir maka perceraian secara otomatis terjadi. Pernikahan seperti ini disebut juga nikah kontrak.
Menurut jamaah salafiyyah pernikahan seperti ini dilarang keras di dalam Islam. Tetapi mereka mengatakan bahwa ada sebahagian kalangan yang mengaku
sebagai uamat Islam yang membolehkannya. Mereka mengatakan bahwa kelompok yang menghalalkan nikah seperti ini adalah sekte Syi’ah Imamiyah
yang paling berkembang di Iran. Menurut jamaah salafiyyah pernikahan mut’ah pada awal mula masih
berkembangnya Islam memang tidak dilarang. Tetapi kemudian menghapuskan hukum tersebut menjadi dilarang dan Allah telah mengharamkannya sampai hari
kiamat berdasarkan hadits nabi “Barangsiapa yang menikahi perempuan dengan mut’ah, maka hendaklah ia menceraikannya karena Allah telah
Universitas Sumatera Utara
mengharamkannya sampai hari kiamat.”HR. Muslim dan ‘Abdurrazzaq. Hal itu terjadi pada saat penaklukkan kota Mekah oleh nabi dan ketika itu juga turun
wahyu untuk mengharamkan nikah mut’ah sampai hari kiamat. Adapun alasan mereka berkenaan dengan penghalalan nikah mut’ah pada awal Islam adalah
karena para sahabat nabi masih banyak yang baru memeluk Islam dan iman mereka masih lemah sehingga adat budaya jahiliyyah masih belum mereka
tinggalkan sebelumnya.
III.4.4. Pernikahan Syighar
Pernikahan syighar adalah bentuk pernikahan yang dibuat oleh wali seorang perempuan yang walinya menikahkan perempuan yang diasuhnya atau diurusnya
kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki tersebut memiliki perwalian dari seorang perempuan yang harus dinikahkan dengannya. Bentuk pernikahan seperti
ini bisa disebut pernikahan secara barter antar para wali yang memiliki perempuan yang menjadi tanggungannya.
Menurut jamaah salafiyyah pernikahan seperti ini dilarang keras dalam Islam. Nikah syighar dapat berarti seorang bapak menikahkan anak perempuannya
dengan syarat calon menantunya harus menikahkan anak perempuannya kepadanya. Mereka beralasan bahwa nikah syighar dilarang karena nabi
mengatakan tidak ada syighar dalam Islam dalam haditsnya “Tidak ada syighar dalam Islam.”HR. bukhari, Tirmidzi, Ahmad, dan Abu Dawud.
III.4.5. Pernikahan Tahlil
Universitas Sumatera Utara
Pernikahan tahlil adalah sesorang yang menikahi perempuan yang telah ditalaq tiga oleh suaminya setelah berakhir masa iddahnya, kemudian
menceraikannya kembali agar perempuan tersebut dapat menikah kembali dengan suami pertamanya. Menurut jamaah salafiyyah pernikahan seperti ini adalah dosa
besar dan termasuk perbuatan keji yang Allah mengharamkannya dan melaknat pelakunya. Mereka beralasan dengan adanya hadits nabi “Allah melaknat
Muhallil dan Muhallal lahu”HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah. Muhallil adalah orang yang menikahi perempuan yang diceraikan suaminya dengan
maksud dinikahkan kepadanya. Muhallal lahu adalah orang yang menikahi perempuan dengan maksud menceraikannya untuk dinikahi suami pertamanya.
III.4.6. Berpoligami Lebih Dari Empat Perempuan
Termasuk pernikahan yang dilarang dan diharamkan menurut pemahaman jamaah salafiyyah adalah menikahi lebih dari empat wanita yang itu merupakan
batas dari jumlah perempuan yang boleh dinikahi seorang pria. Menurut jamaah salafiyyah bentuk poligami seperti diharamkan karena telah menyelisihi jumlah
yang ditetapkan oleh Allah di dalam Qur’an An-Nisa ayat 3 yaitu empat orang perempuan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TAHAP-TAHAP ATAU TATA CARA PERNIKAHAN PADA