Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan system perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang
memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu untuk mencapai keadaan tersebut adalah merek.
Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler dan Keller 2008:332 mendefenisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau
kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari
barang atau jasa pesaing. 2.1.8 Loyalitas Merek
Brand Loyalty
Menurut Mowen dan Minor 2002:108, Loyalitas merek didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu
merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan. Loyalitas merek, sudah lama menjadi gagasan sentral
dalam pemasaran, merupakan satu rujukan keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Ini mencerminkan bagaimana seorang pelanggan mungkin akan
beralih ke merek lain terutama jika merek tersebut membuat suatu perubahan, baik dalam harga atau dalam unsure-unsur produk. Bila loyalitas merek
meningkat, kerentanan kelompok pelanggan dari serangan kompetitif bisa dikurangi. Ini merupakan satu indikator dari ekuitas merek yang nyata-nyata
terkait dengan laba masa depan, karena loyalitas merek secara langsung ditafsirkan sebagai penjualan masa depan Aaker, 1997:57.
2.1.9 Konsumen Berpindah Merek
Brand Switcher
Chinho, 2000:283 mentakan defenisi dari brand switchers adalah “A portion of the shoppers will switch products at least once when they make their
current or subsequent choices.” Hal ini berarti bahwa sejumlah pembeli atau
konsumen yang akan beralih merek ke merek lain paling tidak pada saat mereka menentukan pilihannya yang terkini.
2.1.10 Perpindahan Merek Brand Switcing
Perpindahan merek Brand swithing adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek
yang lain Peter dan Olson, 2000 dalam Setiya ningrum, 2005:5. Perilaku berpindah merek dapat terjadi dikarenakan beragamnya produk yang ada
dipasaran sehingga menyebabkan adanya perilaku memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan atau karena terjadi masalah dengan produk yang sudah dibeli
maka konsumen kemudian beralih ke merek lain. Oleh sebab itu, brand switching juga dapat diartikan sebagai perpindahan merek yang digunakan pelanggan untuk
setiap waktu pengguanaan www.swa.co.id. Tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal.
Semakin tinggi tingkat brand switching, maka semakin tidak loyal seorang konsumen. Hal tersebut berarti semakin berisiko juga merek yang dikelola karena
bisa dengan mudah dan cepat kehilangan konsumen.
Brand Switching behavior adalah perilaku perpindahan merek yang
dilakukan konsumen karena beberapa lasan tertentu, atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain yang dikarenakan adanya
ketidak puasan terhadap merek yang mereka beli. Ketidakpuasan tersebut terjadi ketika harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen akan bersikap
Universitas Sumatera Utara
negatif terhadap suatu merek dan kecil kemungkianannya konsumen akan membeli lagi merek yang sama.
Penilaian konsumen terhadap merek dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya dan pengetahuan
konsumen tentang produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut. Ketidakpuasan
emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya.
Pencarian merek ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media cetak, media elektronik ataupun melalui interpersonal, dimana
tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek Brand Switching.
Konsumen yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dihipotesiskan sebagai konsumen yang paling rentan terhadap perpindahan merek karena adanya
rangsangan pemasaran Junaidi dan Dharmmesta, 2002:91. Penyebab lain perpindahan merek adalah beragamnya penawaran produk lain dan adanya
masalah dengan produk yang sudah dibeli. 2.1.11 Kebutuhan Mencari Variasi
Konsep kebutuhan mencari variasi berhubungan dengan studi marketing dan exploratory purchase behavior
seperti perpindahan merek dan perilaku inovasi. Dari sudut pandang psikologi dihasilkan teori yang menyatakan bahwa sumber kebutuhan
mencari variasi adalah kebutuhan internal untuk stimulasi. Schiffman dan Kanuk 2007:115 mengemukakan bahwa sifat yang
digerakkan oleh kepribadian yang persis sama dan berhubungan dengan Tingkat Stimulasi Optimum TSO adalah pencari variasi atau kesenangan baru. Ketika
stimulasi dalam bentuk kompleksitas, arousal, dan sebagainya berada di bawah level ideal, individu menjadi jenuh dan ia mencoba untuk lebih menghasilkan input
stimulasi melalui perilaku seperti exploration dan novelty seeking. Sebaliknya, ketika stimulasi mengalami peningkatan melebihi level ideal, individu akan berusaha
menurunkan input stimulasi. Kebutuhan mencari variasi adalah perilaku konsumen untuk melepaskan suatu
kejenuhan karena keterlibatan rendah pada merek atau produk. Perilaku ini dikarakteristikkan dengan sedikitnya pencarian informasi dan pertimbangan
memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut. Ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa
tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media cetak,
media elektronik ataupun melalui interpersonal, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek brand switching. Konsumen yang hanya
Universitas Sumatera Utara
mengaktifkan tahap kognitifnya dihipotesiskan sebagai konsumen yang paling rentan terhadap perpindahan merek karena adanya rangsangan pemasaran Junaidi dan
Dharmmesta, 2002:91. Penyebab lain perpindahan merek adalah beragamnya penawaran produk lain dan adanya masalah dengan produk yang sudah dibeli.
Peneliti dalam mengidentifikasi kebutuhan mencari variasi, metode untuk mengetahui kebutuhan dalam keputusan mencari variasi tersebut dijabarkan lebih
konkrit ke dalam sejumlah konstruk yang disebut sebagai Exploratory Acquisition of Product
EAP yang dikutip dari Van Trijp 1996:291 yang telah disesuaikan sebagai berikut:
1 Lebih suka merek yang belum pernah dicoba. 2 Merasa tertantang jika memesan merek yang belum familiar.
3 Meskipun menyukai merek tertentu, namun sering mencoba merek yang baru. 4 Tidak khawatir dalam mencoba merek baru atau berbeda.
5 Jika merek produk tersedia dalam sejumlah variasi, pasti akan mencobanya. 6 Menikmati peluang membeli merek yang tidak familiar demi mendapatkan
variasi dalam suatu pembelian.
2.2 Penelitian Terdahulu
Naibaho 2009 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ketidak Puasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap keputusan
Perpindahan Merek Handphone GSM dari Nokia Ke Sony Ericcson”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ketidak puasan
konsumen dan kebutuhan mencari variasi terhadap keputusan perpindahan merek handphone GSM dari Nokia ke Sony Ericsson pada mahasiswa Ekonomi S-1
reguler USU. Yudi dan Koharwinata dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh
Kebutuhan Mencari Variasi dan Ketidakpuasan Konsumen terhadap Keputusan Perpindahan Merek Pada Produk Telepon Seluler GSM di Kalangan Mahasiswa
Universitas Kristen Petra” dengan menggunakan jenis jenis penelitian kausal, yang dimana penelitian tersebut dilakukan utuk menghubungkan sebab akibat
perpindahan merek produk telepon seluler yang dibeli ditinjau dari ketidak puasan konsumen dan kebutuhan mencari variasi merek atas produk telepon seluler
GSM menyatakan bahwa tingkat ketidakpuasan konsumen mempunyai
Universitas Sumatera Utara