Hasil Pengujian Bakteri Penghasil Enzim Kitinase Uji Antagonisme Isolat Bakteri Kitinolitik Terhadap Fungi Patogen

cahaya, terkecuali warna biru. Bila zat pati telah diuraikan menjadi maltosa dan glukosa, warna biru ini tidak terjadi karena tidak adanya bentuk spiral. Tidak terbentuknya warna menunjukkan adanya hidrolisis pati Lay 1994.

4.2 Hasil Pengujian Bakteri Penghasil Enzim Kitinase

Kemampuan bakteri dalam menghasilkan enzim kitinase dapat dilihat pada pertumbuhan koloni bakteri yang ditanam pada media yang mengandung kitin. Bakteri yang dapat menghasilkan enzim kitinase dibuktikan dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dari 12 isolat yang ditumbuhkan pada media MGMK 5 isolat yaitu BK13, BK14, BK15, BK16 dan BK17 menunjukkan hasil yang positif yaitu adanya zona bening disekitar koloni, yang mengindikasikan bahwa kelima isolat tersebut menghasilkan enzim kitinase Gambar 4.2.1. Gambar 4.2.1. Isolat bakteri penghasil kitinase a BK13, b BK14, c BK15, d BK16 dan e BK17 pada media MGMK selama 3 hari Menurut Suryanto Munir 2006, mikroba kitinolitik dapat ditapis dengan menggunakan medium yang mengandung kitin. Koloidal kitin merupakan salah satu substrat yang dapat digunakan untuk menginduksi produksi enzim hidrolitik pada fungi, bakteri dan aktinomisetes. Menurut Muharni 2009, zona bening terbentuk karena terjadinya pemutusan ikatan β−1, 4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin oleh kitinase menjadi monomer N-asetilglukosamin. Susi 2002 menyatakan bahwa, besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan β− 1, 4 homopolimer N- asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan maka akan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni. a b c d e Universitas Sumatera Utara

4.3 Uji Antagonisme Isolat Bakteri Kitinolitik Terhadap Fungi Patogen

Hasil uji antagonisme 5 isolat bakteri kitinolitik terhadap fungi G. boninense dan F. oxysporum menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan G. boninense dan F. oxysporum dengan kemampuan yang bervariasi. Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme dapat diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan pertumbuhan bagi isolat bakteri kitinolitik Gambar 4.3.1 Gambar 4.3.1. Uji antagonisme bakteri kitinolitik a. terhadap G. boninense, b terhadap F. oxysporum pada media MGMK umur 4 hari Zona hambat umumnya mulai teramati pada hari keempat dan jarak zona hambat terus bertambah, sampai hari kedelapan. Bentuk zona hambat tersebut berupa cerukan penipisan elevasi yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.1. Efek penghambatan masing-masing isolat bakteri kitinolitik tersebut terhadap fungi G. boninense dan F. oxysporum dipengaruhi oleh keberadaan kitin pada media, sehingga kitinase pada kelima isolat lebih cepat disekresikan. Adanya kitin pada media uji menyebabkan produksi kitinase isolat bakteri tersebut terpacu untuk mendegradasi dinding sel fungi. Ketika kitin yang ada di sekitar koloni sudah terurai maka bakteri kitinase akan mengkolonisasi miselium fungi untuk menguraikan kitin yang ada pada dinding sel fungi. Penguraian kitin pada dinding sel fungi menyebabkan penghambatan bagi pertumbuhan fungi G. boninense dan F. oxysporum. Menurut Muharni 2009 kitin sebagai substrat akan menginduksi aktivitas enzim kitinase. Kitinase merupakan a b Universitas Sumatera Utara enzim yang mendegradasi kitin menjadi N-asetilglukosamin, degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik dengan melibatkan enzim kitinase. Tabel 4.3.1. Uji antagonisme antara lima isolat bakteri kitinolitik dengan G. boninense dan F. oxysporum Isolat Bakteri Jamur Zona Hambatan mm hari ke- 4 5 6 7 8 BK13 G. boninense 1,24 5,48 9,87 12,56 21,75 F. oxysporum 3,60 5,90 8,20 11,6 18,59 BK14 G. boninense 1,25 2,02 5,34 9,62 11,08 F. oxysporum 0,97 1,50 2,39 2,97 3,98 BK15 G. boninense 0,81 2,27 3,98 7,26 19,06 F. oxysporum 5,13 7,60 8,06 13,21 20,45 BK16 G. boninense 1,56 2,34 5,60 10,83 19,36 F. oxysporum 1,09 2,45 5,03 8,66 11,01 BK17 G. boninense 2,09 4,18 8,53 12,14 22,74 F. oxysporum 4,05 5,18 6,55 9,76 13,27 Pada pengamatan hari kedelapan dari kelima isolat bakteri kitinolitik tersebut, isolat yang menunjukkan efektivitas paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur G. boninense adalah isolat BK17 dengan diameter 22,74 mm dan dan isolat dengan efektivitas penghambatan terendah yaitu BK14 dengan zona hambat sebesar 11,08 mm. Untuk penghambatan F. oxysporum, isolat yang menunjukkan efektivitas tertinggi adalah BK15 dengan diameter zona hambat sebesar 20,45 mm, dan isolat dengan efektivitas penghambatan terendah yaitu BK14 dengan zona hambat sebesar 3,98 mm. Selain kandungan kitin pada media uji, kandungan kitin pada dinding sel fungi juga berpengaruh terhadap besarnya zona hambat isolat pada masing- masing fungi. Menurut Rajaratham et al. 1998 semakin besar kandungan kitin pada dinding sel maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Kitin pada jamur berbentuk mikrofibril yang memiliki panjang yang berbeda tergantung pada spesies dan lokasi selnya. Mikrofibril merupakan struktur utama dari dinding sel jamur dan terdiri atas jalinan rantai-rantai polisakarida yang saling bersilangan membentuk anyaman. Jalinan ini kuat berikatan pada matriks. Kandungan kitin pada jamur bervariasi dari 4-9 berat kering sel, tergantung spesies atau strain jamurnya. Universitas Sumatera Utara Pada mekanisme pertahanan tanaman terhadap fungi patogen, enzim kitinase tidak hanya mendegradasi dinding sel fungi tetapi juga menghasilkan enzim kitinase. Menurut Oku 1994, peranan kitinase dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen terjadi melalui dua cara, yaitu: 1 menghambat pertumbuhan fungi dengan secara langsung menghidrolisis dinding miselia dan 2 melalui pelepasan elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada inang.

4.4 Uji Antagonisme Isolat Antijamur Terhadap Fungi Patogen

Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. Dan Gliocladium sp. Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium

23 267 52

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum (schlecht.) f.sp lycopersici (sacc.) Synd.ei Hans Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill)

4 63 70

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95