Penghambatan Serangan F. oxysporum Pada Benih Cabai Merah

4.8 Penghambatan Serangan F. oxysporum Pada Benih Cabai Merah

Benih cabai yang masing-masing telah direndam ke dalam 2 isolat bakteri kitinolitik, 2 isolat bakteri anti jamur, dan campuran antara masing-masing bakteri kitinolitik dengan bakteri antijamur ditumbuhkan pada medium tanah yang telah diberikan suspensi Fusarium. Persentase rebah kecambah, tinggi kecambah, jumlah daun dan berat kering diamati dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Kecambah yang ditumbuhkan pada tanah yang mengandung Fusarium cukup rentan terhadap layu Fusarium. Hal ini terlihat dari perlakuan kontrol + yang lebih dari setengahnya mengalami layu Fusarium. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 4.8.1 di bawah ini Gambar 4.8.1. Persentase rebah kecambah yang diinokulasikan Fusarium dengan perlakuan bakteri antijamur dan bakteri kitinolitik Kontrol + = dengan pemberian suspensi F. oxysporum dan tanpa bakteri uji Kontrol - = tanpa pemberian suspensi F. oxysporum dan bakteri uji 10 20 30 40 50 60 70 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 R eb a h K ec a m b a h Hari Setelah Tanam Kontrol - kontrol + BK13 BK15 KM01 KM04 BK13+KM01 BK13+KM04 BK15+KM01 BK15+KM04 Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 4.8.1 terlihat bahwa benih mulai mengalami layu setelah memasuki minggu ke-2 pengamatan dan terus meningkat jumlahnya sampai hari ke- 30. Persentase rebah kecambah tertinggi yaitu pada kontrol + mencapai 58,62 dari total kecambah yang tumbuh, sedangkan pada kontrol - tidak terjadi rebah kecambah. Ini menegaskan bahwa F. oxysporum sangat patogen terhadap kecambah cabai merah. Penyakit ini dapat menghancurkan persemaian dalam waktu singkat Agrios 1988. Untuk perlakuan menggunakan bakteri, persentase rebah kecambah cenderung menurun dibandingkan kontrol +. Persentase rebah kecambah terendah yaitu pada BK13 + KM04 hanya 10, diikuti BK15 dengan nilai 20, BK13, BK13 + KM01 dan BK15 + KM01 sebesar 23,33, BK15 + KM04 dengan nilai 26,66, KM01 dengan nilai 36,66 dan KM04 dengan nilai 40. Sedangkan penurunan rebah kecambah dengan perlakuan bakteri tertinggi dicapai oleh isolat BK13 + KM04 yang memiliki kemampuan menurunkan rebah kecambah sampai 83,33, diikuti BK15 yaitu 66,66, BK13, BK13+KM01 dan BK15+KM01 yaitu 61,11, BK15 + KM04 yaitu 55,55, diikuti KM01 yaitu 38,89 dan dan isolat KM04 yang memiliki kemampuan terendah dalam menurunkan rebah kecambah yaitu hanya 33,33 Gambar 4.8.2. Gambar 4.8.2 Persentase pengurangan rebah kecambah yang diinokulasi Fusarium dengan perlakuan bakteri kitinolitik dan bakteri antijamur 61,11 66,66 38,89 33,33 61,11 83,33 61,11 55,55 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 BK 13 BK 15 KM01 KM04 BK 13 + KM01 BK 13 + KM04 BK15 + KM01 BK15 + KM04 P engu ra nga n re b a h ke ca m b a h Perlakuan Universitas Sumatera Utara Penurunan rebah kecambah pada perlakuan BK13 + KM04 adalah yang paling tinggi. Itu menunjukkan bahwa adanya sinergisme antara bakteri kitinolitik BK13 dan bakteri penghasil antijamur KM04 dalam mekanisme antagonis pada F. oxysporum pada benih tanaman cabai, yaitu dengan menghasilkan enzim kitinase dan senyawa antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum sehingga dapat dapat menurunkan rebah kecambah. Menurut Khalimi et al. 2010, sifat mikroorganisme antagonis adalah pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan patogen dan atau menghasilkan senyawa antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Adanya rambatan senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh mikroba antagonis menyebabkan terjadinya penekanan pada pertumbuhan jamur. Berdasarkan pada aktivitas hidrolitik dari β-1,3- glukanase dan hubungannya dengan infeksi patogen, β-1,3-glukanase dinyatakan sebagai komponen penting dalam mekanisme pertahanan melawan patogen. Glukanase terlibat dalam mobilisasi β-glukan saat sumber karbon dan energi telah habis, berperan sebagai enzim autolitik De la Cruz et al. 1995. Keanekaragaman, spesifitas organ dan perkembangan dan pola ekspresi yang berbeda menunjukkan bahwa β-1,3-glukanase memiliki fungsi biologis dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam mekanisme pertahanan pada tanaman Jin et al. 1999. Pada tumbuhan enzim kitinase ini digunakan sebagai pertahanan melawan serangan organisme patogen yang mengandung kitin Fujii Miyashita 1993. Aktivitas kitinase yang rendah pada jaringan tanaman sehat dapat diinduksi dengan adanya kitin pada jaringan tersebut, sehingga aktivitas kitinase meningkat tajam oleh pelukaan atau infeksi cendawan Graham Sticlen 1994. Menurut Semangun 2006, mekanisme antagonis pada mikroba dapat terjadi melalui 3 cara yaitu parasitasi secara langsung, karena adanya metabolik sekunder yang bersifat toksin, dan adanya kompetisi dalam hal ruang dan kebutuhan nutrisi. Efektivitas mikroba antagonis yang mampu menekan intensitas serangan patogen tanaman dapat disebabkan karena isolat mikroba antagonis tersebut mengandung nutrisi yang dapat menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat antibiotik Soesanto 2008. Sedangkan menurut Nurbaya et al. 2010 Faktor lain yang diduga menyebabkan rendahnya intensitas serangan adalah karena antara isolat bakteri Universitas Sumatera Utara antagonis dapat bersinergis sehingga diduga lebih banyak menghasilkan senyawa aktif berupa antibiotik yang cukup tinggi yang dapat menekan jamur patogen untuk berkolonisasi didaerah perakaran atau rizosfer, akibatnya intensitas serangan jamur menjadi rendah. Gambar 4.8.3. Perbedaan tinggi kecambah yang diinokulai Fusarium dengan perlakuan bakteri uji Dari Gambar 4.8.3, terlihat bahwa hasil pengamatan mulai minggu pertama sampai minggu ke-4 menunujukkan kecambah mengalami penambahan tinggi. Pada pengamatan minggu ke-4 diperoleh kecambah tertinggi yaitu pada kontrol - yaitu 8,71 cm dan terendah pada BK15 + KM01 yaitu 5,56 cm. Kecambah dengan perlakuan perendaman bakteri tertinggi didapat setelah pengamatan minggu ke-4 pada BK13 + KM04 yaitu 7,57 cm. Pada pengamatan tinggi tanaman, tinggi tanaman pada kontrol lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya gangguan jamur patogen sehingga tanaman dapat tumbuh sehat. Tanaman yang tumbuh sehat selalu diikuti oleh pembentukan jaringan baru seperti penebalan dinding sel epidermis baik di akar maupun di 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 BK 13 BK 15 KM01 KM04 BK 13 + KM01 BK 13 + KM04 BK15 + KM01 BK15 + KM04 Kontrol - Kontrol + T inggi ke ca m b a h c m Perlakuan minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 minggu ke-4 Universitas Sumatera Utara batang Sulistianingsih et al. 1995, sedangkan tanaman yang terinfeksi dapat menghambatnya tinggi tanaman, hal ini diduga karena aliran air pada pembuluh xylem terhambat yang berakibat transportasi air dan unsur hara terganggu sehingga asimilat yang dihasilkan dalam proses asimilasi kurang mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman Ambar et al. 2005. Pada pengamatan jumlah daun tidak diperoleh adanya perbedaan jumlah daun dari masing-masing perlakuan. Jumlah daun sampai akhir pengamatan adalah 2-4 helaian. Menurut Prajnanta 1999, pada umur 15-17 hari setelah semai bibit telah memiliki 2 helai dan memiliki 1 kuncup daun, pada umur 18-21 hari setelah semai di dataran rendah atau 21-30 hari di dataran tinggi, bibit sudah memiliki 3-4 helai daun sejati. Gambar 4.8.4. Perbedaan berat kering kecambah yang diinokulasi Fusarium dengan perlakuan bakteri kitinolitik dan antijamur Pada akhir pengamatan, kecambah diukur berat keringnya. Hasil rata-rata pengukuran berat kering menunjukkan BK13 memiliki berat kering tertinggi yaitu 4,32 mg, diikuti BK13+ KM04 sebesar 4,18 mg, lalu diikuti Kontrol - sebesar 3,77 mg, BK13+ KM01 sebesar 3,61 mg, BK15 sebesar 3,44 mg, BK15 + KM04 sebesar 2,89 mg, BK15 + KM01 sebesar 2,68 mg, KM01 sebesar 2,57 mg, KM04 sebesar 2,53 mg dan yang paling rendah adalah kontrol + yaitu 2,42 mg. 4,32 3,44 2,57 2,53 3,61 4,18 2,68 2,89 3,77 2,42 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 BK 13 BK 15 KM01 KM04 BK 13 + KM01 BK 13 + KM04 BK15 + KM01 BK15 + KM04 Kontrol - Kontrol + B er a t K er ing m g Perlakuan Universitas Sumatera Utara Dengan perendaman benih cabai merah menggunakan bakteri uji dihasilkan bibit yang sehat dengan ukuran batang yang gemuk dan berat kering yang tinggi yaitu BK13 dengan berat kering 4,32 mg bahkan lebih tinggi dibandingkan kontrol - yaitu 3,77 mg. Berat kering BK13 lebih tinggi dibandingkan kontrol - walaupun tingginya di bawah kontrol -. Penampakan batang kecambah yang direndam isolat BK13 lebih gemuk dan segar. Menurut Nawangsih et al. 2001, bibit yang tumbuh normal batang dan daunnya berwarna hijau segar, sedangkan bibit yang terserang jamur batangnya kecil dan berdaun kerdil. Tanaman mampu menyerap air dan yang lebih baik, pada tanaman sehat terjadi kegiatan sel yang sempurna yaitu pembelahan sel di jaringan meristem, sehingga sel-sel tersebut menjadi panjang dan banyak berisi air dan unsur hara, dengan demikian terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman Ambar et al. 2005. Reisolasi F. oxysporum dilakukan sesuai dengan prosedur postulat Koch yang digunakan untuk membuktikan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh jasad renik tertentu Pelczar Chan 2005 dilakukan pada kecambah cabai yang mengalami rebah kecambah dengan memotong jaringan pada pangkal batang kecambah. Melalui pengamatan langsung dan mikroskopis jamur hasil isolasi menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan F. oxysporum. Menurut Nugraheni 2010, Makrokonidia berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa, selain itu miselium yang dihasilkan oleh cendawan patogen penyebab penyakit layu ini mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat sampai keunguan. Universitas Sumatera Utara BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. Dan Gliocladium sp. Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium

23 267 52

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum (schlecht.) f.sp lycopersici (sacc.) Synd.ei Hans Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill)

4 63 70

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95