Selain bakteri penghasil antibiotik, bakteri kitinolitik juga berperan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman Suryanto Munir 2006. Pada bidang
pertanian berfungsi sebagai agen biokontrol terhadap fungsi patogen maupun serangga hama yang umumnya memiliki komponen kitin pada dinding selnya Muharni 2009.
Seperti hasil pengujian daya hambat pertumbuhan beberapa jamur patogen tanaman yang dilakukan oleh Suryanto Munir 2006 mengindikasikan kemampuan
menghambat pertumbuhan jamur F. semitectum. Selain itu, enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik mempunyai potensi tinggi untuk
mendegradasi limbah yang mengandung kitin, karena dengan adanya enzim kitinase memungkinkan konversi kitin yang melimpah menjadi produk yang berguna
Akhdiya 2003.
Mengingat pentingnya peranan kitinase dalam industri, maka berbagai usaha akan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan aktivitasnya antara lain,
mencari dan mengembangkan mikroorganisme baru yang memiliki kemampuan memproduksi kitinase serta menseleksi strain mikroorganisme penghasil kitinase yang
tinggi Muharni 2009. Adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu faktor penting dalam usaha produksi enzim. Oleh karena itu, penggalian
mikroorganisme indigenous penghasil kitinase perlu dilakukan di Indonesia. Keragaman hayati yang tinggi memberikan peluang yang besar untuk mendapatkan
mikroorganisme yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil enzim Akhdiya 2003.
2.3 Ganoderma boninense
Busuk pangkal batang kelapa sawit disebabkan oleh G. boninense, yang dulu disebut sebagai Fomes lucidus W. Curt Fr., Forma boninense Sacc., dan Ganoderma
miniatocinctum stey. Busuk pangkal batang basal stem rot adalah penyakit terpenting pada perkebunan kelapa sawit dewasa ini termasuk indonesia
Semangun 2000. Penelitian tentang penyakit busuk pangkal batang ini sudah banyak dilakukan salah satunya yaitu Efektivitas introduksi fungi endofit pada bibit kelapa
sawit Elaeis guineensis Jacq. terhadap pengendalian penyakit G. boninense Pat.
Universitas Sumatera Utara
Irfan 2009. Cendawan G. boninense merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan
saprofitik yang tinggi Risanda 2008. Fungi patogen ini biasanya dapat masuk ke dalam badan tumbuhan melalui luka, lubang alami seperti hidatoda atau dengan
menembus permukaan tumbuhan yang utuh Pelczar Chan 2005.
Gejala yang ditimbulkan karena penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit yaitu pelepah daun tampak layu dan bewarna pucat, selanjutnya daun akan mengalami
nekrosis yang dimulai dari bagian daun paling tua hingga menyebar ke bagian daun yang lebih muda. Selanjutnya pelepah daun akan patah dan menggantung. Daun
tombak pupus yang baru muncul tidak membuka dan berkumpul lebih dari tiga helai. Dalam kondisi serangan yang berat, setelah 6-12 bulan muncul gejala serangan
pada daun, pangkal batang menghitam dan keluar getah pada bagian yang terinfeksi sehingga tanaman akan tumbang dan mati Fauzi et al. 2008.
Miselium G.boninense berwarna putih seperti kapas. Warna koloni permukaan atas putih dan warna koloni permukaan bawah krem hingga kekuningan Gambar
2.3.1
Gambar 2.3.1 Koloni G. boninense pada media PDA umur 5 hari
2.4 Fusarium oxysporum
Fusarium oxysporum adalah jamur patogen yang dapat menginfeksi tanaman dengan kisaran inang sangat luas Mess et al. 1999. Jamur ini menyerang jaringan bagian
vaskuler dan mengakibatkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan menghambat
Universitas Sumatera Utara
aliran air pada jaringan xylem De Cal et al. 2000. Cendawan membentuk konidium yang disebut sporodokium yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit
pada tingkat yang telah lanjut. Konidiofor bercabang dan rata-rata mempunyai panjang 70
μm. Cabang cabang samping biasanya bersel satu, panjang sampai 14 μm, konidium terbentuk pada ujung cabang utama dan pada cabang samping.
Mikrokonidium bersel satu atau dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5–7 x 2,5-3
μm. Mikronodium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel 4, berukuran 22–6 x 4–5
μm. klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran 7– 13 x 7–8
μm, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, sering kali berpasangan Semangun 2000. Pada keadaan yang tidak menguntungkan untuk
kelangsungan hidupnya, cendawan ini dapat membentuk klamidospora yang dapat bertahan lama di dalam tanah Alexopoulus Mims 1979.
Koloni F. oxysporum pada media Potato Dextrosa Agar yang ditumbuhkan pada suhu 25º C mencapai diameter 3,5-5,0 cm dalam waktu 3 hari. Miselia tampak
jarang atau banyak seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya agak keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan
medium Gambar 2.4.2. Permukaan bawah berwarna kekuningan hingga keunguan Gandjar et al. 1999.
Gambar 2.4.1 Koloni F. oxysporum pada media PDA umur 4 hari
Cendawan penyebab penyakit ini hidup di dalam tanah, masuk ke dalam akar melalui lubang-lubang alami atau luka, lambat laun masuk ke bonggol. Dari sini
pathogen berkembang sangat cepat menuju batang sampai ke jaringan pembuluh
Universitas Sumatera Utara
sebelum masuk ke batang semupalsu. Pada tingkat infeksi lanjut miselium akan meluas dari jaringan pembuluh ke parenkhim, selanjutnya patogen membentuk
konidia dalam jaringan tanaman dan mikrokonidia dapat terangkut melalui xilem dalam arus transpirasi Sulyo 1992. Konidia ini dapat berkembang menjadi
klamidospora yang dapat kembali masuk ke dalam tanah ketika jaringan yang terinfeksi mati dan membusuk. Klamidospora ini tetap hidup dan bertahan dalam
jangka waktu yang cukup lama di dalam tanah . siklus penyakit akan berulang bila klamidospora ini berkecambah dan tumbuh kembali baik sebagai saprofit atau
menyerang tanaman inang Winarsih 2007, sehingga tanaman inang menjadi layu.
Di Indonesia penyakit layu sudah lama dikenal, tetapi pada umumnya orang menduga bahwa penyakit ini hanya satu macam yaitu yang disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas solanacearum. Di negara-negara lain sudah lama dikenal bahwa sebagian dari penyakit layu pada tanaman Solanaceae disebabkan oleh Fusarium
Semangun 2000. Famili Solanaceae tomat, kentang, cabai dan tanaman lainnya
diinfeksi oleh jamur yang dapat menyebabkan layu Fusarium dan layu Verticillium.
Cabai merah Capsicum annuum L. termasuk dalam suku Solanaceae. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta
bebas dari hama dan penyakit. Penggunaan benih yang unggul dan bermutu tinggi merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan produksi tanaman yang menguntungkan
secara ekonomis Syamsuddin 2003, akan tetapi, bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah resiko, salah satu penyakit yang sering menyerang cabai adalah
layu Fusarium. Penyakit ini menghambat pertumbuhan cabai bahkan menyebabkan kematian. Sehingga diperlukan suatu cara untuk mengatasinya. Upaya pengendalian
penyakit layu fusarium telah dilakukan namun petani belum menemukan cara pengendalian yang benar-benar efektif dan ramah lingkungan. Peyebaran penyakit
layu fusarium yang cepat semakin memperparah keadaan, sehingga penggunaan pestisida sintetis fungisida menjadi alternatif terakhir untuk mengendalikan patogen
Fusarium sp. di pertanaman cabai merah. Penggunaan fungisida mengakibatkan patogen menjadi tahan terhadap fungisida, menimbulkan ras Fusarium baru, serta
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Pengendalian patogen Fusarium sp. sebenarnya dapat dilakukan secara alami tanpa harus menimbulkan residu negatif bagi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, yaitu dengan menerapkan metode ketahanan terimbas dan virokontrol dengan mikovirus Nugraheni 2010.
Menurut Prajnanta 1999, layu Fusarium biasa menyerang pada area penanaman cabai. Gejala awal dari penyakit layu Fusarium adalah pucat tulang-tulang
daun, terutama daun-daun atas , kemudian diikuti dengan menggulungnya daun yang lebih tua epinasti karena merunduknya tangkai daun, dan akhirnya tanaman menjadi
layu keseluruhan Agrios 1988. Kadang-kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun, terutama daun-daun bawah. Kelayuan dapat terjadi sepihak.
Pada tanaman yang masih sangat muda penyakit dapat menyebabkan tanaman mati secara mendadak, karena pada pangkal batang terjadi kerusakan, sedangkan tanaaman
dewasa yanag terinfeksi sering dapat bertahan terus dan membentuk buah tetapi hasilnya sanagat sedikit dan kecil-kecil Semangun 2000.
2.6 Pengendalian Hayati Fungi Patogen Tanaman