seminimal mungkin mencegah kalsifikasi dari tulang dan jaringan tubuh. Fosfor dan kalsium lebih baik dikontrol dengan penggunaan pengikat fosfor dan
suplemen kalsium. Namun begitu pembatsan asupan fosfor tetap dianjurkan bersamaan dengan suplemen kalsium karbonat. Asupan fosfor 400-900 mghari,
kalsium 1000-1400mghari. Untuk membatasi kelebihan cairan tubuh sekurang-kurangnya ½ kg setiap
hari, konsumsi cairan baik yang berasal dari makanan meupun minuman diberikan sesuai jumlah air seni sehari ditambah 500 cc
2.6.3. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal, dan ukuran badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus
direncanakan perorangan. Berdasarkan berat badan dibedakan 3 jenis Diet Dialisis, yaitu :
1 Diet dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 50 kg
2 Diet dialisis II, 65 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 60 kg
3 Diet dialisis III, 70 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 65 kg
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Bahan Makanan Sehari
Berikut ini adalah bahan makanan sehari yang dikomsumsi pasien gagal ginjal dengan hemodialisa
Tabel 2.1. Bahan Makanan Sehari Penderita Gagal Ginjal dengan Hemodialisa
Bahan 60 gr protein
65 gr protein 70 gr protein
Makanan Berat Ukuran Berat
Ukuran Berat
Ukuran gr rumah tangga gr rumah tangga
gr rumah tangga
Beras 200
3 gelas nasi 200
3 gelas nasi 220
3¼ gelas nasi Maizena
15 3 sendok makan 15
3 sendok makan 15 3 sendok makan
Telur ayam 50
1 butir 50
1 butir 50
1 butir Daging
50 1 potong sedang 50
1 potong sedang 75 1 potong besar
Ayam 50
1 potong sedang 50 1 potong sedang 50
1 potong sedang Tempe
75 3 potong sedang 100
4 potong sedang 100 4 potong sedang
Sayuran 200 1 gelas
200 2 gelas
200 2 gelas
Minyak 30
3 sendok makan 30 3 sendok makan 30
3 sendok makan Gula pasir
50 5 sendok makan 50
5 sendok makan 50 5 sendok makan
Susu bubuk 10
2 sendok makan 10 2 sendok makan 10
2 sendok makan Susu
100 ½ gelas
100 ½ gelas
100 ½ gelas
Sumber : Almatsier, 2006. 2.7.
Landasan Teori
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu Notoatmodjo, 2003
Menurut Sunaryo 2004, faktor yang memengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, informasi, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman dan
umur. Dari keenam faktor ini yang masih mungkin dimanipulasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang diet hemodialisa adalah dari
penerimaan informasi yaitu dengan pendekatan interpersonal antara petugas
Universitas Sumatera Utara
kesehatan melalui komunikasi terapeutik guna untuk menyampaikan pesan yang berhubungan diet yang dianjurkan pada pasien dengan hemodialisa. Sehingga hal
yang diharapkan ketika pengetahuan sudah bertambah maka kepatuhan pasien untuk menjalankan diet hemodialisa akan lebih baik.
Sackett 1976 mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai ”sejauhmana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan” Niven, 2002. Menurut Teori Feuerstein dalam Niven 2002, ada lima faktor yang
mendukung kepatuhan pasien, yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan sosial, perubahan model terapi dan meningkatnya interaksi
profesional kesehatan dengan pasien. Meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien, adalah suatu hal
penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya
saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana
pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien, diperlukan suatu
komunikasi yang baik oleh tenaga kesehatan. Dengan komunikasi, seorang tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan
pengetahuan pasien dalam setiap instruksi yang diberikan kepadanya, sehingga diharapkan lebih dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi
Universitas Sumatera Utara
Niven, 2002. Dalam dunia keperawatan, komunikasi perawat yang diarahkan pada pencapaian tujuan untuk menyembuhkan pasien dikenal dengan komunikasi
terapeutik Purwanto, 1994. Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan perawatan mempunyai
peran yang besar terhadap kemajuan kesehatan pasien. Komunikasi terapeutik meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien sehingga akan tercipta
suasana yang kondusif dimana klien dapat mengungkapkan perasaan dan harapan- harapannya Sundberg, 1989. Kondisi saling percaya yang telah dibangun
diantara perawat dan pasien tersebut akan mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan Stuart G.W., et.al.,1998.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa komunikasi terapeutik perawat mempunyai peran yang cukup berpengaruh terhadap prilaku pasien,
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh palestin bahwa secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna setelah pemberian komunikasi terapeutik terhadap
pengetahuan dan kepatuhan dalam pengobatan pada pasien diabetes melitus. Kemudian penelitian yang dilakukan Kristiana 2004 dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan kepatuhan berobat pada penderita pulpitis di Poli gigi Puskemas Pucang Sewu kota
Surabaya. Menurut Pritchard dalam Palestin 2002 menyatakan hubungan
komunikasi dengan kepatuhan merupakan variabel intermediet dari mengerti, kepuasan, dan memori. Membangun suatu kepatuhan tergantung pada dua faktor
Universitas Sumatera Utara
disengaja atau tidak dan biasanya didasari informasi yang benar harus selalu diberikan pada pasien yang tidak patuh pada pelayanan medis yang mungkin
secara langsung membantu mengingatkan kembali. Sejak dia dipercaya dan patuh dengan nasehat, dia akan mengikuti pengalaman kesehatan masa lampau oleh
karena perubahan perilaku memerlukan banyak teknik persuasive. Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan
mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter dan
ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan. Salah satu strategi untuk meningkatkan ketaatan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter maupun
perawat dengan pasien Niven, 2002. Salah satu peran kolaboratif dari perawat adalah membantu menyiapkan
pasien untuk taat pada program pengobatan yang telah diorderkan oleh dokter. Dalam hal tersebut peran komunikasi terapeutik sangat penting dalam menjalin
saling percaya di antara perawat dan pasien. Salah satu hal yang terpenting dengan tidak berhasilnya komunikasi perawat dan pasien adalah berkaitan dengan
penerimaan informasi yang kurang adequat, sehingga akan berdampak pada pengetahuan pasien yang kurang adekuat juga. Pada banyak kasus diharapkan
penerimaan komunikasi akan berdampak pada pengetahuan dan kepatuhan Palestin, 2002.
Menurut Teori Stimulus-Organisme-Respon S-O-R, bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang stimulus
Universitas Sumatera Utara
yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi sources Notoatmodjo, 2003.
2.8. Kerangka Konsep